1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang masih belum bisa teratasi dan selalu menimbulkan efek domino terhadap seseorang. Pada umumnya masyarakat yang masih terbelakang, berpenghasilan rendah, dan jika diukur dengan kebutuhan hidup minimum masih dibawah standar itulah yang kebanyakan orang mendefinisikannya sebagai masyarakat miskin (Sumodiningrat 1999, h.13). Kebanyakan negara berkembang yang masih memiliki masyarakat yang demikian maka dengan sadarnya pemerintah akan melakukan tindakan yang kemudian dicerminkan dalam sebuah kebijakan. Misalkan di Indonesia, banyak kebijakan yang sifatnya untuk pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat, contohnya BLT (Bantuan Langsung Tunai), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan); PNPM Mandiri; dan Inpres Desa Tertinggal. Terlebih lagi pada saat terjadi pengurangan subsidi BBM secara otomatis yang menimbulkan dampak kenaikan berbagai harga komoditas pokok di dalam masyarakat. Dan hal ini menyebabkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Masyarakat miskin yang sebelumnya sudah sulit untuk memenuhi kebutuhan pokoknya ditambah dengan pencabutan subsidi BBM menyebabkan masyarakat miskin tersebut tidak kuasa lagi untuk mencukupi kebutuhannya. Beban yang mereka tanggung menjadi semakin berlipat-lipat akibat pencabutan subsidi BBM tersebut. Masyarakat miskin menjadi semakin terjepit, dan masyarakat menengah menjadi ikut miskin. Salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawab pemerintah yang harus dipenuhi adalah pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus menjamin bahwa semua warga negaranya berhak mengenyam kebutuhan tersebut
27
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73371/potongan/S1-2014... · Misalkan di Indonesia, ... seperti BLT yang memukul rata bantuan kepada
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan sosial yang masih belum
bisa teratasi dan selalu menimbulkan efek domino terhadap seseorang. Pada
umumnya masyarakat yang masih terbelakang, berpenghasilan rendah, dan jika
diukur dengan kebutuhan hidup minimum masih dibawah standar itulah yang
kebanyakan orang mendefinisikannya sebagai masyarakat miskin (Sumodiningrat
1999, h.13). Kebanyakan negara berkembang yang masih memiliki masyarakat yang
demikian maka dengan sadarnya pemerintah akan melakukan tindakan yang
kemudian dicerminkan dalam sebuah kebijakan. Misalkan di Indonesia, banyak
kebijakan yang sifatnya untuk pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan
masyarakat, contohnya BLT (Bantuan Langsung Tunai), P2KP (Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan); PNPM Mandiri; dan Inpres Desa
Tertinggal.
Terlebih lagi pada saat terjadi pengurangan subsidi BBM secara otomatis
yang menimbulkan dampak kenaikan berbagai harga komoditas pokok di dalam
masyarakat. Dan hal ini menyebabkan terjadinya penurunan daya beli masyarakat.
Masyarakat miskin yang sebelumnya sudah sulit untuk memenuhi kebutuhan
pokoknya ditambah dengan pencabutan subsidi BBM menyebabkan masyarakat
miskin tersebut tidak kuasa lagi untuk mencukupi kebutuhannya. Beban yang
mereka tanggung menjadi semakin berlipat-lipat akibat pencabutan subsidi BBM
tersebut. Masyarakat miskin menjadi semakin terjepit, dan masyarakat menengah
menjadi ikut miskin.
Salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawab
pemerintah yang harus dipenuhi adalah pendidikan dan kesehatan. Pemerintah harus
menjamin bahwa semua warga negaranya berhak mengenyam kebutuhan tersebut
2
seperti yang tercantum dalam mandat UUD 1945. Untuk itu pemerintah
mencanangkan berbagai kebijakan agar masyarakat miskin tetap bisa mengakses
kebutuhan pendidikan dan kesehatan tersebut. Dan tindakan ini dilakukan
pemerintah juga untuk melindungi masyarakat miskin yang notabene sama sekali
tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya.
Melihat kemiskinan yang telah terjadi di Indonesia sejak lama pemerintah
selaku policy maker tentu menggunakan kewajibannya untuk membuat sebuah
kebijakan guna mengentaskan kemiskinan. Kita ambil contoh saja di daerah Gunung
Kidul. Pada tahun 2013 sendiri pemerintah menganggarkan Rp 46 Miliar untuk
program kemiskinan.1 Dan anggaran tersebut digunakan untuk memberikan bantuan
dana guna meringankan beban pengeluaran masyarakat. Angka yang cukup banyak
jika digunakan untuk pengeluaran sekaligus terhadap beberapa rumah tangga miskin.
