1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai sebuah ilmu, geografi mempelajari interaksi dari beberapa fenomena geosfer di alam ini. Hasil interaksi dari fenomena geosfer yang meliputi atmosfer, litosfer, hidrosfer, dan biosfer secara kontinyu menghasilkan variasi bentanglahan. Variasi bentanglahan ini telah lama dipelajari dan digunakan oleh para ahli - ahli geografi untuk mengungkap kejadian - kejadian alam. Studi ekologi bentanglahan mencakup studi tentang fenomena dan proses dalam suatu bentanglahan dalam ruang dan waktu yang mencakup komunitas tumbuhan, hewan, dan manusia. Persepsi tentang bentanglahan mempunyai arti yang berbeda tergantung pada latar belakang dan sudut pandang ketertarikan keahlian seseorang. Keberadaan bentanglahan akan berbeda dari satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan hal ini akan mempengaruhi potensi sumberdaya dan lingkungan tempat kejadiannya. Iklim merupakan faktor utama yang dinamis dan berpengaruh pada sumberdaya alam dan lingkungan. Faktor iklim dalam kaitannya dengan bentanglahan dikaji secara bersama disebut dengan landscape climatology. Faktor iklim dapat dikaji lebih rinci mengenai unsur - unsurnya, yaitu temperatur, hujan, evapotranspirasi, kelembaban, dan angin. Dalam kaitannya dengan masyarakat vegetasi, iklim sangat berperan dalam penelitian bioklimatologi (Worosuprojo, 2004). Selanjutnya masalah perubahan iklim sangat erat kaitannya dengan keberadaan air yang banyak dipelajari oleh ahli - ahli hidrologi. Hidrologi merupakan ilmu dasar yang mempelajari masalah air di muka bumi ini. Hubungan antara hujan (faktor iklim) dengan batuan atau tanah dan tumbuhan sebagai media kelolosan air hujan yang jatuh dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) telah lama menjadi topik yang menarik untuk dikaji dalam hidrologi. Pada umumnya hujan yang jatuh di atas permukaan tanah akan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagian menjadi limpasan permukaan (surface runoff) dan dan sebagian lagi menjadi airtanah (ground water). Sebagaimana diketahui bahwa hidrologi adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari keberadaan, persebaran, gerak dan dan sifat air di bumi serta hubungannya dengan lingkungan (Viessman et al, 1989). Hubungan antara hujan dengan fenomena keberadaan air permukaan dan air tanah ini dapat dilihat pada Gambar.1 (Siklus Hidrologi).
12
Embed
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83672/potongan/S3-2015... · yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Sebagai sebuah ilmu, geografi mempelajari interaksi dari beberapa fenomena geosfer
di alam ini. Hasil interaksi dari fenomena geosfer yang meliputi atmosfer, litosfer, hidrosfer,
dan biosfer secara kontinyu menghasilkan variasi bentanglahan. Variasi bentanglahan ini
telah lama dipelajari dan digunakan oleh para ahli - ahli geografi untuk mengungkap kejadian
- kejadian alam. Studi ekologi bentanglahan mencakup studi tentang fenomena dan proses
dalam suatu bentanglahan dalam ruang dan waktu yang mencakup komunitas tumbuhan,
hewan, dan manusia. Persepsi tentang bentanglahan mempunyai arti yang berbeda
tergantung pada latar belakang dan sudut pandang ketertarikan keahlian seseorang.
Keberadaan bentanglahan akan berbeda dari satu wilayah terhadap wilayah lainnya dan hal
ini akan mempengaruhi potensi sumberdaya dan lingkungan tempat kejadiannya.
Iklim merupakan faktor utama yang dinamis dan berpengaruh pada sumberdaya alam
dan lingkungan. Faktor iklim dalam kaitannya dengan bentanglahan dikaji secara bersama
disebut dengan landscape climatology. Faktor iklim dapat dikaji lebih rinci mengenai unsur -
unsurnya, yaitu temperatur, hujan, evapotranspirasi, kelembaban, dan angin. Dalam kaitannya
dengan masyarakat vegetasi, iklim sangat berperan dalam penelitian bioklimatologi
(Worosuprojo, 2004). Selanjutnya masalah perubahan iklim sangat erat kaitannya dengan
keberadaan air yang banyak dipelajari oleh ahli - ahli hidrologi.
Hidrologi merupakan ilmu dasar yang mempelajari masalah air di muka bumi ini.
Hubungan antara hujan (faktor iklim) dengan batuan atau tanah dan tumbuhan sebagai media
kelolosan air hujan yang jatuh dalam suatu sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) telah lama
menjadi topik yang menarik untuk dikaji dalam hidrologi. Pada umumnya hujan yang jatuh di
atas permukaan tanah akan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagian menjadi limpasan
permukaan (surface runoff) dan dan sebagian lagi menjadi airtanah (ground water).
Sebagaimana diketahui bahwa hidrologi adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
keberadaan, persebaran, gerak dan dan sifat air di bumi serta hubungannya dengan
lingkungan (Viessman et al, 1989). Hubungan antara hujan dengan fenomena keberadaan air
permukaan dan air tanah ini dapat dilihat pada Gambar.1 (Siklus Hidrologi).
