-
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Cedera Kepala
Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan
otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Esther &
Manarisip,
2014). Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi
normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit
neurologis
terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia, dan pengaruh
massa karena
hemoragig, serta edema cerebral disekitar jaringan otak
(Baticaca, 2008).
Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur
tengkorak
Cranio serebri, kontusio/laserusi dan perdarahan serebral
(epidural, subdural,
subarakhnoid, intraserebral batang otak). Trauma primer terjadi
karena
benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi / deselerasi
otak). Trauma
sekunder akibat trauma syaraf yang meluas karena hipertensi
intrakranial,
hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik (Wijaya &
Putri, 2013).
Menurut Satyanegara (2010), berat ringannya cedera kepala
bukan
didasarkan berat riangannya gejala yang muncul setelah cedera
kepala. Ada
beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat
cedera kepala.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek, secara
praktis dikenal
klasifikasi yaitu berdasarkan :
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
1. Mekanisme cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera
kepala
tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul
biasanya
berkaitan dengan kecelakaan mobil dan motor, jatuh atau pukulan
benda
tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan.
Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu
cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya cedera
Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi
beratnya penderita cedera kepala :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan). Kurang
dari
30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada
fraktur
tengkorak, tidak ada kuntosio cerebral maupun hematoma.
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari
30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan
atau
terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio
cerebral,
laserasi atau hematoma intrakranial.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
Tabel 2.1. Skala Koma Glasgow Glasgow Coma Scale Nilai
Membuka Mata : Spontan Terhadap rangsangan suara Terhadap nyeri
Tidak ada
4 3 2 1
Verbal : Orientasi baik Orientasi terganggu Kata-kata tidak
jelas Suara tidak jelas Tidak ada respon
5 4 3 2 1
Motorik : Mampu bergerak Melokalisasi nyeri Fleksi menarik
Fleksi abnormal Ekstensi Tidak ada respon
6 5 4 3 2 1
Nilai GCS = (E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk =
3
Menurut Tobing (2011), mengklasifikasikan cedera otak fokal
dan
cedera otak diffuse:
1. Cedera otak fokal meliputi
a. Perdarahan epidural (Epidural hematom)
Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural
yaitu
ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan
duramater.
EDH dapat menimbulkan penurunan kesadaran, adanya lusid
interval
selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neurologis
berupa
hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral. Gejala
lain
yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang
dan
hemiparesis.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
b. Perdarahan subdural akut atau subdural hematom akut
Subdural hematom (SDH) adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (3-6 hari). Perdarahan ini terjadi
akibat
robeknya vena vena kecil dipermukaan korteks cerebri.
c. Perdarahan subdural kronik
Subdural hematom (SDH) kronik adalah terkumpulnya darah di
ruang
subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. SDH kronik diawali
dari
SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit-sedikit.
d. Perdarahan intra cerebral
Intracerebral hematom (ICH) adalah area perdarahan yang
homogen
dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra
cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi
dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau
pembuluh darah kortikal dan subkortikal.
e. Perdarahan subarahnoid traumatik
Perdarahan subaraknoid (SAH) diakibatkan oleh pecahnya
pembuluh
darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu
akibat
trauma dapat memasuki ruang subarahnoid dan disebut sebagai
perdarahan subaraknoid (PSA).
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
2. Cedera otak diffuse
Menurut Sadewa (2011), dikutip Tobing (2011), cedera otak
diffuse merupakan terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim
otak
setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difuse
disebabkan
karena gaya akselerasi dan deselerasi gaya rotasi dan translasi
yang
menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan
terhadap
parenkim yang sebelah dalam. Vasospasme luas pembuluh darah
dikarenakan adanya perdarahan subarahnoid traumatik yang
menyebabkan
terhentinya sirkulasi di parenkim otak dengan manifestasi
iskemia yang
luas, edema otak disebabkan karena hipoksia akibat renjatan
sistemik,
bermanifestasi sebagai cedera kepala difuse. Dari gambaran
morfologi
pencitraan atau radiologi, cedera kepala difuse dikelompokkan
menjadi :
a. Cedera akson difuse
Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal
yang
menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak
(serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan
inti-inti
dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghubungkan
inti
inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami
kerusakan.
b. Kontusio cerebri
Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang
disebabkan
karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain
yang
menjadi penyebab kontusio cerebri adalah adanya gayacoup dan
countercup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya
yang
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu
kuat
oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak.
c. Edema cerebri
Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma
kepala.
Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim
otak
namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami
edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode
hipoksia
yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.
d. Iskemia cerebri
Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian
otak
berkurang atau berhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung
lama
(kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit
degenerative
pembuluh darah otak.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), mekanisme cedera kepala
meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi,
coup-coutre
coup, dan cedera rotasional.
a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam
kepala yang
tidak bergerak (misalnya alat pemukul menghantam kepala atau
peluru
yang ditembakan ke kepala).
b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur
obyek
diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika
kepala
membentur kaca depan mobil.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
c. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus
kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
d. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang
menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area
tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali
berbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan
otak
merotasi neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh
darah
yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.
Menurut Satyanegara (2010), cedera kepala berdasarkan
patofisiologi
dibagi menjadi dua:
a. Cedera Kepala Primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi)
rotasi
yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer
dapat
terjadi : Geger kepala ringan, Memar otak, dan Laserasi.
b. Cedera Kepala Sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
hispotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, udema otak, dan komplikasi
pernapasan.
B. Perdarahan Otak pada Cedera Kepala
Otak terbungkus oleh tengkorak yang tidak dapat ditembus,
peningkatan tekanan intrakranial dapat menghambat aliran darah
otak dan
menyebabkan iskemia serebral. Peningkatan tekanan intrakranial
merupakan
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
penyebab penting cedera otak sekunder dimana derajat dan lamanya
berkaitan
dengan outcome setelah cedera kepala (Smith, 2008).
Menurut (Hanger et al., 2008), pasien yang mengalami
perdarahan
intraserebral (ICH) memiliki angka kematian tinggi. ICH
cenderung terjadi di
lokasi yang khas, dengan ICH hipertensif yang paling sering
ditemukan di
ganglia basal, thalamus, pons (batang otak), dan otak kecil. ICH
akibat
angiopati amiloid serebral (AVM) cenderung terjadi pada lokasi
lobar (Claude
Hemphill & Lam, 2017). Perdarahan intraserebral disebabkan
karena adanya
pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar
dari
pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan
tersebut
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral
sehingga
terjadi penekanan pada pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan
penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel
sehingga
mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer & Bare, 2005).
Perdarahan bisa
berjalan dengan cepat atau lambat. Bertambah besarnya volume
perdarahan
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang
ditandai
dengan nyeri kepala, papil edema, dan muntah yang seringkali
bersifat
proyektil (Price & Wilson, 2006). Pada tahap lebih lanjut,
jika hematom yang
terbentuk lebih besar akan memicu terjadinya sindrom herniasi
yang ditandai
dengan penurunan kesadaran, adanya pupil yang anisokor dan
terjadinya
hemiparesis kontralateral (Meagher et al., 2011).
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal
dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh
trauma.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi dan penyakit
darah seperti
hemofilia (Pizon & Asanti, 2010). Perdarahan intraserebral
primer dan
sekunder (antikoagulan) memiliki perubahan patologis yang sama.
Perdarahan
intracerebral umumnya mempengaruhi lobus serebral, ganglia
basal, talamus,
batang otak, dan serebelum sebagai akibat pembuluh pecah yang
dipengaruhi
oleh perubahan degeneratif terkait hipertensi atau jalur angii
amyloid serebral.
Sebagian besar pendarahan pada perdarahan intra serebral yang
berhubungan
dengan hipertensi terjadi pada atau di dekat bifurkasi arteri
kecil yang berasal
dari penetrasi arteri basilar atau arteri serebral anterior,
tengah, atau posterior
(Qureshi, Mendelow, & Hanley, 2009).
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis
yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid
(Setyopranoto, 2012). Perdarahan subaraknoid sebagian besar
terjadi di daerah
permukaan oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai
tanda-tanda
rangsang meningeal. Adanya darah di dalam cairan otak akan
mengakibatkan
penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoidea. Bila
vasokonstriksi
yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul gangguan
aliran darah di
dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak
membaik
setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah
mulai terjadi
pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih
(Soertidewi,
2012).
