Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh masyarakat untuk tujuan komunikasi. Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis. Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan tertentu. Dikatakan sistemis karena bahasa memiliki subsistem, yaitu subsistem fonologi, subsistem gramatikal, dan subsistem leksikal. Ketiga sistem tersebut menurut Sudaryat (2009:2) bertemu dalam dunia bunyi dan dunia makna. Bunyi secara detail dikaji dalam ilmu yang disebut fonologi, sedang makna secara mendalam dikaji dalam ilmu yang disebut semantik. Untuk memahami semantik lebih dalam, seseorang yang akan belajar semantik haruslah dapat memahami beberapa sifat bahasa yang salah satunya adalah bahwa bahasa bersifat arbitrer. Sifat arbitrer dalam bahasa ini menurut Chaer (1989:32) diartikan bahwa tidak ada hubungan spesifik antara deretan fonem pembentuk kata dengan maknanya. Dengan demikian, tidak ada hubungan langsung antara yang diartikan (signifie) dengan yang mengartikan (signifiant). Dikatakan oleh Chaer (1989:29) bahwa setiap tanda linguistik terdiri atas unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur tersebut merupakan unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual). Umpamanya tanda linguistik yang dieja ”kursi.” Tanda ini terdiri dari unsur makna atau diartikan ’kursi’ (inggris: chair) dan unsur bunyi yang mengartikan dalam wujud runtutan fonem (k, u, r, s, i). Tanda kursi ini mengacu kepada suatu referen yang berada di luar bahasa, yaitu kursi sebagai salah satu perabot rumah tangga yang biasanya
27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

Mar 03, 2019

Download

Documents

LêKhánh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi arbitrer yang digunakan oleh masyarakat

untuk tujuan komunikasi. Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis.

Dikatakan sistematis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan tertentu. Dikatakan sistemis

karena bahasa memiliki subsistem, yaitu subsistem fonologi, subsistem gramatikal, dan

subsistem leksikal. Ketiga sistem tersebut menurut Sudaryat (2009:2) bertemu dalam dunia bunyi

dan dunia makna. Bunyi secara detail dikaji dalam ilmu yang disebut fonologi, sedang makna

secara mendalam dikaji dalam ilmu yang disebut semantik. Untuk memahami semantik lebih

dalam, seseorang yang akan belajar semantik haruslah dapat memahami beberapa sifat bahasa

yang salah satunya adalah bahwa bahasa bersifat arbitrer. Sifat arbitrer dalam bahasa ini menurut

Chaer (1989:32) diartikan bahwa tidak ada hubungan spesifik antara deretan fonem pembentuk

kata dengan maknanya. Dengan demikian, tidak ada hubungan langsung antara yang diartikan

(signifie) dengan yang mengartikan (signifiant). Dikatakan oleh Chaer (1989:29) bahwa setiap

tanda linguistik terdiri atas unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur tersebut merupakan unsur

dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk kepada sesuatu referen yang merupakan

unsur luar bahasa (ekstralingual). Umpamanya tanda linguistik yang dieja ”kursi.” Tanda ini

terdiri dari unsur makna atau diartikan ’kursi’ (inggris: chair) dan unsur bunyi yang mengartikan

dalam wujud runtutan fonem (k, u, r, s, i). Tanda kursi ini mengacu kepada suatu referen yang

berada di luar bahasa, yaitu kursi sebagai salah satu perabot rumah tangga yang biasanya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

2

digunakan untuk duduk. Dengan demikian, kata kursi adalah hal yang menandai (tanda

linguistik) dan sebuah kursi sebagai perabot (konsep) adalah hal yang ditandai.

Ruang lingkup kajian tentang makna sangatlah luas. Dan untuk membuat proposal

penelitian ini menjadi lebih terarah pembahasannya, maka tema yang diangkat sebagai bahan

kajian utama proposal ini adalah tentang makna yang ada dalam ranah semantik yaitu makna

figuratif. Makna kiasan (figurative meaning, transfered meaning) adalah pemakaian leksem

dengan makna yang tidak sebenarnya. Sebagai contoh frasa ’mahkota wanita’ tidak dimaknai

sebagai sebuah benda yang dipakai seorang wanita di atas kepalanya yang merupakan lambang

kekuasaan seorang pemimpin dan berhiaskan emas atau permata, namun frasa ini dimaknai

sebagai ‘rambut wanita’. Selain itu, makna kiasan terdapat pula pada peribahasa atau

perumpamaan. Misalnya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Makna figuratif

muncul dari bahasa figuratif (figurative language) atau bahasa kiasan. Bahasa figuratif atau

kiasan merupakan penyimpangan dari bahasa yang digunakan sehari-hari, penyimpangan dari

bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian) kata-

kata supaya memperoleh efek tertentu atau makna khusus (Abrams,1981:63).

Peribahasa digunakan para pembicara untuk berbagai macam tujuan. Kadang-kadang

mereka digunakan sebagai cara mengatakan sesuatu dengan sopan dan santun secara tidak

langsung. Tujuan lainnya digunakan bila membicarakan sesuatu yang lebih berat dalam diskusi.

Orang menggunakan peribahasa untuk suasana percakapan lebih menarik dan tidak

menjemukan. Di beberapa negara peribahasa biasa digunakan oleh pembicara-pembicara yang

handal.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

3

Etos kerja orang Madura yang dikenal ulet ternyata banyak tercermin dan termotivasi dari

nilai-nilai yang terkandung dalam peribahasa-peribahasa yang hidup secara turun temurun dari

leluhurnya. Selain sebagai pengukuh pranata kebudayaan, peribahasa Madura ternyata mampu

menyuguhkan citra pembawaan, sifat, perilaku, etos kerja serta penampilan manusia Madura.

