Top Banner
BAB II TINJAUAN TEORI A. Cedera Kepala Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Esther & Manarisip, 2014). Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cerebral disekitar jaringan otak (Baticaca, 2008). Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak Cranio serebri, kontusio/laserusi dan perdarahan serebral (epidural, subdural, subarakhnoid, intraserebral batang otak). Trauma primer terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi / deselerasi otak). Trauma sekunder akibat trauma syaraf yang meluas karena hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik (Wijaya & Putri, 2013). Menurut Satyanegara (2010), berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat riangannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepala. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek, secara praktis dikenal klasifikasi yaitu berdasarkan : Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018
27

BAB II TINJAUAN TEORI A. Cedera Kepalarepository.ump.ac.id/8253/3/Rizky Aulia Mahdi BAB II.pdf · A. Cedera Kepala . Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau

Oct 20, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • BAB II

    TINJAUAN TEORI

    A. Cedera Kepala

    Cedera kepala adalah cedera mekanik yang secara langsung atau tidak

    langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur

    tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu

    sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Esther & Manarisip,

    2014). Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak

    karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis

    terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia, dan pengaruh massa karena

    hemoragig, serta edema cerebral disekitar jaringan otak (Baticaca, 2008).

    Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak

    Cranio serebri, kontusio/laserusi dan perdarahan serebral (epidural, subdural,

    subarakhnoid, intraserebral batang otak). Trauma primer terjadi karena

    benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi / deselerasi otak). Trauma

    sekunder akibat trauma syaraf yang meluas karena hipertensi intrakranial,

    hipoksia, hiperkapnea atau hipertensi sistemik (Wijaya & Putri, 2013).

    Menurut Satyanegara (2010), berat ringannya cedera kepala bukan

    didasarkan berat riangannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada

    beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepala.

    Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek, secara praktis dikenal

    klasifikasi yaitu berdasarkan :

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • 1. Mekanisme cedera kepala

    Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala

    tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya

    berkaitan dengan kecelakaan mobil dan motor, jatuh atau pukulan benda

    tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.

    Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera

    termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

    2. Beratnya cedera

    Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara

    kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi

    beratnya penderita cedera kepala :

    a. Cedera Kepala Ringan (CKR).

    GCS 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran (pingsan). Kurang dari

    30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur

    tengkorak, tidak ada kuntosio cerebral maupun hematoma.

    b. Cedera Kepala Sedang (CKS)

    GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30

    menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

    c. Cedera Kepala Berat (CKB)

    GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau

    terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral,

    laserasi atau hematoma intrakranial.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • Tabel 2.1. Skala Koma Glasgow Glasgow Coma Scale Nilai

    Membuka Mata : Spontan Terhadap rangsangan suara Terhadap nyeri Tidak ada

    4 3 2 1

    Verbal : Orientasi baik Orientasi terganggu Kata-kata tidak jelas Suara tidak jelas Tidak ada respon

    5 4 3 2 1

    Motorik : Mampu bergerak Melokalisasi nyeri Fleksi menarik Fleksi abnormal Ekstensi Tidak ada respon

    6 5 4 3 2 1

    Nilai GCS = (E+V+M), nilai terbaik = 15 dan nilai terburuk = 3

    Menurut Tobing (2011), mengklasifikasikan cedera otak fokal dan

    cedera otak diffuse:

    1. Cedera otak fokal meliputi

    a. Perdarahan epidural (Epidural hematom)

    Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yaitu

    ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan duramater.

    EDH dapat menimbulkan penurunan kesadaran, adanya lusid interval

    selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit neurologis berupa

    hemiparesis kontralateral dan dilatasi pupil ipsilateral. Gejala lain

    yang ditimbulkan antara lain sakit kepala, muntah, kejang dan

    hemiparesis.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • b. Perdarahan subdural akut atau subdural hematom akut

    Subdural hematom (SDH) adalah terkumpulnya darah di ruang

    subdural yang terjadi akut (3-6 hari). Perdarahan ini terjadi akibat

    robeknya vena vena kecil dipermukaan korteks cerebri.

    c. Perdarahan subdural kronik

    Subdural hematom (SDH) kronik adalah terkumpulnya darah di ruang

    subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. SDH kronik diawali dari

    SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit-sedikit.

    d. Perdarahan intra cerebral

    Intracerebral hematom (ICH) adalah area perdarahan yang homogen

    dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral

    hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak

    dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan

    deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh

    darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau

    pembuluh darah kortikal dan subkortikal.

    e. Perdarahan subarahnoid traumatik

    Perdarahan subaraknoid (SAH) diakibatkan oleh pecahnya pembuluh

    darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat

    trauma dapat memasuki ruang subarahnoid dan disebut sebagai

    perdarahan subaraknoid (PSA).