Hematom epidural dapat disebabkan oleh laserasi arteri atau vena
yang
berjalan di sepanjang meja bagian dalam tengkorak, dan cedera
pada
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
pembuluh ini sering disertai oleh fraktur tengkorak terkait.
Perdarahan
sekunder akibat cedera arteri diperkirakan menghasilkan
pertumbuhan yang
lebih besar dan lebih cepat daripada hematoma epidural yang
terjadi akibat
cedera vena. Karena perdarahan epidural terjadi antara tengkorak
dan dura
mater, perluasannya dibatasi oleh sutura yang berdekatan antara
tulang
tengkorak. Ketika volume perdarahan meningkat, darah epidural
memanjang
di sepanjang meja bagian dalam tengkorak hingga ke batas jahitan
terdekat
(Gomez, 2008).
Menurut Naidech (2011), Hematom subdural adalah koleksi
darah
ekstra aksial antara duramater dan arachnoid. Hematoma subdural
terbentuk
ketika menjembatani vena selama percepatan-perlambatan kepala.
Karena
pendarahannya adalah vena dan tekanan rendah, hematoma dapat
tumbuh
cukup lambat dan penyajiannya dapat ditunda. Hal ini terutama
terjadi pada
pasien dengan atrofi otak, yang pembuluh penghubungnya lebih
rentan
terhadap pergeseran dan yang lebih siap menampung volume
darah
intrakranial tambahan. Hematoma subdural memiliki spektrum
klinis yang
luas. Akumulasi cepat darah ekstra-aksial, tidak adanya atrofi
yang sudah ada,
dan adanya cedera otak traumatis lainnya berhubungan dengan
status
neurologis yang lebih buruk saat presentasi. Karena otak yang
lebih muda
kurang atrofi, bahkan volume kecil dari darah ekstra-aksial
dapat
meningkatkan ICP dan menghasilkan defisit yang parah.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
C. Ketahanan Hidup Pasien dengan Perdarahan Otak pada Cedera
Kepala
Menurut Morrison & MacKenzie (2008), sebanyak 47 kasus
kematian
disebabkan oleh, atau terkait dengan, cedera kepala dan waktu
ketahanan
hidup tampak pendek. Dari 47 kasus ini kebanyakan adalah
korban
kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia di lokasi kejadian.
Empat puluh
kasus tewas di tempat kejadian dengan kemampuan bertahan hidup
beberapa
menit. Empat kasus digambarkan tewas di tempat kejadian namun
dengan
perkiraan waktu bertahan maksimum yang diambil sebagai perbedaan
antara
waktu di mana orang meninggal ditemukan tewas dan waktu terakhir
terlihat
hidup (tiga kurang dari 2 jam, satu kurang dari 5 menit). Tiga
kasus lainnya
waktu bertahan hidupnya cukup lama sehingga memungkinkan
pengembangan perubahan aksonal traumatik, satu pada 2 jam 40
menit, satu
jam 6 jam, dan satu pada 12 jam 40 menit.
Rata-rata pasien cedera kepala tinggal di ICU adalah 15
hari.
Sebanyak 127 pasien (29%) meninggal. Tingkat kematian adalah 15%
untuk
pasien dengan cedera otak ringan (GCS, 13-15), 18% untuk cedera
otak
sedang (GCS, 9-12), dan 38% untuk cedera otak berat (GCS, 3 -8).
Selain itu,
sehubungan dengan waktu kematian, persentase kematian adalah 78%
untuk
24 sampai 48 jam pertama, 21% untuk hari ke 3 sampai 5, dan
hanya 1%
setelahnya (Bahloul et al., 2004).
Menurut Depkes RI (2007), waktu 6-12 jam setelah cedera
kepala
berat, otak akan mengalami fase sistemik inisial berupa
penurunan tekanan
darah, oksigenasi, temperatur, kontrol glukosa darah, status
cairan, infeksi
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
dimana fase ini merupakan awal kematian. Pada fase ini telah
terjadi cedera
kepala sekunder dimana akan menyebabkan iskemia otak yang
akan
menentukan outcome pasien cedera kepala.