Tentu saja orientasi keluarga tersebut secara logika pasti akan menggunakan dana
tersebut untuk kebutuhan sehari-hari dibanding untuk memutarnya kembali agar bisa
berkembang atau sekedar untuk tabungan masa depan seperti halnya investasi dalam
pendidikan anak-anaknya.
Sejatinya kebijakan pemerintah untuk memberikan sejumlah bantuan kepada
masyarakat miskin merupakan kebijakan yang cukup membantu masyarakat tersebut
mengurangi beban pengeluaran. Namun masyarakat Indonesia yang terbilang
memiliki permasalahan yang kompleks tidak bisa memanfaatkan bantuan yang
diberikan dari pemerintah. Masyarakat miskin yang sangat membutuhkan
pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari tentu akan lebih memilih untuk
menghabiskan dana tersebut guna membeli kebutuhan akan pangan ketimbang untuk
investasi masa depan atau untuk keperluan sekolah anak-anaknya. Dengan demikian
dana yang diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah sama sekali belum mampu
untuk membantu masyarakat keluar dari kemiskinan. 1 http://jogja.tribunnews.com/2013/03/28/pemda-diy-alokasikan-rp-46-miliar-genjot-penurunan-kemiskinan/, diunduh pada tanggal 2 April 2013
Program penanggulangan kemiskinan dengan basis bantuan sosial yang
merupakan baru di Indonesia adalah program pemberian bantuan dana bersyarat atau
lebih dikenal dengan Conditional Cash Transfer (CCT), program tersebut merupakan
kebijakan perlindungan sosial bagi masyarakat miskin yang sama sekali tidak mampu
untuk mendapatkan kebutuhan dasar akan pendidikan dan kesehatan dengan fokus
target adalah keluarga sangat miskin. Program pemberian bantuan ini masuk ke
dalam kluster 1, dimana program bantuan sosial dan perlindungan sosial ditujukan
untuk pemenuhan hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan.3
Kebijakan penangulangan kemiskinan dengan basis pemberian bantuan sosial
yang ada setelah BLT adalah Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan
bantuan dana bersyarat. PKH merupakan CCT yang masuk kedalam kluster 1 yang
berdampingan dengan program Jamkesmas, Raskin, dan juga BSM (Bantuan Siswa
Miskin).4 Secara konsep, Departemen Sosial menjelaskan bahwa Program Keluarga
Harapan (PKH) adalah program yang memberikan bantuan tunai bersyarat kepada
Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) yang telah ditetapkan sebagai peserta PKH.
Agar memperoleh bantuan, peserta PKH diwajibkan memenuhi persyaratan dan
komitmen yang terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
(SDM), yaitu pendidikan dan kesehatan.5 Peningkatan bidang pendidikan
mewajibkan RTSM harus menyekolahkan anaknya yang masih mempunyai usia
sekolah minimal sampai tingkat sekolah menengah. Sedangkan untuk bidang
kesehatan, bagi RTSM yang mempunyai ibu hamil harus memeriksakan
kandungannya secara rutin ke puskesmas.
PKH juga memberikan skema bantuan untuk setiap rumah tangga secara
detail, setiap keluarga mendapatkan bantuan berbeda-beda sesuai kriterianya. Tidak
3 http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/ diunduh pada tanggal 1 Juli 2014 4 http://www.tnp2k.go.id/id/program/program/ diunduh pada tanggal 1 Juli 2014 5 http://pkh.depsos.go.id/index.php/2012-09-13-09-47-44/apa-itu-pkh, diunduh pada tanggal 30 Maret
seperti BLT yang memukul rata bantuan kepada seluruh keluarga miskin yaitu
sebesar kurang lebih Rp. 150.000 per kepala keluarga, namun untuk PKH ini antara
keluarga yang mempunyai satu anak usia sekolah dengan keluarga yang mempunyai
beberapa anak sekolah ataupun keluarga yang mendapati ibu hamil akan
mendapatkan nominal bantuan yang berbeda. Misalkan saja keluarga yang
mempunyai dua anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar dan terdapat ibu hamil
akan mendapatkan bantuan sejumlah Rp. 1.000.000 per kepala keluarga per
tahunnya. Sedangkan untuk keluarga yang hanya mempunyai anak usia Sekolah
Dasar akan mendapatkan bantuan sebesar Rp. 600.000 per kepala keluarga per
tahun.
