ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGANGANGGUAN SISTEM PERSARAFAN
AKIBATGUILLINE BARE SYNDROME
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem
Persarafan Semester I Tahun Ajaran 2012-2013
Disusun Oleh :
Heni NuraeniNIM.13SPK277015Budi HilmansyahNIM.13SPK277012
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATANMUHAMMADIYAH CIAMISi
2013KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan mengambil pembahasan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Persarafan Akibat Cidera Modulla
Spinalis.Dalam pembentukan makalah ini tentu banyak
hambatan-hambatan yang penulis temukan, akan tetapi atas bantuan
dan dukungan semua pihak makalah ini dapat terselesaikan, oleh
karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikannya dengan baik.Penulis menyadari bahawa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Ciamis, Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARiDAFTAR ISIiiBAB I PENDAHULUAN1A. Latar Belakang
Masalah1B. Tujuan Penulisan21. Tujuan umum22. Tujuan khusus2C.
Sistematik Penulisan2D. Metode Penulisan3BAB II TINJAUAN TEORI4A.
Pengertian4B. Etiologi4C. Patofisiologi5D. Manifestasi Klinis6E.
Pemeriksaan Diagnostik7F. Komplikasi8G. Penatalaksanaan10BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN12A. Pengkajian12B. Analisis
Data16C. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Berdasarkan Prioritas
Masalah17D. Perencanaan Tindakan Keperawatan17BAB IV
SIMPULAN20DAFTAR PUSTAKA22
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangCidera medulla spinalis adalah suatu kerusakan
fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu
lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2 dan/atau di
bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.Cidera
medulla spinalis diklasifikasikan sebagai komplet : kehilangan
sensasi fungsi motorik volunter total dan tidak komplet : campuran
kehilangan sensasi dan fungsi motorik volunter (Marilynn E.
Doenges,1999;338).Cidera medulla spinalis adalah masalah kesehatan
mayor yang mempengaruhi 150.000 orang di Amerika Serikat, dengan
perkiraan10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini
lebih dominan pada pria usia muda sekitar lebih dari 75% dari
seluruh cedera (Suzanne C. Smeltzer,2001;2220). Data dari bagian
rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati didapatkan dalam 5
bulan terakhir terhitung dari Januari sampai Juni 2003 angka
kejadian untuk fraktur adalah berjumlah 165 orang yang di dalamnya
termasuk angka kejadian untuk cidera medulla spinalis yang
berjumlah 20 orang (12,5%).Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi
pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan
kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak
dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan
dengan perubahan hormonal (menopause) (di kutip dari Medical
Surgical Nursing, Charlene J. Reeves,1999).Klien yang mengalami
cidera medulla spinalis khususnya bone loss pada L2-3 membutuhkan
perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan kebutuhan ADL dan dalam
pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien juga
beresiko mengalami komplikasi cedera spinal seperti syok spinal,
trombosis vena profunda, gagal napas; pneumonia dan hiperfleksia
autonomic. Maka dari itu sebagai perawat merasa perlu untuk dapat
membantu dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
cidera medulla spinalis dengan cara promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien
dapat terhindar dari masalah yang paling buruk.
B. Tujuan Penulisan1. Tujuan UmumUntuk memberikan pengalaman
nyata tentang asuhan keperawatan dengan kasus cidera medulla
spinalis bone loss L2-3.2. Tujuan Khususa. Mampu mengidentifikasi
data yang menunjangb. Mampu menentukan diagnosa keperawatanc. Mampu
menulis definisi diagnosa keperawatand. Mampu menjelaskan rasional
diagnosa keperawatane. Mampu memprioritaskan diagnosa keperawatanf.
Mampu menyusun rencana keperawatan untuk masing-masing diagnosa
keperawatang. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klienh.
Mampu melaksanakan evaluasii. Mampu mengidentifikasi faktor
penghambat dan penunjang dalam melaksanakan asuhan keperawatanj.
Mampu mengidentifikasi dalam pemberian penyelesaian masalah
(solusi).
