BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan- perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1997). Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai sumbang saran yang tidak mengikat. Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut, berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya
46
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25944/5/Chapter I.pdf · dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan adalah suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus
dalam rangka memperbaiki indikator sosial maupun ekonomi pada suatu wilayah dari
waktu ke waktu (Gunawan Sumodiningrat,2009: 6). Disamping itu pembangunan
juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan-
perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat,
dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka
pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan (Todaro,1997).
Sebelumnya, perencanaan pembangunan dan seluruh agenda
pembangunan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan asumsi pejabat atas prioritas
dan kebutuhan masyarakat. Keadaan ini membuat masyarakat cenderung bersikap
pasif terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan cenderung melahirkan
anemo masyarakat yang tidak terlalu peduli akan masalah pembangunan sehingga ada
anggapan bahwa perencanaan pembangunan daerah hanya merupakan tanggungjawab
pemerintah saja dan kalau pun ada aspirasi masyarakat, itu hanya dianggap sebagai
sumbang saran yang tidak mengikat.
Akibat dari strategi perencanaan yang bersifat sentralistik tersebut,
berbagai masalah timbul kehadapan masyarakat antara lain pembangunan yang
dilaksananakan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga selain hasilnya
masih dirasakan kurang mengangkat kualitas hidup masyarakat dan menjadi
terbengkalai karena kurang mendapat respon positif dari mayarakat.
Seperti yang dikemukakan oleh Mochtar Mas’ud (dalam Afifuddin : 70).
bahwa pada era orde baru strategi pembangunan bertumpu pada pengejaran efisiensi
daripada partisipasi. Sehingga pada saat itu perencanaan pembangunan atau
pemerintah dihadapkan kepada dua pilihan strategi pembangunan yang dilematis,
prioritas produktivitas atau prioritas demokrasi. Yang mana keduanya bersifat “zero
sum game”, artinya jika salah satu yang dipilih yang satunya harus dipinggirkan.
Pemerintah pada saat itupun memilih produktivitas dengan keyakinan bahwa
demokrasi akan tercapai dengan sendirinya tatkala produktivitas menghasilkan
tingkat kemakmuran tertentu bagi rakyat seperti halnya yang diterapkan di negara
Jepang, Korea selatan, dan Singapura. Namun, strategi tersebut terbukti gagal total.
Pembangunan yang menekan partisipasi dan demokrasi bukan hanya menyebabkan
implosi (ledakan ke dalam) namun juga eksplosi (ledakan keluar). Akibat riilnya
adalah krisis yang berlangsung 1997 yang disusul dengan jatuhnya rejim orde baru.
Seiring dengan gerakan reformasi yang bergulir di Indonesia pada
pertengahan tahun 1998, pemerintah dituntut untuk melakukan perombakan sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang dulunya bersifat sentralistik menuju pada
desentralisasi. Mulai dari kelembagaan, manajemen, serta perilaku para aparatur
pemerintahan. Salah satu kebijakan yang kemudian diterapkan adalah dengan
menerapkan sistem otonomi daerah dimana daerah diberikan pelimpahan
kewenangan untuk mengurus, menata, dan mengatur daerahnya sendiri dengan
asumsi bahwa daerah lebih mengetahui/memahami potensi, kebutuhan dan segala
permasalahan yang ada di daerah yang bersangkutan serta dalam rangka percepatan
pelayanan kepada masyarakat dan menyerap aspirasi masyarakat setempat.
Pelaksanaan otonomi daerah dimulai ditetapkannya UU No.22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan UU No.25 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah yang berlaku sejak 1 Januari 2001. Dan untuk saat ini
kedua undang-undang yang sangat penting dan strategis sifatnya bagi sistem
pemerintahan di daerah tersebut kemudian diubah sebagaimana yang telah
diundangkan dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah yang pada dasarnya tetap mempertahankan format umum otonomi daerah,
namun memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada pemerintah provinsi dan
pemerintah pusat untuk menjamin konsistensi kebijakan secara nasional. Dengan
adanya undang-undang tersebut sebagai payung hukum dari pelaksanaan
pemerintahan di daerah maka diharapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan
dapat berjalan dengan lebih cepat dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat,
efektif dan efisien. Salah satu wujud dari penyelenggaraan pemerintahan itu adalah
melalui pelaksanaan pembangunan daerah.