Menurut Sorbo (2009), pasien dengan cedera kepala berat, 20%
meninggal dunia pada awal kedatangan. Hal ini juga diperkuat
oleh penelitian
yang dilakukan terhadap pejalan kaki yang mengalami kematian
akibat
kecelakaan. Dari 129 orang 56,6 % mengalami cedera kepala dan
54,4 %
diantaranya hanya dapat bertahan hidup (survive) sampai 6 jam
pertama.
Survival pasien cedera kepala dapat ditingkatkan, diantaranya
dengan
melakukan penanganan awal yang tepat, mempercepat waktu
prehospital,
yaitu waktu dari terjadinya kecelakaan sampai dengan kedatangan
di Instalasi
Gawat Darurat dan dengan mencegah terjadinya hipotensi (tekanan
sistolik ≤
90 mmHg) yang merupakan akibat tambahan yang menyertai cedera
kepala
(Stiver & Manley, 2008).
D. Analisis Ketahanan Hidup
Menurut Kartsonaki (2016), analisis ketahanan hidup
(survival
analysis) adalah analisis data time-to-event. Data tersebut
menggambarkan
lamanya waktu dari asal waktu sampai titik akhir tertentu.
Metode analisis
ketahanan biasanya digunakan untuk menganalisis data yang
dikumpulkan
secara prospektif tepat waktu, seperti data dari studi kohort
prospektif atau
data yang dikumpulkan untuk uji klinis.
Analisis ketahanan hidup menyangkut tindak lanjut pada waktu
individu dari pengalaman awal atau paparan sampai kejadian yang
terpisah.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
Analisis ini dapat digunakan untuk menggambarkan kelangsungan
hidup satu
kelompok pasien, namun dapat digunakan untuk membandingkan
pengalaman kelompok pasien atau subjek yang berbeda. Waktu
tindak lanjut
adalah interval, biasanya dalam hitungan hari, bulan atau tahun
, antara
dimulainya tindak lanjut untuk subjek sampai kejadian yang
diminati atau
sampai disensor (Flynn, 2012). Analisis ketahanan hidup banyak
digunakan
dalam penelitian klinis dan epidemiologi. Dalam uji klinis acak,
digunakan
untuk membandingkan terjadinya perbedaan hasil pada pasien
yang
menerima perawatan untuk menentukan mana yang paling efektif
(Dumville
et al., 2009).
Dalam analisis ketahanan hidup, variabel waktu sebagai survival
time,
karena variabel ini menunjukan waktu dari seseorang untuk
survived dalam
periode waktu tertentu. Variabel secara khusus disebut event dan
failure,di
mana event mengacu pada kematian, insiden penyakit, atau hal
negatif pada
individu. Akan tetapi bisa juga suatu kasus positif, misalnya
penelitian
tentang lamanya waktu kembali bekerja setelah operasi bedah
efektif
(Kleinbaum & Klein, 2012).
Analisis ketahanan hidup adalah suatu metode yang
berhubungan
dengan waktu, mulai dari time origin atau start point sampai
dengan
terjadinya suatu kejadian khusus atau endpoint. Dengan kata
lain, analisis
ketahanan hidup memerlukan data yang merupakan waktu survival
dari suatu
individu. Dalam bidang kesehatan data ini diperoleh dari suatu
pengamatan
terhadap sekelompok atau beberapa kelompok individu dan dalam
hal ini
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
adalah pasien, yang diamati dan dicatat waktu terjadinya
kegagalan dari
setiap individu (Collet, 1994). Kegagalan yang dimaksudkan
antara lain
adalah kematian karena penyakit tertentu, keadaan sakit yang
terulang
kembali setelah pengobatan atau munculnya penyakit baru.
Apabila
kegagalan yang diamati adalah terjadinya kematian pada pasien
maka waktu
survival yang dicatat antara lain sebagai berikut :
1. Selisih waktu mulai dilakukannya pengamatan sampai
terjadinya
kematian dan data tersebut termasuk tidak terpotong (uncensored
data).
2. Jika waktu kematiannya tidak diketahui, maka memakai selisih
waktu
mulai dilakukannya pengamatan sampai waktu terakhir penelitian
dan
data tersebut termasuk data terpotong (censored data).
Menurut Cox dan Oakes (1984), terdapat tiga hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan waktu survival secara tepat, yaitu
sebagai
berikut :
1. waktu awal (time origin/starting point).
