Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi
adalah masalah perdarahan. Walaupun angka kematian maternal telah
menurun secara dramatis dengan adanya pemeriksaan-pemeriksaan dan
perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit dan adanya fasilitas
transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap
merupakan faktor utama dalam kematian maternal.
Perdarahan dalam bidang obstetri hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun janin, terutama jika tindakan pertolongan terlambat dilakukan,
atau jika komponennya tidak dapat segera digunakan. Oleh karena itu,
tersedianya sarana dan perawatan sarana yang memungkinkan penggunaan
darah dengan segera, merupakan kebutuhan mutlak untuk pelayanan obstetri
yang layak.
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang
terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai
suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin.
Setiap wanita hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan, harus segera
dirawat dan ditentukan penyebabnya, untuk selanjutnya dapat diberi
pertolongan dengan tepat.
Terdapat klasifikasi perdarahan berdasarkan umur kehamilan:
1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA
a) Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup
1
Page 2
luar kandungan.
b) Molahidatidosa
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik.
c) Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTEPARTUM)
a) Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (OUI).
b) Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya
normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung
sejak kehamilan 28 minggu.
c) Insersio Velamentosa (vasa previa)
d) Ruptura Sinus Marginalis (Solusio Plasenta Ringan)
e) Plasenta Sirkumvalata
2
Page 3
BAB II
PEMBAHASAN
1. PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA
A. ABORTUS
Ada beberapa faktor yang merupakan predisposisi terjadinya abortus,
misalnya faktor paritas dan ibu, mempunyai pengaruh besar. Risiko
abortus semakin dengan bertambahnya paritas dan semakin bertambahnya
usia ibu dan ayah. Riwayat abortus pada penderita abortus nampaknya
juga merupakan predisposisi terjadinya abortus berulang. Kemungkinan
terjadinya abortus berulang pada seorang wanita yang mengalami abortus
tiga kali atau lebih adalah 83,6 %.
Selain beberapa faktor diatas, penyakit ibu seperti pneumonia, typhus
abdominalis, pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan
abortus. Begitu pula dengan penyakit-penyakit infeksi lain juga
memperbesar peluang terjadinya abortus.
1) Defenisi
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu
3
Page 4
hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan kurang
dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram.
Sedang menurut WHO /FIGO adalah jika kehamilan kurang dari
22 minggu, bila berat janin tidak diketahui.
Di Indonesia umumnya batasan untuk abortus adalah sesuai
dengan definisi Greenhill yaitu jika umur kehamilan kurang dari 20
minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Abortus spontan dibagi
menjadi abortus awal dan abortus yang terlambat. Abortus awal terjadi
sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Abortus yang terlambat
terjadi pada usia kehamilan 12 sampai 20 minggu.
2) Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
a) Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus
pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah:
Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosom
X.
Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan,
tembakau, dan alkohol.
b) Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensi menahun.
c) Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan,
dan toxoplasmosis.
d) Kelainan traktus genitalia, seperti inkompetensi serviks (untuk
abortus pada trisemester kedua), retroversi uteri, mioma uteri, dan
kelainan bawaan uterus.
4
Page 5
3) Patogenesis
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua basalis
kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi
koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta
tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu keatas umumnya dikeluarkan
setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian
plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blighted
ovum), janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus
kompresus, maserasi, atau fetus papiraseus.
4) Klasifikasi
Abortus dapat dibagi atas dua golongan:
a) Abortus Spontan
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului
faktor-faktor mekanis ataupun medisinalis, semata-mata
disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
b) Abortus Provakatus (induced abortion)
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan
memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi
menjadi:
5
Page 6
Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat
membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter
ahli.
Abortus Kriminalis
Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis.
Berdasarkan gambaran klinis, abortus dibedakan menjadi 6
golongan yaitu:
a) Abortus Immimens (keguguran membakat)
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, sedang hasil konsepsi masih
dalam uterus tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens diduga bila perdarahan berasal dari
intrauteri muncul selama pertengahan pertama kehamilan, dengan
atau tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa
dilatasi serviks. Menurut Taber (1994), umumnya kira-kira 50 %
wanita dengan gejala abortus imminens kehilangan kehamilannya,
persentase kecil lahir prematur dan lainnya berlanjut ke kelahiran
cukup bulan.
6
Page 7
Gambar: Abortus Iminens
b) Abortus Insipiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus insipiens ialah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan kurang dari 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks
yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Dalam
hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan
bertambah.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin
kuat dan sering, serviks terbuka.
