1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan dalam empat perubahan sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002 telah menciptakan beberapa perubahan-perubahan yang mendasar yang diimbangi dengan permasalahan konseptual yang muncul dalam praktek Ketatanegaraan Indonesia salah satunya adalah pergeseran hubungan kekuasaan pemerintahan dari lembaga eksekutif kepada lembaga legislatif yang erat hubungan dengan ruang lingkup pertanggungjawaban dan pengawasan terhadap kekuasaan pemerintahan, sebagaimana dikemukakan oleh Carl J Friedrich sebagai suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintahan. 1 Dengan merujuk kepada pandangan yang dikemukakan oleh Carl J Friedrich tersebut, pola pengaturan fungsi legislatif ditentukan oleh pola hubungan antara eksekutif dan legislatif dimana hubungan itu sangat ditentukan oleh corak sistem pemerintahan, didalam literatur Hukum Tata Negara beberapa varian sistem pemerintahan yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan semi presidensial dan sistem pemerintahan presidensial. Beberapa varian sistem 1 Jimly Asshiddiqie, 2009, Menuju Negara Hukum Yang Demokrasi, Jakarta. PT Bhuana Ilmu Populer, hlm. 50-53
14
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/38611/2/BAB I.pdf · keluhan dan pengaduan masyarakat serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya. 4. DPRD berkedudukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan-perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang dilakukan dalam empat perubahan sejak tahun 1999 sampai
dengan tahun 2002 telah menciptakan beberapa perubahan-perubahan yang
mendasar yang diimbangi dengan permasalahan konseptual yang muncul dalam
praktek Ketatanegaraan Indonesia salah satunya adalah pergeseran hubungan
kekuasaan pemerintahan dari lembaga eksekutif kepada lembaga legislatif yang
erat hubungan dengan ruang lingkup pertanggungjawaban dan pengawasan
terhadap kekuasaan pemerintahan, sebagaimana dikemukakan oleh Carl J Friedrich
sebagai suatu sistem yang terlembagakan, menyangkut pembatasan yang efektif
dan teratur terhadap tindakan-tindakan pemerintahan.1
Dengan merujuk kepada pandangan yang dikemukakan oleh Carl J Friedrich
tersebut, pola pengaturan fungsi legislatif ditentukan oleh pola hubungan antara
eksekutif dan legislatif dimana hubungan itu sangat ditentukan oleh corak sistem
pemerintahan, didalam literatur Hukum Tata Negara beberapa varian sistem
pemerintahan yaitu sistem pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan semi
presidensial dan sistem pemerintahan presidensial. Beberapa varian sistem
1 Jimly Asshiddiqie, 2009, Menuju Negara Hukum Yang Demokrasi, Jakarta. PT Bhuana Ilmu
Populer, hlm. 50-53
2
pemerintahan tersebut mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain tetapi juga
menyangkut pola hubungan antara lembaga negara yang antara lain berupa :2
a. Hubungan pertanggungjawaban,
b. Hubungan pengawasan kontrol,
c. Hubungan untuk menjaga keseimbangan kekuasaan,
d. Hubungan kerja sama dan,
e. Hubungan kepanesehatan.