2. event dari keseluruhan kejadian harus jelas.
3. skala pengukuran waktu survival.
Menurut Kleinbaum dan Klein (2012), pada analisis survival
ada
problem yang kemungkinan beberapa individu tidak bisa
diobservasi yang
disebut dengan data tersensor. Data tersensor disebabkan
oleh:
a. Lost of follow up bila pasien memutuskan untuk pindah ke
Rumah Sakit
lain.
b. Drop out bila pasien memilih untuk pulang paksa dari Rumah
Sakit.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
c. Termination of study bila masa penelitian berakhir sementara
pasien
belum dinyatakan sembuh.
d. Withdraws from the study because of death bila pasien
meninggal dunia.
Menurut Lee dan Wang (2003), data waktu ketahanan hidup
digunakan untuk mengukur waktu pada peristiwa tertentu, seperti
kegagalan,
kematian, respon, kambuh, perkembangan penyakit tertentu,
pembebasan
bersyarat, atau perceraian. Waktu adalah subyek dari variasi
acak yang
membentuk suatu distribusi. Distribusi waktu ketahanan hidup
biasanya
dijelaskan atau ditandai oleh tiga fungsi: fungsi survival,
fungsi densitas
probabilitas, dan fungsi hazard. Ketiga fungsi ini secara
matematis setara,
jika salah satu fungsi ini ada, maka fungsi lainnya dapat
diturunkan.
Menurut Kleinbaum dan Klein (2012), tujuan utama dari ketahanan
hidup
adalah:
1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi
survivor
atau hazard dari data survival, misalnya kanker, mati, post
operasi dan
lain-lain.
2. Membandingkan fungsi survivor dan fungsi hazard pada dua atau
lebih
kelompok.
3. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory dengan
survival
time/waktu ketahanan hidup misalnya dengan menggunakan “cox
proportional hazard”.
4. Untuk memodelkan dan menganalisis data time to event; yaitu
data yang
memiliki batas waktu usia dari suatu kejadian atau events.
Kejadian itu
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
disebut dengan ‘failures’. Beberapa contoh antara lain : waktu
sampai
komponen elektronik rusak, waktu kematian, waktu untuk
mempelajari
suatu keahlian.
Dalam contoh diatas terlihat bahwa mungkin saja suatu failure
time
tak teramati baik karena rancangan percobaannya ataupun karena
random
censoring. Misalnya ternyata pasien masih hidup sampai akhir
dari suatu
percobaan klinis. Analisis survival adalah suatu istilah modern
yang
diberikan terhadap sekumpulan prosedur statistik yang
mengakomodasi
time to event censored data.
Mengacu pada Lee dan Wang (2003), penjelasan terkait istilah
dan
fungsi dalam analisis ketahanan hidup, sebagai berikut:
1. Notasi dan terminologi
a. Notasi
T = survival time/ waktu ketahanan hidup dari variabel random
(Te”0)
T = nilai spesifik untuk T
ᵟ = variabel dikotomi (status) = (0-1) variabel, untuk status
failure (1)
atau sensor (0)
b. Terminologi
S(t) = survivor function (fungsi survivor), merupakan
probabilitas
seseorang untuk sukses setelah unit waktu yang ditentukan ǻ
membentuk kurva.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
H(t) = hazard function (fungsi hazard), merupakan
probabilitas
seseorang gagal setelah unit waktu yang ditentukan, seperti
kebalikan
dari fungsi S(t).
Suatu fungsi hazard yang tinggi menandakan probabilitas
kematian
yang tinggi (Kleinbaum dan Klein (2012).