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • 2. Cedera otak diffuse

    Menurut Sadewa (2011), dikutip Tobing (2011), cedera otak

    diffuse merupakan terminologi yang menunjukkan kondisi parenkim otak

    setelah terjadinya trauma. Terjadinya cedera kepala difuse disebabkan

    karena gaya akselerasi dan deselerasi gaya rotasi dan translasi yang

    menyebabkan bergesernya parenkim otak dari permukaan terhadap

    parenkim yang sebelah dalam. Vasospasme luas pembuluh darah

    dikarenakan adanya perdarahan subarahnoid traumatik yang menyebabkan

    terhentinya sirkulasi di parenkim otak dengan manifestasi iskemia yang

    luas, edema otak disebabkan karena hipoksia akibat renjatan sistemik,

    bermanifestasi sebagai cedera kepala difuse. Dari gambaran morfologi

    pencitraan atau radiologi, cedera kepala difuse dikelompokkan menjadi :

    a. Cedera akson difuse

    Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal yang

    menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda otak

    (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan inti-inti

    dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang menghubungkan inti

    inti permukaan kedua hemisfer (komisura) mengalami kerusakan.

    b. Kontusio cerebri

    Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkimal otak yang disebabkan

    karena efek gaya akselerasi dan deselerasi. Mekanisme lain yang

    menjadi penyebab kontusio cerebri adalah adanya gayacoup dan

    countercup, dimana hal tersebut menunjukkan besarnya gaya yang

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • sanggup merusak struktur parenkim otak yang terlindung begitu kuat

    oleh tulang dan cairan otak yang begitu kompak.

    c. Edema cerebri

    Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma kepala.

    Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan parenkim otak

    namun terlihat pendorongan hebat pada daerah yang mengalami

    edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan karena episode hipoksia

    yang umumnya dikarenakan adanya renjatan hipovolemik.

    d. Iskemia cerebri

    Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak

    berkurang atau berhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung lama

    (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit degenerative

    pembuluh darah otak.

    Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), mekanisme cedera kepala

    meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi-deselerasi, coup-coutre

    coup, dan cedera rotasional.

    a. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang

    tidak bergerak (misalnya alat pemukul menghantam kepala atau peluru

    yang ditembakan ke kepala).

    b. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek

    diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala

    membentur kaca depan mobil.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • c. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan

    kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.

    d. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan

    otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang

    tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali berbentur.

    Sebagai contoh pasien dipukul dibagian belakang kepala.

    e. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak

    merotasi neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah

    yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

    Menurut Satyanegara (2010), cedera kepala berdasarkan patofisiologi

    dibagi menjadi dua:

    a. Cedera Kepala Primer

    Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi) rotasi

    yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat

    terjadi : Geger kepala ringan, Memar otak, dan Laserasi.

    b. Cedera Kepala Sekunder

    Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti : hispotensi

    sistemik, hipoksia, hiperkapnea, udema otak, dan komplikasi pernapasan.

    B. Perdarahan Otak pada Cedera Kepala

    Otak terbungkus oleh tengkorak yang tidak dapat ditembus,

    peningkatan tekanan intrakranial dapat menghambat aliran darah otak dan

    menyebabkan iskemia serebral. Peningkatan tekanan intrakranial merupakan

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • penyebab penting cedera otak sekunder dimana derajat dan lamanya berkaitan

    dengan outcome setelah cedera kepala (Smith, 2008).

    Menurut (Hanger et al., 2008), pasien yang mengalami perdarahan

    intraserebral (ICH) memiliki angka kematian tinggi. ICH cenderung terjadi di

    lokasi yang khas, dengan ICH hipertensif yang paling sering ditemukan di

    ganglia basal, thalamus, pons (batang otak), dan otak kecil. ICH akibat

    angiopati amiloid serebral (AVM) cenderung terjadi pada lokasi lobar (Claude

    Hemphill & Lam, 2017). Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya

    pembuluh darah intraserebral yang pecah sehingga darah keluar dari

    pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan otak. Keadaan tersebut

    menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau intraserebral sehingga

    terjadi penekanan pada pembuluh darah otak sehingga menyebabkan

    penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel sehingga

    mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer & Bare, 2005). Perdarahan bisa

    berjalan dengan cepat atau lambat. Bertambah besarnya volume perdarahan

    mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai

    dengan nyeri kepala, papil edema, dan muntah yang seringkali bersifat

    proyektil (Price & Wilson, 2006). Pada tahap lebih lanjut, jika hematom yang

    terbentuk lebih besar akan memicu terjadinya sindrom herniasi yang ditandai

    dengan penurunan kesadaran, adanya pupil yang anisokor dan terjadinya

    hemiparesis kontralateral (Meagher et al., 2011).

    Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari

    pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi dan penyakit darah seperti

    hemofilia (Pizon & Asanti, 2010). Perdarahan intraserebral primer dan

    sekunder (antikoagulan) memiliki perubahan patologis yang sama. Perdarahan

    intracerebral umumnya mempengaruhi lobus serebral, ganglia basal, talamus,

    batang otak, dan serebelum sebagai akibat pembuluh pecah yang dipengaruhi

    oleh perubahan degeneratif terkait hipertensi atau jalur angii amyloid serebral.

    Sebagian besar pendarahan pada perdarahan intra serebral yang berhubungan

    dengan hipertensi terjadi pada atau di dekat bifurkasi arteri kecil yang berasal

    dari penetrasi arteri basilar atau arteri serebral anterior, tengah, atau posterior

    (Qureshi, Mendelow, & Hanley, 2009).

    Perdarahan subaraknoid adalah salah satu kedaruratan neurologis yang

    disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di ruang subaraknoid

    (Setyopranoto, 2012). Perdarahan subaraknoid sebagian besar terjadi di daerah

    permukaan oksipital dan parietal sehingga sering tidak dijumpai tanda-tanda

    rangsang meningeal. Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan

    penguncupan arteri-arteri di dalam rongga subaraknoidea. Bila vasokonstriksi

    yang terjadi hebat disertai vasospasme, akan timbul gangguan aliran darah di

    dalam jaringan otak. Keadaan ini tampak pada pasien yang tidak membaik

    setelah beberapa hari perawatan. Penguncupan pembuluh darah mulai terjadi

    pada hari ke-3 dan dapat berlangsung sampai 10 hari atau lebih (Soertidewi,

    2012).

    Hematom epidural dapat disebabkan oleh laserasi arteri atau vena yang

    berjalan di sepanjang meja bagian dalam tengkorak, dan cedera pada

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • pembuluh ini sering disertai oleh fraktur tengkorak terkait. Perdarahan

    sekunder akibat cedera arteri diperkirakan menghasilkan pertumbuhan yang

    lebih besar dan lebih cepat daripada hematoma epidural yang terjadi akibat

    cedera vena. Karena perdarahan epidural terjadi antara tengkorak dan dura

    mater, perluasannya dibatasi oleh sutura yang berdekatan antara tulang

    tengkorak. Ketika volume perdarahan meningkat, darah epidural memanjang

    di sepanjang meja bagian dalam tengkorak hingga ke batas jahitan terdekat

    (Gomez, 2008).

    Menurut Naidech (2011), Hematom subdural adalah koleksi darah

    ekstra aksial antara duramater dan arachnoid. Hematoma subdural terbentuk

    ketika menjembatani vena selama percepatan-perlambatan kepala. Karena

    pendarahannya adalah vena dan tekanan rendah, hematoma dapat tumbuh

    cukup lambat dan penyajiannya dapat ditunda. Hal ini terutama terjadi pada

    pasien dengan atrofi otak, yang pembuluh penghubungnya lebih rentan

    terhadap pergeseran dan yang lebih siap menampung volume darah

    intrakranial tambahan. Hematoma subdural memiliki spektrum klinis yang

    luas. Akumulasi cepat darah ekstra-aksial, tidak adanya atrofi yang sudah ada,

    dan adanya cedera otak traumatis lainnya berhubungan dengan status

    neurologis yang lebih buruk saat presentasi. Karena otak yang lebih muda

    kurang atrofi, bahkan volume kecil dari darah ekstra-aksial dapat

    meningkatkan ICP dan menghasilkan defisit yang parah.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • C. Ketahanan Hidup Pasien dengan Perdarahan Otak pada Cedera Kepala

    Menurut Morrison & MacKenzie (2008), sebanyak 47 kasus kematian

    disebabkan oleh, atau terkait dengan, cedera kepala dan waktu ketahanan

    hidup tampak pendek. Dari 47 kasus ini kebanyakan adalah korban

    kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia di lokasi kejadian. Empat puluh

    kasus tewas di tempat kejadian dengan kemampuan bertahan hidup beberapa

    menit. Empat kasus digambarkan tewas di tempat kejadian namun dengan

    perkiraan waktu bertahan maksimum yang diambil sebagai perbedaan antara

    waktu di mana orang meninggal ditemukan tewas dan waktu terakhir terlihat

    hidup (tiga kurang dari 2 jam, satu kurang dari 5 menit). Tiga kasus lainnya

    waktu bertahan hidupnya cukup lama sehingga memungkinkan

    pengembangan perubahan aksonal traumatik, satu pada 2 jam 40 menit, satu

    jam 6 jam, dan satu pada 12 jam 40 menit.