Peribahasa seperti "Oreng Madura ta` tako` mateh, tapeh tako` kalaparan` yang artinya orang

Madura tidak takut mati, tapi takut kelaparan. Peribahasa itu menunjukkan kepasrahan orang

Madura terhadap kematian karena hal itu merupakan hak prerogatif Sang Pencipta. Pada sisi lain

menunjukkan orang Madura justru lebih takut lapar karena kelaparan itu ditimbulkan oleh ulah

dirinya sendiri yang tidak rajin dan tidak bekerja keras sehingga membuat malu. Karenanya

mereka kemudian bekerja apa saja dan seberat apapun asalkan tidak melanggar agama. Dengan

kata lain, orang Madura tidak akan menganggap pekerjaan sebagai sesuatu yang berat, kurang

menguntungkan atau hina selama kegiatannya bukan tergolong maksiat sehingga hasil akhirnya

adalah halal. Karena itu orang Madura tidak akan sungkan menyingsingkan lengan baju untuk

mendatangi atau menerima suatu pekerjaan yang hal itu tercermin dalam peribahasa "temon

nantang lalab" (mentimun menantang untuk dibuat lalap). Namun demikian, tidak semua orang

Madura "mara perreng taleh" (seperti bambu tali) yang menunjukkan keluwesan menerima

pekerjaan apapun dan seberat apapun. Ada juga orang Madura yang "alos tanggung" (halus

tanggung). Orang yang `alos tanggung` itu kelihatannya merupakan pekerja halus, tetapi ternyata

tidak bisa menangani pekerjaan, baik yang halus apalagi yang kasar. Ada lagi yang diibaratkan

`kerbuy koros menta esae` (kerbau kurus minta ikut membajak). Artinya orang minta tambahan

tanggung jawab atau jabatan padahal tidak punya kemampuan. Etos lain yang ditampilkan orang

Madura dalam "nyare kasap" (mencari penghasilan) dengan cara "kar-ngarkar nyolpe`"

(mengais-ngais seperti ayam kemudian dimakan). Peribahasa itu menunjukkan kegigihan orang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

4

Madura dalam melakukan pekerjaan yang kelihatannya sepele tapi di kemudian hari bisa meraup

keuntungan besar. Selain itu, orang Madura memang dinasehati untuk tidak menghindari

pekerjaan yang susah agar tidak kedatangan beban yang lebih berat lagi atau peribahasanya "ja`

senggaih malarat sakone` nyopre ta` kadhatengan kasossa`an se rajah". Peribahasa lain

menyebutkan, `oreng se nampek ka lalakon dhammang bakal nampane pakon berra` artinya

orang yang menolak pekerjaan ringan akan menerima tugas berat. Atau ada lagi untuk nelayan,

yakni `abantal ombak` asapo` angin` atau berbantal ombak berselimut angin. Yang artinya siang

malam para nelayan tidak patah semangat dalam mencari ikan di luasnya samudera.

Ungkapan “bahasa menunjukkan bangsa” tampaknya masih tetap relevan hingga saat ini.

Bahasa bukan saja alat komunikasi untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, tetapi juga

menggambarkan budaya penggunanya. Bahasa yang kaya kosakata menunjukkan kekayaan

budaya pemiliknya, dan sebaliknya. Bahasa Inggris, bahasa Arab ,dan bahasa China adalah

sebagian kecil dari bahasa-bahasa dunia yang kaya kosakata. Selain itu, setiap bahasa niscaya

memiliki nilai-nilai sastra yang mengandung pandangan bijak tentang kehidupan yang bisa

dipelajari oleh setiap orang, tidak saja saat ini, tetapi juga di waktu yang akan datang, yang biasa

disebut sebagai peribahasa yang dalam bahasa Inggris disebut proverb. Kamus Oxford

Adavanced Learner’s Dictionary (1990: 1005) mendefinisikan proverb sebagai “short well-

known saying that states a general truth, or gives advice”. Sedangkan Kamus Umum karangan

WJS Purwadarminta memberikan definisi peribahasa sebagai “kalimat atau kelompok perkataan

yang tetap susunannya yang biasanya mengiaskan sesuatu maksud tertentu”. Mirip dengan

peribahasa ialah pepatah, yang menurut D Zawami Imron adalah sebangsa peribahasa yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

5

mengandung nasehat dan sebagainya, perkataan (ajaran) orang tua; pepatah dan petitih, berbagai

peribahasa.

Sebagaimana bahasa-bahasa yang lain, bahasa Madura tentunya juga kaya dengan

peribahasa. Kekayaan peribahasa tersebut menunjukkan bahwa leluhur kita adalah orang-orang

arif dan kreatif yang mewariskan banyak ajaran moral kepada generasi penerusnya. Selain arif

dan kreatif, leluhur kita juga cerdas. Menyusun peribahasa bukan pekerjaan mudah, sebab

dibutuhkan kecapakan memainkan kata dengan pilihan yang tepat sehingga enak dibaca dan

diucapkan. Peribahasa bukan sekadar rangkaian kata-kata sekenanya, melainkan ada nilai

estetika tinggi di dalamnya. Karena mengandung estetika, maka peribahasa enak didengarkan

dan mudah dihafalkan secara turun temurun. Sayang, saat ini peribahasa sepertinya telah

ditinggal oleh masyarakat kita. Hanya orang-orang tertentu yang masih menggunakannya

sebagai bagian komunikasi. Lebih-lebih di kalangan generasi muda, peribahasa praktis tidak

dipakai lagi. Peribahasa identik dengan bahasa orang tua dan terkesan kuno. Peribahasa tidak

lagi diajarkan di sekolah-sekolah. Kalaupun diajarkan, porsinya hanya sedikit dan menjadi

bagian dari materi sastra. Jika kita melakukan refleksi kehidupan masyarakat kita akhir-akhir ini

yang ditengarai semakin lunturnya nilai-nilai moral, kearifan, dan kesantunan, tampaknya tidak

terlalu salah jika disimpulkan bahwa masyarakat kita (terutama para elite negeri ini) sudah

tercerabut dari nilai-nilai budaya warisan nenek moyang kita. Rasa malu karena melakukan

korupsi uang rakyat tidak lagi ada, banyak penegak hukum justru terjerat masalah hukum,

banyak petugas keamanan justru melakukan penipuan dan tidak menjadi pengayom masyarakat,

orang yang diberi tugas mengumpulkan pajak sebagai pendapatan negara justru ngemplang pajak

yang dikumpulkan, kebohongan publik seakan menjadi hal biasa, banyak pemimpin tidak lagi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

6

bisa menjadi tauladan bagi masyarakat yang dipimpin, kejujuran tidak lagi diindahkan dan

seterusnya. Selain gambaran lunturnya nilai-nilai luhur, yang terjadi saat ini adalah sikap apatis

masyarakat terhadap bentuk-bentuk kejahatan. Itu terjadi karena sudah banyaknya kejahatan

yang terjadi, sehingga kejahatan dianggap sebagai hal biasa saja. Semuanya menggambarkan

bentuk erosi nilai-nilai luhur yang turun temurun menjadi bagian dari budaya masyarakat kita.

Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman makna dari peribahasa-peribahasa warisan leluhur.