C. Sistematik PenulisanPenulisan makalah ini terdiri dari 4 BAB,
dengan sistematika penulisan sebagai berikut:BAB I:PENDAHULUAN
Merupakan Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, sistematika penulisan dan metode penulisan.
BAB II:TINJAUAN TEORITIBab ini menguraikan tentang Tinjauan
Teoritis yang berisikan tentang teori tentang Cidera medulla
spinalis meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan
gejala, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan penetalaksanaan
medic.BAB III :KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANBab ini menguraikan
tentang konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan klien
gangguan system persarafan akibat trauma cidera medulla spinalis
meliputi pengkajian, analisa data, diagnose keperawatan dan
perencanaan tindakan keperawatan.BAB IV :KESIMPULAN Bab ini
membahas tentang uraian kesimpulan dari seluruh proses keperawatan
dan rekomendasi pada tahap keperawatan yang terdiri dari tahap
pengkajian dan diagnosa keperawatan, tahap perencanaan keperawatan,
tahap pelaksanaan keperawatan dan evaluasi.
D. Metode PenulisanMetode penulisan makalah ini dengan cara
mempelajari buku-buku dari berbagai literatur baik dari
perpustakaan maupun materi kuliah sebagai acuan dan landasan dalam
berfikir dan bertindak serta mengambil materi dari artikel, jurnal
dan sumberlain dari internet.
BAB IITINJAUAN TEORI
A. PENGERTIANCidera medula spinalis adalah suatu kerusakan
fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan pada daerah medulla
spinalis (Brunner & Suddarth, 2001)Cidera medulla spinalis
adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan
gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai : Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi
motorik total) Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi
motorik)Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas.
Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf
frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum
alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
B. ETIOLOGIPenyebab dari cidera medulla spinalis yaitu :1.
Kecelakaan otomobil, industri2. Terjatuh, olah-raga, menyelam3.
Luka tusuk, tembak4. Tumor. Menurut Arif Muttaqin (2005, hal.
98-99) terdapat enam mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis
yaitu : fleksi, fleksi dan rotasi, kompresi vertikal,
hiperekstensi, fleksi lateral, dan fraktur dislokasi. Lebih
jelasnya akan dijelaskan dibawah ini:1. Fleksi.Trauma terjadi
akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.2.
Fleksi dan rotasi.Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang
bersama-sama dengan rotasi.3. Kompresi vertikal (aksial).Trauma
vertikal yang secara langsung mengenai vertebra akan menyebabkan
kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta
badan vertebra secara vertikal.4. Hiperekstensi atau
retrofleksi.Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi
kombinasi distraksi dan ekstensi5. Fleksi lateral.Kompresi atau
trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan
sendi faset.6. Fraktur dislokasi.Trauma yang menyebabkan terjadinya
fraktur tulang belakang dan dislokasi pada tulang belakang.
C. PATOFISIOLOGIKerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio
sementara (pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan
kompresi substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi)
sampai transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).Bila
hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal,
segera sebelum terjadi kontusio atau robekan pada cedera,
serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah
ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi
proses patogenik menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cidera
medulla spinalis akut.Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang
menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.Cidera
medulla spinalis dapat terjadi pada lumbal 1-5 Lesi 11 15 :
kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan
bagian dari bokong. Lesi L2 : ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3
atas dari anterior paha. Lesi L3 : Ekstremitas bagian bawah. Lesi
L4 : Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha. Lesi L5 :
Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
D. MANIFESTASI KLINIS1. Nyeri akut pada belakang leher, yang
menyebar sepanjang saraf yang terkena2. Paraplegia3. Tingkat
neurologik4. Paralisis sensorik motorik total5. Kehilangan kontrol
kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)6. Penurunan
keringat dan tonus vasomoto7. Penurunan fungsi pernafasan8. Gagal
nafas(Diane C. Baughman, 200 : 87)Tanda spinal shock (pemotongan
komplit ransangan), meliputi: Flaccid paralisis dibawah batas luka,
hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek
spinal dibawah batas luka, hilangnya tonus vaso motor
(Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah batas luka, inkontinensia
urine dan retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis
spasticPemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid
paralisis, tidak simetrisnya hilangnya reflek dibawah batas luka,
beberapa sensasi tetap utuh dibawah batas luka, vasomotor menurun,
menurunnya blader atau bowel, berkurangnya keluarnya keringat satu
sisi tubuhSindroma cidera medula spinalis sebagian :
1. Anterior Paralisis dibawah batas luka (trauma) Hilangnya
sensasi nyeri dan temperatur dibawah batas luka Sensasi sentuhan,
pergerakan, posisi dan vibrasi tetap2. Central Kelemahan motorik
ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah3. Sindroma
brown sequardTerjadi akibat trauma pada bagian anteror dan
posterior pada satu sisi Ipsilateral paralisis dibawah trauma
Ipsilateral hilangnya sentuhan, vibrasi, proprioseption dibawah 4.
