BAB I
2.2.5 PENDEKATAN DIAGNOSTIK DISPEPSIA
a. Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang
terjadi, karakteristik keterkaitan dengan penyakit yang tertentu,
penyakit bersifat lokal atau manifestasi gangguan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasai kelainan intra
abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tumor), organomegali,
atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang
peritoneal/peritonitis.
c. Laboratorium untuk mengedintifikasi adanya faktor infeksi
(lekositosis), pankreatitis (amilase, lipase), keganasan saluran
cerna.
d. Ultrasonografi untuk mengidentifikasi kelainan padat intra
abdomen, misalnya adanya batu kandung empedu, colesistitis, sirosis
hati dan sebagainya.
e. Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi), dilakukan bila
dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm
symptoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat
dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan
sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia > 45 tahun. Keadaan
ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan,
sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Tehnik
pemeriksaan dapat mengedentifikasi dengan akurat adanya kelainan
stuktural/organik intra lumen saluran cerna bagian atas, seperti
adanya tukak atau ulkus, tumor dan sebagainya, serta dapat disertai
pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari jaringan yamg dicurigai
untuk memperoleh gambaran histopatologiknya atau untuk keperluan
akhir, seperti mengidentifikasi adanya kuman Helycobacter
pylori.
f. Radiologi, dapat mengedintifikasi kelainan stuktural
dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau
gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada
kelainan yang bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop
endoskopi tidak dapat melewatinya.
) Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel
darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine.
Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada
tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair
berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia
tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma
kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu
diperiksa CA 19-9.b) Barium enema untuk memeriksa kerongkongan,
lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami
nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makanc) Endoskopi
bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari
lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah
mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh
Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas,
selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test) b. Patologi anatomi (PA) c. Kultur
mikroorgsanisme (MO) jaringan d. PCR (polymerase chain reaction),
hanya dalam rangka penelitian Pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi
Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di
Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan
bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks
gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun
terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium
yang masuk ke intestin.
Gambar. Gastroskopi ( Esofago-Gastro-Duodenoskopi )/ OGD Pada
tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras
media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler,
semisirkuler, dengan dasar licin Kanker di lambung secara
radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat
peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan
terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off
sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama dijejunum yang
disebut sentinal loops Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti
pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap
asam. 2.2.6 PENATALAKSANAAN DISPEPSIA
Penatalaksanaan berdasarkan konsensus nasional penanggulangan
Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan
dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Gambar. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu : 1.
Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na
bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid
jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi
rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga
berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2. 2. Antikolinergik Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini
tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja
sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek
sitoprotektif. 3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak
digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2
antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 4.
Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium
akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk
golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 5.
Sitoprotektif Prostoglandin sintetik
seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein
sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).6. Golongan
Prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid,
domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk
mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid
clearance) 7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan
psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan
dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.2.2.7
DIAGNOSIS BANDING DISPEPSIA 1) Ulkus gaster 2) Gastritis
3) Refluks gastroesofageal
4) Karsinoma esofagus
Disini kami juga akan membahas masing masing diagnosis banding
dari dispepsia. Agar kita juga mengerti tentang berbagai macam
diagnosis banding tersebut, baik dari defenisi, gejala dan tanda,
etiologinya, patofisiologi, diagnosis, jenis pemeriksaan, dan juga
pemeriksaan penunjangnya, penatalaksanaan serta komplikasinya.
ULKUS/TUKAK GASTERDefenisiTukak gaster jinak adalh suatu
gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran > 5 mm kedalam sub
mucosal pada mukosa lambung akibat terputusnya
kontinuitas/integritas mukosa lambung. Tukak gaster merupakan luka
terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak
ditutupi debris.
Epidemiologi
Tukak gaster tersebar diseluruh dunia dengan pervalensi berbeda,
tergantung pada social ekonomi dan demografi. Tukak gaster lebih
banyak dijumpai pada laki-laki lanjut usia dan kelompok social
ekonomi rendah. Insiden dam kekambuhan saat ini menurun sejak
ditemukan kuman helicobacter pylori sebagai penyebab dan dilakukan
terapi eradikasi. Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai
dari pada tukak gaster, seperti di Jepang. Tukak gaster ukuran
lebih besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsy
lebih sering dijumpai dibandingkan tukak duodeni.Anatomi gaster
Epitel gaster terdiri dari rugae yang mengandung gastric
pits/lekukan berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi
empat atau lima kelenjar gaster dari sel-sel epitel khusus.
Kelenjar di daerah cardia terdiri < 5% kelenjar gaster
mengandung mukus dan sel-sel endokrin. Sebagian terbesar kelenjar
gaster (75%) terletak didalam mukosa oksintik mengandung sel-sel
leher mukosa pariental, chief, endokrin dan sel enterokromofin.
Kelenjar pilorik mengandung mukus dan sel-sel endokrin dan didapati
di daerah antrum. Sel pariental juga dikenal sebagai sel oksintik,
biasanya didapati didaerah leher atau isthmus atau kelenjar
oksintik.