Seperti hal nya suku atau etnik lainnya, bahasa dan sastra Madura tampaknya mengalami hal

yang sama. Yaitu berkurangnya apresiasi orang Madura terhadap bahasa Madura sebagai lingua

franca. Bahasa dan sastra Madura yang konon memiliki ciri dan keunikan tersendiri itu, akhirnya

harus mengalami nasib yang sama sebagaimana terjadi pada nasib bahasa daerah lainnya.

Padahal banyak kalangan terkagum-kagung ketika mendengarkan dialog antara orang Madura

dengan menggunakan bahasa ibunya. Ada sesuatu yang menarik, yang pekat dengan ciri dan

warna khas, yaitu Madura. Apalagi ketika ungkapan-ungkapan kias yang disampaikan penutur

dengan bahasa puitis, begitu indahnya hati dan telinga mendengarkannya.

Mengacu pada persoalan-persoalan di atas, maka perlu kiranya dilakukan penelitian

dengan lebih mendalam mengenai peribahasa. Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti tentang

bahasa figuratif yang terdapat dalam peribahasa Madura. Apa jenisnya, bentuk, makna serta

relasi antar peribahasa dan kebudayaan Madura itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja macam-macam bahasa figuratif yang terdapat di dalam peribahasa Madura?

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

7

2. Apa makna dan fungsi bahasa figuratif dalam peribahasa Madura tersebut?

3. Apa relasi antara peribahasa Madura dan budaya Madura itu sendiri?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk bahasa figuratif yang terdapat dalam peribahasa Madura.

2. Mendeskripsikan makna dan fungsi bahasa figuratif dalam peribahasa Madura.

3. Mendeskripsikan relasi budaya dan peribahasa Madura.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan akan membawa beberapa manfaat yaitu

sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoretis

Dari segi teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan

ilmu Linguistik, khususnya bahasa figuratif (figurative language). Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan mampu menjadi tambahan referensi dan acuan bagi para peneliti yang tertarik dengan

bahasa, khususnya bahasa figuratif, jenis-jenis dan maknanya dalam berbagai konteks.

Mengingat bahasa figuratif tidak hanya ada dalam karya sastra semacam puisi dan lain

sebagainya. Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari pun banyak kita jumpai pemakaian bahasa

figuratif ini.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

8

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu para pelajar dalam mempelajari

bahasa figuratif. Dengan mengetahui makna dari bahasa figuratif sebuah peribahasa, maka

diharapkan pelajar dapat dengan mudah memahami pesan-pesan luhur dari peribahasa tersebut

yang menyangkut moral, etos kerja maupun etika dalam berinteraksi sosial dengan sesamanya.

Sehingga tidaklah sulit untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai

pengontrol emosi dan tingkah laku yang bisa diwujudkan dengan perilaku berbahasa yang

santun. Bagi para pemerhati bahasa, diharapkan kajian ini dapat membantu mereka mengamati

fenomena bahasa figuratif (figurative language) dan komponen-komponen yang tercakup di

dalamnya, seperti simile, metafora, sinekdoke, metonimia dan personifikasi.

1.5 Tinjauan Pustaka

Ada beberapa penelitian terdahulu yang mengilhami penelitian ini yaitu:

Pertama, Sofyaningrum (2012) telah melakukan penelitian tentang Gaya Bahasa Kiasan

dalam Dongeng anak berbahasa Inggris (studi kasus karya brothers grimm dan Hans Christian

Andersen), yang mana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam gaya bahasa kiasan

metafora dari Sembilan metafora yang diungkapkan Haley, terdapat metafora ke-ada-an (being),

metafora kosmos (cosmos), metafora tenaga (energy), metafora permukaan bumi (terrestrial),

metafora benda mati (object), metafora bernyawa (animate), dan metafora manusia (human).

Sedangkan dalam gaya bahasa kiasan personifikasi, terdapat personifikasi benda mati dan

personifikasi makhluk selain manusia. Simile dalam penelitian ini antara lain simile benda

abstrak (being), simile benda (object), simile benda langit (cosmos), simile permukaan bumi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

9

(terrestrial), simile hewan dan simile tumbuhan. Hiperbola yang melebih-lebihkan suatu keadaan

dan suatu hal merupakan jenis gaya bahasa kiasan yang juga diketemukan dalam dongeng yang

diteliti. Fungsi dari gaya bahasa kiasan pada keempat jenis gaya bahasa kiasan yang ada, antara

lain; mengungkapkan keindahan yang terdapat dalam gaya bahasa kiasan, memberikan gambaran

angan yang jelas, menyatakan hal yang tidak tertangkap, dan menimbulkan kesegaran atau

penekanan, untuk memberikan penekanan pernyataan atau situasi untuk mengintensifkan dan

meningkatkan kesan dan dampak dari maksud untuk sengaja melebih-lebihkan suatu hal dan

keadaan. Kekhasan yang ditemukan berupa penggunaan gaya bahasa kiasan dengan kata

pembanding (vehicle), benda permukaan bumi (terrestrial), benda langit (cosmos), dan binatang

(animal).

Kedua, Indarti (2008) mengulas kiasan metafora yang terdapat dalam kidung ludruk

dengan berpedoman pada teori bahwa metafora termasuk dalam ranah semantik kognitif, maka

kidung bedhayan dan kidung lawak dalam ludruk di analisis dengan menggunakan pendekatan

semantik kognitif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pertama, metafora kidung ludruk

digunakan sebagai sumber kata-kata baru dengan mempertimbangkan penggunaan kata-kata

lama yang bermakna dan bahasa yang indah. Kedua, lambang metafora yang digunakan dalam

kidung ludruk sudah disesuaikan dengan karakteristik masyarakat. Ketiga, penggunaan metafora

kidung ludruk telah mempertimbangkan fungsi penggunaan bahasa sehingga kidung ludruk

tersebut menjadi berterima oleh penonton.

Ketiga, Sari (2011) dalam tesisnya yang berjudul Metafora dalam Lagu-lagu Spiritual

Negro menganalisis lagu-lagu spiritual Negro yang merupakan ungkapan emosi dan perasaan

frustasi, keputusasaan serta kepahitan hidup para budak di Amerika. Hasil dari penelitian ini

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

10

menunjukkan bahwa setiap metafora memiliki tiga elemen pembentuk metafora yang terdiri dari

elemen tenor, elemen vehicle, dan elemen ground. Terdapat delapan jenis metafora pada lagu-

lagu spiritual Negro berdasarkan medan semantiknya yaitu metafora ke-ada-an (being), metafora

kosmos (cosmos), metafora energy (energy), metafora permukaan bumi (tersestrial), metafora

benda mati (object), metafora tumbuhan (living), metafora binatang (animate), serta metafora

manusia (human). Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat lima fungsi

metafora pada lagu-lagu spiritual Negro yaitu metafora yang menunjukkan kesedihan,

kemarahan, ketaatan pada Tuhan, keputusasaan dan harapan.