2. Fungsi survivor
Fungsi survivor S(t) adalah probabilitas seseorang untuk
survived
atau bertahan hidup lebih lama atau sama dengan waktu t,
S(t) = P (seorang individu bertahan lebih lama daripada t)
S(t) = P (T>t)
S(t) = Jumlah individu yang bertahan lebih lama daripada t
Jumlah individu pada data set
Variabel random mempunyai distribusi probabilitas yang
disebut
“probability density function” F(t) atau fungsi kumulatif dari
fungsi
distribusi dari T adalah :
F(t) = P (T
-
failure rate). Angka kegagalan bersyarat adalah probabilitas
kegagalan
selama interval waktu yang sangat singkat, dengan asumsi bahwa
individu
telah bertahan hingga awal interval, atau sebagai batas
probabilitas bahwa
seseorang gagal dalam interval yang sangat singkat, t+∆t,
mengingat
bahwa individu telah bertahan hingga waktu t:
ℎ(𝑡) = 𝑙𝑖𝑚
∆𝑡→0 𝑃�kegagalan individu dalam interval waktu (t,t+ ∆t)
jika individu telah bertahan hidup hingga waktu t�
∆𝑡
Fungsi hazard dapat juga diartikan dalam istilah fungsi
kumulatif
didtribusi F(t) dan fungsi probabilitas densitas f(t):
ℎ(𝑡) = 𝑓(𝑡)1−𝐹(𝑡)
Berbeda dengan fungsi survival, dimana fokusnya adalah “not
falling”
pada fungsi hazard fokusnya adalah “falling” pada munculya
suatu
kejadian. Dengan demikian jika S(t) lebih tinggi untuk waktu t
maka h(t)
akan lebih rendah dan sebaliknya.
Kegunaan fungsi hazard adalah :
1. Memberikan gambaran tentang keadaan failure rate
2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik
3. Membuat model matematik untuk survival analisis biasanya
ditulis dalam bentuk fungsi hazard (Kleinbaum, 1997).
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
4. Metode analisis ketahanan hidup
Metode analisis ketahanan hidup yang sering digunakan adalah
:
a. Metode table kehidupan (life table)/ akturial (cutler
ederer)
Metode ini menggunakan cara dengan menentukan interval
waku yang dikehendaki. Pemilihan interval ini dilakukan
dengan
memperhitungkan karakteristik penyakit atau efek yang akan
dipelajari. Pada metode ini dibuat interval arbitrer, dengan
menganggap peluang terjadinya efek selama masa interval
tersebut
dianggap konstan. Keadaan ini dianggap sebanding dengan
pengukuran dengan skala kategorikal (Sastroasmoro, 2002).
Menurut Sastroasmoro (2002), syarat dan asumsi yang harus
dipenuhi
pada metode ini adalah :
1. Saat awal pengamatan harus jelas. Bergantung dari jenis
penyakit
yang diteliti, saat mulai pengamatan dapat berupa mulai
timbulnya
keluhan, saat diagnosis atau mulainya terapi.
2. Efek yang diteliti harus jelas, harus berskala nominal
dikotom
(dianggap sebanding dengan pengukuran dengan skala
kategorikal) dan harus tidak bersifat multiple (setiap subyek
hanya
dapat mengalami efek 1 kali. Bila efek terjadi berulang kali
maka
efek pertamalah yang dihitung.
3. Kejadian lost to follow up harus independen terhadap
efek.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
4. Resiko untuk terjadi efek tidak bergantung terhadap pada
tahun
kalender dan resiko untuk terjadi efek pada interval waktu
yang
dipilih dianggap sama.
5. Pasien yang tersensor dianggap mengalami ½ efek.
Asumsi yang berlaku pada metode ini adalah subyek yang
hilang
terjadi pada pertengahan interval dan probabilitas untuk
bertahan
hidup pada periode tidak tergantung pada probabilitas
bertahan
hidup pada periode lainnya.
b. Metode Kaplan Meier
Metode ini merupakan jenis teknik analisis ketahanan hidup
yang sering digunakan. Produk ini sering disebut product
limit
method. Berbeda dengan metode akturial, pada cara Kaplan
Meier
tidak dibuat interval tertentu, efek dihitung tepat pada saat ia
terjadi.
Lama pengamatan masing-masing subyek disusun dari yang
terpendek sampai yang terpanjang, dengan catatan yang
tersensor
diikut sertakan dihitung. Hal ini dianggap sebanding dengan
pengukuran berkala numeric (Sastroasmoro, 2002).
c. Regresi Cox
Regresi Cox merupakan model yang menggambarkan
hubungan antara waktu survival sebagai variabel dependen
dengan
satu set variabel independen. Variabel independen ini bisa
kontinu
ataupun kategorik. Regresi Cox menggunakan hazard function
sebagai
dasar untuk memperkirakan risiko relatif untuk gagal. Fugsi
hazard
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
h(t) adalah sebuah angka estimasi potensi untuk mati pada 1
unit
waktu pada saat tertentu, dengan catatan bahwa kasus tersebut
masih
hidup ketika menginjak interval waktu tersebut. Karena fungsi
hazard
bukan suatu probability (0-1), maka ia dapat mempunyai nilai
0
hingga ∞.