Faktor pertahanan mukosa gastro duodenal. Epitel gaster
mengalami iritasi terus menerus oleh 2 faktor perusak :
1. Perusak endogen (HCL, pepsinogen/pepsin dan garam empedu)
2. Perusak eksogen (obat-obatan, alcohol dan bakteri)Sistem
pertahanan mukosa gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan yakni :
pre epitel, epitel/sub epitel.Lapisan pre-epitel berisi
mucus-bikarbonat bekerja sebagai rintangan fisikokemikal terhadap
molekul seperti ion hydrogen, mucus yang disekresi sel epitel
permukaan mengandung 95% air dan campuran lipid dengan
glikoprotein. Lapisan mukosa yang tidak tembus air merintangi
difusi ion dan molekul seperti pepsin. Bikarbonat memiliki
kemampuan mempertahankan perbedaan pH yakni pH 1-2 didalam lumen
lambung dengan pH 6-7 didalam sel epitel.
Sel epitel permukaan adalah pertahanan kedua dengan kemampuan :
menghasilkan mucus, transportasi ionic sel epitel serta produksi
bikarbonat yang dapat mempertahankan pH intraselular ( pH 6 7), dan
intracellular tight junction.
Bila pertahanan sel epitel dapat ditembus oleh factor agresif
maka sel epitel yang berbatasan dengan daerah yang rusak
berpindah/migrasi memperbaiki kerusakan/restitusi. Proses ini bukan
pembelahan sel, memerlukan sirkulasi darah yang baik dan mileu
alkali. Beberapa factor pertumbuhan memegang peran seperti: EGF,
FGF, TGFa dalam membantu proses restitusi.
Patofisiologi tukak peptik Faktor asam lambung No Acid No Ulcer
Schwarst 1910, Pengaturan Sekresi Asam Lambung Sel Parietal.
Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCL, sel peptic
zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCL dirubah jadi pepsin
dimana HCL dan pepsin adalah factor agresif terutama pepsin dengan
mileu pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Membran
plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid
bersifat pendukung barier mukosa. Sel pareintal dipengaruhi factor
genetic, yaitu dapat mempunyai massa sel pariental yang
besar/sekresi lebih banyak. Tukak gaster yang letaknya dekat
pylorus atau dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral
gastritis biasanya disertai hipersekresi asam, sedangkan bila
lokasinya pada tempat lain di lambung/pangastritis biasanya
disertai hiposekresi asam.
Shay and Sun : Balance Theory 1974 :Tukak terjadi bila terjadi
gangguan keseimbangan antara factor agresif/asam dan pepsin dengan
defensive (mucus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa factor
agresif miningkat atau factor defensive menurun.
Helycobakter Pylori (HP), NO HP No Ulcer Warren and Marshall
1983.
HP adalah kuman patogen gram negative berbentuk batang/spiral,
microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung
urease, hidup diantrum, migrasi keproksimal lambung dapat berubah
menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri. HP dapat menyebabkan
gastritis kronis aktif tipe B dan tukak peptikum. Tukak gaster
kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan OAINS sedangkan tukak
duodenum hamper 90% disebabkan oleh HP.
Kebanyakan kuman patogen memasuki barrier dari mukosa gaster,
tetapi HP sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa gaster
ataupun bagian yang lebih dalam dari mukosa tersebut. Bila HP
bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah HP dapat
bertahan didalam suasana asam dilambung, kemudian terjadi penetrasi
terhadap mukosa lambung, dan pada akhirnya HP berkolonisasi
dilambung tersebut. Garis besar pengobatan tukak peptic adalah
eradikasi kuman HP serta pengobatan/pencegahan gastropati
OAINS.Gambaran klinisSecara umum pasien tukak biasanya mengeluh
dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindroma klinik/kumpulan keluhan
beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung,
nyeri ulu hati,sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan
cepat merasa kenyang. Pasien tukak peptik memberikan cirri-ciri
keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman disartai muntah.
Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegagkan diagnosis
tukak gaster karena dyspepsia non tukak juga bias menimbulkan rasa
sakit yang sama.
Gejala - gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu,
atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat
kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak
individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi
atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.
Nyeri, biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul,
seperti tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau
di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan
asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan
merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa
kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks lokal yang
memulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang
dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan
menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali
tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam
dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium
atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.
Ciri khas dari ulkus adalah cenderung sembuh dan kambuh kembali.
Gejalanya bervariasi tergantung dari lokasinya dan usia penderita.
Anak-anak dan usia lanjut bisa tidak memiliki gejala yang umum atau
bisa tidak memiliki gejala sama sekali. Ulkus ditemukan hanya
setelah terjadinya komplikasi.
Hanya separuh dari penderita yang memiliki gejala khas dari
ulkus duodenalis, yaitu nyeri lambung, perih, panas, sakit, rasa
perut kosong dan lapar. Nyeri cenderung dirasakan pada saat perut
kosong. Keluhan biasanya tidak timbul pada saat bangun tidur pagi,
tetapi baru dirasakan beberapa saat kemudian. Nyeri dirasakan terus
menerus, sifatnya ringan atau agak berat dan terlokalisir di tempat
tertentu, yaitu hampir selalu dirasakan tepat dibawah tulang dada.
