BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konjungtiva merupakan membran mukus yang tipis, lembab dan transparan yang melapisi bagian sklera dan bagian dalam dari kelopak mata. Konjungtiva menjadi lapisan pelindung terluar dari bola mata karena memiliki suplai limfatik yang tebal dan mengandung sel immunokompeten yang melimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal menjadi komponen penting pada air mata untuk melindungi mata dari berbagai macam infeksi (Voughan, 2007; Ilyas, 2014). Konjungtiva mengandung saraf-saraf dan banyak pembuluh darah kecil. Pembuluh darah ini biasanya semakin tampak jelas jika membesar saat terjadi peradangan pada mata. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya menjadi rapuh, sehingga dinding nya dapat pecah dengan mudahnya sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai plak perdarahan merah terang atau gelap pada sklera (Voughan, 2007; Ilyas, 2014). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konjungtiva merupakan membran mukus yang tipis, lembab dan
transparan yang melapisi bagian sklera dan bagian dalam dari kelopak
mata. Konjungtiva menjadi lapisan pelindung terluar dari bola mata
karena memiliki suplai limfatik yang tebal dan mengandung sel
immunokompeten yang melimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi
dari kelenjar aksesoris lakrimal menjadi komponen penting pada air
mata untuk melindungi mata dari berbagai macam infeksi (Voughan,
2007; Ilyas, 2014).
Konjungtiva mengandung saraf-saraf dan banyak pembuluh darah
kecil. Pembuluh darah ini biasanya semakin tampak jelas jika
membesar saat terjadi peradangan pada mata. Pembuluh-pembuluh
darah ini umumnya menjadi rapuh, sehingga dinding
nya dapat pecah dengan mudahnya sehingga mengakibatkan terjadinya
perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai
plak perdarahan merah terang atau gelap pada sklera (Voughan, 2007;
Ilyas, 2014).
Struktur konjungtiva yang halus, dengan darah yang sedikit darah
telah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan
menyebabkan eritema difus. Perdarahan berkembang secara akut dan
biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak
berbahaya. Apabila tidak terdapat kondisi trauma mata, ketajaman visus
umumnya tidak berubah karena perdarahan murni dari ekstraokuler dan
tidak disertai nyeri (Graham, 2009).
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat
trauma ataupun akibat infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh
darah konjungtiva atau episklera yang bermuara ke ruang
1
subkonjungtiva. Pada penelitian epidemiologi, ditemukan 58 kasus
perdarahan subkonjungtiva diantara 6843 pasien yang berkonsultasi. 30
(51,7%) kasus diantaranya mengalami perdarahan subkonjungtiva
akibat trauma dan 28 kasus (48,3%) ditemukan perdarahan
subkonjungtiva spontan. Pada perdarahan subkonjungtiva secara
spontan ditemukan angka sebesar 64,3%, diakibatkan oleh hipertensi.
Sedangkan kondisi lainnya yang jarang terjadi seperti malaria, penyakit
sickle cell dan melahirkan (Kaimbo, 2008).
Perdarahan subkonjungtiva yang menjadi salah satu masalah pada
mata dan mengganggu kosmetik pada mata yang menyebabkan
perlunya perhatian bagi tenaga kesehatan agar dapat memberikan
penanganan awal yang tepat.
B. Rumusan Masalah
Laporan Kasus ini membahas manifetasi klinis, penegakan
diagnosis dan penatalaksaan hematoma subkonjungtiva dengan laserasi
konjungtiva akibat trauma.
C. Tujuan Penulisan Laporan Kasus
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk menambah ilmu
pengetahuan dan pemahaman mengenai gejala, diagnosis dan
penatalaksanaan hematoma subkonjungtiva.
D. Metodologi Penulisan Laporan Kasus
Penulisan laporan kasus ini disusun berdasarkan tinjauan pustaka
yang merujuk pada berbagai literatur.
E. Manfaat Penulisan Laporan Kasus
Laporan kasus ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
informasi dan pengetahuan mengenai hematoma subkonjungtiva serta
dapat dijadikan referensi pembelajaran bagi mahasiswa lainnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Mata
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem
anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa
sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu (Ilyas, 2014) :
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing
yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk
film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian-bagian seperti
kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara
pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi
oleh N. okulomotor (Ilyas, 2014).
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu (Ilyas, 2014) :
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau
lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas
tiga bagian, yaitu (Ilyas, 2014):
Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
3
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera
dibawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi
dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak..
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
dibagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus
oleh 3 lapis jaringan, yaitu (Ilyas, 2014):
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata.
Jaringan uvea, merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan
uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan
cairan bilik mata (akuos humor).