    Rata-rata pasien cedera kepala tinggal di ICU adalah 15 hari.

    Sebanyak 127 pasien (29%) meninggal. Tingkat kematian adalah 15% untuk

    pasien dengan cedera otak ringan (GCS, 13-15), 18% untuk cedera otak

    sedang (GCS, 9-12), dan 38% untuk cedera otak berat (GCS, 3 -8). Selain itu,

    sehubungan dengan waktu kematian, persentase kematian adalah 78% untuk

    24 sampai 48 jam pertama, 21% untuk hari ke 3 sampai 5, dan hanya 1%

    setelahnya (Bahloul et al., 2004).

    Menurut Depkes RI (2007), waktu 6-12 jam setelah cedera kepala

    berat, otak akan mengalami fase sistemik inisial berupa penurunan tekanan

    darah, oksigenasi, temperatur, kontrol glukosa darah, status cairan, infeksi

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • dimana fase ini merupakan awal kematian. Pada fase ini telah terjadi cedera

    kepala sekunder dimana akan menyebabkan iskemia otak yang akan

    menentukan outcome pasien cedera kepala.

    Menurut Sorbo (2009), pasien dengan cedera kepala berat, 20%

    meninggal dunia pada awal kedatangan. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian

    yang dilakukan terhadap pejalan kaki yang mengalami kematian akibat

    kecelakaan. Dari 129 orang 56,6 % mengalami cedera kepala dan 54,4 %

    diantaranya hanya dapat bertahan hidup (survive) sampai 6 jam pertama.

    Survival pasien cedera kepala dapat ditingkatkan, diantaranya dengan

    melakukan penanganan awal yang tepat, mempercepat waktu prehospital,

    yaitu waktu dari terjadinya kecelakaan sampai dengan kedatangan di Instalasi

    Gawat Darurat dan dengan mencegah terjadinya hipotensi (tekanan sistolik ≤

    90 mmHg) yang merupakan akibat tambahan yang menyertai cedera kepala

    (Stiver & Manley, 2008).

    D. Analisis Ketahanan Hidup

    Menurut Kartsonaki (2016), analisis ketahanan hidup (survival

    analysis) adalah analisis data time-to-event. Data tersebut menggambarkan

    lamanya waktu dari asal waktu sampai titik akhir tertentu. Metode analisis

    ketahanan biasanya digunakan untuk menganalisis data yang dikumpulkan

    secara prospektif tepat waktu, seperti data dari studi kohort prospektif atau

    data yang dikumpulkan untuk uji klinis.

    Analisis ketahanan hidup menyangkut tindak lanjut pada waktu

    individu dari pengalaman awal atau paparan sampai kejadian yang terpisah.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • Analisis ini dapat digunakan untuk menggambarkan kelangsungan hidup satu

    kelompok pasien, namun dapat digunakan untuk membandingkan

    pengalaman kelompok pasien atau subjek yang berbeda. Waktu tindak lanjut

    adalah interval, biasanya dalam hitungan hari, bulan atau tahun , antara

    dimulainya tindak lanjut untuk subjek sampai kejadian yang diminati atau

    sampai disensor (Flynn, 2012). Analisis ketahanan hidup banyak digunakan

    dalam penelitian klinis dan epidemiologi. Dalam uji klinis acak, digunakan

    untuk membandingkan terjadinya perbedaan hasil pada pasien yang

    menerima perawatan untuk menentukan mana yang paling efektif (Dumville

    et al., 2009).

    Dalam analisis ketahanan hidup, variabel waktu sebagai survival time,

    karena variabel ini menunjukan waktu dari seseorang untuk survived dalam

    periode waktu tertentu. Variabel secara khusus disebut event dan failure,di

    mana event mengacu pada kematian, insiden penyakit, atau hal negatif pada

    individu. Akan tetapi bisa juga suatu kasus positif, misalnya penelitian

    tentang lamanya waktu kembali bekerja setelah operasi bedah efektif

    (Kleinbaum & Klein, 2012).