Minum susu, makan atau minum antasid bisa mengurangi nyeri, tetapi
nyeri biasanya akan kembali dirasakan dalam 2-3 jam kemudian.
Penderita sering terbangun pada jam 1-2 pagi karena nyeri. Nyeri
sering muncul satu kali atau lebih dalam satu hari, selama satu
sampai beberapa minggu dan kemudian bisa menghilang tanpa
pengobatan. Tetapi nyeri biasanya akan kambuh kembali, dalam 2
tahun pertama dan kadang setelah beberapa tahun. Penderita biasanya
memiliki pola tertentu dan mereka mengetahui kapan kekambuhan akan
terjadi (biasanya selama mengalami stres). Gejala ulkus gastrikum
seringkali tidak memiliki pola yang sama dengan ulkus duodenalis.
Makan bisa menyebabkan timbulnya nyeri, bukan mengurangi nyeri.
Ulkus gastrikum cenderung menyebabkan pembengkakan jaringan yang
menuju ke usus halus, sehingga bisa menghalangi lewatnya makanan
yang berasal dari lambung. Hal ini bisa menyebabkan perut kembung,
mual atau muntah setelah makan.
Gambar. Ulkus gastrikum
Penderita esofagitis atau ulkus esofagealis, biasanya merasakan
nyeri pada saat menelan atau pada saat berbaring. Gejala yang lebih
berat akan timbul jika terjadi komplikasi dari ulkus peptikum
(misalnya perdarahan).Pemeriksaan fisis
Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa
sakit atau nyeri ulu hati, dikiri garis tengah perut, terjadi
penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang dapat dijumpai
pada tukak gaster tanpa komplikasi. Perasaan sangant nyeri,
nyeritekan perut, diam tanpa terdenganr peristaltic usus merupakan
tanda peritonitis. Goncangan perut atau succusion splashing
dijumpai 4-5 jam setelah makan disertai muntah-muntah, yang
dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya
merupakan tanda adanya retensi cairan lambung.Pemeriksaan penunjang
: radiologi dan endoskopi
Pemerikasaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat
digunakan dalam menegakkan diagnosis tukak eptik, tetapi
akhir-akhir ini diagnostic tukak peptic lebih dianjurkan
pemeriksaan endoskopi. Gambaran radiologi suatu tukak berupa
cerater atau kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang
teratur keluar dari pinggiran tukak dan niche dan gambaran suatu
proses keganasan lambung biasanya dijumpai suatu filling
devect.
Gambaran endoskopi untuk suatu tukak jinak berupa luka terbuka
dengan pinggiran teratur, mkosa licin dan normal disertai lipatan
yang teratur keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak gaster
akibat keganasan adalah : boorman I atau polipoid, b/II atau
unceratif, b/III atau infiltratif, b/IV atau limitis plastika
(scirrhus). Karena tingginya kejadian keganasan pada tukak gaster
(70%) maka dianjurkan untuk dilakukan biopsy dan endoskopi ulang
setelah 8-12 minggu terapi eradikasi.Diagnosis
Diagnosis tukak gaster ditegakkan berdasarkan:
1. Pengamatan klinis
2. Hasil pemeriksaan penunjang
Komplikasi tukak, komplikasi terdiri atas :
Pendarahan, insiden 15-25%, meningkat pada usia lanjut ( > 60
tahun), akibat adanya penyakit degenerative dan meningkatnya
pemakaian OAINS. Sebagian besar perdarahan berhenti spontan,
sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, bila gagal
dilanjutkan dengan tindakan operasi (15% dari pasien memrlukan
htranspusi darah).
Perforasi atau penetrasi, rasa sakit tiba-tiba, sakit berat,
sakit difus pada perut. Insidensinya 6-7%, hanya 2-3% mengalami
perporasi terbuka ke peritoneum. Perporasi tukak gaster biasanya ke
lobus kiri hati, dapat menimbulkan fistula gastro kolik. Penetrasi
adalah suatu bentuk preporasi yang tidak terbuka atau tanpa
pengeluaran isi lambung Karen tertutup oleh omentum atau organ
perit disekitar.
Stenosis pilorik atau gastric outlet obstruction, insedinsi 1 -
2% dari pasien tukak. Keluhan pasien akibat obstruksi mekanik
berupa cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tecerna, mual,
sakit perut setelah makan atau post prandial atau berat badan
turun. Kejadian obstruksi bias temporer akibat peradangan daerah
perih puilorik tibul odema, spasme, ini akan membaik bila
keradangan sembuh.
Terapi
Tujuan terapi adalah menghilangkan simtom, menyembuhkan tukak
dan mencegah kekambuhan. Terapi terdiri dari :
1. Non medikamentosa
a. Istirahat
Secara umum pasien tukak dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurang berhasil atau ada komplikasi maka dianjurkan rawat inap
dirumah sakit.
b. Diet
Makan lunak apalagi bubur saring, makana yang mengandung susu
tidak lebih baik dari makan biasa, karena makanan halus dapat
merangsang pengeluaran aam lambung. Dalam hal ini dianjurkan
pemberian makan dalam dalam jumlah yang moderat dan menghindari
makanan pedas, makan mengandung asam, merookok, dan alkohol.
c. Obat-obatan
Sebaik nya pemakaian OAINs dihindari, bila diperlukan dosisi
OAINS diturunkan atau dikombinasikan dengan ARH2 /PPI
/misoprostrol.2. Medikamentosa
a) Antasida
Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari dan sebelum tidur
3 jam setelah makan). Efek samping berinteraksi dengan obat
digitalis, INH, barbitural, salisat dan kanidin. Antasida
mengandung calcium carbonat menimbulkan MAS / Milk Alkaline
Syndrome dan progresi kearah gagal ginjal.
b) Obat penangkal kerusakan mukus
Koloid bismuth, dosis 2 x 2 tablet sehari. Mekanisme kerja
membentuk lapisan penagkal bersama protein pada dasr tukak dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin,.