Keempat, Efendi (2012) meneliti Metafora dalam Percakapan antartokoh pada Film “The

King’s Speech”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa metafora tidak sebatas perbandingan

atau peribahasa. Akan tetapi metafora hidup da nada dalam keseharian manusia seperti teori yang

dikemukakan Lakoff dan Johnson (1980:3). Dari penelitian ini didapatkan: (1) jenis metafora

yang paling banyak digunakan dalam film adalah jenis metafora ontologis. Selanjutnya metafora

yang juga sering digunakan adalah metafora structural. Kemudian metafora orientasional

teridentifikasi sebagai jenis metafora yang jarang dipakai. (2) Pertama, untuk elemen Ranah

Sumber, Ranah Sumber Kekuatan, tempat dan posisi, gerakan dan arah, teridentifikasi sebagai

elemen yang paling banyak menyusun metafora dalam film. Selanjutnya Ranah Sumber

memasak dan makanan, Ranah Sumber hewan, Ranah Sumber gelap dan terang teridentifikasi

sebagai Ranah Sumber yang sedikit ditemui. Kedua, elemen Ranah Sasaran (TD) dengan SD

berbeda, dua TD atau lebih dengan satu SD, dan TD sama dengan SD. (3) Penggunaan konteks

situasional metafora dipengaruhi oleh medan, pelibat, dan sarana yang ada dalam sebuah situasi

tertentu, sedangkan penggunaan konteks budaya metafora terkait dengan maknanya yang ada

dalam budaya tersebut dan terkait pula dengan latar situasinya.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

11

Dan yang terakhir Zain (2010) melakukan penelitian dengan judul A Semantic Study on

Figures of Speech Used in Short Stories of New Stories from the South 2000 the Year’s Best.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat enam belas macam gaya

bahasa yang digunakan oleh cerita pendek tersebut. Yakni;parison, onomatopoeia, chiasmus,

periphrasis, parenthesis, antithesis, apostrophe,exclamation, pun (or paronomasia), aposiopesis,

irony, climax, hyperbole, metonymy, metaphor and simile. Selain itu, penulis menggunakan gaya

bahasa tersebut dengan tepat dan benar sehingga cerita pendek yang ditulis mereka menjadi lebih

bagus, menarik dan dipahami.

Pada beberapa penelitian tersebut, masih banyak diantaranya yang berfokus pada gaya

bahasa kiasan yang berupa metafora pada karya sastra baik berupa novel maupun lagu. Dari

penelitian tersebut, belum ada pembahasan secara khusus mengenai bahasa kiasan yang berupa

bentuk, jenis-jenis dan maknanya dalam peribahasa. Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk

meneliti bahasa kiasan yang terdapat dalam peribahasa Madura, yang meliputi bahasa kiasan

metafora, simile, dan personifikasi. Selain itu peneliti juga ingin mengupas lebih dalam

mengenai peribahasa dan hubungannya dengan budayanya.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Semantik

Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda)

yang berart i ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah‘semaino’ yang berart i

‘menandai’atau‘ me la mba ngk a n’ . Ya ng d ima k sud t a nd a a t au la mba ng d is in i

ada la h t a nda - t a nd a l ing u is t ik (Perancis : signé linguistique). Menurut Ferdinan de

Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari :1) Komponen yang menggant ikan, yang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

12

berwujud bunyi bahasa. 2) Komponen yang diart ikan atau makna dari komponen

pertama. Ked ua ko mpo ne n in i ad a la h t a nda a t au la mba ng , d a n sed a ng ka n

ya ng d it a nd a i a t audilambangkan adalah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang

lazim disebut sebagai referent, acuan atau hal yang ditunjuk. Jadi, Ilmu Semantik adalah :

- Ilmu yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguist ik dengan hal-

hal yangditandainya.

- Ilmu tentang makna atau arti.

Sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan

bahasa sebagai alat komunikasi verbal.

Untuk lebih memahami apa sebenarnya semantik itu perlu adanya definisi. Lyon

(1971:1) menyebutkan bahwa:

”semantics is generally defined as the studi of meaning”.

yang bermakna bahwa semantik pada umumnya diartikan sebagai suatu studi tentang makna.

Menurut Palmer (1981:1), Semantik dinyatakan sebagai:

“the technical term used to refer to the study of meaning and since meaning is a part of language, semantics is a part of linguistics”.

yang berarti bahwa semantik adalah terminologi teknis yang mengacu pada studi tentang makna

dan karena makna adalah bagian dari bahasa, maka semantik adalah bagian dari linguistik.

Dengan demikian, kita dapat menyimpukan bahwa Semantik adalah ilmu yang menelaah

lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

13

makna yang lain dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat, menelaah makna-makna

kata, perkembangan, serta perubahannya.

1.6.2 Peribahasa

Peribahasa adalah ayat atau kelompok kata yang mempunyai susunan yang tetap dan

mengandung pengertian tertentu, terkadang disebut juga pepatah. Sebuah pepatah yang

menjelaskan aturan dasar perilaku mungkin juga dikenal sebagai sebuah pepatah. Jika peribahasa

dibedakan dengan ungkapan yang sangat baik, mungkin akan dikenal sebagai sebuah aforisme.