    Analisis ketahanan hidup adalah suatu metode yang berhubungan

    dengan waktu, mulai dari time origin atau start point sampai dengan

    terjadinya suatu kejadian khusus atau endpoint. Dengan kata lain, analisis

    ketahanan hidup memerlukan data yang merupakan waktu survival dari suatu

    individu. Dalam bidang kesehatan data ini diperoleh dari suatu pengamatan

    terhadap sekelompok atau beberapa kelompok individu dan dalam hal ini

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • adalah pasien, yang diamati dan dicatat waktu terjadinya kegagalan dari

    setiap individu (Collet, 1994). Kegagalan yang dimaksudkan antara lain

    adalah kematian karena penyakit tertentu, keadaan sakit yang terulang

    kembali setelah pengobatan atau munculnya penyakit baru. Apabila

    kegagalan yang diamati adalah terjadinya kematian pada pasien maka waktu

    survival yang dicatat antara lain sebagai berikut :

    1. Selisih waktu mulai dilakukannya pengamatan sampai terjadinya

    kematian dan data tersebut termasuk tidak terpotong (uncensored data).

    2. Jika waktu kematiannya tidak diketahui, maka memakai selisih waktu

    mulai dilakukannya pengamatan sampai waktu terakhir penelitian dan

    data tersebut termasuk data terpotong (censored data).

    Menurut Cox dan Oakes (1984), terdapat tiga hal yang harus

    diperhatikan dalam menentukan waktu survival secara tepat, yaitu sebagai

    berikut :

    1. waktu awal (time origin/starting point).

    2. event dari keseluruhan kejadian harus jelas.

    3. skala pengukuran waktu survival.

    Menurut Kleinbaum dan Klein (2012), pada analisis survival ada

    problem yang kemungkinan beberapa individu tidak bisa diobservasi yang

    disebut dengan data tersensor. Data tersensor disebabkan oleh:

    a. Lost of follow up bila pasien memutuskan untuk pindah ke Rumah Sakit

    lain.

    b. Drop out bila pasien memilih untuk pulang paksa dari Rumah Sakit.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • c. Termination of study bila masa penelitian berakhir sementara pasien

    belum dinyatakan sembuh.

    d. Withdraws from the study because of death bila pasien meninggal dunia.

    Menurut Lee dan Wang (2003), data waktu ketahanan hidup

    digunakan untuk mengukur waktu pada peristiwa tertentu, seperti kegagalan,

    kematian, respon, kambuh, perkembangan penyakit tertentu, pembebasan

    bersyarat, atau perceraian. Waktu adalah subyek dari variasi acak yang

    membentuk suatu distribusi. Distribusi waktu ketahanan hidup biasanya

    dijelaskan atau ditandai oleh tiga fungsi: fungsi survival, fungsi densitas

    probabilitas, dan fungsi hazard. Ketiga fungsi ini secara matematis setara,

    jika salah satu fungsi ini ada, maka fungsi lainnya dapat diturunkan.

    Menurut Kleinbaum dan Klein (2012), tujuan utama dari ketahanan hidup

    adalah:

    1. Mengestimasi/memperkirakan dan menginterpretasikan fungsi survivor

    atau hazard dari data survival, misalnya kanker, mati, post operasi dan

    lain-lain.

    2. Membandingkan fungsi survivor dan fungsi hazard pada dua atau lebih

    kelompok.

    3. Menilai hubungan variabel-variabel explanatory dengan survival

    time/waktu ketahanan hidup misalnya dengan menggunakan “cox

    proportional hazard”.

    4. Untuk memodelkan dan menganalisis data time to event; yaitu data yang

    memiliki batas waktu usia dari suatu kejadian atau events. Kejadian itu

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • disebut dengan ‘failures’. Beberapa contoh antara lain : waktu sampai

    komponen elektronik rusak, waktu kematian, waktu untuk mempelajari

    suatu keahlian.

    Dalam contoh diatas terlihat bahwa mungkin saja suatu failure time

    tak teramati baik karena rancangan percobaannya ataupun karena random

    censoring. Misalnya ternyata pasien masih hidup sampai akhir dari suatu

    percobaan klinis. Analisis survival adalah suatu istilah modern yang

    diberikan terhadap sekumpulan prosedur statistik yang mengakomodasi

    time to event censored data.

    Mengacu pada Lee dan Wang (2003), penjelasan terkait istilah dan

    fungsi dalam analisis ketahanan hidup, sebagai berikut:

    1. Notasi dan terminologi

    a. Notasi

    T = survival time/ waktu ketahanan hidup dari variabel random (Te”0)

    T = nilai spesifik untuk T

    ᵟ = variabel dikotomi (status) = (0-1) variabel, untuk status failure (1)

    atau sensor (0)

    b. Terminologi

    S(t) = survivor function (fungsi survivor), merupakan probabilitas

    seseorang untuk sukses setelah unit waktu yang ditentukan ǻ

    membentuk kurva.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • H(t) = hazard function (fungsi hazard), merupakan probabilitas

    seseorang gagal setelah unit waktu yang ditentukan, seperti kebalikan

    dari fungsi S(t).