Sukraifat. Suatu komplek garan sukrosa diama grup hidroksil
diganti dengan alumunium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja
melakui pelepasan katub alumunium hidroksida yang berkaitan dengan
katub positif molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada
dasar tukak, yang melindungi tukak dari pengaruh agresif asam dan
poepsin. Dosis : 4 x 1 gram sehari.
Prostaglandin. Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung
menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran
darahmukosa serta pertahan dan perbaikan mukosa. Dosis 4 x 200 mg
atau 2 x 400 mg pagi dan malam hari.
Antagonis reseptor H2/ARH2. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat
dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Dosis terapeutik :
Simetidin: dosis 2 x 400 mg atau 800 mg malam hari
Ranitidin: 300 mg malam hari
Nizatidin: 1 x 300 mg malam hari
Famotidin: 1 x 40 mg malam hari
Roksatidin : 2 x 75 mg atau 150 mg malam hari
Proton pump inhibator / PPI. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir kerja enzim K+ H+- ATPase yang akan memecah K+ H+- ATP
menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarka asam HCL dari
kanakuli sel parietal kedalam lumen lambung. Dosis : Omeprazole 2 x
20 mg, Lansoprazole 2x 40 mg.Penatalaksanaan Infeksi Helicobakter
Pylori
Regimen terapi
Terapi tripel, (1) Proton pup inhibitor (PPI) 2x1 + amoksisilin
2x1000 + klaritomisin 2x500 rejimen terbaik, (2) PPI 2x1 +
metronidazol 3x500 + claritromisin 2x500 (bila alergi penisilin)
(3) PPI 2 x 1 metronidazol 3x500 + 2x100 ; kombinasi yang termurah
(4) PPI 2x1 + metronidazol 3x500 + metronidazol 3x500 + tetraksilin
4x500, bila alergi terhadap klaritromisin dan penisilin.
Terapi kuadrupel. Jika gagal dengan terapi tripel, maka
dianjurkan memberikan regimen terapi kuadrupel yaitu : PPI
2xsehari. Bismuth subsalisilat 4x2 tab, MNZ 4x250, tetrasiklin
4x500, bila bismuth tidak tersedia diganti dengan tripel
terapi.
Tindakan Operasi
Prosedur operasi yang dialkukan pada penyakit tukak gaster
ditentukan adanya
penyertaan tukak duedenum : (1) tukak antrium dilakukan
anterektomi dan bilroth 1 anastomosis, bila disertai TD dilakukan
vagotomi. (2) tukak gaster dekat EG junction tindakan operasi
dilakukan lebih radikal /sub total gastrektomi dengan
Roux-en-Y/esofagogastro jejunostomi. Komplikasi operasi : Primer
akibat perubahan anatomi gaster pada pasca operasi, semakin radikal
tindakan operasi semakin kurang kekambuhan tukak tapi semakin
meningkat komplikai pasca operasi.
GASTRITIS
Secara sederhana defenisi gastritis adalah proses inflamasi pada
mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan
kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena
diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan
pemeriksaan histopatologi
Pada sebagian besar kasus inflamasi mukosa gaster tidak
berkorelasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya
keluhan dan gejala klinis pasien berkorelasi positif dengan
komplikasi gastritis. Jenis-jenis GastritisGastritis didefenisikan
sebagai peradangan mukosa lambung. Sejauh ini, mayoritas kasus
adalah gastritis kronis, tetapi kadang-kadang ditemukan bentuk khas
gastritis akut.
a. Gastritis kronis
Gastritis kronis didefenisikan sebagai peradangan mukosa kronis
yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel.
Grastitis kronis terjadi karena kombinasi pengaruh enzim dan toksin
bakteri serta pengeluaran zat kimia merugikan oleh neutrofil yang
datang. Pasien dengan gastritis kronis dan Helicobacter pylori
biasanya memperlihatkan perbaikan gejala bila mendapat terapi anti
mikroba dan kekambuhan dilaporkan berkaitan dengan kemunculan
kembali organisme ini. Bentuk lain dari gastritis kronis adalah
Gastritis autoimun, yang terjadi akibat autoantibodi terhadap sel
parietal kelenjar lambung, khususnya terhadap enzim penghasil asam
H+ K+-ATPase. Cedera autoimun menyebabkan kerusakan kelenjar dan
atrofi mukosa sehingga produksi faktor intrinsik dan asam
berkurang.
Gastritis kronis biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala,
dapat timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan muntah.
