1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia, di beberapa bagian wilayah dimuka bumi ini telah mengalami suatu proses perkembangan yang cukup panjang dalam sejarah umat manusia. Proses perkembangan tersebut dapat dikemukakan, bahwa pada masa pertama usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan kehidupannya di dunia ini, yaitu dengan berusaha mengumpulkan hasil bumi dan berburu binatang disekitar tempat hidup mereka. Kegiatan manusia pada masa lalu dalam bentuk mengumpulkan hasil bumi atau meramu dan berburu itu, disebut dengan istilah sistem mata pencaharian berburu dan meramu. Selanjutnya, dikalangan para ahli sistem mata pencaharian hidup meramu dan berburu, termasuk kegiatan menangkap ikan, biasa disebut dengan istilalah ekonomi pengumpulan pangan atau Food Gathering Economics, dimana sistem mata pencaharian ini dilakukan bukan untuk sekedar mencari tambahan pangan tetapi sebaliknya. Kegiatan manusia dalam bidang meramu dan berburu semakin hari semakin tidak tampaknya dari muka bumi, sejalan dengan itu muncul suatu tingkat perkembangan yang lain dari usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya, yaitu mata pencaharian hidup manusia dengan sistem bercocok tanam. Koentjaraningrat (1984:166) mengatakan perkembangan sistem dari kebiasaan meramu dan berburu ke arah bentuk pekerjaan bercocok tanam, merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia. Peristiwa itu seringkali disebut sebagai suatu revolusi dalam peradaban umat manusia. Sehubungan dengan masalah tersebut, Koentjarningrat (1984:166) mengemukakan sejak umat manusia timbul dimuka bumi ini sekitar satu juta tahun yang lalu, ia hidup dari berburu, sedangkan baru sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu ia menemukan bercocok tanam. Hal itu Universitas Sumatera Utara
16
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/52013/4/Chapter I.pdf · mengusahakan secara terus-menerus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia, di beberapa bagian
wilayah dimuka bumi ini telah mengalami suatu proses perkembangan yang cukup panjang
dalam sejarah umat manusia. Proses perkembangan tersebut dapat dikemukakan, bahwa pada
masa pertama usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan
kehidupannya di dunia ini, yaitu dengan berusaha mengumpulkan hasil bumi dan berburu
binatang disekitar tempat hidup mereka. Kegiatan manusia pada masa lalu dalam bentuk
mengumpulkan hasil bumi atau meramu dan berburu itu, disebut dengan istilah sistem mata
pencaharian berburu dan meramu.
Selanjutnya, dikalangan para ahli sistem mata pencaharian hidup meramu dan berburu,
termasuk kegiatan menangkap ikan, biasa disebut dengan istilalah ekonomi pengumpulan
pangan atau Food Gathering Economics, dimana sistem mata pencaharian ini dilakukan
bukan untuk sekedar mencari tambahan pangan tetapi sebaliknya.
Kegiatan manusia dalam bidang meramu dan berburu semakin hari semakin tidak
tampaknya dari muka bumi, sejalan dengan itu muncul suatu tingkat perkembangan yang lain
dari usaha manusia untuk mempertahankan hidupnya, yaitu mata pencaharian hidup manusia
dengan sistem bercocok tanam. Koentjaraningrat (1984:166) mengatakan perkembangan
sistem dari kebiasaan meramu dan berburu ke arah bentuk pekerjaan bercocok tanam,
merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia.
Peristiwa itu seringkali disebut sebagai suatu revolusi dalam peradaban umat manusia.
Sehubungan dengan masalah tersebut, Koentjarningrat (1984:166) mengemukakan sejak
umat manusia timbul dimuka bumi ini sekitar satu juta tahun yang lalu, ia hidup dari berburu,
sedangkan baru sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu ia menemukan bercocok tanam. Hal itu
Universitas Sumatera Utara
2
tumbuh karena revolusi kebudayaan yang merubah ke pola hidup. Revolusi kebudayaan
tersebut adalah timbulnya kepandaian bercocok tanam yang terus berangsur-ansur diberbagai
tempat di dunia.
Usaha bercocok tanam yang pertama dimuka bumi ini ialah mempertahankan tumbuh-
tumbuhan di tempat-tempat tertentu terhadap serangan dari binatang, burung atau
membersihkan tumbuhan-tumbuhan untuk makanan terhadap rumput-rumputan yang
merusak. Dalam pekerjaan ini manusia tentu muda dapat mengobservasi bagaimana misalnya
biji yang jatuh dapat tumbuh lagi, atau bagaimana potongan batang singkong misalnya kalau
ditancapkan dapat menjadi tumbuh-tumbuhan baru dan yang lainnya (Koentjarningrat
1984:166-167). Demikanlah dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal
bagaimanakah manusia itu pertama kalinya dapat mulai bercocok tanam tanpa dapat
dibuktikan.