Pengawasan (controlling) yaitu suatu kegiatan yang ditujukan untuk
menjamin agar penyelenggaraan negara sesuai dengan rencana. Jika dikaitkan
hukum pemerintahan, pengawasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin sikap pemerintah agar berjalan sesuai hukum yang
berlaku. Dikaitkan dengan hukum tata negara, pengawasan berarti suatu
kegiatan yang ditujukan untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan
negara oleh lembaga-lembaga kenegaraan sesuai dengan hukum yang berlaku.3
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD)
merupakan lembaga legislatif yang salah satu fungsinya adalah sebagai
penampung dan penyalur aspirasi atau kepentingan rakyat. Dalam kaitannya
sebagai lembaga perwakilan rakyat, fungsi refresentatif yang mereka miliki
diimplementasikan melalui UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, yaitu bahwa DPRD memiliki tugas wewenang untuk menampung dan
menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat. Selain itu DPRD memiliki
2 Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislatif Menguatnya Model Legislasi Parlementer
Dala Sistem Presidensial Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 2 3 Bagir Manan, 2005, DPR,DPRD, DPD, dan MPR dalam UUD 1945 Baru, FH Uii Press, Cet
III, Yogyakarta, hlm. 36
3
kewajiban bahwa DPRD memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, menerima
keluhan dan pengaduan masyarakat serta memfasilitasi tindak lanjut
penyelesaiannya.4
DPRD berkedudukan sebagi unsur penyelenggara pemerintahan daerah
artinya posisi DPRD sejajar dengan pemerintah daerah, bukan bagian dari
pemerintahan daerah seperti yang berlaku sebelumnya melalui Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974.5 DPRD memiliki kewenangan meminta keterangan
kepala daerah, pertanggungjawaban kepala daerah, melakukan penyelidikan,
meminta keterangan pejabat negara dan warga masyarakat mengenai suatu hal
yang menyangkut kepentingan publik (yang kalau ditolak tanpa alasan akan
berakibat seseorang bisa dikenai hukuman).6
DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah memiliki kedudukan
yang sangat penting di daerah sesuai dengan prinsip demokrasi yang kita anut.
Demokrasi modern yang hanya dapat dilakukan melalui sistem demokrasi
perwakilan membutuhkan adanya lembaga perwakilan yang bertindak untuk
dan atas nama rakyat yang memilihnya. Demokrasi dalam arti pemerintahan
oleh rakyat dilaksanakan terutama oleh DPRD yang anggota-anggotanya dipilih
dari rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Karena itu, DPRD memiliki fungsi
dan hak yang sangat menentukan penyelenggaraan negara dan pembangunan
4 Panduan Pelaksanaan Tugas Layanan Aspirasi Sekretariat DPRD Jawa Barat 2012 5 I Nyoman Sumaryadi. 2005, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, CV Citra
Utama. Jakarta. Hal. 142. 6 Ibid
4
lima tahun yang akan datang. DPRD juga dapat dikatakan memiliki hubungan
tersendiri dengan pemilih jika dibandingkan dengan anggota DPRD
sebelumnya. Hal itu terkait dengan mekanisme penentuan calon terpilih
berdasarkan suara terbanyak, berbeda dengan sistem sebelumnya yang lebih
ditentukan oleh nomor urut walaupun dikombinasikan dengan capaian bilangan
pembagi pemilih.
Hak-hak DPRD tersebut di atas yang menarik perhatian penulis terkait
dengan hak imunitas pada Pasal 372 UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut UU MD3)
yang terkesan mengusik rasa keadilan rakyat. Dan hak imunitas yang khusus
membahas tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pada Pasal 160 Huruf F
UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Hak imunitas adalah
kekebalan hukum dimana setiap anggota DPRD tidak dapat dituntut di hadapan
dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, pendapat yang
dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPRD, sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik. Secara yuridis
konstitusional keberlakuannya kuat diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan namun secara sosiologis,
masyarakat ada yang menerima namun ada juga yang menolak hak ini. Betapa
masih segar dalam ingatan kita, dengan adanya hak imunitas ini tersebut
seorang pejabat negara berkeinginan menjalur hukumkan salah seorang
5
Anggota DPRD, terkait dengan pernyataannya di media massa, yang
menurutnya pernyataan Anggota DPRD tersebut berimplikasi pencemaran
nama baik. Seakan-akan anggota DPRD ingin berlindung dibalik hak imunitas
yang dimiliki tersebut. Melihat hal demikian maka seolah-olah dengan
didukungnya hak imunitas anggota DPRD yang telah diakomodir di dalam UU
MD3 yang secara implisit diatur di dalam Pasal 245 ayat 1 UU MD3 memuat
ketentuan bahwa penyidik baik dari Penegak Hukum harus mendapatkan
persetujuan terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan apabila
anggota dewan diduga melakukan tindak pidana. Sekalipun dalam Pasal 245
ayat 3 UU MD3 disebutkan bahwa Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tak perlu
izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPRD.