Apabila pada gastritis autoimun terjadi banyak kehilangan sel
parietal biasanya terdapat hipoklorhidria atau aklorhidria (mengacu
oada kadar asam hidroklorida di lumen lambung) dan
hipergastrinemia.
b. Gastritis akut
Gastritis akut adalah proses peradangan mukosa akut, biasanya
bersifat transien. Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam
mukosa dan yang lebih parah terlepasnya epitel mukosa superfisial
(erosi). Gastritis akut sering berkaitan dengan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pemakaian obat antiinflamasi non steroid (NSAID), terutama
aspirin dalam jumlah besar.
2. Konsumsi alkohol berlebihan
3. Banyak merokok
4. Pemberian obat kemoterapi antikanker
5. Uremia
6. Infeksi sistemik (misalnya, salmonelosis)
7. Stres berat (misalnya, trauma, luka bakar, pembedahan).
8. Iskemia dan syok
9. Upaya bunuh diri dengan cairan asam dan basa
10. Trauma mekanis (misalnya, intubasi nasogastrik)
11. Setelah gastrektomi distal disertai refluks bahan yang
mengan dung empedu
Satu atau lebih pengaruh berikut diperkirakan berperan dalam
berbagai situasi ini: gangguan lapisan mukus lekat, rangsangan
sekresi asam disertai difusi balik ion hidrogen ke dalam epitel
superfisial, berkurangnya pembentukan dapar bikarbonat oleh sel
epitel superfisial, berkurangnya aliran darah ke mukosa, dan
kerusakan langsung pada epitel.EtiologiInfeksi kuman Helicobacter
Pylori merupakan kausa gastritis yang amat penting. Dinegara
berkembang prevalensi infeksi Helicobacter Pylori pada orang dewasa
mendekati 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensi infeksi
Helicobacter Pylori lebih tinggi lagi. Hal ini menunjukkan
pentingnya infeksi pada masa balita. Di indonesia, prevalensi
infeksi kuman Helicobacter Pylori yang di nilai dengan urea breath
test pada lpasien dispepsi dewasa,menunjukkan tendensi menurun. Di
negara maju, prevalensi infeksi kuman Helicobacter Pylori pada anak
sangat rendah. Di antara orang dewasa prevalensi infeksi kuman
Helicobacter Pylori lebih tinggi dari pada anak-anak tetapi lebih
rendah dari pada di negara berkembang yakni sekitar 30%.
Penggunaan antibiotika, terutama untuk infeksi paru dicurigai
mempengaruhi penularan kuman dikomunitas karena antibiotika
tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobacter Pylori, walaupun
persentase keberhasilannya rendah. Pada awal infeksi oleh kuman
Helicobacter Pylori mukosa lambung akan menunjukkan respons
inflamasi akut. Secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan
tukak multipel antrum atau lesi hemorogik. Gastritis akut akibat
Helicobacter Pylori sering diabaikan oleh pasien sehingga
penyakitnya berlanjut menjadi kronik.
Gangguan fungsi sistem imun dihubungkan dengan gastritis kronik
setelah ditemukan autoantibiotika terhadap faktor intrinstik dan
terhadap secretory canalicular structure sel parietal pada pasien
dengan anemia pernisiosa. Antibodi terhadap sel parietal mempunyai
korelasi yang lebih baik dengan gastritis kronik korpus dalam
berbagai gradasi, dibandingkan dengan antibodi terhadap faktor
intristik. Pasien gastritis kronik yang mengandung antibodi sel
parietal dalam serumnya dan menderita anemia pernisiosa, mempunyai
cii-ciri khusus sebagai berikut : Menderita gastritis kronik yang
secara histologik menunjukkan gambaran gastritis kronik atropik,
Predominasi korpus dan pada pemeriksaan darah menunjukkan
hipergastrinemia.
Pasien-pasien tersebut sering juga menderita penyakit lain yang
diakibatkan oleh gangguan fungsi sistem imun. Masih harus di
buktikan bahwa infeksi kuman Helicobacter Pylori dapat menjadi
pemacu reaksi imunologis tersebut. Kecurigaan terhadap peran
infeksi Helicobacter Pylori diawali dengan kenyataan bahwa pasien
yang terinfeksi oleh kuman Helicobacteri Pylori mempunyai antibodi
tehadap secretory canalicular structure sel parietal jauh lebih
tinggi dari pada mereka yang tidak terinfeksi.
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa
lambung misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jenis
virus tersebut dapat menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara
histopatologi tidak spesifik. Hanya cytomegalovirus yang dapat
menimbulkan gambaran histopatologi yang khas infeksi
cytomegalovirus pada gaster biasanya merupakan bagian dari infeksi
pada banyak organ lain, terutama pada organ muda dan
imunocompromized.
Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae
dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien
immunocompromized. Pasien yang sistem imunya baik biasanya tidak
dapat terinfeksi oleh jamur. Sama dengan jamur, mukosa lambung
bukan tempat yang mudah terkena infeksi parasit.