Trauma Kontralateral hilangnya sensasi nyeri dan temperatur dibawah
lesi
E. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK1. Sinar X spinalMenentukan lokasi dan
jenis cedera tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi2. Skan ctMenentukan tempat
luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural3.
MRIMengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi4. Mielografi.Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal
vertebral) jika faktor putologisnya tidak jelas atau dicurigai
adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis (biasanya
tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi). Foto ronsen
torak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan
padadiafragma, atelektasis) Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas
vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi maksimal khususnya
pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada trauma
torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal). GDA
: Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi(Marilyn
E. Doengoes, 1999 ; 339 340)
F. KomplikasiKerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (
dimana pasien sembuh sempurna ) sampai kontusio, laserasi, dan
komperensi substansi medula ( baik salah satu atau dalam kombinasi
), sampai transaksi lengkap medula ( yang membuat pasien paralisis
dibawah tingkat cidera ).Bila hemoragi terjadi pada daerah
spinalis,darah dapat merembes keekstra dural,subdural,atau daerah
subarakhloid pada kanal spinal.Setelah terjadi kontisio atau
robekan akibat cidera,serabut-serabut saraf mulai membengkak dan
hancur.Sirkulsi darah kesubtansia grisea medula spinalis menjadi
terganggu.Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami
herniasi nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa
dengan bertambahnya usia. Selain itu,serabut-serabut itu menjadi
kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya
perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus,dan menekan
radiks saraf spinal.1. Pendarahan MikroskopikPada semua cidera
madula spinalis atau vertebra,terjadi perdarahan-perdarahan
kecil.Yang disertaireaksi peradangan,sehingga menyebabkan
pembengkakan dan edema dan mengakibatkan terjadinya peningkatan
tekanan didalam dan disekitar korda.Peningkatan tekanan menekan
saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan
secara drastis meningkatkan luas cidera korda.Dapat timbul jaringan
ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.2.
Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik, Dan Refleks.Pada cidera spinal
yang parah, sensasi,kontrol motorik, dan refleks setingg dan
dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok
spinal. Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas
kedua segen diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi
sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai dari dua
segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap
hilangnya kontor sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila
korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.3.
Syok Spinal.Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua
refleks-refleks dari dua segme diatas dan dibawah tempat cidera.
Repleks-refleks yang hilang adalah refleks yang mengontrol postur,
fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan
suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua
muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak,
yang bekerja untuk mempertahankan fungsi refleks.Syok spinl
biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama.
Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang
ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung
kemih dan rektum.4. Hiperrefleksia Otonom.Kelainan ini dapat
ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang
meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom
dapat timbul setiap saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu
rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis dan mencetukan
suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf
simpatis.Dengan diaktifkannya sistem simpatis,maka terjadi
konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah
sistemPada orang yang korda spinalisnya utuh,tekanan darahnya akan
segera diketahui oleh baroreseptor.Sebagai respon terhadap
pengaktifan baroreseptor,pusat kardiovaskuler diotak akan
meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan
denyut jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan
terhenti dan terjadi dilatasi pembuluh darah.Respon parasimpatis
dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan tekanan darah
kenormal.Pada individu yang mengalami lesi korda,pengaktifan
parasimpatis akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan
vasodilatasi diatas tempat cedera,namun saraf desendens tidak dapat
melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks simpatis
dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.Pada hiperrefleksia
otonom,tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg
sistolik,sehingga terjadi stroke atau infark miokardium.Rangsangan
biasanya menyebabkan hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung
kemih atau rektum,atau stimulasi reseptor-reseptor permukaan untuk
nyeri.5. ParalisisParalisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan
motorik volunter.Pada transeksi korda spinal,paralisis bersifat
permanen.Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada
transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut
kuadriplegia.Paralisis separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi
korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.Apabila hanya separuh korda
yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.a.
Autonomic Dysreflexia terjadi adanya lesi diatas T6 dan
CervicalBradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak,
sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffnessb. Fungsi
SeksualImpotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada
wanita kenikmatan seksual berubah
G. Penatalaksanaan Cedera Medula Spinalis (Fase Akut)Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk mencegah cedera medula spinalis lebih
lanjut dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit
neurologis. Lakukan resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan
oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
FarmakoterapiBerikan steroid dosis tinggi (metilpredisolon)
untuk melawan edema medela.Tindakan Respiratori1. Berikan oksigen
untuk mempertahankan PO2 arterial yang tinggi.2. Terapkan perawatan
yang sangat berhati-hati untuk menghindari fleksi atau eksistensi
leher bila diperlukan inkubasi endrotakeal.3. Pertimbangan alat
pacu diafragma (stimulasi listrik saraf frenikus) untuk pasien
dengan lesi servikal yang tinggi.Reduksi dan Fraksi skeletal1.
Cedera medulla spinalis membutuhkan immobilisasi, reduksi,
dislokasi, dan stabilisasi koluma vertebrata.2. Kurangi fraktur
servikal dan luruskan spinal servikal dengan suatu bentuk traksi
skeletal, yaitu teknik tong /capiller skeletal atau halo vest.3.
Gantung pemberat dengan batas sehinga tidak menggangu
traksiIntervensi bedah = LaminektomiDilakukan Bila :1. Deformitas
tidak dapat dikurangi dengan fraksi2. Terdapat ketidakstabilan
signifikan dari spinal servikal3. Cedera terjadi pada region lumbar
atau torakal4. Status Neurologis mengalami penyimpanan untuk
mengurangi fraktur spinal atau dislokasi atau dekompres
medulla.(Diane C. Braughman, 2000 ; 88-89)
BAB IIIKONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian1. Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan
terjadi pada. usia muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki
karena sering mengebut saat mengendarai motor tanpa pengaman helm),
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnosis medis.2.
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,
inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,
hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada
daerah trauma.3. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat
trauma tulang belakang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan
olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka
tusuk, luka tembak, trauma karena tali pengaman (fraktur chance),
dan kejatuhan benda keras. Pengkajian yang didapat meliputi
hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari paralisis layu
disertai hilangnya sensibilitas secara total dan
melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi
urine, dan hilangnya refleks-refleks.4. Riwayat kesehatan dahulu.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan
klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa riwayat trauma
medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.5. Riwayat
kesehatan keluarga. Untuk mengetahui ada penyebab herediter atau
tidak6. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.7.
Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi
adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti
osteoporosis dan osteoartritis.8. Pengkajian psikososiospiritual.9.
Pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung
data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan
per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain)dan B6 (Bone)
yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.a.