Regresi Cox dirumuskan sebagai berikut :
h(t,x) = h0(t) exp(β1x1 + β2x2 + ... + βnxn
Dimana :
h0(t) : fungsi hazard dasar
x1, x2 , … n : variabel-variabel bebas
β1, β2, … n : parameter regresi
Tujuan penggunaan regresi Cox adalah untuk:
1. Mengestimasi hazard ratio
2. Menguji hipotesis
3. Melihat confident interval dari hazard ratio
Hazard Ratio (HR) adalah rasio dua hazard pada x=1 dan x=0
merupakan exp(b), artinya ingin diketahui beberapa besarnya
rasio
untuk hazard failure pada x terpapar dibanding tak terpapar.
Interpretasi HR~seperti RR atau OR
Cox Proportional Hazard model sangat populer digunakan
karena:
1. Dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui ho(t)
atau
baseline hazard function
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
2. Dapat mengestimasi ho(t), h(t,x), dan fungsi survivor
meskipun
ho(t) tidak spesifik
3. Cox model robust sehingga hasil dari cox model hampir
sama
dengan hasil model parametric.
Formula model cox menyatakan bahwa hazard pada waktu t
adalah merupakan hasil dari 2 kuantitas. Pada bagian pertama
disebut
dengan baseline hazard function sedangkan pada kuantitas
kedua
disebut dengan eksponensial yang dinyatakan dengan e hingga
jumlah
linier dari bixi dimana jumlah tersebut adalah meneragkan
variabel x.
Hal penting pada formula tersebut adalah perhatian terhadap
asumsi porporsional hazard, yaitu baseline hazard adalah fungsi
dari t
dimana ekspresi eksponensial meliputi x tetapi tidak melibatkan
t,x
disini disebut dengan time independen x (x tidak tergantung
waktu),
bila hal ini terjadi maka x disebut time dependen variable,
model ini
disebut dengan extended Cox model.
Menurut Kleinbaum dan Klein (2012), asumsi pada model
Cox Proportional Hazard adalah hazard rasio yang
membandingkan
dua kategori dari prediktor adalah konstan pada setiap waktu
atau
tidak tergantung waktu. Apabila asumsi tidak terpenuhi maka
model
yang digunakan regresi cox dengan time dependent covariat
atau
extended cox model. Secara umum ada 3 pendekatan untuk
mengkaji
asumsi proportional hazard, yaitu:
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
1. Pendekatan grafik, suatu model Cox Proportional Hazard
dikatakan memenuhi asumsi PH jika plot log-log antara
masing-
masing kategori variabel prediktor sejajar dan atau plot
observed
versus expected antara masing-masing kategori variabel
prediktor
saling berdekatan.
2. Variabel time-dependent, ialah variabel prediktor model
Cox
Proportional Hazard yang diinteraksikan dengan fungsi waktu.
Model Cox Proportional Hazard dikatakan memenuhi asumsi PH
jika parameter variabel time-dependent tidak signifikan.
3. Menggunakan goodness of fit test, pengujian korelasi
antara
residual Schoenfeld dan waktu survival yang telah diurutkan,
dengan langkah-langkah:
a. Memperoleh residual Schoenfeld dari hasil meregresikan
data
waktu survival dengan variabel prediktor
b. Mengurutkan waktu survival dari yang terkecil hingga
terbesar.
c. Menghitung korelasi antara residual Schoenfeld dan waktu
survival yang telah diurutkan.
d. Menguji korelasi antara residual Schoenfeld dan waktu
survival yang telah diurutkan dengan hipotesis (Ender,
2010).
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
E. Kerangka Teori
Penelitian ini mengacuh pada kerangka teori Model sistem
Newman.