Terkait dengan sumber pendanaan PKH, dinas sosial menginfokan bahwa
sumber dana PKH berasal dari APBN dan APBD, namun tidak dapat dipungkiri juga
bahwa negara juga meninjam uang dari luar negeri. Menurut pengamat ekonomi,
tercatat bahwa anggaran untuk kebijakan PKH berasal dari hutang luar negeri yang
bunganya akan dibayarkan lebih besar.6 Total anggaran PKH pada tahun 2009 dan
2010 saja mencapai Rp. 1,1 Triliun, sedangkan untuk tahun 2011 naik hingga Rp.
1,3 Triliun, dan bertambah lagi pada tahun 2012 yang mencapai Rp. 1,6 Triliun. Hal
ini tentu saja akan semakin membebankan anggaran negara hanya untuk sejumlah
bantuan dana langsung kepada masyarakat, disamping juga pelaksanaan program
tersebut yang kurang efektif.
Terkait dengan kemiskinan Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menurut
BPS DIY tingkat kemiskinan pada tahun 2011 di kota mencapai 13,16% sedangkan
di desa mencapai 16,08%.7 Meskipun pada tahun 2012 tingkat kemiskinan penduduk
DIY menurun hingga 15,88%. Ditambah kondisi Yogyakarta yang masih terbilang
banyak daerah-daerah yang belum terjamah kegiatan perekonomian seperti Gunung
Kidul. Daerah Gunung Kidul merupakan daerah pegunungan yang setiap tahunnya 6 http://www.beritasatu.com/makro/28615-program-keluarga-harapan-didanai-utang-luar-negeri.html, diunduh pada tanggal 1 April 2013 7 Wawancara penulis dengan Sunarto, staff BPS Gunung Kidul, di Yogyakarta, 21 Februari 2014
mengalami kekeringan dan memiliki kondisi lingkungan yang minim sumber daya
alam. Karena di Gunung Kidul termasuk pegunungan kapur yang cukup sulit untuk
menjadi lahan pertanian musiman yang bisa dijadikan sebagai mata pencaharian
tetap masyarakat setempat.
Di Kabupaten Gunung Kidul yang merupakan salah satu kabupaten di DIY
dan yang akan menjadi lokus penelitian evaluasi PKH ini mempunyai jumlah
penduduk miskin yang mencapai 23,03% dari jumlah penduduk per pertengahan
tahun 2011 mencapai 678.043 jiwa. Kabupaten ini terbilang mempunyai masyarakat
miskin yang cukup banyak, dilihat dari banyaknya buruh yang terdapat dikota-kota
besar yang berarti mereka belum mampu mencari pekerjaan di daerah asalnya. Dan
juga keadaan geografis daerahnya yang kurang memadai untuk mendapatkan mata
pencaharian yang beragam, karena setiap tahun daerah tersebut mengalami
kekeringan sehingga sektor pertanian di Gunung Kidul masih belum maksimal. Hal
tersebut membuat masyarakatnya harus mencari pekerjaan sambilan selain
bergantung pada alam disekitar, dan salah satu yang menjadi andalan adalah
pekerjaan sebagai nelayan.
Sementara itu keadaan penduduk desa Tepus mayoritas tamatan SD dan SMP,
hanya sedikit sekali penduduk yang dapat mengenyam bangku pendidikan SMA,
terlebih lagi perguruan tinggi. Hal ini dikarenakan memang keadaan yang memaksa
anak-anak di Desa Tepus tidak mampu menikmati bangku sekolah layaknya
penduduk di daerah lain. Penduduk lebih mengutamakan permasalahan keberlanjutan
hidup sehari-hari daripada untuk membiayai anak sekolah karena pada kenyataanya
untuk kebutuhan hidup sehari-haripun mereka merasa banyak kesulitan. Hal inilah
yang menjadi salah satu penyebab kemiskinan yang terjadi di Desa Tepus, seakan
sudah mengakar dan sulit untuk dihilangkan.