Obat anti inflamasi nonsteroid merupakan penyebab gastropati
yang amat penting. Gastropati akibat OAINS bervariasi sngat luas,
dari hanya berupa keluhan nyeri ulu hati sampai pada tukak peptik
dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian
atas.Diagnosis
Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunuai keluhan
biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering di
hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati
disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan tersebut
sebenarnya tidak berkorelasi baik dengan gastritis. Keluhan-keluhan
tersebut juga tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi
keberhasilan pengobatan. Pemeriksaan Fisis juga tidak dapat
memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan
histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai
dengan update Sydney System yang mengharuskan mencantumkan
topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah
eritema,eksudatif, flat-erosion.,raised
erosion,perdarahan,edematous rugae. Perubahan-perubahan
histopatologi selain menggambarkan perubahan morfologi sering juga
dapat menggambarkan proses yang mendasari,misalnya otoimun atau
respon adaptif mukosa lambung. Perubahan-perubahan yang terjadi
berupa degradasi epitel,hyperplasia fovaeolar, infiltrasi netrofil,
inflamasi sel mononuklear, folikel limpoid, atropi, intestinal
metaplasia, hyperplasia sel endoktrin, kerusakan sel parietal.
Pemeriksaan histopatologi sebaiknya juga menyertakan pemeriksaan
kuman Helicobacter Pylori.PENGOBATAN
Pengobatan gastritis akibat infeksi kuman Helicobacter Pylori
bertujuan untuk melakukan eradikasi kuman tersebut. Pada saat ini
indikasi yang telah disetujui secara universal untuk melakukan
eradikasi adalah infeksi kuman Helicobacter Pylori yang ada
hubungannya dengan tukak peptik dan yang berhubungan dengan low
grade B cell lymphoma. Sedangkan pasien yang menderita dispepsia
non tukak, walaupun berhubungan dengan infeksi kuman Helicobacter
Pylori eradikasi terhadap kuman tersebut masih menjadi perdebatan.
Eradikasi dilakukan dengan kombinasi antara berbagai antibiotik dan
proton pump inhibotor (PPI). Antibiotika yang dianjurkan adalah
klaritomisin,amoksisilin,metronidazol dan tetrasiklin. Bila PPI dan
kombinasi 2 antibiotika gagal dianjurkan menambahkan bismuth
subsalisilat/subsitral.Contoh Regimen untuk Eradikasi Infeksi
Helicobacter pylori
OBAT 1OBAT 2OBAT 3OBAT 3
PPI Dosis gandaKlarithomisin
(2 x 500 mg)Amoksisilin
(2 x 100 mg)
PPI Dosis gandaKlarithomisin
(2 x 500 mg)Metronidazol
(2 x 500 mg)
PPI Dosis gandaTetrasiklin
(4 x 500 mg)Metronidazol
(2 x 500 mg)Subsalisilat/ subsitral
Gastritis lomfositik, sering ada hubungannya dengan infeksi
Helicobacter Pylori, bila hal itu terbukti, eradikasi dapat
dilakukan dan sering kali membawa perbaikan. Belum ada terapi
khusus untuk gastritis limfositik idiopatik. PPI dosis standar
dapat dicoba dan sering kali memberikan perbaikan.Sedangkan
gastritis limfositik yang menyertai penyakit lain,misalnya
enteropati gluten,pengelolaan ditujukan kepada penyakit primer.
PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL
Defenisi
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal reflux
disease / GERD) adalah suatu keadaan patologis sebagai refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus, dengan berbagai gejala yang
timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran
nafas. Telah diketahui bahwa refluks kandungan lambung ke esofagus
dapat menimbulkan berbagai gela di esofagus maupun ekstra-esofagus,
dapat menyebabkan komplikasi yang berat seperti striktur, Barretts
esophagus bahkan adenokarsinoma di kardia dan esofagus. Banyak ahli
yang menggunakan istilah esofagitis refluks, yang merupakan keadaan
terbanyak dari penyakit refluks gastroesofageal.
Etiologi dan PatogenesisPenyakit refluks gastroesofageal
bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat
refluks gastroesofageal apabila :
1) Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan
refluksat dengan mukosa esofagus.
2) Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus,
walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak
cukup lama.
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi
(high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower
esophageal sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan
dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang
terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograde yang terjadi pada
saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah ( < 3 mmHg). Refluks gastroesofageal pada pasien GERD
terjadi melalui 3 mekanisme:
1) Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak
adekuat
2) Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES
setelah menelan.
3) Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya
GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensive dari esofagus
dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor
defensive esofagus adalah : Pemisah Antiefluks. Pemeran terbasar
pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang
normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES :
1) Adanya hiatus hernia
2) Panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya)
3) Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergic,
theofilin, opiat dan lain-lain.
4) Faktor hormonal. Selama kehamilan peningkatan kadar
progesterone dapat menurunkan tonus LES.
Namun dengan berkembangnya teknik pemeriksaan manometri, tampak
bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang
berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES
relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan
berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.