Pernapasan.Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok
saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otototot pernapasan)
dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik desenden
akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan saraf di
medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma sumsum
tulang belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil
pemeriksaan fisik sebagai berikut.Inspeksi. Didapatkan klien batuk,
peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal, dan
pengembangan paru tidak simetris. Respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika
otot-otot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat
adanya blok saraf parasimpatis.Palpasi. Fremitus yang menurun
dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan apabila trauma
terjadi pada rongga toraks.Perkusi. Didapatkan adanya suara redup
sampai pekak apabila trauma terjadi pada
toraks/hematoraks.Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas
berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret, dan kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien
cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran
(koma).b. KardiovaskularPengkajian sistem kardiovaskular pada klien
cedera tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
dengan intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan
kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa keadaan
adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing
saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau
pucat.c. Persyarafantingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan
respons terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah
laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
Klien yang telah lama mengalami cedera tulang belakang biasanya
mengalami perubahan status mental.Pemeriksaan Saraf kranial:1)
Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang
belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.2) Saraf II.
Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam kondisi
normal.3) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.4) Saraf V. Klien cedera
tulang belakang umumnya tidak mengalami paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan5) Saraf VII.
Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.6) Saraf
VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.7)
Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku
kuduk8) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.d. Pemeriksaan
refleks:1) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang
dan refleks patela biasanya melemah karena kelemahan pada otot
hamstring.2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan refleks
patologis.3) Refleks Bullbo Cavemosus positif4) Pemeriksaan
sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina,
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong,
perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial dapat
memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah
tulang belakange. PerkemihanKaji keadaan urine yang meliputi warna,
jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya perfusi pada ginjal.f. Pencernaan.Pada keadaan
syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan adanya ileus
paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta
kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari
syok spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa
minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
kurangnya asupan nutrisi.g. Muskuloskletal.Paralisis motor dan
paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian terjadinya
trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena
B. Analisa DataAnalisis DataEtiologi/PenyebabMasalah Yang Muncul
Terhadap KDM
DS : .DO : KerusakanT1-T12
Kehilangan inervasiotot intercostal
Batuk
Bersihan Jalan Nafas Tidak
Ketidak efektifan pola pernapasan
DS : .DO : Kerusakan Lumbal 2-5
ParaplegiaParalisis
FungsiPergerakanSendi
Kerusakan mobilitas fisik
DS :DO : Spasme Otot paravertebralis,Iritasi serabut saraf
Perasaan Nyeri,ketidaknyamananKehilangan
Nyeri akut
Nyeri
DS :DO : Kerusakan Lumbal 2-5
ParaplegiaParalisis
FungsiPergerakanSendi
Penekanan setempat
Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
DS :DO : Gangguan fungsirektum dan fecika urinaria
Inkontinensia urine fungsional
Retensi urine
DS :DO : Gangguan fungsirektum dan fecika urinaria
Inkontinensia Usus
Konstipasi
C. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul Berdasarkan Prioritas
Masalah 1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan
kelemahan otot-otot pernapasan atau kelumpuhan otot diafragma.2.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.3. Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera
neuromuskular, dan refleks spasme otot sekunder.4. Resiko terhadap
kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan penurunan
immobilitas, penurunan sensorik.5. Perubahan pola eliminasi urine
yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan.6. Gangguan
eliminasi alvi/konstipasi yang berhubungan dengan gangguan
persarafan pada usus dan rektum.
D. Perencanaan Tindakan KeperawatanNo.Diagnosa
KeperawatanPerencanaan
Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional
1Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan
otot-otot pernapasan atau kelumpuhan otot diafragmaMeningkatkan
pernapasan yang adekuatBatuk efektif, pasien mampu mengeluarkan
seket, bunyi napas normal, jalan napas bersih, respirasi normal,
irama dan jumlah pernapasan, pasien, mampu melakukan reposisi,
nilai AGD : PaO2 > 80 mmHg, PaCO2 = 35-45 mmHg, PH = 7,35
7,45
1. Kaji kemampuan batuk dan reproduksi sekret2. Pertahankan
jalan nafas (hindari fleksi leher, brsihkan sekret)3. Monitor
warna, jumlah dan konsistensi sekret, lakukan kultur4. Lakukan
suction bila perlu5. Auskultasi bunyi napas6. Lakukan latihan
nafas7. Berikan minum hangat jika tidak kontraindikasi8. Berikan
oksigen dan monitor analisa gas darah9. Monitor tanda vital setiap
2 jam dan status neurologi
1. Hilangnya kemampuan motorik otot intercosta dan abdomen
berpengaruh terhadap kemampuan batuk.2. Menutup jalan nafas.3.