Potensi mempersulit kinerja Penegak Hukum bukan hanya ditahap awal yaitu
tahap penyidikan saja, tapi juga dalam tahap pemeriksaan. Mengatur bahwa
pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPRD harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Pasal
224 ayat 7 UU MD3 mengatur bahwa dalam hal Mahkamah Kehormatan
Dewan memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan angggota
DPRD, kemudian tidak memiliki kekuatan hukum atau batal demi hukum.
Kedua Pasal ini menunjukkan bahwa DPRD memberikan kewenangan yang
sangat besar bagi dirinya sendiri untuk menghambat suatu proses hukum. Hal
ini tentu bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum (equality
6
before the law) dan tidak sejalan dengan sistem peradilan yang adil dan fair
(due process of law).
Berdasarkan adanya permasalahan-permasalahan tersebut persoalan
implementasi hak imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini menjadi
menarik ketika dikaitkan dengan bentuk perlindungan hukum, hal ini yang
melatarbelakangi penulis untuk memilih judul: IMPLEMENTASI HAK
IMUNITAS PADA PASAL 160 HURUF F UU NO. 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PADA ANGGOTA DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DI KABUPATEN GRESIK.
B. Rumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, perumusan masalah merupakan hal yang penting, agar
dalam penelitian dapat lebih terarah dan terperinci sesuai dengan tujuan yang
dikehendaki. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Implementasi Hak Imunitas Pada Pasal 160 Huruf F UU No. 23
Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pada Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik?
2. Bagaimanakah Kendala Dalam Implementasi Hak Imunitas Pada Pasal 160
Huruf F UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pada Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik?
7
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan hukum ini ialah:
1. Tujuan dari dilakukannya penulisan atas penelitian ini adalah untuk mengetahui
lebih dalam tentang Implementasi Hak Imunitas Pada Pasal 160 Huruf F UU
No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pada Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
2. Agar pembaca dapat mengetahui bagaimana Implementasi Hak Imunitas Pada
Pasal 160 Huruf F UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pada
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
3. Agar pembaca dapat mengetahui arti Implementasi Hak Imunitas Pada Pasal
160 Huruf F UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pada
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan hukum ini mencakup
manfaat teoritis dan manfaat praktis, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengembangkan ilmu
pengetahuan dan menambah wawasan terutama untuk menemukan jawaban
atas permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan masalah yakni mengenai
Implementasi Hak Imunitas Pada Pasal 160 Huruf F UU No. 23 Tahun 2014
8
Tentang Pemerintahan Daerah Pada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Di Kabupaten Gresik, sehingga diharapkan akan mendapatkan hasil
yang bermanfaat dan berguna untuk masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsi pemikiran
terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan Implementasi Hak
Imunitas Pada Pasal 160 Huruf F UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah Pada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan atau untuk bahan
penelitian lanjutan bagi yang membutuhkan.
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat berguna sebagai penambah wawasan dan ilmu
pengetahuan tentang permasalahan yang diteliti oleh penulis, sekaligus
sebagai syarat untuk penulisan Tugas Akhir dan menyelesaikan studi S1 di
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana masyarakat untuk
memperoleh pandangan dan pengetahuan terkait dengan Implementasi Hak
Imunitas Pada Pasal 160 Huruf F UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah Pada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
9
3. Bagi Kalangan Praktisi Hukum
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah wacana
bagi kalangan praktisi hukum berkaitan dengan Implementasi Hak Imunitas
Pada Pasal 160 Huruf F UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Pada Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
4. Bagi Kalangan Akademisi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi atau rujukan
awal untuk penelitian lebih lanjut berkaitan dengan dengan Implementasi Hak
Imunitas Pada Pasal 372 UU No. 17 Tahun 2014 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pada Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
F. Metode Pendekatan
Untuk memperoleh data-data yang dihubungkan dengan penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan metode sebagai berikut:
1. Metode Pendekatan
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian
atau penulisan.7 Berdasarkan ruang lingkup serta identifikasi masalah
7 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,
halaman 112.