Belum diketahui bagaimana terjadinya TLESR ini, tetapi pada
beberapa individu diketahui ada hubungannya dengan pengosongan
lambung lambat (delayed gastric emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan
gejala GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang
waktu yang dibutuhkan untuk bersihan asam dari esofagus serta
menurunkan tonus LES.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan
kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh
proses menelan. Sisanya akan di netralisir oleh bikarbonat yang
disekresi oleh kelenjar saliva dan kelenjar esofagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak
antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit esofagus)
makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian pasien
GERD ternyata memiliki waktu transit esofagus yang normal sehingga
kelainan yang timbul disebabkan karena peristaltik esofagus yang
minimal.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi
menimbulkan kerusakan esofagus karena selama tidur sebagian besar
mekanisme bersihan esofagus tidak aktif.
Ketahanan Epitelial Esofagus. Berbeda dengan lambung dan
duodenum, esofagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi
mukosa esofagus. Mekanisme ketahanan epithelial esofagus terdiri
dari :a) Membran sel
b) Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi
difusi H+ ke jaringan esofagus.
c) Aliran darah esofagus yang mensuplai nutrien, esofagus dan
bokarbonat serta mengeluarkan ion H+ dan CO2d) Sel-sel esofagus
mempunyai kemampuan untuk mentransport ion H+ dan CL- intraselular
dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular
Nikotin dapat menghambat transport Na+ melalui epitel esofagus,
sedangkan alkohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel
terhadap ion H. yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi
daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya
rusak refluksat terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, enzim
pankreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang
dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esofagus makin meningkat
pada pH 40 tahun.
Penatalaksanaan
Walaupun keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat
kemungkinan timbulnya komplikasi jangka panjang berupa ulserasi,
striktur esofagus maupun esofagus Barrett yang merupakan keadaan
premaligna, maka seyogyanya penyakit ini mendapatkan
penatalaksanaan yang adekuat.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi
gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir
ini mulai dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD
adalah:
a) Menyembuhkan lesi esofagus
b) Menghilangkan gejala/keluhan
c) Mencegah kekambuhan
d) Memperbaiki kualitas hidup
e) Mencegah timbulnya komplikasi
Modifikasi Gaya Hidup
Merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan GERD, namun
bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada studi yang
dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini
bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah
kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
sebagai berikut:
1) Meninggikan posisi kepala pada tidur serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama
tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esofagus.
2) Berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya
dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi
sel-sel epitel.
3) Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan
yang dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi
lambung.
4) Menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta
menghindari pakaian ketat sehingga dapat menguranggi tekanan intra
abdomen.
5) Menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam.
6) Jika kemungkinan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan
tonus LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiat,
antagonis kalsium, agonist beta adrenergic, progesterone.
Terapi MedikamentosaTerdapat dua alur pendekatan terapi
medikamentosa, yaitu step up dan step down. Pada pendekatan step up
pengobatan dimulai dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat
dalam menekan sekresi asam (agonis reseptor H2) atau golongan
prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi asam
yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa
proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai
dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi
pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau
antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antasid.
Antasid. Golongan obat ini cukup eektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi
esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Kelemahan
golongan ini adalah :1) Rasa kurang menyenangkan
2) Dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium
serta konstipasi terutama antasid yang mengandung alumunium.
3) Penggunaannya sagat terbatas pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal.
Antagonis Reseptor H2. Yang termasuk golongan obat ini adalah
simetidin, raniditin, famotidin dan nizatidin. Sebagai penekan
sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi
dan dosis untuk terapi ulkus.
Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
KARSINOMA ESOFAGUSEtiologi
Pada karsinoma esophagus tidak diketahui adanya satu factor
tunggal tertentu sebagai penyebab terjadinya kanker ini. Aneka
ragam factor etiologi diperkirakan berperan dalam etiopatogenesis
kanker tersebut yaitu factor lingkungan, factor diet, kebiasaan
merokok dan konsumsi alcohol, iritasi kronik pada mukosa, dan
cultural.
Diagnosis
Gambaran klinis. Harapan terbaik untuk pengelolaannya adalah
jika tumor ditemukan pada seseorang yang asimtomatik yang mengalami
evaluasi untuk suatu sebab. Keluhan pasien yang bersifat
samar-samar dan progresif mengakibatkan diagnosis sering
terlambat.
Disfagia merupakan gejala paling sering ditemukan terjadi pada
lebih 90% kasus. Pada keadaan ini penyakit sudah terlampau lanjut
untuk direseksi. Beberapa macam upaya boasanya dilakukan pasien
untuk mengatasi disfagia yaitu: 1) sering minum pada saat makan, 2)
makan makanan yang lebih cair, 3) makan secara lambat. Disfagia
akan progresif sejalan lamanya sakit. Pada mulanya disfagia terjadi
pada saat memakan makanan padat, kemudian tidak dapat menelan
makanan padat dan pada akhirnya tidak dapat menelan makan cair
termasuk saliva yang selalu keluar meleleh dari mulut. Perdarahan
pada tumor mengakibatkan anemia difisiensi besi. Atau hematemesis
dan melena.Pemeriksaan jasmani
Hasil pemeriksaan jasmani jarang dapat membantu menegakkan
diagnosis kanker esophagus, tetapi penemuan adanya kelainan fisis
akan bermanfaat dalam menentukan prognosis.
Diagnosis pencitraanPada foto dada, air - fluid level di daerah
mediastinum menunjukkan adanya cairan yang tertahan didalam lumen
esophagus yang berdilatasi. Mungkin terdapat kelainan lain berupa
metastasis tomor di paru-paru, metastasis ketulang, pneumonia,
pneumoperikardium, deviasi trakea, efusi pleura, dan
limtadenopati.