Untuk mengetahui seberapa jauh kebijakan PKH tersebut sudah mampu
melindungi kehidupan sosial rumah tangga miskin, penulisan ini akan secara jelas
menjelaskan bagaimana implementasi kebijakan tersebut berjalan dengan lokus
7
penelitian di Desa Tepus Kabupaten Gunung Kidul. Untuk melihat implementasi ini
penulis menggunakan instrumen kebijakan sebagai pisau ukur untuk mengetahui
seberapa jauh PKH telah diterapkan. Lokasi Gunung Kidul dipilih karena dengan
pertimbangan bahwa Gunung Kidul merupakan daerah yang banyak penduduk
miskin. Kemudian yang menjadi pertanyaan besar disini adalah seberapa jauh kah
pemberian kebijakan Program Keluarga Harapan (PKH) dalam memberdayakan
masyarakat miskin?
Untuk membungkus seberapa jauh kah implementasi kebijakan tersebut,
maka perlu adanya evaluasi terhadap implementasi kebijakan PKH. Misalkan saja
salah satu dari variable dalam sebuah evaluasi kebijakan adalah sejauh mana sebuah
program tersebut mencapai target populasi yang tepat. Program Keluarga Harapan
menjadi target evaluasi karena program tersebut sangat berkaitan dengan
penyelesaian masalah kemiskinan sehingga akan dilihat apakah kebijakan tersebut
sudah sesuai yang diharapkan atau justru tidak terutama pada implementasinya di
Kabupaten Gunung Kidul.
Kabupaten tersebut menarik untuk diamati lebih jauh karena kemiskinan yang
bisa dibilang menjadi sebuah warisan yang diturunkan sehingga banyak kebijakan
yang sifatnya memberikan bantuan dana menjadi tidak efektif. Masyarakat miskin
masih belum sepenuhnya sadar bahwa mereka sedang dibantu untuk dapat mengakses
kebutuhan dasar akan pendidikan dan kesehatan. Kesempatan yang diberikan belum
sepenuhnya digunakan dengan baik, banyak diantara RTSM yang hanya
menyekolahkan anaknya pada saat akan mendekati pencairan dana. Desa Tepus juga
menarik untuk diteliti karena di Desa Tepus masih banyak rumah tangga yang
membutuhkan perlindungan sosial agar bisa sekiranya mampu menjangkau hak-hak
dasarnya yang selama ini masih sulit untuk mereka dapatkan. Kondisi masyarakat
Tepus yang masih banyak belum mampu untuk memenuhi kebutuhan dasar menjadi
alasan mengapa PKH perlu diimplementasikan disini. Selain itu angka putus sekolah
8
karena keterbatasan biaya juga masih banyak ditemukan di sejumlah RTSM Desa
Tepus.
Kebiasaan masyarakat di sana juga menjadi penyebab kemiskinan tersebut
diturunkan ke anak cucunya. Misalkan saja, jika kepala keluarga mendapatkan
bantuan berupa dana lewat PKH tersebut untuk meringankan pengeluaran mereka
dengan harapan anaknya bisa melanjutkan sekolah dan tidak bekerja, namun justru
dana tersebut digunakan untuk kepentingan lain misalkan saja untuk cicilan
kendaraan bermotor. Namun pemerintah setempat yang mengetahui hal demikian
justru membiarkan saja, dan belum ada pendampingan yang maksimal dalam
pelaksanaannya.
Keberadaan pekerja anak pun masih banyak, dari awal diimplementasikan
kebijakan PKH di Desa Tepus masih belum banyak penurunan soal jumlah pekerja
anak. Bantuan yang diberikan belum mampu mencukupi insentif anak untuk kembali
ke sekolah, sehingga banyak dari mereka lebih memilih untuk bekerja dibanding
sekolah. Meskipun anak tersebut bersedia untuk bersekolah, namun tingkat
kehadiran dan prestasinya tidaklah naik. Tingkat kehadiran yang menurun ini
disebabkan karena anak-anak lebih mengutamakan pekerjaan mereka membantu
orang tua berdagang di pantai. Mereka lebih memilih untuk berdagang karena
dengan berdagang sehari mereka mampu mendapatkan uang, dibanding dengan
harus menunggu pencairan dana yang tiga bulan sekali.