Beberapa peribahasa merupakan perumpamaan yaitu perbandingan makna yang sangat jelas

karena didahului oleh perkataan "seolah-olah", "ibarat", "bak", "seperti", "laksana", "macam",

"bagai", dan "umpama". Kata mutiara atau kata bijak bisa berbentuk peribahasa. Peribahasa

dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Proverb, yang mana kata inipun berasal dari bahasa

Latin Proverbium yaitu kata-kata konkrit dan sederhana yang dikenal secara berulang-ulang

untuk mengungkapkan suatu kebenaran berdasarkan logika umum sebagai pengalaman praktis

dalam hubungan kemanusiaan. Kata-kata ini sering kali pula disebut sebagai metaforis yaitu

pengungkapan berupa perbandingan analogis untuk mengungkapan gambaran tentang perilaku

seseorang atau sesuatu yang dianggap kurang cocok dalam lingkungan masyarakat. Peribahasa

menggambarkan hukum dasar dari tingkah laku dan umumnya berlaku sesuai dengan budaya

yang ada di masyarakat. Peribahasa merupakan motto sebagai aturan dan prinisip dalam hidup

dimasyarakat yang tidak tertulis namun itu tetap berlaku sebagai cambuk atau pengingat bagi

manusia yang melakukan perbuatan yang dianggap melanggar adat ataupun budaya di

lingkungannya. Ilmu yang mempelajari peribahasa disebut: paremiologi (dari bahasa Latin –

paroimia – [peribahasa] – logos – ilmu) dan ini bisa ditelurusi ke masa-masa dulu jaman

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

14

Aristoteles. Sebaliknya Paremiografi adalah kumpulan kata kata mutiara. Seorang ahli

peribahasa yang terkenal dari Amerika yaitu Wolfgang Mieder telah menulis dan mengedit lebih

dari 50 buku peribahasa dan menulis artikel mengenai peribahasa yang mana peribahasa tersebut

sering disitir (dipakai) oleh para ahli lainnya. Peribahasa adalah kalimat pendek yang dikenal

dimasyarakat yang mengandung ajaran bijak, kebenaran, moral dan tradisi dalam bentuk

metaforis, mudah diingat dan pasti dan diajarkan turun temurun dari generasi ke generasi.

A proverb is a short, generally known sentence of the folk which contains wisdom, truth, morals, and traditional views in a metaphorical, fixed and memorizable form and which is handed down from generation to generation. (Mieder 1985:119; juga dalam Mieder 1993:24)

Berikut contoh peribahasa dalam bentuk perbandingan:

Dalam bahasa Madura:

Akantha bulan kaseyangan (seperti bulan kesiangan) = wanita cantik

Penulisan peribahasa biasanya menggunakan bentuk-bentuk gaya bahasa seperti:

- Aliterasi :

Asel ta’adina asal – (Madura)

- Paralelisme:

Ta’ atane, ta’ atana’ - (Madura)

- Rhyme (Irama):

Manis ja’ duli kalodhu’, pae’ ja’ duli palowa – (Madura)

- Assonansi (pengulangan vokal)

Badha pakon badha pakan - (Madura)

Peribahasa dalam Bahasa Madura istilahnya bermacam-macam, seperti `parebasa`,

`saloka`, `paparegan`, `paleggiran`, `pasemmon` atau `baburugan`,". Sebagai istilah,

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

15

parèbhâsan Madura tidak sama medan maknanya dengan ‘peribahasa’ Indonesia sekalipun

bentuk morfemnya serupa. Dalam kaitan ini ca’-oca’an merupakan istilah supraordinat yang

dapat dipadankan dengan istilah ‘peribahasa’ untuk mencakup semua bentuk yang ada.

Bhâbhâsan adalah peribahasa yang mengandung kiasan untuk mengacu pada keadaan, sifat, atau

perilaku, dengan kalimat yang sering tidak lengkap tetapi tetap pemakaiannya. Saloka

merupakan peribahasa yang dengan kiasan mengumpamakan manusia sebagai intinya, umumnya

merupakan kalimat lengkap. Parocabhân atau parompamaan adalah peribahasa yang langsung

membandingkan persamaan keadaan, sifat, atau perilaku dengan sesuatu sehingga sering

menggunakan kata pembanding akanta, mara, martabhât, marabhut yang berarti ‘seperti’.

Parsemmon merupakan peribahasa yang berisi kiasan untuk menyindir sehingga mirip dengan

bidal. Bângsalan merupakan frase pendek mengandung permainan kata-kata untuk

menyembunyikan arti atau maksud yang sebenarnya ingin dikatakan. Sedangkan Paparèghân

berupa puisi Madura yang berintikan peribahasa yang bentuknya agak mirip dengan gurindam.

1.6.3 Bahasa Figuratif (Figurative Language)

Bahasa figuratif sebenarnya adalah gaya bahasa kiasan. Altenbernd yang dikutip oleh

Pradopo (1994:93) membedakan bahasa kiasan dan sarana retoris (rethorical device). Sejalan

dengan pendapat Altenbernd, Abrams (1981:63) mengelompokkan gaya bahasa kiasan dan

sarana retoris ke dalam bahasa figuratif. Menurutnya, bahasa figuratif sebenarnya merupakan

bahasa penyimpangan dari bahasa sehari-hari atau dari bahasa standar untuk memperoleh efek

tertentu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abrams (1981:63):

Figurative language is a deviation from what speakers of a language apprehends as the ordinary, or standard, significance or sequence of words, in order to achieve some special meaning or effect.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

16

Bahasa kiasan atau figure of speech atau oleh Kridalaksana disebut sebagai figure of

rhetoric atau rhetorical figure yaitu alat untuk memperluas makna kata atau kelompok kata

untuk memperoleh efek tertentu dengan membandingkan atau membagi serta mengasosiasikan

dua hal. Menurut Abrams (1981:63) bahasa figuratif (figuratif language) adalah penyimpangan

penggunaan bahasa oleh penutur dari pemahaman bahasa yang dipakai sehari-hari (ordinary),

penyimpangan dari bahasa standar, atau penyimpangan makna kata, suatu penyimpangan

rangkaian kata supaya memperoleh beberapa arti khusus. Bahasa kias atau figuratif menurut

Abrams (1981:63-65) terdiri atas simile (perbandingan), metafora, dan personifikasi.

Pada umumnya, untuk mendapatkan unsur kepuitisan maka penyair menggunakan bahasa

figuratif (Pradopo menyebutnya dengan bahasa kiasan) atau majas (Sudjiman). Akan tetapi

faktanya bahasa figuratif tidak hanya terdapat dalam syair, puisi, karya fiksi ataupun dongeng,

akan tetapi mulai merambah ke dalam berbagai konteks baik dalam bahasa tulisan maupun lisan.

Figurative berasal dari bahasa Latin figura yang berarti form, shape. Figura berasal dari kata

fingere dengan arti to fashion. Istilah ini sejajar dengan pengertian metafora (Scott, 1980:107).