    Suatu fungsi hazard yang tinggi menandakan probabilitas kematian

    yang tinggi (Kleinbaum dan Klein (2012).

    2. Fungsi survivor

    Fungsi survivor S(t) adalah probabilitas seseorang untuk survived

    atau bertahan hidup lebih lama atau sama dengan waktu t,

    S(t) = P (seorang individu bertahan lebih lama daripada t)

    S(t) = P (T>t)

    S(t) = Jumlah individu yang bertahan lebih lama daripada t

    Jumlah individu pada data set

    Variabel random mempunyai distribusi probabilitas yang disebut

    “probability density function” F(t) atau fungsi kumulatif dari fungsi

    distribusi dari T adalah :

    F(t) = P (T

  • failure rate). Angka kegagalan bersyarat adalah probabilitas kegagalan

    selama interval waktu yang sangat singkat, dengan asumsi bahwa individu

    telah bertahan hingga awal interval, atau sebagai batas probabilitas bahwa

    seseorang gagal dalam interval yang sangat singkat, t+∆t, mengingat

    bahwa individu telah bertahan hingga waktu t:

    ℎ(𝑡) = 𝑙𝑖𝑚

    ∆𝑡→0 𝑃�kegagalan individu dalam interval waktu (t,t+ ∆t)

    jika individu telah bertahan hidup hingga waktu t�

    ∆𝑡

    Fungsi hazard dapat juga diartikan dalam istilah fungsi kumulatif

    didtribusi F(t) dan fungsi probabilitas densitas f(t):

    ℎ(𝑡) = 𝑓(𝑡)1−𝐹(𝑡)

    Berbeda dengan fungsi survival, dimana fokusnya adalah “not falling”

    pada fungsi hazard fokusnya adalah “falling” pada munculya suatu

    kejadian. Dengan demikian jika S(t) lebih tinggi untuk waktu t maka h(t)

    akan lebih rendah dan sebaliknya.

    Kegunaan fungsi hazard adalah :

    1. Memberikan gambaran tentang keadaan failure rate

    2. Mengidentifikasi bentuk model yang spesifik

    3. Membuat model matematik untuk survival analisis biasanya

    ditulis dalam bentuk fungsi hazard (Kleinbaum, 1997).

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • 4. Metode analisis ketahanan hidup

    Metode analisis ketahanan hidup yang sering digunakan adalah :

    a. Metode table kehidupan (life table)/ akturial (cutler ederer)

    Metode ini menggunakan cara dengan menentukan interval

    waku yang dikehendaki. Pemilihan interval ini dilakukan dengan

    memperhitungkan karakteristik penyakit atau efek yang akan

    dipelajari. Pada metode ini dibuat interval arbitrer, dengan

    menganggap peluang terjadinya efek selama masa interval tersebut

    dianggap konstan. Keadaan ini dianggap sebanding dengan

    pengukuran dengan skala kategorikal (Sastroasmoro, 2002).

    Menurut Sastroasmoro (2002), syarat dan asumsi yang harus dipenuhi

    pada metode ini adalah :

    1. Saat awal pengamatan harus jelas. Bergantung dari jenis penyakit

    yang diteliti, saat mulai pengamatan dapat berupa mulai timbulnya

    keluhan, saat diagnosis atau mulainya terapi.

    2. Efek yang diteliti harus jelas, harus berskala nominal dikotom

    (dianggap sebanding dengan pengukuran dengan skala

    kategorikal) dan harus tidak bersifat multiple (setiap subyek hanya

    dapat mengalami efek 1 kali. Bila efek terjadi berulang kali maka

    efek pertamalah yang dihitung.

    3. Kejadian lost to follow up harus independen terhadap efek.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • 4. Resiko untuk terjadi efek tidak bergantung terhadap pada tahun

    kalender dan resiko untuk terjadi efek pada interval waktu yang

    dipilih dianggap sama.

    5. Pasien yang tersensor dianggap mengalami ½ efek.

    Asumsi yang berlaku pada metode ini adalah subyek yang hilang

    terjadi pada pertengahan interval dan probabilitas untuk bertahan

    hidup pada periode tidak tergantung pada probabilitas bertahan

    hidup pada periode lainnya.

    b. Metode Kaplan Meier

    Metode ini merupakan jenis teknik analisis ketahanan hidup

    yang sering digunakan. Produk ini sering disebut product limit

    method. Berbeda dengan metode akturial, pada cara Kaplan Meier

    tidak dibuat interval tertentu, efek dihitung tepat pada saat ia terjadi.