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam
danmempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapisan
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar
orbita yang terutama terdiri atas os. maksila, os. palatinum dan os. zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata dari luar ke dalam terdiri dari : kornea, kamera
Pupil Pupil iregular, reflek cahaya (+), reflek cahaya tak langsung (+)
pupil bulat, reflek cahaya (+), reflek cahaya tak langsung (+)
Lensa Jernih Jernih Reflek fundus (+) (+)
c. Pergerakan bola mata
30
d. Palpasi dan tekanan Intraokuler
OD : Normal
OS : Normal
e. Tes Lapang Pandang Konfrontasi 1 dan 2 :
OD : Sama dengan pemeriksa
OS : Sama dengan pemeriksa
D. RESUME
Pasien Tn. AK berumur 18 tahun datang dengan keluhan merah
dan kabur pada mata kanan setelah sehari sebelumnya setelah dipatok
oleh burung. Pasien mengaku dipatok oleh burung saat bermain dengan
burung pada mata kanannya sehingga matanya tersebut berdarah.
Pasien kemudian mencuci matanya tersebut menggunakan air. 1 jam
setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke IGD untuk mendapatkan
pengobatan. Pasien juga mengaku sakit saat mata berkedip dan terasa
ada benda yang mengganjal pada mata kanan. Pasien juga merasa mata
kanan sering keluar air setelah kejadian tersebut. Riwayat gangguan
pembekuan darah, alergi, hipertensi dan diabetes melitus disangkal.
Pada pemeriksaan oftamologis didapatkan adanya laserasi
konjungtiva pada lokasi temporal okuli dextra, injeksi konjungtiva,
kornea jernih, dan adanya perdarahan subkonjungtiva pada daerah
temporal okuli dextra. Pemeriksaan visus OD 6/9, OS 6/6. Pergerakan
otot bola mata baik, palpasi tekanan intra okuler normal.
E. DIAGNOSIS KERJA
OD : Trauma Tajam dengan Komplikasi Hematoma Subkonjungtiva
dengan laserasi konjungtiva
F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
31
G. TATALAKSANA
a. Non medikamentosa
- Istirahatkan mata kanan
- Kompres dingin
b. Medikamentosa
- Ciprofloxacin 2 x 500 mg
- Natrium diclofenac 2 x 1 tab
- Ranitidin 2 x 150 mg
- Tria Xitrol 4 x 2 gtt ED OD
H. EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien mengenai kemungkinan terjadi infeksi karena
adanya robekan kecil pada konjungtiva yang mungkin terjadi jika tidak
diobati dengan baik.
Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol teratur bila obat habis dan
terdapat keluhan memburuk.
Menjelaskan terapi yang diberikan saat ini.
Menjelaskan kepada pasien untuk tidak menggosok mata kanan, menjaga
dari paparan debu dan kotoran. Jika keluar rumah disarankan untuk
memakai kacamata ataupun ditutup.
I. PROGNOSIS
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanactionam : bonam
32
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis pada pasien Tn. AK didapatkan keluhan
merah dan kabur pada mata kanan setelah sehari sebelumnya setelah dipatok
oleh burung. Pasien mengaku dipatok oleh burung saat bermain dengan
burung pada mata kanannya sehingga matanya tersebut berdarah. Pasien
kemudian mencuci matanya tersebut menggunakan air. 1 jam setelah
kejadian, pasien langsung dibawa ke IGD untuk mendapatkan pengobatan.
Pasien juga mengaku sakit saat mata berkedip dan terasa ada benda yang
mengganjal pada mata kanan. Pasien juga merasa mata kanan sering keluar
air setelah kejadian tersebut.
Pada pemeriksaan oftamologis didapatkan adanya laserasi konjungtiva
pada lokasi temporal okuli dextra, injeksi konjungtiva, kornea jernih, dan
adanya perdarahan subkonjungtiva pada daerah temporal okuli dextra.
Pemeriksaan visus OD 6/9, OS 6/6. Pergerakan otot bola mata baik, palpasi
tekanan intra okuler normal. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis dapat ditarik suatu diagnosis bahwa pasien mengalami Trauma
tajam dengan komplikasi hematoma subkonjungtiva dengan laserasi
konjungtiva pada mata kanan.
Trauma yang terjadi merupakan trauma yang mengakibatkan kerobekan
pada konjungtiva. Mata merah pada pasien berasal dari perdarahan
subkonjungtiva, karena pada lapisan konjungtiva dan sklera terdapat ruang
potensial yang dapat menampung darah saat terjadinya pembuluh darah
ruptur. Darah yang sedikit telah dapat memberikan kemerahan yang yang
difus pada subkonjungtiva karena ruang tersebut tipis.
Pasien mengeluhan mata sering berair karena adanya laserasi pada
konjungtiva yang mengakibatkan peradangan, dimana pada konjungtiva
juga terdapat banyak sel goblet yang akan mensekresi mukus. Selain itu
adanya laserasi konjungtiva juga akan menyebabkan pasien merasa
33
mengganjal pada mata sehingga akan merangsang refleks berkedip yang
akan menyebabkan lebih banyak air mata yang disekresi.