Sejalan dengan pendapat diatas, maka dapat dilihat bahwa pertanian bercocok tanam
selalu disesuaikan sekelompok masyarakat dengan pengaruh lingkungan hidupnya dan sosial.
Seperti yang dijelaskan di atas tentang kelompok masyarakat yang sudah bergerak ke
pertanian bercocok tanam maka pertanian mereka akan cenderung ke bercocok tanam yang
tinggal dalam lingkungan alam yang memiliki curah hujan yang cukup banyak, tanahnya
basah, tanahnya kering dan memiliki area hutan yang lebat agar dapat menjamin
pertumbuhan tanaman terus hidup.
Kelompok masyarakat yang memiliki lingkungan seperti penjelasan di atas maka mata
pencaharian hidupnya yaitu dari sistem pengumpulan bahan makanan ke arah sistem
bercocok tanam menetap. Dan masyarakat tersebut dapat ditemukan pada masyarakat
Hutajulu. Masyarakat Hutajulu merupakan salah satu masyarakat yang bermata pencaharian
dengan sistem bercocok tanam menetap yang sesuai dengan lingkungan alam dan tempat
tinggal mereka. Bisa dilihat bahwa jenis tanaman padi, kemenyan, kopi dan tanaman muda
Universitas Sumatera Utara
3
lainnya mereka tanam sebagaimana bisa disaksikan sampai sekarang sesuai dengan hasil
penelitian penulis.
Usaha tani kemenyan, kopi dan padi sawah sebagai praktek pertanian ini telah
berkembang secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang kemudian membentuk
sistem pengetahuan dan tardisi bertani sendiri, seperti menjaga keberagaman jenis benih,
persiapan lahan, penanaman, perawatan, pemanenan, sampai pada pola konsumsi. Melakukan
pertanian seperti ini merupakan sistem pengetahuan yang hidup dan menghidupi pemiliknya.
Disamping itu masyarakat Hutajulu dalam mempertahankan hidupnya disamping
bercocok tanam juga memelihara ternak dengan memanfaatkan hasil-hasil alam yang mereka
dapatkan disekitar lingkungan mereka.
Menurut Adiwilaga dalam Edi S. Ekadjati pola pertanian yang menetap, dapatlah
digambarkan bahwa setiap keluarga sudah terbiasa pagi-pagi mengerjakan suatu bidang tanah
berulangkali sepanjang hidup mereka bahkan dilanjutkan pula oleh generasi berikutnya.
Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok masyarakat desa Hutajulu yang dahulunya
hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam artian “bisa makan “ namun pada saat ini
masyarakat melakukan kegiatan pertanian, peternakan dan usaha lainnya tidak hanya
mencukupi kebutuhan “cukup makan” namun memenuhi tuntutan zaman dan harus
meningkatkan pendapatan dimana sekarang ini pendidikan sangatlah penting sehingga harus
menyekolahkan anaknya yang membutuhkan biaya dan membeli barang-barang lainnya,
misalnya elektronik untuk mengetahui berita dan komunikasi. Masyarakat juga harus
memanfaatkan waktu sebaik mungkin karena ada istilah yang mengatakan bahwa “waktu
adalah uang” oleh karena itu saat ini di Hutajulu dapat ditemukan kendaraan-kendaraan yang
bahkan dipakai ke ladang dan ke hutan untuk mempersingkat waktu.
Hasil mata pencaharian juga dimanfaatkan oleh petani sebagai tabungan (berjaga-jaga),
misalnya untuk kesehatan jika sewaktu-waktu mereka mengalami sakit dan butuh pengobatan
Universitas Sumatera Utara
4
maka tabungan tersebut akan dipakai sebagai biaya berobat. Mayarakat Hutajulu merupakan
masyarakat batak Toba dimana batak Toba masih kental dengan adat-istiadat sehingga
pendapatan juga bermanfaat bagi kelangsungan adat yakni untuk pesta (pernikahan,
kelahiran, kematian), pendapatan juga dimanfaatkan untuk keperluan lainnya.
Gambaran sietem mata pencaharian campuran masyarakat di desa Hutajulu yang telah
diuraikan peneliti sebelummnya, menjadi tertarik karena masyarakat Hutajulu mampu
memenuhi kebutuhan dan mengkuti kemajuan zaman sekarang ini dengan melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang mereka terapkan. Hal itu tidak semata-mata hanya memenuhi
keperluan keluarga namun masyarakat ini telah ikut pembagunan ekonomi dan kesejahteraan
Indonesia tanpa harus menggantung kepada pemerintah atau belas kasihan yang lainnya
namun masyarakat Hutajulu mandiri dalam pemenuhan kebutuhan pangan mereka dan
mampu mengikuti perkembagan zaman.