    Lama pengamatan masing-masing subyek disusun dari yang

    terpendek sampai yang terpanjang, dengan catatan yang tersensor

    diikut sertakan dihitung. Hal ini dianggap sebanding dengan

    pengukuran berkala numeric (Sastroasmoro, 2002).

    c. Regresi Cox

    Regresi Cox merupakan model yang menggambarkan

    hubungan antara waktu survival sebagai variabel dependen dengan

    satu set variabel independen. Variabel independen ini bisa kontinu

    ataupun kategorik. Regresi Cox menggunakan hazard function sebagai

    dasar untuk memperkirakan risiko relatif untuk gagal. Fugsi hazard

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • h(t) adalah sebuah angka estimasi potensi untuk mati pada 1 unit

    waktu pada saat tertentu, dengan catatan bahwa kasus tersebut masih

    hidup ketika menginjak interval waktu tersebut. Karena fungsi hazard

    bukan suatu probability (0-1), maka ia dapat mempunyai nilai 0

    hingga ∞.

    Regresi Cox dirumuskan sebagai berikut :

    h(t,x) = h0(t) exp(β1x1 + β2x2 + ... + βnxn

    Dimana :

    h0(t) : fungsi hazard dasar

    x1, x2 , … n : variabel-variabel bebas

    β1, β2, … n : parameter regresi

    Tujuan penggunaan regresi Cox adalah untuk:

    1. Mengestimasi hazard ratio

    2. Menguji hipotesis

    3. Melihat confident interval dari hazard ratio

    Hazard Ratio (HR) adalah rasio dua hazard pada x=1 dan x=0

    merupakan exp(b), artinya ingin diketahui beberapa besarnya rasio

    untuk hazard failure pada x terpapar dibanding tak terpapar.

    Interpretasi HR~seperti RR atau OR

    Cox Proportional Hazard model sangat populer digunakan karena:

    1. Dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui ho(t) atau

    baseline hazard function

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • 2. Dapat mengestimasi ho(t), h(t,x), dan fungsi survivor meskipun

    ho(t) tidak spesifik

    3. Cox model robust sehingga hasil dari cox model hampir sama

    dengan hasil model parametric.

    Formula model cox menyatakan bahwa hazard pada waktu t

    adalah merupakan hasil dari 2 kuantitas. Pada bagian pertama disebut

    dengan baseline hazard function sedangkan pada kuantitas kedua

    disebut dengan eksponensial yang dinyatakan dengan e hingga jumlah

    linier dari bixi dimana jumlah tersebut adalah meneragkan variabel x.

    Hal penting pada formula tersebut adalah perhatian terhadap

    asumsi porporsional hazard, yaitu baseline hazard adalah fungsi dari t

    dimana ekspresi eksponensial meliputi x tetapi tidak melibatkan t,x

    disini disebut dengan time independen x (x tidak tergantung waktu),

    bila hal ini terjadi maka x disebut time dependen variable, model ini

    disebut dengan extended Cox model.

    Menurut Kleinbaum dan Klein (2012), asumsi pada model

    Cox Proportional Hazard adalah hazard rasio yang membandingkan

    dua kategori dari prediktor adalah konstan pada setiap waktu atau

    tidak tergantung waktu. Apabila asumsi tidak terpenuhi maka model

    yang digunakan regresi cox dengan time dependent covariat atau

    extended cox model. Secara umum ada 3 pendekatan untuk mengkaji

    asumsi proportional hazard, yaitu:

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • 1. Pendekatan grafik, suatu model Cox Proportional Hazard

    dikatakan memenuhi asumsi PH jika plot log-log antara masing-

    masing kategori variabel prediktor sejajar dan atau plot observed

    versus expected antara masing-masing kategori variabel prediktor

    saling berdekatan.

    2. Variabel time-dependent, ialah variabel prediktor model Cox

    Proportional Hazard yang diinteraksikan dengan fungsi waktu.

    Model Cox Proportional Hazard dikatakan memenuhi asumsi PH

    jika parameter variabel time-dependent tidak signifikan.

    3. Menggunakan goodness of fit test, pengujian korelasi antara

    residual Schoenfeld dan waktu survival yang telah diurutkan,

    dengan langkah-langkah:

    a. Memperoleh residual Schoenfeld dari hasil meregresikan data

    waktu survival dengan variabel prediktor

    b. Mengurutkan waktu survival dari yang terkecil hingga

    terbesar.

    c. Menghitung korelasi antara residual Schoenfeld dan waktu

    survival yang telah diurutkan.

    d. Menguji korelasi antara residual Schoenfeld dan waktu

    survival yang telah diurutkan dengan hipotesis (Ender, 2010).

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • E. Kerangka Teori

    Penelitian ini mengacuh pada kerangka teori Model sistem Newman.