Hilangnya refleks batuk beresiko menimbulkan pnemonia.4.
Pengambilan secret dan menghindari aspirasi.5. Mendeteksi adanya
sekret dalam paru-paru.6. mengembangkan alveolu dan menurunkan
prosuksi sekret.7. Mengencerkan sekret8. Meninghkatkan suplai
oksigen dan mengetahui kadar olsogen dalam darah.9. Mendeteksi
adanya infeksi dan status respirasi.
2Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskularMemperbaiki mobilitasKriteria Hasil : Mempertahankan
posisi fungsi dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop,
meningkatkan kekuatan bagian tubuh yang sakit /kompensasi,
mendemonstrasikan teknik /perilaku yang memungkinkan melakukan
kembali aktifitas.1. Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien
setiap 4 jam.2. Ganti posisi pasien setiap 2 jam dengan
memperhatikan kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien.3. Beri papan
penahan pada kaki4. Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits.5.
Lakukan ROM Pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5 kali /hari6.
Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.7. Konsultasikan
kepada fisiotrepi untuk latihan dan penggunaan otot seperti
splints
1. Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap 4 jam.2.
Mencegah terjadinya dekubitus.3. Mencegah terjadinya foodrop4.
Mencegah terjadinya kontraktur5. Meningkatkan stimulasi dan
mencehag kontraktur.6. Menunjukan adanya aktifitas yang
berlebihan.7. Memberikan pancingan yang sesuai.
3Nyeri berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular,
dan refleks spasme otot sekunderMemberikan rasa nyamanKriteria
hasil : Melaporkan penurunan rasa nyeri /ketidak nyaman,
mengidentifikasikan cara-cara untuk mengatasi nyeri,
mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas
hiburan sesuai kebutuhan individu.
1. Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien mengidentifikasi dan
menghitung nyeri, misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada
skala 0 1-2. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan
posisi, masase, kompres hangat / dingin sesuai indikasi.3. Dorong
penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman imajinasi
visualisasi, latihan nafas dalam.4. kolaborasi pemberian obat
sesuai indikasi, relaksasi otot, misalnya dontren (dantrium);
analgetik; antiansietis.misalnya diazepam (valium)
1. Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera
misalnya dada / punggung atau kemungkinan sakit kepala dari alat
stabilizer2. Tindakan alternatif mengontrol nyeri digunakan untuk
keuntungan emosionlan, selain menurunkan kebutuhan otot nyeri /
efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan3. Memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol, dan dapat meningkatkan
kemampuan koping4. Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme /nyeri
otot atau untuk menghilangkan-ansietas dan meningkatkan
istrirahat.
4Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan
dengan penurunan immobilitas, penurunan sensorik.Mempertahankan
Intergritas kulitKriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas
dari kemerahan, bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.
1. Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit2.
Kaji keadaan pasien setiap 8 jam3. Gunakan tempat tidur khusus
(dengan busa)4. Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis5.
Pertahankan kebersihan dan kekeringan tempat tidur dan tubuh
pasien.6. Lakukan pemijatan khusus / lembut diatas daerah tulang
yang menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.7. Kaji status
nutrisi pasien dan berikan makanan dengan tinggi protein8. Lakukan
perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak setiap hari1. Salah
satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi, Inkontinensia
bladder /bowel.2. Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.3.
Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi resiko dekubitas4.
Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia, perubahan posisi
meningkatkan sirkulasi darah.5. Lingkungan yang lembab dan kotor
mempermudah terjadinya kerusakan kulit6. Meningkatkan sirkulasi
darah7. Mempertahankan integritas kulit dan proses penyembuhan8.