10
sebagaimana telah diuraikan, untuk mengkaji secara komprehensif dan holistik
pokok permasalahan, akan ditelusuri dengan menggunakan tipe penelitian
yuridis sosiologis, yakni melihat hukum sebagai perilaku manusia dalam
masyarakat.8
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Gresik yaitu sebagai pihak yang terdapat didalam penelitian
ini. Hal ini dikarenakan penulis ingin mengetahui implementasi hak imunitas
pada pasal 160 huruf f UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
3. Jenis dan Sumber Data
Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan beberapa bahan hukum
sebagai berikut :
a. Data Primer
Sumber data primer adalah jenis data primer yang langsung dari sumber
utama tanpa adanya perantara, yang didapat melalui proses
interview/wawancara atau observasi pada tempat yang diteliti. Data utama
yang diperoleh secara langsung yaitu penelitian di kantor Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik tentang implementasi hak imunitas
8 Fakultas Hukum. 2012. Pedoman Penulisan Hukum. Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Malang. Hal. 18
11
pada pasal 160 huruf f UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder diperoleh dengan cara studi kepustakaan melalui
bahan-bahan literatur yaitu Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan, studi
dokumentasi melalui dokumen atau arsip-arsip dari pihak yang terkait
dengan cara mencatat atau meringkas dokumen-dokumen serta penelusuran
situs-situs internet yang berhubungan.
c. Data Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan
hukum pelengkap dalam membantu menjelaskan dan mempermudah
pemahaman bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum
tersier antara lain kamus dan ensiklopedia.
4. Teknik Pengumpulan Data
Bahan hukum diperoleh dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumentasi
terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer, sekunder, maupun
tersier, yaitu dengan mengumpulkan berbagai ketentuan perundang-undangan,
makalah, literatur dan artikel yang berhubungan dengan topik permasalahan
yang diangkat oleh penulis, sehingga didapatkan landasan teori untuk
digunakan dalam mengemukakan pendapat atau pandangan.
12
5. Teknik Analisis Data
Seluruh data yang terkumpul dianalisis menggunakan analisis Deskriptif
Kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan
dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan penelitian hukum.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Wawancara
Yaitu memperoleh dan mengumpulkan data melalui tanya jawab,
dialog/diskusi dengan salah satu anggota DPRD dan dianggap mengetahui
banyak mengenai permasalahan dalam penelitian.
b. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data-data yang dimiliki oleh pihak yang terkait serta
ditambah dengan penelusuran perundang-undangan dalam hal berkenaan
dengan proses penelitian ini.
c. Studi Kepustakaan
Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan
kepustakaan dari berbagai literatur/buku-buku maupun jurnal di
perpustakaan-perpustakaan di Jawa Timur.
d. Internet
Yaitu dengan melakukan penelusuran dan pencarian bahan-bahan melalui
internet atau website untuk melengkapi bahan hukum lainnya.
13
G. Rencana Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam empat bab, dimana
setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab, sistematika penulisannya secara singkat
adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari penulisan
skripsi dan sekaligus menjadi pengatur umum didalam memahami penulisan
secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan dan menjelaskan berbagai teori-teori hukum yang dapat
mendukung penelitian yang bersumber dari perundang-undangan maupun
literatur-literatur antara lain: Teori Pembagian Kekuasaan (Trias Politika), Teori
Perwakilan, Teori Legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Hak Imunitas.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi penulis akan menjawab, menguraikan dan menganalisis secara rinci
dan jelas terkait rumusan masalah yang berhubungan dengan objek yang di teliti
yaitu berkenaan dengan Implementasi hak imunitas pada Pasal 160 Huruf F UU
No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pada Anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Di Kabupaten Gresik.
14
BAB IV : PENUTUP
Bab terakhir ini adalah kesimpulan yang merupakan kristalisasi hasil analisis dan
inteprestasi yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan dan merupakan jawaban