Bahasa figuratif ialah bahasa yang digunakan untuk mengatakan sesuatu dengan cara yang tidak

biasa; dengan cara tidak langsung untuk mengungkapkan makna (Waluyo, 1991:83). Jadi, jika

bahasa fiiguratif mengatakan sesuatu secara tidak langsung untuk mengungkapkan makna maka

bahasa literal menunjukkan makna secara langsung dengan menggunakan kata-kata dalam

pengertian yang 'baku' (lihat Scott, 1980:107). Cuddon (1979:273) memberi contoh bahasa

figuratif dan bahasa literal tersebut. 'He hared down street' atau 'He ran like a hare down the

street' merupakan bahasa figuratif. Sementara itu, 'He ran very quickly down the street'

merupakan bahasa literal.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

17

Bahasa figuratif pada dasarnya digunakan oleh penyair untuk memperoleh dan

menciptakan citraan (imagery) (Situmorang, 1980:22). Adanya bahasa figuratif ini menyebabkan

puisi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan

angan atau imaji (Pradopo, 1993:62). Lebih jauh Pradopo mengungkapkan bahwa bahasa

figuratif tersebut mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran

menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup. Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara

citraan dengan bahasa fiiguratif. Citraan pada dasarnya terefleksi melalui bahasa figuratif.

Sementara itu, bahasa figuratif sebenarnya merupakan bagian dari pilihan kata yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu (Keraf:1981:99). Oleh

sebab itu, persoalan bahasa figuratif meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata secara

individual, frasa, klausa dan kalimat atau mencakup sebuah wacana secara keseluruhan. Dengan

demikian, pembahasan diksi, kata-kata konkret, citraan, dan bahasa figuratif, tidak dapat dipisah-

pisahkan secara tegas.

Berikut diuraikan beberapa bahasa figuratif yang banyak muncul:

1.6.4 Metafora

Metaphor is traditionally taken to be the most fundamental form of figurative language

(Hawkes, 1980:1). Metafora adalah bahasa kiasan seperti perbandingan hanya tidak

mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, Iaksana, seperti, dan sebagainya (Hecker

dalam Pradopo, 1993:66).

The symbolic use of imagery reaches its zenith in metaphor, the most intense form that imagery can take. Metaphor identifies two distinct object and fuses them unforgettably in a white heat of imagination (Burton, 1984:109).

Metafora mengandung unsur-unsur yang kadang-kadang tidak disebutkan secara

eksplisit. Definisi metafora menurut Beekman dan Callow (1974, dalam

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

18

http/unsedukasisbi.bloksport.com dan http://www.e-li.orglmain/pdf/pdf-269.pdf) adalah suatu

perbandingan yang implisit. Metafora disebutkan oleh Pradopo (1994:66) merupakan bentuk

perbandingan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Gaya metafora itu

melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain. Metafora sebagai pembanding langsung

tidak menggunakan kata-kata seperti dan lain-lain, sehingga pokok pertama langsung

dihubungkan dengan pokok kedua. Salah satu unsur yang dibandingkan, yaitu citra, memiliki

sejumlah komponen makna dan biasanya hanya satu dari komponen makna tersebut yang relevan

dan juga dimiliki oleh unsur kedua, yaitu topik. Lebih lanjut, Beekman dan Callow menjelaskan

bahwa metafora terdiri atas tiga bagian, yaitu (a) topic, yaitu benda atau hal yang dibicarakan;

(b) citra, yaitu bagian metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk mendeskripsikan topik

dalam rangka perbandingan; (c) titik kemiripan, yaitu bagian yang memperlihatkan persamaan

antara topik dan citra. Ketiga bagian yang menyusun metafora tersebut tidak selalu disebutkan

secara eksplisit. Adakalanya, salah satu dari ketiga bagian itu, yaitu topik, sebagian dari citra,

atau titik kemiripannya implisit, seperti yang terlihat dalam contoh:

He is also Baldwin’s legal eagle ‘ Dia juga elang dalam urusan hukum Baldwin’

Topik metafora pada contoh di atas adalah he ‘dia’, sedangkan citranya adalah eagle ‘elang’.

Akan tetapi, titik kemiripan yang menunjukkan dalam hal apa he ‘dia’ dan eagle ‘elang’ tidak

disebutkan secara eksplisit. Untuk mengetahui titik kemiripan ini diperlukan pengetahuan

tentang konteks tempat metafora tersebut terdapat, pemahaman terhadap makna simbol ‘elang’

dalam masyarakat dan unsur implisit lainnya.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

19

Keraf menyebut metafora termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Gaya ini pertama-tama

dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal

yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal

tersebut. Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian yaitu perbandingan yang

termasuk dalam gaya bahasa polos atau langsung seperti “Dia sama pintar dengan kakaknya.”

Sedangkan bentuk yang satu lagi adalah perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan,

seperti “Matanya seperti bintang timur”. Berdasarkan contoh tersebut dapat dilihat perbedaan

antara gaya bahasa langsung dan gaya bahasa kiasan. Keraf (1994:136) mengatakan bahwa

perbandingan biasa atau langsung mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas kata yang

sama, sedangkan perbandingan berupa gaya bahasa kiasan mencakup dua hal yang termasuk

dalam kelas kata yang berlainan.

Keraf (1994:137) mengatakan bahwa untuk menetapkan apakah suatu perbandingan itu

merupakan bahasa kiasan atau tidak, hendaknya diperhatikan tiga hal berikut:

1) Tetapkanlah terlebih dahulu kelas kedua hal yang diperbandingkan

2) Perhatikan tingkat kesamaan atau perbedaan antara kedua hal tersebut

3) Perhatikan konteks di mana ciri-ciri kedua hal itu ditemukan. Jika tak ada kesamaan maka

perbandingan itu adalah bahasa kiasan.

Aristoteles mempergunakan kata analogi dengan pengertian kuantitatif maupun kualitatif.

Dalam pengertian kuantitatif, analogi diartikan sebagai kemiripan atau relasi idenstitas antara

dua pasangan istilah berdasarkan sejumlah besar ciri yang sama. Sedangkan, dalam pengertian

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

20

kualitatif, analogi menyatakan kemiripan hubungan sifat antara dua perangkat istilah. Dalam arti

yang lebih luas ini, analogi lalu berkembang menjadi bahasa kiasan. Metafora menurut Keraf

(1992:137) merupakan analogi kualitatif. Kata manis dalam frasa ”lagu yang manis” adalah

suatu ringkasan dari analogi yang berbunyi:”Lagu ini merangsang telinga” dengan cara yang

sama menyenangkan seperti manisan merangsang alat perasa. Ungkapan ibu pertiwi

mengandung pula analogi yang berarti: hubungan antara tanah air dengan rakyatnya sama

seperti hubungan seorang ibu dengan anak-anaknya. Analogi kualitatif ini juga dipakai untuk

menciptakan istilah baru dengan mempergunakan organ-organ manusia atau organ binatang.