1.2. Tinjuan Pustaka
Manusia dalam kehidupannya memiliki kebutuhan yang berkaitan dengan ekonomi
(pendapatan). Seperti yang kita ketahui masalah ekonomi merupakan masalah yang sulit
karena menyangkut pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan
badaniah yang merupakan kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Seperti yang
diungkapkan Wolf (1983:23) bahwa masalah kaum tani adalah masalah mencari
keseimbangan antara tuntutan-tuntutan dari dunia luar dan kebudayaan petani untuk
menghidupi keluargannya.
Pendapatan atau perolehan merupakan suatu kesempatan mendapatkan hasil dari setiap
usaha yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapatan secara
langsung diterima oleh setiap orang yang berhubungan langsung dengan pekerjaan,
Universitas Sumatera Utara
5
sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan tingkat pendapatan yang diterima melalui
perantara (Bambang, S. 1994:121).
Boediono (1992:32) mengemukakan bahwa hasil pendapatan dari masyarakat adalah
hasil penjualan dari faktor-faktor yang dimiliki kepada faktor produksi. Jadi pendapatan
adalah hasil penjualan faktor produksi atau hasil lahan yang dimilikinya. Disamping itu
jumlah pendapatan mempunyai fungsi untuk memenuhi keperluan sehari-hari dan
memberikan kepuasan kepada petani agar dapat melanjutkan produksinya.
Selanjutnya pendapatan usaha tani dikenal pula dengan istilah pendapatan kotor (gross
farm income). Pendapatan kotor usaha tani adalah nilai produk usaha tani dalam jangka
waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Soekartawi (1996:82) oleh karena itu mengatakan pendapatan usaha tani adalah
mencakup semua hasil produksi. Pengertian pendapatan tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa pendapatan adalah nilai perolehan yang diterima pekerja secara langsung sebagai
imbalan atas jasa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan oleh petani.
Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah pertanian. Menurut
Anwas (1992 : 34) bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan
pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari
kegiatan itu. Pengertian petani yang dikemukakan di atas tidak terlepas dari pengertian
pertanian. Anwas (1992 : 34) mengemukakan bahwa pertanian adalah kegiatan manusia yang
mengusahakan secara terus-menerus dengan maksud memperoleh hasil-hasil tanaman
ataupun hasil hewan, tanpa mengakibatkan kerusakan alam.
Bertolak dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa antara petani dan pertanian
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Pertanian (agriculture) bukan hanya
merupakan aktivitas ekonomi untuk menghasilkan pendapatan bagi petani saja. Lebih dari
itu, bertani adalah sebuah cara hidup (way of life atau livehood) bagi sebagian besar petani.
Universitas Sumatera Utara
6
Oleh karena sektor dan sistem pertanian harus menempatkan subjek petani sebagai pelaku
sektor pertanian secara utuh, tidak saja petani sebagai homo economicus1, melainkan juga
sebagai homo socius2 dan homo religius
3. Konsekuensi pandangan ini adalah dikaitkannya
unsur-unsur nilai sosial-budaya lokal, yang memuat aturan dan pola hubungan sosial, politik,
ekonomi, dan budaya ke dalam kerangka paradigma pembangunan sistem pertanian secara
menyeluruh (Simatupang, 2003:14 - 15).
Budaya lokal yang menjadi kebiasaan dipakai petani dalam kehidupanya untuk
mengelola mata pencaharian dan memperkuat kepribadian, Spradley (1987) mengatakan
bahwa budaya sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar,
yang mereka gunakan untuk menginterprestasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus
untuk menyusun strategi prilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka4.
Dalam Muhamat Noor, Jhonson menjelaskan (2008:3), pengetahuan indegenous adalah
sekumpulan pengetahuan yang diciptakan oleh sekolompok masyarakat dari generasi yang
hidup menyatu dan selaras dengan alam. Pengetahuan seperti ini berkembang dalam lingkup
lokal. Menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pengetahuan ini juga
merupakan hasil kreativitas dan inovasi atau uji coba secara terus menerus dengan melibatkan
masukan internal dan pengaruh eksternal dalam usaha untuk menyesuaikan dengan kondisi
setempat. Oleh karena itu pengetahuan indigenous ini tidak dapat diartikan sebagai
pengetahuan kuno, terbelakang, statis atau tak berubah5. Karena pengetahuan dapat
menghadapi dunia sekeliling.
Pemenuhan ekonomi melalui usaha tani merupakan startegi petani dalam menghadapi
dunia mereka dan kegiatan ekonomi dapat menghasilkan barang dan jasa disebut berproduksi,
1 Homo economicus adalah mahluk yang sudah mampu melepaskan diri dari keprimitifan
2 Homo sosius adalah mahluk sosial yang saling tolong menolong 3 Homo religius adalah mahluk yang sudah memiliki suatu kepercayaan. 4 Lihat James P.Spradley dan David W.Mccurdy (Penyunting) Comfirmity And Conflict: Reading In Cultural Antropology,
Edisi Ke 6, Little Brown And Company, 1987.
5 http://kubuskecil.blogspot.com/2014/02/pengertian-lokal.html. 15 September 2014