Pada pasien dianjurkan terapi nonmedikamentosa berupa istirahatkan
mata kanan untuk menghindari terjadinya infeksi karena adanya perlukaan
pada konjungtiva serta kompres dingin untuk merangsang vasokonstriksi
supaya mengurangi perdarahan jika perdarahan aktif. Terapi medikamentosa
yang diberikan berupa ciprofloxacin 500 mg, obat tetes mata Tria Xitrol,
natrium diklofenak dan ranitidin. Pemberian ciprofloxacin diberikan untuk
mencegah infeksi yang dapat terjadi karena adanya laserasi pada
konjungtiva. Ciprofloxacin merupakan antibiotik spektrum luas dari
golongan fluorokuinolon. Spektrum aktivitasnya mencakup bakteri gram
positif dan gram negatif, memiliki tingkat penetrasi jaringan yang baik, dan
dapat ditoleransi tubuh dengan baik. Bekerja dengan cara menghambat
replikasi DNA bakteri. Mata pasien masih hiperemis dan terasa nyeri yang
disebabkan proses inflamasi, sehingga pasien diberikan antiiflamasi
nonsteroid berupa natrium diklofenac dan obat tetes mata Tria Xitrol yang
merupakan kombinasi dari dexamethasone micronized, neomycin sulfate
dan polymyxin B sulfate. Untuk mengatasi efek samping dari ciprofloxacin
dan natrium diclofenak, pasien juga diberikan ranitidin sebagai
gastroprotektor.
Pada pasien tidak diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang
karena kelainan mata yang diakibatkan oleh trauma tersebut dapat dinilai
dengan baik melalui inspeksi tanpa pemeriksaan penunjang. Pasien di
edukasi pengenai perawatan untuk menghindari infeksi dan mengontrolkan
kembali ke poli untuk observasi lebih lanjut.
34
BAB V
KESIMPULAN
Trauma pada mata dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis
berupa darah dibilik mata depan (hifema), perdarahan subkonjungtiva,
laserasi palpebra, laserasi konjungtiva dan lain-lain. Trauma mata yang
tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi berupa infeksi.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftamologi yang telah
dilakukan kepada pasien, pasien di diagnosa trauma tajam dengan
komplikasi hematoma subkonjungtiva dan laserasi konjungtiva.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien berupa terapi non
medikamentosa dan medikamentosa. Terapi tersebut bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit pada pasien, mengurangi reaksi peradangan,
mencegah terjadinya infeksi, dan mencegah terjadinya iritasi mukosa
lambung.
35
Daftar Pustaka
Bord SP, Linden J. Trauma to The Globe and Orbit in Emergency Medicine Clinics of North America. Boston: Elsevier Saunder. 2008
Eye Trauma. Egton Medical Information Systems Limited. 2014
Graham R. K., 2009, Subkonjungtival Hemorhage 1st Edition, Medscape’s Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 12 Febuari 2015, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview.
Iqbal M. Retained Intraocular Foreign Body, Case Report. Pak J Ophtalmology. 2010; 26(3): 158-160.
Ilyas, H. Sidarta dan Sri Rahayu Yulianti, Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima, Jakarta: FKUI; 2014.
Kaimbo D., Kaimbo Wa., 2009, Epidemiology of Traumatic and Spontaneous Subconjungtival hemorrhages in Congo, Congo, Bull Soc Belge Opthalmol, 2009;(311):31-6. Diakses pada tanggal 12 Febuari 2015 dari http://pubmed.com/Epidemiology-of-Traumatic-and-Spontaneous-Subconjunctival-Hemorrhages-in-Congo/943iure .
Khaw PT, Shah P, Elkington AR. ABC of Eyes 4th Ed. London: BMJ Books. 2004.p 29-33.
Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology 4th Ed. New Delhi: New Age
International (P). 2007; p401-15.
Kuhn F. Intraocular Foreign Body. Available at www.emedicine.medscape.com. [cited on] May 12th 2012.
Lang GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas 2nd Ed. Stuttgart: Thieme.2006.
Pieramici DJ. Open-Globe Injuries Are Rarely Hopeless : Managing the open globe calls for creativity and flexibility of surgical approach tailored to the specific case. Review of Ophthalmology [Internet]. 15 June 2005. Available from: http://www.reviewofophthalmology.com/content/d/retinal_insider/i/1315/c/25307/.
Pramanik S. Assessment and Management of Ocular Trauma. Ophthalmology & Visual Sciences [Internet]. 28 January 2008. Available from: http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/tutorials/trauma.htm.
Sawyer MNA. Ultrasound Imaging of Penetrating Ocular Trauma.The Journal of Emergency Medicine. 2009:36(2); 181-2.
Tarlan B., dan Kiratli H., 2013, Subconjungtival Hemorrhage: Risk Factors and Potensial Indicators, Clin Ophthalmol. 2013; 7:1163-1170. Diakses pada tanggal 15 Febuari 2015, dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3702240/