Melalui UU No.32 tahun 2004 ini, bangsa Indonesia secara tegas
menghendaki agar ditengah euforia reformasi, sistem yang sentralistik menuju
desentralistik, pemerintah daerah harus mengarahkan berbagai hal dalam rangka
implementasi kebijakan otonomi daerah pada percepatan perwujudan kesejahteraan
masyarakat melalui kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan
optimalisasi pembangunan peran serta dan tanggungjawab masyarakat terhadap
pembangunan (partisipasi masyarakat dalam pembangunan). Suatu skema baru
otonomi daerah, yang di dalamnya termuat semangat melibatkan masyarakat, dengan
menekankan bahwa kualitas otonomi akan ditentukan oleh sejauh mana keterlibatan
masyarakat. Maka dengan sendirinya harus ditunjukkan adanya saluran aspirasi
masyarakat sejak dini. Dari sini dapat kita lihat bahwa sudah seharusnya bahwa ide
awal dari proses pembangunan harus menyertakan masyarakat dalam perumusannya.
Makna perumusan ini merupakan proses perumusan yang umum, dimana pada rakyat
diberikan kesempatan untuk mengajukan pokok-pokok harapan, dan kepentingan
dasarnya.
Dalam Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
secara tegas menyatakan bahwa ada 16 (enam belas) urusan wajib yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah Kabupaten/kota, yang meliputi :
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
2. Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum.
5. Penanganan bidang kesehatan.
6. Penyelenggaraan Pendidikan.
7. Penanggulangan masalah sosial.
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.
10. Pengendalian lingkungan hidup.
11. Pelayanan pertanahan.
12. Pelayanan kependudukan dan catatan sipil.
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
14. Pelayanan administrasi penanaman modal.
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya.
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa era reformasi dan otonomi daerah
telah memberikan peluang dan ruang gerak bagi pemerintah daerah dan masyarakat
setempat (lokal) dalam melaksanakan pembangunan di daerah menurut prakarsa
sendiri berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini menegaskan bahwa
otonomi daerah melalui UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah ini
dibangun atas dasar semangat otonomi luas dan nyata serta menghendaki
pemberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah dalam
- Visi, Misi, Program Bupati - Arah, Kebijakan keuangan daerah - Strategi Pembangunan Kabupaten & Kebija- Kan umum - Program, indikasi kegiatan, dan penda- naan • Ranca-
ngan Kerang- ka Reu-lasi
• Ranca-ng an Kerang-ka pen- Danaan
- Program transisi - Kaidah Pelaksana-an.
Penetapan Perda
Tentang RPJM
Peraturan Daerah tentang RPJM
Prediksi Kondisi Umum
Kabupaten - Geografi -Perekonomi-an daerah - Sosial-Buadaya - Prasarana dan sarana - Pemeriintah-an Umum - dll
Rancangan RPJM
- Visi, Misi, Program Bupati - Arah Kebijakan Keuangan daerah - Strategi Pembangunan Kabupatend& Kebija-kan Umum - Program, indikasi ke-giatan, dan pendanaan a.Rancangan Kerang-ka Reulasi b.Rancangan Kerang-kaPenda-naan
1.6 Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah yang digunakan dalam menggambarkan secara
abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi perhatian
ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 37).
Agar mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang akan
diteliti maka penulis mencoba mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang
digunakan, yaitu :
1. Pembangunan merupakan proses menuju perubahan-perubahan yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat dari kondisi yang
sebelumnya menjadi lebih baik lagi (adanya peningkatan kualitas hidup).
2. Perencanaan Pembangunan secara umum merupakan proses dan mekanisme
untuk merumuskan rencana jangka panjang, menengah, dan pendek di daerah
yang dikaitkan pada kondisi, aspirasi, dan potensi daerah dengan melibatkan
peran serta masyarakat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
3. Partisipasi merupakan keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan
sumbangan dalam usaha mencapai tujuan serta turut tanggungjawab terhadap
usaha yang bersangkutan. Atau dengan kata lain partisipasi merupakan suatu
proses yang dalam tujuan pencapaiannya melibatkan kepentingan rakyat, dan
dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak
langsung).
4. Perencanaan Partisipatif merupakan Pendekatan perencanaan yang dilaksanakan
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap
pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan
menciptakan rasa memiliki. Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan masyrakat
dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang)
5. Perencanaan Partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah adalah keterlibatan mental atau pikiran dan emosi perasaan,
sumbangan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stakeholder)
pembangunan dalam penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah dengan tujuan untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan
rasa memiliki.