Mempercepat proses penyembuhan
5Perubahan pola eliminasi urine yang berhubungan dengan
kelumpuhan saraf perkemihanPeningkatan eliminasi urineKriteria
Hasil : Pasien dpat mempertahankan pengosongan blodder tanpa residu
dan distensi, keadaan urine jernih, kultur urine negatif, intake
dan output cairan seimbang
1. Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih2. Kaji intake dan
output cairan3. Lakukan pemasangan kateter sesuai program4.
Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari5. Cek bladder
pasien setiap 2 jam6. Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan
sensitibilitas7. Monitor temperatur tubuh setiap 8 jam
1. Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infeksi
saluran kemih2. Mengetahui adekuatnya gunsi gnjal dan efektifnya
blodder.3. Efek trauma medulla spinalis adlah adanya gangguan
refleks berkemih sehingga perlu bantuan dalam pengeluaran urine4.
Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya ........5.
Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic hyperrefleksia6.
Mengetahui adanya infeksi7. Temperatur yang meningkat indikasi
adanya infeksi.
6Gangguan eliminasi alvi/konstipasi yang berhubungan dengan
gangguan persarafan pada usus dan rektumMemperbaiki fungsi
ususKriteria hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang
lembek, berbentuk.
1. kaji pola eliminasi bowel2. b. Berikan diet tinggi serat3.
Berikan minum 1800 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi4.
Auskultasi bising usus, kaji adanya distensi abdomen5. Hindari
penggunaan laktasif oral6. Lakukan mobilisasi jika memungkinkan7.
Berikan suppositoria sesuai program8. Evaluasi dan catat adanya
perdarah pada saat eliminasi
1. Menentukan adanya perubahan eliminasi2. Serat meningkatkan
konsistensi feses3. Mencegah konstipasi4. Bising usus menentukan
pergerakan perstaltik5. Kebiasaan menggunakan laktasif akan tejadi
ketergantungan6. Meningkatkan pergerakan peritaltik7. Pelunak feses
sehingga memudahkan eliminasi8. Kemungkinan perdarahan akibat
iritasi penggunaan suppositoria
BAB IV SIMPULAN
Cidera medullan spinalis adalah suatu kerusakan fungsi
neurologis yang disebabkan sering kali oleh kecelakaan lalu lintas.
Apabila cedera itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf
frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum
alat pernafasan mekanik dapat digunakan.Penyebab dari cidera
medulla spinalis yaitu :1. Kecelakaan otomobil, industri2.
Terjatuh, olah-raga, menyelam3. Luka tusuk, tembak4.
Tumor.Kerusakan medulla spinalis berkisar dari kamosio sementara
(pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi
substansi medulla, (lebih salah satu atau dalam kombinasi) sampai
transaksi lengkap medulla (membuat pasien paralisis).Sindroma
cidera medula spinalis sebagian :1. Anterior2. Central3. Sindroma
brown sequard4. TraumaKomplikasi :1. Pendarahan Mikroskopik2.
Hilangnya Sesasi, Kontrol Motorik, Dan Refleks.3. Syok Spinal.4.
Hiperrefleksia Otonom.5. ParalisisTujuan penatalaksanaan adalah
untuk mencegah cedera medula spinalis lebih lanjut dan untuk
mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan
kestabilan kardiovaskuler.Diagnose :1. Ketidakefektifan pola napas
2. Hambatan mobilitas fisik 3. Nyeri 4. Resiko terhadap kerusakan
integritas kulit 5. Perubahan pola eliminasi urine 6. Gangguan
eliminasi alvi/konstipasi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.Carpenito, L. T, 1998. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 6. Jakarta ; EGCDoengoes, M. E,
1999, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta ; EGCLuckman,
J. and Sorensens R.C. 1993. Medical Surgical Nursing a
Psychophysiologic approach, Ed : 4. Philadelphia ; WB, Souders
Company.Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.
Edisi 3 Jakarta : FKUIPearce Evelyn C. 1997. Anatomi dan Fisiologi
untuk Paramedis. Jakarta : PT. Gramedia.