Guna mendukung pencarian informasi apakah kebijakan PKH tersebut
efektif ataukah belum, maka penelitian ini akan lebih mengarah pada evaluasi
terhadap berjalannya implementasi kebijakan PKH. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pisau analisis yang akan digunakan nantinya ialah dengan
menggunakan kerangka teori dari instrument kebijakan yang ditawarkan oleh
Chritopher Hood, yaitu berupa nodality, authority, treasure, dan organization, atau
banyak ilmuwan yang menyingkatnya menjadi ‘NATO’.
9
Untuk mendukung dalam pencarian data lebih lanjut, penelitian ini akan
didukung menggunakan metode penelitian studi kasus. Studi kasus dianggap dapat
merepresentasikan fenomena-fenomena yang ditemui secara mendetail sehingga
peneliti dapat mengeksplor hal-hal dasar pendukungnya. Dalam proses pengumpulan
data, metode studi kasus ini akan didukung dengan observasi langsung, wawancara
lebih mendalam, dan tentunya studi literasi dari pemberitaan-pemberitaan yang ada.
Karena studi kasus memerlukan penggalian data lebih dalam maka metode-metode
seperti observasi langsung dan wawancara memang sangat dibutuhkan.
B. Rumusan Masalah
Program Keluarga harapan (PKH) mempunyai tujuan untuk meringankan
beban pengeluaran keluarga miskin dan juga untuk meningkatkan kemampuan
keluarga miskin dalam mengakses pelayanan kesehatan dan pendidikan. Namun
program tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan betul oleh RTSM untuk
mengakses layanan pendidikan dan kesehatan. Dari permasalahan yang telah
diuraikan diatas maka penelitian studi kasus ini menarik sebuah rumusan masalah
yaitu SEBERAPA JAUH PELAKSANAAN KEBIJAKAN PKH (PROGRAM
KELUARGA HARAPAN) DI TEPUS DALAM MEMBERIKAN
PERLINDUNGAN SOSIAL BAGI RTSM?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Untuk melihat bagaimana proses implementasi kebijakan PKH di Kabupaten
Gunung Kidul
2. Untuk mengetahui sebab atau faktor dari kebijakan PKH yang tidak bisa
mengurangi tingkat kemiskinan di Kabupaten Gunung Kidul, Khususnya
kecamatan Tepus.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat :
10
1. Dari segi akademis, penelitian ini diharapkan memberi kontribusi bagi
pemahaman dan pengembangan pada bidang ilmu politik, khususnya pada
studi evaluasi terhadap implementasi kebijakan
2. Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan
bagi pemerintah dan stakeholders agar kedepannya mampu memperbaiki
apa yang menjadi kendala pada suatu kebijakan baik dalam perencanaan,
pelaksanaan atau implementasi, maupun monitoring program sehingga
bisa didapat kebijakan yang lebih tepat dan mencapai tujuan kebijakan itu
sendiri. Sehingga bisa menjadi acuan apakah PKH akan dilanjutkan atau
digantikan.
E. Kerangka Teori
Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu kebijakan
pemerintah yang berusaha untuk membantu mengurangi tingkat pengeluaran keluarga
miskin dan sebagai imbalannya keluarga miskin diminta untuk melaksanakan syarat
yang sudah ditetapkan guna meningkat kualitas SDM masing-masing keluarga.
Kebijakan ini menjadi salah satu langkah dari pemerintah sebagai jalan lain untuk
menggantikan subsidi BBM yang mulai dikurangi. Kementerian Sosial merancang
program ini dengan baik, mulai dari tujuan, sasaran, hingga pendampingan yang
harus dilakukan. Namun di beberapa daerah program ini masih belum efektif,
sehingga disini bisa dipertanyakan bagaimana tingkat ketidakefektifan implementasi
kebijakan tersebut. Untuk itu perlu adanya evaluasi terhadap implementasi kebijakan
tersebut guna mengetahui disfungsi unit-unit administratif yang melaksanakan
implementasi kebijakan ataukah terdapat kesalahan dalam memobilisasi sumberdaya
yang ada.