Gambar: Abortus Insipiens
c) Abortus Inkompletus (keguguran bersisa) \
Abortus inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
7
Page 8
pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa
tertinggal dalam uterus. Perdarahan abortus ini dapat banyak
sekali, sehingga dapat menyebabkan perdarahan banyak dan tidak
berhenti sebelum hasil konsepsi dikeluarkan.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi,serviks terbuka,
sebagian jaringan keluar.
Gambar: Abortus Inkompletus,dimana pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran produk konsepsi yang
keluar pada abortus inkompletus
d) Abortus Kompletus (keguguran lengkap)
Abortus kompletus terjadi dimana semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,ostium
uteri sebagian besar telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks
menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
8
Page 9
Gambar: Abortus Kompletus,
dimana pada sebelah kanan gambar terlihat gambaran hasil konsepsi yang keluar
pada abortus kompletus.
e) Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin sebelum usia 20 minggu,
tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Setelah retensi yang lama dari hasil konsepsi yang mati, dapat
terjadi kelainan pembekuan darah yang serius, khususnya bila
kehamilan telah mencapai trimester kedua sebelum janin mati.
Gambar: Missed Abortion
f) Abortus Habitualis (keguguran berulang)
Definisi abortus spontan yang berkali-kali (habitualis) telah
9
Page 10
dibuat berdasarkan berbagai kriteria jumlah dan urutannya, tapi
definisi yang paling mungkin diterima saat ini adalah abortus
spontan yang terjadi berturut-turut tiga kali atau lebih.
Menurut Hertig abortus spontan terjadi dalam 10 % dari
kehamilan dan abortus habitualis 3,6 – 9,8 % dari abortus spontan.
Etiologi :
Kelainan ovum atau spermatozoa, dimana bila terjadi
pembuahan hasilnya adalah pembuahan yang patologis.
Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid,
korpus luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya
plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum
atrofis, kelainan anatomis, hipertensi dan keadaan
malnutrisi.
5) Manifestasi Klinis
Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
Pada pemeriksaan fisik ; keadaan umum tampak lemah atau
kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, dengyut
nadi normal atau capt dan kecil, suhu badan normal atau menurun.
Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil
konsepsi.
Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai
nyeri pinggang akibat kontraksi uterus.
Pada pemeriksaan ginekologi:
Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam, ada/tidak jaringan
hasil konsepsi, tercium atau tidak bau busuk dari vagina.
Inspekulo: perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka
atau sudah tertutup,ada/tidak jaringan keluar dari ostium,
ada/tidak jaringan berbau busuk dari ostium.
Vaginal toucher : porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus
10
Page 11
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
portio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum
douglasi tidak menonjol dan tidak nyeri.
6) Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
a) Laboratorium
Darah Lengkap
Kadar haemoglobih rendah akibat anemia haemorrhagik.
LED dan jumlah leukosit meningkat tanpa adanya infeksi.
Tes Kehamilan
Penurunan atau level plasma yang rendah dari β-hCG adalah
prediktif. terjadinya kehamilan abnormal (blighted ovum,
abortus spontan atau kehamilan ektopik).
b) Ultrasonografi
USG transvaginal dapat digunakan untuk deteksi kehamilan 4 -5
minggu.
Detik jantung janin terlihat pada kehamilan dengan CRL > 5 mm
(usia kehamilan 5 – 6 minggu).
Dengan melakukan dan menginterpretasi secara cermat,
pemeriksaan USG dapat digunakan untuk menentukan apakah
kehamilan viabel atau non-viabel.
Pada abortus imimnen, mungkin terlihat adanya kantung kehamilan
(gestational sac GS) dan embrio yang normal. Prognosis buruk bila
dijumpai adanya :
Kantung kehamilan yang besar dengan dinding tidak beraturan
dan tidak adanya kutub janin.
Perdarahan retrochorionic yang luas ( > 25% ukuran kantung
kehamilan).
Frekuensi DJJ yang perlahan ( < 85 dpm ).
11
Page 12
Pada abortus inkompletus, kantung kehamilan umumnya pipih dan
iregular serta terlihat adanya jaringan plasenta sebagai masa yang
echogenik dalam cavum uteri.
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat
tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
Pada missed abortion, terlihat adanya embrio atau janin tanpa ada
detik jantung janin.