Endoskopi
Pemeriksaan ini mutlak dikerjakan pada kasus yang diduga kanker
esophagus terutama jika esofagogram normal. Pada saat endoskopi
juga dilakukan biopsy jaringan.
Komplikasi
Terjadi akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor.
Selain itu komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor.
Invasi oleh tumor dapat terjadi ke struktur di sekitar
mediastinum.
Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi sampai perdarahan akut masif. Pasien sering
tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan system imun yang
kemudian akan menyulitkan terapi.
Terapi
Sebelum merencanakan dan memberikan terapi pada karsinoma
esophagus, perlu dilakukan penentuan stadium dan pengelompokan
stadium tumor. Penentuan tingkatan tumor ini dimulai dengan
anamnesis dan pemeriksaan jasmani yang teliti, dilengkapi dengan
pemeriksaan laboratorium. Prosedur dilanjutkan dengan esofagografi
memakai suspense barium, foto dada, CT scan dada dan abdomen. Pada
kasus tertentu perlu dilakukan bronkoskopi, mediastinoskopi, atau
sidik tulang.
Karsinoma esophagus bersifat radiosensitive. Pada kebanyakan
pasien, radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor.
Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fistula dan
perdarahan. Kadang-kadang dijumpai komplikasi kardiopulmonal.
Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terpi bedah dan
terapi radiasi. Biasanya digunakan kemotrapi kombinasi misalnya
kombinasi sisplatin bersama bleomisin dan 5- FU memberikan respons
sempurna pada 37% dan respons parsial pada 200;0.
Adenokarsinoma EsofagusEtiologi
Telah diketahui bahwa esophagus barrett merupakan keadaan
pramaligna untuk adenokarsinoma esophagus. Keadaan ini disertai
esofagitis kronik refluks, tidak terbukti adanya kaitan dengan
alcohol dan rokok. Perbedaan epidemiologis lainnya adalah
adenokarsinoma jarang ditemukan pada ras kulit hitam.
Kebanyakan tumor ini terdapat dekat esopagogestrik junction
cenderung masif dan invasive serta menyebar kekelenjar ragional
jarang bermanifestasi kehati.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi disertai
biopsy. Penentuan stadium tumor dikenakan dengan radiografi memakai
kontras dan CT scan.
Komplikasi dapat berupa obstruksi, perdarahan, perforasi dan
pembentukan fistula.
Terapi
Pada adenokarsinoma esophagus biasanya dikenakan reseksi
ekstensif. Sebagian esophagus yang dibung diganti oleh satu segmen
kolon transfersum, diikuti komoterapi seperti yang biasa diberikan
pada karsinoma gaster.BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari penyusunan makalah ini ditemukan beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan tujuan pembuatan dan judul dari makalah, berikut
merupakan beberapa kesimpulan yang dapat diambil :
1) Dispepsia adalah kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yg menetap
/mengalami kekambuhan. 2) Hampir setiap orang menghasilkan asam
lambung, tetapi hanya 1 diantara 10 yang membentuk ulkus. Setiap
orang menghasilkan asam lambung dalam jumlah yang berlainan dan
pola pembentukan asam ini cenderung menetap sepanjang hidup
seseorang.3) Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya dispepsia.
Diantaranya : menelan udara (aerofagi), regurgitasi (alir balik,
refluks) asam dari lambung, iritasi lambung (gastritis), ulkus
gastrikum atau ulkus duodenalis, kanker lambung peradangan kandung
empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna
susu dan produknya), kelainan gerakan usus, stress psikologis,
kecemasan, atau depresi dan infeksi Helicobacter pylory.4) Ulkus
gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang
lengkung atas lambung. Jika sebagian dari lambung telah diangkat,
bisa terjadi ulkus marginalis, pada daerah dimana lambung yang
tersisa telah disambungkan ke usus. 5) Regurgitasi berulang dari
asam lambung ke dalam kerongkongan bagian bawah bisa menyebabkan
peradangan (esofagitis) dan ulkus esofagealis. Ulkus yang terjadi
dibawah tekanan karena penyakit berat, luka bakar atau cedera
disebut ulkus karena stres.3.2 SARAN
Dalam penyelesaian makalah ini kami juga memberikan saran bagi
para pembaca dan mahasiswa yang akan melakukan pembuatan makalah
berikutnya :
1. Kombinasikan metode pembuatan makalah berikutnya.
2. Pembahasan yang lebih mendalam disertai gambaran-gambaran
anatomi/gambar pendukung lainnya yang lebih jelas.
3. Pembahasan secara langsung dengan evidence based medicine
yang benar benar upto-date.
Beberapa poin diatas merupakan saran yang kami berikan apabila
ada pihak-pihak yang ingin melanjutkan penelitian terhadap makalah
ini, dan demikian makalah ini disusun serta besar harapan nantinya
makalah ini dapat berguna bagi pembaca khususunya mahasiswa
fakultas kedokteran UISU semester II/2009 dalam penambahan wawasan
dan ilmu pengetahuan.
PAGE 34