    Model keperawatan yang dikembangkan Newman adalah pendekatan

    manusia secara menyeluruh (holistic) yang berdasarkan pada kerangka kerja

    sistem adaptasi. Pendekatan teorinya adalah pendekatan yang holistik dan

    total. Kekuatan model ini ditekankan pada pencegahan, pendidikan kesehatan

    dan kesejahteraan dengan pendekatan manajemen sakit dan sehat (Parker,

    2001). Newman menyajikan aspek-aspek model sistemnya dalam suatu

    diagram lingkaran konsentris, yang meliputi variabel fisiologi, psikologis,

    sosiokultural, perkembangan dan spiritual, basic structure dan energy

    resources, line of resistance, normal line of defense, flexible line of defense,

    stressor, reaksi, pencegahan primer, sekunder, tertier, faktor intra, inter dan

    ekstra personal, serta rekonstitusi. Adapun faktor lingkungan, kesehatan,

    keperawatan dan manusia merupakan bagian yang melekat pada model ini

    yang saling berhubungan dan mendukung ke arah stabilitas sistem

    (Rondonuwu, 2013). Menurut Newman dalam (Ahmadi & Sadeghi, 2017)

    individu dikatakan memiliki inti mekanisme bertahan hidup dalam bentuk

    pengendalian suhu, ego, dan fungsi organ mekanisme inti ini dilindungi oleh

    garis pertahanan. Lapisan luar adalah garis pertahanan yang fleksibel, dan

    bervariasi dalam merespon stressor. Garis pertahanan dalam atau ‘normal’

    mewakili keadaan sehat dan adaptasi individu. Garis resisten mewakili faktor

    internal yang menentukan respon organisme terhadap stressor. Stress sangat

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • penting untuk konsep lingkungan dan digambarkan sebagai kekuatan

    lingkungan untuk berinteraksi dan berpotensi mengubah stabilisasi sistem.

    Menurut Newman dalam Christensen dan Kenney (2009), keperawatan

    berkaitan dengan pemeliharaan stabilisasi klien dengan mengurangi reaksi

    atau memungkinkan reaksi terhadap stresor. Menurut Newman dalam Parker

    dan Smith (2010), tujuan dan intervensi ditentukan dan disepakati secara

    konsisten dalam sistem perawatan kesehatan untuk klien terkait dengan

    masalah kesehatan. Pengkajian klien, diagnosis keperawatan dengan

    pencegahan primer, sekunder, dan tersier seperti intervensi adalah yang

    dikembangkan dalam melakukan tindakan keperawatan yang sesuai dengan

    masing-masing tipologi pencegahan. Pencegahan primer terdiri atas

    intervensi yang dilakukan sebelum atau setelah berhadapan dengan stressor,

    hal ini memungkinkan terjadi penurunan terhadap stressor untuk menguatkan

    garis pertahanan fleksibel jika ada stress. Pencegahan sekunder terdiri atas

    intervensi yang dilakukan setelah berhadapan dengan stressor, hal ini

    mencakup kasus dan pengobatan gejala setelah reaksi stressor, dalam hal ini

    adalah pengobatan cedera kepala. Pencegahan tersier terdiri atas intervensi

    yang umumnya dilakukan setelah pengobatan. Intervensi ini difokuskan pada

    readaptasi, reduksi untuk mencegah kekambuhan di masa yang akan datang

    dan pemeliharaan kesehatan yang optimal.

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian

    Stressor

    Biologi

    Psikologi

    Sosiokultural

    Perkembangan

    Spiritual

    Cedera Kepala

    Jenis Perdarahan Otak :

    Epidural

    Subdural

    Subaraknoid

    Intraserebral

    Garis Pertahanan

    1. Garis perlawanan,

    2. Garis pertahanan normal

    3. Garis pertahanan fleksibel

    Pencegahan tersier : readaptasi reedukasi untuk mencegah kejadian di masa depan mempertahankan stabilitas

    Pencegahan

    Pencegahan primer mengurangi kemungkinan terpapar dg stressor mempengaruhi garis pertahanan yg fleksibel

    Pencegahan sekunder untuk penemuan kasus baru dengan jenis perdarahan otak

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018

  • F. Kerangka Konsep

    Variabel Bebas Variabel Terikat

    G. Hipotesis

    Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

    Ada hubungan antara jenis perdarahan otak dengan waktu ketahanan hidup

    (survival time) pada pasien cedera kepala di RSUD Prof. Dr. Margono

    Soekarjo Purwokerto.

    Ketahanan Hidup

    Jenis perdarahan otak :

    Epidural

    Subdural

    Subaraknoid

    Intraserebral

    Analisis Ketahanan Hidup..., Rizky Aulia Mahdi, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2018


Related Documents