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Derah (RPJMD) merupakan
penjabaran dari visi, misi dan program kepala daerah yang penyusunannya
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah,
strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD), lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program
kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dala kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
7. Musrenbang Jangka Menengah kabupaten merupakan forum konsultasi dengan
para pemangku kepentingan (stakeholders) pembangunan untuk membahas
rancangan RPJM kabupaten.
1.7 Operasionalisasi Konsep
Defenisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana cara mengukur suatu variabel sehingga dalam pengukuran ini dapat
diketahui indikator-indikator apa saja yang melekat dalam variabel sebagai
pendukung untuk dianalisa dari variabel tersebut (singarimbun, 1999:46).
Adapun yang menjadi operasionalisasi konsep dalam penelitian ini adalah
proses perencanaan partisipatif dalam penyusunan RPJMD, yaitu :
a. Pembangunan, dengan indikator :
1. Pembangunan merupakan suatu proses
2. Pembangunan adalah perubahan
3. Pembangunan adalah pertumbuhan
4. Pembangunan adalah rangkaian usaha yang secara sadar dilakukan
5. Pembangunan adalah sesuatu rencana yang tersusun secara rapi yang
dilakukan secara terencana, baik jangka panjang, sedang dan jangka
menengah.
b. Perencanaan Pembangunan Daerah, dengan indikator :
1. Kejelasan data kependudukan
2. Kejelasan batas administratif yang menjadi jangkauan perencanaan
3. Kejelasan Pembiayaan
4. Kejelasan Permasalahan yang dihadapi
5. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
c. Partisipasi Masyarakat, dengan indikator :
1. Adanya peluang untuk memberikan saran dan perhatian sehingga setiap
orang mempunyai kontribusi dalam forum diskusi pengambilan keputusan.
2. Dibutuhkan komunikasi dua arah.
3. Adanya upaya untuk saling memahami dan posisi saling bernegosiasi, dan
berdialog, serta semangat toleransi dengan seluruh anggota kelompok
masyarakat.
4. Dalam setiap diskusi tidak hanya sekedar menghasilkan keputusan tetapi
secara bersama-sama memikirkan implikasi dan akibat dari keputusan yang
diambil menyangkut keuntungan dan hambatan dan kemungkinan kerugian.
5. Dalam interaksi ada proses saling belajar dan upaya untuk mengoptimalkan
hasil melalui metode partisipatoris yaitu berusaha melakukan proses
evaluasi untuk menimbulkan kesadaran diri masyarakat.
c. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), dengan indikator :
1. Wujud atau dimensi yang diberikan oleh masyarakat dalam Musrenbang,
misalnya berupa ide, gagasan, materi maupun sumbangan tenaga.
2. Keterlibatan masyarakat dalam penetapan rencana pembangunan daerah.
Keterlibatan ini adalah apakah masyarakat dilibatkan dalam proses
Musrenbang termasuk dalam hal pengambilan keputusan.
3. Keterwakilan masyarakat dalam komposisi peserta Musrenbang. Artinya
apakah peserta Musrenbang sudah mewakili seluruh elemen termasuk wakil
dari perempuan.
4. Penetapan sasaran program pembangunan sesuai dengan aspirasi
masyarakat.
d. Proses partisipatif dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), dengan indikator :
1. Mekanisme/tata cara pelaksanaan Musrenbang penyusunan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bagaimanakah
Musrenbang itu diselenggarakan, siapa yang bertanggungjawab dan siapa
yang berkoordinasi dalam pelaksanaan Musrenbang RPJMD tersebut.
Apakah pelaksanaan Musrenbang tersebut telah sesuai dengan prosedur
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Musrenbang RPJMD.
2. Usulan program dan kegiatan yang diajukan dalam Musrenbang RPJMD.
Program-program apa saja yang diajukan, apakah sesuai dengan visi dan
misi yang diajukan oleh bupati terpilih pada saat kampanye.
3. komunikasi antar peserta dalam penyelenggaraan Musrenbang RPJMD.
Artinya bagaimanakah arus komunikasi selama berlangsungnya
Musrenbang RPJMD baik antar peserta maupun antar peserta dengan SKPD
yang hadir.
1.8.Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan, manfaat
penelitian, kerangka teori, lanasan teori penelitian, dan sitematika
penulisan.
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan
data, unit analis data dan tekhnik analisa data.
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran lokasi penelitian berupa sejarah, visi, misi,
tugas pokok, fungsi, komposisi pegawai dan struktur organisasi.
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi yang dianalisis.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini memuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari lokasi
penelitian.
BAB VI PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian yang