11
1. Conditional Cash Transfer
Perkembangan penanggulangan kemiskinan semenjak krisis ekonomi 1998 yang
dialami oleh bangsa Indonesia semakin menunjukan keseriusan. Setelah program
BLT yang belum cukup mampu untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia,
pemerintah kembali meluncurkan kebijakan PKH yang salah satu program
Conditional Cash Transfer (CCT) atau bantuan tunai bersyarat. Dalam penelitian
World Bank terkait CCT, mereka mendefinisikan bahwa CCT adalah:
Bantuan tunai bersyarat (CCT) adalah program yang mentransfer uang, biasanya untuk rumah tangga miskin, dengan syarat bahwa rumah tangga melakukan investasi yang sudah ditentukan dalam modal manusia anak-anak mereka. (Schady & Fizsbein 2009: 1)
CCT dibanggakan di beberapa Negara yang masih memiliki penduduk miskin
dengan kesenjangan jauh seperti yang terjadi di Amerika Latin. Seperti yang telah
diterapkan oleh Brazil, Nikaragua, Columbia dan lain sebagainya. Negara tersebut
mengawali penerapan CCT dan terbukti mampu mengurangi kemiskinan karena
persyaratan yang diberikan oleh CCT. Dalam laporan terkait perkembangan CCT di
Nikaragua, kemiskinan mampu turun 5-9 poin pada tahun 2002 (Schady & Fizsbein
2009: 15). Hal tersebut dikarenakan CCT tidak hanya memberikan bantuan secara
mentah namun penerima manfaat juga mempunyai kewajiban untuk merubah kualitas
diri mereka, sehingga bantuan mampu digunakan dengan baik.
Program CCT ini merupakan program perlindungan sosial yang ditujukan
untuk masyarakat miskin dan yang ada pada garis batas kemiskinan berdasarkan BPS.
Perlindungan sosial ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia terutama kelompok masyarakat miskin. Pemerintah setempat mentransfer
dana kepada masyarakat miskin yang memenuhi kriteria yang diantaranya adalah
mendaftarkan anak ke sekolah, memeriksakan rutin anaknya ke pelayan kesehatan,
diberikan vaksin dan lain sebagainya.
12
Pada umumnya CCT mampu untuk meningkatkan tingkat konsumsi
masyarakat miskin, sehingga dengan CCT setidaknya mampu menghasilkan
pengurangan yang cukup besar dalam kemiskinan (Fiszbein 2009 : xii). CCT juga
mampu untuk meningkatkan peran wanita karena penerima dana pada Program
Keluarga Harapan adalah wanita. Dengan adanya program ini wanita mampu untuk
terlibat dalam kegiatan sosial sehingga peran wanita semakin meningkat dari yang
sebelumnya hanyalah ibu rumah tangga yang mengurusi dapur dan anaknya.
2. Kebijakan Publik
Pada dasarnya kebijakan merupakan sebuah instrumen untuk mengontrol
tingkah laku warga negara dan juga pasti mempunyai dampak terhadap masyarakat
luas. Di era globalisasi sekarang ini pergeseran paradigma kajian pemerintahandari
government ke governance menjadikan proses kebijakan publik juga tidak sekedar
proses perumusan yang terjadi di institusi pemerintah, namun juga concern pada
output dan outcome yang nantinya akan dihasilkan. Sehingga masyarakat juga bisa
ikut andil dalam pengawasan kebijakan. Proses input sumberdaya kebijakan hingga
menghasilkan sebuah outcome itulah yang akan menghasilkan sebuah kefektifitasan
sebuah kebijakan. Sehingga tepat untuk menganalisa evaluasi sebuah implementasi
kebijakan dengan melihat output dan outcome kebijakan.
Kebijakan publik adalah penyaringan dan pemilihan yang telah terumuskan
dari tuntutan masyarakat yang dipenuhi atau tidak dipenuhi karena keterbatasan
sumberdaya yang tersedia (Sitompul 2006:47).Didalam kebijakan tersebut terdapat
aspek politik karena terdapat penyaringan dan pemilihan kepentingan dan akan
memperjuangkannya menjadi sebuah kebijakan.
Tahap-tahap dalam proses pembuatan kebijakan menurut Dunn adalah sebagai
berikut (Nugroho 2007: 7):
13
1. Fase penyusunan agenda; disini para pejabat yang dipilih menentukan
masalah dalam agenda publik
2. Formulasi kebijakan; masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan
kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan untuk perumusan
alternatif atau pilihan kebijakan.
3. Fase Adopsi Kebijakan; disini alternatif atau pilihan kebijakan dipilih
dandidopsi dengan dukungan suatu masyarakat.
4. Implementasi Kebijakan; kebijakan yang telah diambil kemudian
dilaksanakan oleh unit-unit administrative dengan memobilisir sumber