Model keperawatan yang dikembangkan Newman adalah pendekatan
manusia secara menyeluruh (holistic) yang berdasarkan pada
kerangka kerja
sistem adaptasi. Pendekatan teorinya adalah pendekatan yang
holistik dan
total. Kekuatan model ini ditekankan pada pencegahan, pendidikan
kesehatan
dan kesejahteraan dengan pendekatan manajemen sakit dan sehat
(Parker,
2001). Newman menyajikan aspek-aspek model sistemnya dalam
suatu
diagram lingkaran konsentris, yang meliputi variabel fisiologi,
psikologis,
sosiokultural, perkembangan dan spiritual, basic structure dan
energy
resources, line of resistance, normal line of defense, flexible
line of defense,
stressor, reaksi, pencegahan primer, sekunder, tertier, faktor
intra, inter dan
ekstra personal, serta rekonstitusi. Adapun faktor lingkungan,
kesehatan,
keperawatan dan manusia merupakan bagian yang melekat pada model
ini
yang saling berhubungan dan mendukung ke arah stabilitas
sistem
(Rondonuwu, 2013). Menurut Newman dalam (Ahmadi & Sadeghi,
2017)
individu dikatakan memiliki inti mekanisme bertahan hidup dalam
bentuk
pengendalian suhu, ego, dan fungsi organ mekanisme inti ini
dilindungi oleh
garis pertahanan. Lapisan luar adalah garis pertahanan yang
fleksibel, dan
bervariasi dalam merespon stressor. Garis pertahanan dalam atau
‘normal’
mewakili keadaan sehat dan adaptasi individu. Garis resisten
mewakili faktor
internal yang menentukan respon organisme terhadap stressor.
Stress sangat
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
penting untuk konsep lingkungan dan digambarkan sebagai
kekuatan
lingkungan untuk berinteraksi dan berpotensi mengubah
stabilisasi sistem.
Menurut Newman dalam Christensen dan Kenney (2009),
keperawatan
berkaitan dengan pemeliharaan stabilisasi klien dengan
mengurangi reaksi
atau memungkinkan reaksi terhadap stresor. Menurut Newman dalam
Parker
dan Smith (2010), tujuan dan intervensi ditentukan dan
disepakati secara
konsisten dalam sistem perawatan kesehatan untuk klien terkait
dengan
masalah kesehatan. Pengkajian klien, diagnosis keperawatan
dengan
pencegahan primer, sekunder, dan tersier seperti intervensi
adalah yang
dikembangkan dalam melakukan tindakan keperawatan yang sesuai
dengan
masing-masing tipologi pencegahan. Pencegahan primer terdiri
atas
intervensi yang dilakukan sebelum atau setelah berhadapan dengan
stressor,
hal ini memungkinkan terjadi penurunan terhadap stressor untuk
menguatkan
garis pertahanan fleksibel jika ada stress. Pencegahan sekunder
terdiri atas
intervensi yang dilakukan setelah berhadapan dengan stressor,
hal ini
mencakup kasus dan pengobatan gejala setelah reaksi stressor,
dalam hal ini
adalah pengobatan cedera kepala. Pencegahan tersier terdiri atas
intervensi
yang umumnya dilakukan setelah pengobatan. Intervensi ini
difokuskan pada
readaptasi, reduksi untuk mencegah kekambuhan di masa yang akan
datang
dan pemeliharaan kesehatan yang optimal.
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Stressor
Biologi
Psikologi
Sosiokultural
Perkembangan
Spiritual
Cedera Kepala
Jenis Perdarahan Otak :
Epidural
Subdural
Subaraknoid
Intraserebral
Garis Pertahanan
1. Garis perlawanan,
2. Garis pertahanan normal
3. Garis pertahanan fleksibel
Pencegahan tersier : readaptasi reedukasi untuk mencegah
kejadian di masa depan mempertahankan stabilitas
Pencegahan
Pencegahan primer mengurangi kemungkinan terpapar dg stressor
mempengaruhi garis pertahanan yg fleksibel
Pencegahan sekunder untuk penemuan kasus baru dengan jenis
perdarahan otak
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018
-
F. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
G. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ada hubungan antara jenis perdarahan otak dengan waktu ketahanan
hidup
(survival time) pada pasien cedera kepala di RSUD Prof. Dr.
Margono
Soekarjo Purwokerto.
Ketahanan Hidup
Jenis perdarahan otak :
Epidural
Subdural
Subaraknoid
Intraserebral
Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2018