2
Sumber: www. youtube.com, 2015
Gambar 1.1. Siklus Hidrologi
Dari siklus hidrologi ini permasalahan keberadaan air di muka bumi terbagi menjadi
dua hal yang pokok yaitu kelebihan dan kekurangan air. Daerah Aliran Sungai (DAS)
merupakan wilayah tangkapan air yang sering digunakan untuk melihat problematika
(permasalahan) pemanfaatan air, baik air permukaan maupun air tanah. Permasalahan air
yang sering dihadapi oleh wilayah dalam suatu DAS adalah masalah kelebihan air (banjir)
dan masalah kekurangan air (kekeringan). Kedua masalah tersebut terjadi akibat dari suatu
kejadian yang berurutan yaitu pada musim hujan fenomena yang dijumpai adalah banjir,
seperti banjir besar yang melanda beberapa wilayah di tanah air beberapa waktu yang lalu
(misal, banjir besar di Jakarta, 2 Februari 2007 dan 15 Januari 2013) sedang pada musim
kemarau fenomena yang sering dijumpai adalah kekeringan. Kronologi kejadian banjir dan
kekeringan yang terjadi di suatu daerah sebenarnya tidak sesederhana demikian, karena
disamping iklim yang sudah menjadi input alami, namun terdapat input manajemen dan
teknologi yang diintroduksikan sehingga dapat mengganggu keseimbangan ekosistem.
Berbicara mengenai keseimbangan ekosistem Farina (1998) mengemukakan
pendapatnya tentang dinamika ekologi bentanglahan. Dinamika ekologi bentang lahan sangat
dipengaruhi oleh interaksi antara aktivitas manusia dengan alam, yang meliputi intensifikasi
pertanian, penggundulan hutan, perikanan, peternakan, pertambangan, pembangunan
3
perumahan dan industri. Adanya berbagai aktivitas tersebut menyebabkan pemercepatan
proses ekologi bentanglahan yang dapat berupa stres ekologi (ecological stress), bahaya
ekologi (ecological hazard), dan bencana kerusakan lingkungan (ecological disaster). Dalam
hal ini dinamika ekologi bentanglahan sangat tergantung pada beberapa faktor, yaitu (1)
frekuensi gangguan; (2) tingkat pemulihan: (3) ukuran dan agihan keruangan kejadian
gangguan, dan (4) ukuran dan agihan bentanglahan.
Jenis gangguan dalam keseimbangan suatu ekosistem dapat bermacam-macam
bentuknya. Dalam masalah perubahan iklim dikenal adanya anomali cuaca yang diakibatkan
oleh pemanasan suhu muka air laut. El Nino merupakan istilah bagi gejala memanasnya suhu
muka laut di bagian barat ekuator Lautan Pasifik yang berakibat berkurangnya jumlah hujan
di wilayah Indonesia. Fenomena kejadian El Nino ini dikenal dengan El Nino Southern
Oscilation (ENSO). Pengaruh dari adanya nilai anomali ENSO ini bagi daratan di Indonesia
adalah masalah kekeringan. Besaran nilai ENSO ini dapat dibaca dari nilai SOI (Southern
Oscilation Index). Pada gambar berikut di bawah ini dapat dilihat nilai SOI untuk wilayah
Indonesia antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2007, dimana antara tahun 2001 – 2005
dan tahun 2007 nilai SOI cenderung negatif. Kecenderungan dari adanya nilai SOI yang
negatif tersebut yang mengakibatkan sebagian besar wilayah Indonesia mengalami defisit
hujan yang berakibat terjadinya kekeringan.
Kekeringan merupakan gambaran normal tentang iklim dan kejadiannya tidak dapat
dihindari, serta wataknya masih membingungkan para pakar dan pembuat keputusan
(decision maker). Hal itu dibuktikan dengan kenyataaan bahwa kebanyakan negara di dunia
hampir tidak ada kemajuan dalam mengelola masalah kekeringan. Sebenarnya adanya
kekeringan sulit diketahui jika tidak melihat proses secara utuh (Wisnubroto,2002).
Secara hirarki kekeringan dimulai dengan berkurangnya jumlah curah hujan
(kekeringan meteorologi) yang jatuh pada permukaan lahan (kekeringan hidrologi,
kekeringan lahan) yang selanjutnya akan mempengaruhi ketersediaan lengas tanah
(kekeringan pertanian).
Kekeringan selain disebabkan faktor alamiah (hujan, dan kondisi alami lahan) juga
diakibatkan oleh adanya perubahan penggunaan lahan dan pemanfaatan teknologi yang
kurang tepat. Kerusakan lingkungan (kekeringan) yang diakibatkan oleh kedua hal tersebut
dikarenakan adanya upaya menaikkan daya dukung lingkungan dengan menaikkan luas lahan
yang digunakan untuk pembukaan lahan pertanian yang merupakan reaksi terhadap kenaikan
kepadatan penduduk yang sangat umum terjadi. Reaksi ini merupakan kekuatan yang disebut
dengan tekanan penduduk. Usaha ini dapat dilakukan orang per orang atau pemerintah,
4
seperti misalnya transmigrasi. Selanjutnya dikatakan bahwa perluasan yang dilakukan secara
orang per orang umumnya dilakukan di daerah yang dekat dengan permukimannya.
Perluasan ini pada mulanya dilakukan pada lahan yang sesuai dengan pertanian, yaitu lahan
yang datar atau berlereng landai dan subur. Hutan di dataran rendah Jawa dan Bali, misalnya
telah lama hilang dan telah berubah menjadi daerah pertanian. Lama kelamaan terambil juga
lahan yang kurang sesuai, tidak subur dan daerah yang lerengnya curam (Sumarwoto, 2004).