Misalnya kapal laut berlayar di laut maka kapal terbang berlayar di udara. Metafora disebutkan

oleh Keraf (1992:139) merupakan semacam analogi yang membandingkan dua hal secara

langsung, tetapi dalam bentuk singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan

sebagainya. Sebagai bentuk perbandingan langsung, metafora tidak mempergunkan kata: seperti,

bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan

pokok kedua.

Bila dalam sebuah metafora, kita masih dapat menentukan makna dasar dari konotasinya

sekarang, maka metafora itu masih hidup. Tetapi kalau kita tidak dapat menentukan konotasinya

lagi, maka metafora itu sudah mati.

Contoh : ”Perahu itu menggergaji ombak.”

”Mobilnya batuk-batuk sejak pagi tadi.”

”Pemuda-pemudi adalah bunga bangsa.”

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

21

Kata-kata menggergaji, batuk-batuk, bunga dan bangsa masih hidup dengan arti aslinya. Oleh

sebab itu, penyimpangan makna seperti terdapat dalam kalimat-kalimat di atas merupakan

metafora hidup. Namun, proses penyimpangan semacam itu pada saat dapat membawa pengaruh

lebih lanjut dalam perubahan makna kata. Menurut Keraf kebanyakan perubahan makna kata

mula-mula karena metafora.

Parera (2004:119) mengatakan salah satu unsur metafora adalah kemiripan dan kesamaan

tanggapan pancaindra. Struktur metafora utama yang utama ialah (1) topik yang dibicarakan; (2)

citra atau topik kedua; (3) titik kemiripan atau kesamaan. Hubungan antara topik atau citra dapat

bersifat objektif dan emotif. Berdasarkan pilihan citra yang dipakai oleh pemakai bahasa dan

para penulis di pelbagai bahasa, pilihan citra oleh Ulmann (1977) dan Parera (2004:119)

dibedakan atas empat kelompok, yakni (1) metafora bercitra antropomorfik, (2) metafora bercitra

hewan, (3) metafora bercitra abstrak ke konkret, (4) metafora bercitra sinestesia atau pertukaran

tanggapan atau persepsi indra.

1. Metafora bercitra antropomorfik merupakan satu gejala semesta. Para pemakai bahasa

ingin membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa yang terdapat pada dirinya atau

tubuh mereka sendiri. Metafora antropomorfik dalam banyak bahasa dapat dicontohkan

dengan mulut botol, jantung kota, bahu jalan, dan lain-lain.

2. Metafora bercitra hewan, biasanya digunakan oleh pemakai bahasa untuk

menggambarkan satu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman pemakai bahasa.

Metafora dengan unsur binatang cenderung dikenakan pada tanaman, misalnya kumis

kucing, lidah buaya, kuping gajah. Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan oleh

Parera (2004:120) bahwa manusia disamakan dengan sejumlah takterbatas binatang

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

22

misalnya dengan anjing, babi, kerbau, singa, buaya, dst sehingga dalam bahasa Indonesia

kita mengenal peribahasa “Seperti kerbau dicocok hidung”, ungkapan “buaya darat”, dan

ungkapan makian ”anjing, lu”, dan seterusnya. Metafora dengan unsur binatang juga

dikenakan pada manusia dengan citra humor, ironi, peyoratif, atau citra konotasi yang

luar biasa, misalnya, fable dalam Fabel MMM yang dikutip oleh Parera terdapat nama-

nama seperti Mr. Badak bin Badak, Profesor Keledai, dan terdapat pula Majelis

Pemerintah Rimba (MPR), dan lain-lain.

3. Metafora bercitra abstrak ke konkret, adalah mengalihkan ungkapan-ungkapan yang

abstrak ke ungkapan yang lebih konkret. Seringkali pengalihan ungkapan itu masih

bersifat transparan tetapi dalam beberapa kasus penelusuran etimologi perlu

dipertimbangkan untuk memenuhi metafora tertentu. Dicontohkan oleh Parera, secepat

kilat ‘satu kecepatan yang luar biasa’, moncong senjata ‘ujung senjata’, dan lain-lain.

4. Metafora bercitra sinestesia, merupakan salah satu tipe metafora berdasarkan pengalihan

indra, pengalihan dari satu indra ke indra yang lain. Dalam ungkapan sehari-hari orang

sering mendengar ungkapan “enak didengar” untuk musik walaupun makna enak selalu

dikaitkan dengan indra rasa; “sedap dipandang mata” merupakan pengalihan dari indra

rasa ke indra lihat.

1.6.5 Simile

Jika metafora mengandung perbandingan yang biasanya tidak dinyatakan secara eksplisit

kata-kata pembandingnya, maka simile mengungkapkan perbandingan secara eksplisit (Brett,

1983:24; Cuddon, 1979:275). Untuk itu simile memerlukan upaya yang secara eksplisit

menunjukkan kesamaan tersebut, misalnya seperti, sama, sebagai, bagaikan, dan laksana

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

23

(Keraf,1981:123; Pradopo:1993:62). Misalnya, O my love's like a red, red rose merupakan

contoh simile sementara You're the cream in my coffee adalah contoh metafora (Brett, 1983:24).

1.6.6 Personifikasi

Personifikasi juga termasuk bahasa figuratif. Personifikasi berasai dari bahasa Latin

persona yang berarti actor's mask, character acted a human being; dalam bentuk verbanya ialah

personare yang berarti to sound through (Scott, 1980:244). Lebih jauh Scott menyatakan bahwa

personifikasi merupakan gambaran terhadap objek-objek inanimate atau ide-ide abstrak yang

diperlakukan seperti manusia atau dibantu dengan atribut-atribut persona.

Pernyataan yang relatif sama dikemukakan oleh Keraf dan Mas (1981:125; 1988:79)

yaitu personifikasi adalah bahasa figuratif yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-

barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Benda-benda tersebut

bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia (memanusiakan alam, binatang, dan tumbuh-

tumbuhan ) .

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif qualitatif. Metode penelitian kualitatif

adalah metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka ataupun

ukuran lain yang bersifat eksak. Penelitian kualitatif juga bisa diartikan sebagai riset yang

bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Penelitian

kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan

metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan

wawancara secara mendalam dan grup fokus. Teknik pengumpulan data kualitatif diantaranya

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

24

adalah interview (wawancara), quesionere (pertanyaan-pertanyaan/kuesioner), schedules (daftar

pertanyaan), dan observasi (pengamatan, participant observer technique), penyelidikan sejarah

hidup (life historical investigation), dan analisis konten (content analysis).

Penelitian deskriptif kualitatif berusaha menggambarkan suatu gejala sosial. Dengan

kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung

pada saat studi. Metode kualitatif ini memberikan informasi yang lengkap sehingga bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai

masalah. Metode penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa

sekarang. Metode ini menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi ; menyelidiki dengan teknik

survey, interview, angket, observasi, atau dengan teknik test ; studi kasus, studi komperatif, studi

waktu dan gerak, analisa kuantitatif, studi kooperatif atau operasional. Bisa disimpulkan bahwa

metode deskriptif ini ialah metode yang menuturkan dan menafsirkan data yang ada.

Data dari penelitian ini berbentuk ungkapan peribahasa Madura, yang mana data

tersebut penulis gali dari berbagai macam sumber. Kemudian data tersebut dianalisa dengan

mengkategorikannya ke dalam bentuk-bentuk bahasa figuratif, jenis, dan maknanya, selanjutnya

dideskripsikan, dan yang terakhir data yang diperoleh disimpulkan. Sedangkan analisis data

menyatakan beberapa penemuan yang menggambarkan masalah penelitian.

1.7.4 Sumber Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kualitatif yang menekankan pada

penjelasan berdasarkan data yang ada. Data dalam penelitian ini adalah peribahasa Madura yang

akan digali dari berbagai sumber baik tulisan maupun lisan. Untuk peribahasa Madura akan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

25

penulis gali dari berbagai sumber baik lisan maupun tulisan, yang mana sumber utamanya adalah

buku Kamus Madura-Indonesia karangan Adrian Pawitra (2012) dan ‘Manusia Madura’

karangan Mien Ahmad Rifai (2007). Dikarenakan peribahasa di dalam bahasa tersebut sangat

banyak jumlahnya, maka di sini penulis akan membatasinya agar lebih terarah. Untuk itu akan di

ambil 100 peribahasa yang sering di jumpai dalam bentuk tulisan maupun percakapan sehari-hari

untuk selanjutnya diidentifikasikan berdasarkan bentuk, jenis, dan maknanya.

1.7.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode simak

atau penyimakan karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan

menyimak sumber tulisan ataupun lisan yang berupa peribahasa Madura. Kesuma (2007:43),

memberikan pengertian metode simak sebagai cara pengumpulan data yang dilakukan dengan

kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian,

baik dari sumber dokumen maupun buku-buku, koran, majalah, dan lain-lain. Penulis membaca

dengan cermat data-data yang didapat berupa peribahasa Madura dan memastikan bahwa

peribahasa-peribahasa tersebut memuat bahasa kiasan yang akan diteliti dalam penelitian ini

yaitu berupa bahasa kiasan metafora, simile dan personifikasi.

Untuk mendukung metode ini, teknik yang digunakan adalah teknik catat, yaitu penulis

mencatat dan mengklasifikasikan data kebahasaan (Mahsun, 2007:133). Data yang sudah dipilih

kemudian akan diidentifikasi sesuai dengan rumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya.

Pertama, data dikumpulkan berdasarkan bentuknya, baik dalam bentuk kata, frasa maupun

kalimat. Data juga diidentifikasi berdasarkan jenis gaya bahasa kiasan dalam peribahasa Madura.

Selanjutnya akan diidentifikasi berdasarkan jenis-jenis bahasa kiasan dalam penelitian ini antara

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

26

lain: metafora, simile, dan personifikasi. Selain mengidentifikasi bentuk dan jenisnya,

selanjutnya data diidentifikasi berdasarkan makna bahasa kiasan dalam peribahasa Madura.

1.7.6 Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, penulis mengelompokkan bentuk, jenis dan makna dalam

peribahasa Madura. Selanjutnya, penulis menganalisis data yang sudah terkumpul dan sudah

dikelompokkan tersebut. Analisis data ini dilakukan untuk menyederhanakan data sehingga

analisis ini akan mudah dibaca atau diinterpretasikan oleh pembaca. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah metode padan, yang alat penentunya berada di luar, terlepas, dan

tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan atau diteliti (Sudaryanto, 1993:13).

Analisis pertama berupa pendeskripsian bentuk bahasa kiasan yang ada dalam

peribahasa Madura. Kemudian mendeskripsikan jenis-jenis bahasa kiasan yang ada dalam

peribahasa Madura. Dan analisis yang terakhir berupa penafsirkan dan pendeskripsikan makna

bahasa kiasan yang ada dalam peribahasa Madura yang didasarkan dengan teori semantik yang

berkaitan dengan makna kata dalam bahasa kiasan.

1.7.7 Teknik Penyajian Data

Menurut Mahsun (2005:123), ada dua cara dalam tahap penyajian hasil analisis data. Pertama,

perumusan hasil analisis tersebut dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan

terminologi yang bersifat teknis. Dan kedua, perumusan dilakukan dengan menggunakan tanda-tanda

atau lambang. Oleh karena itu, cara yang digunakan adalah cara pertama, mengingat bahwa

penjabaran hasil data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan penjelasan dan

pemaparan tanpa menggunakan tanda atau pun lambang.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63812/potongan/S2-2013... · bahasa baku atau standar, penyimpangan makna, dan penyimpangan susunan (rangkaian)

27

1.8 Sistematika Penyajian

Proposal penelitian dengan judul “Bahasa Figuratif dalam Peribahasa Madura (Kajian

Semantik)” ini akan dibagi ke dalam lima bab. Bab pertama berupa pendahuluann yang terdiri dari

latar belakang; rumusan masalah; tujuan penelitian; manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat

teoritis dan manfaat praktis; landasan teori yang terdiri dari teori hhubungan antar linguistik,

peribahasa, gaya bahasa, gaya bahasa kiasan, jenis-jenis gaya bahasa kiasan, dan metode penelitian.

Bab kedua akan mendeskripsikan bentuk bahasa figurratif yang terdapat dalam peribahasa

Madura. Dan pada bab selanjutnya, membahas makna dan fungsi bahasa figuratif dalam peribahasa

Madura. Pemaparan menggenai refleksi peribahasa dalam budaya Madura akan dibahas pada bab

keempat. Pada bab terakhir berisi kesimpulan penelitian dan saran. Sebagai bagian penutup dari

penulisan hasil penelitian, dilampirkan daftar pustaka dan lampiran data peribahasa Madura.