Pada blighted ovum, terlihat adanya kantung kehamilan abnormal
tanpa yolk sac atau embrio.
Kehamilan intrauterine 8 minggu. Terlihat gambaran embrio (E) dan yolk sac (YS)
12
Page 13
Blighted ovum
Kantung gestasi (Gestational Sac ) yang kosong
kematian embrio pada kehamilan 8 minggu
Terlihat dinding kantung kehamilan (GS) yang iregular dan Yolk sac yang
mengempis
Uterus yang kosong ( U ) dengan masa adneksa (A) yang diduga adalah
kehamilan ektopik. β hCG saat ini > 100 mIU
13
Page 14
7) Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi,
infeksi, dan syok.
a) Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-
sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian tranfusi darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan
tidak diberikan pada waktunya.
b) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
dalam posisi hiporetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita
perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu
segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari luar dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau histerektomi. Perforasi
uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam
menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya
luas, mungkin juga terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya
cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan
seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c) Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap
abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan
lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa
memperhatikan asepsis dan antisepsis. Apabila infeksi menyebar
lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan
kemungkinan diikuti oleh syok.
d) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok
hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).
14
Page 15
8) Diagnosa Banding
95% perdarahan uterus pada kehamilan muda disebabkan oleh abortus,
namun perlu diingat diagnosa banding dari perdarahan pervaginam
pada kehamilan muda yaitu :
a) Kehamilan ektopik
b) Perdarahan servik akibat epitel servik yang mengalami eversi atau
erosi
c) Polip endoservik
d) Mola hidatidosa
e) (jarang) Karsinoma servik uteri
f) Pedunculated submucous myoma
9) Penatalaksanaan
a) Abortus Iminens
Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan
rangsang mekanik berkurang.
Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari.
Tes kehamilan dan pemeriksaan USG untuk menentukan
keadaan janin.
Berikan obat-obat hormonal dan antispasmodika.
Berikan obat penenang dan preparat hematinik.
Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
b) Abortus Insipiens
Bila perdarahan tidak banyak tunggu terjadinya abortus
spontan tanpa pertolongan selama 36 jam.
Pada kehamilan < 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU
dalam RL 500 ml dimulai 8 tetes/menit dan naikkan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplet.
Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,
lakukan pengeluaran plasenta secara manual.
15
Page 16
c) Abortus Inkomplit
Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl
fisiologis atau RL dan selekas mungkin ditransfusi darah.
Setelah syok teratasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu
suntikkan ergometrin 0,2 mg IM.
Bila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal,lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d) Abortus Komplit
Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama
3-5 hari.
Bila pasien anemia berikan hematinik.
Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Anjurkan pasien untuk diet tinggi protein,vitamin dan mineral.
e) Missed Abortion
Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan hasil konsepsi
dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau
segar sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan hasil konsepsi.
Pada kehamilan < 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg
lalu infus oksitosin 10 IU dalam RL 500 ml mulai 20
tetes/menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus.
f) Abortus Habitualis
Pengobatan pada kelainan endomentrium pada abortus
habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada
konsepsi daripada sesudahnya.
Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau
dihentikan.
Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif:
SHIRODKAR atau MC DONALD (cervical cerclage).
16
Page 17
10) Kuretase
Cara kuretase:
a) Pasien dalam posisi litotomi.
b) Suntikkan valium 10 mg dan atropin sulfat 0,25 mg IV.
c) Tindakan asepsis dan anti sepsis genitalia externa, vagina dan serviks.
d) Kosongkan kandung kemih.
e) Pasangkan spekulum vagina, selanjutnya serviks dipresentasikan
dengan tenakulum menjepit dinding depan porsio pada jam 12.
Angkat spekulum depan dan spekulum belakang dipegang oleh
seorang asisten.
f) Masukkan sonde uterus dengan hati-hati untuk menentukan besar
dan arah uterus.
g) Keluarkan jaringan dengan cunam abortus, dilanjutkan dengan
kuret tumpul secara sistematis menurut putaran jarum jam.
Usahakan seluruh kavum uteri dikerok.
h) Setelah diyakini tak ada perdarahan, tindakan dihentikan. Awasi
tanda vital 15-30 menit pasca tindakan.
Gambar : kuretase
17
Page 19
B. MOLA HIDATIDOSA
Penyakit trofoblastik gestasional (gestational trophoblastic disease)
meliputi beberapa penyakit yang prosesnya muncul atau berkembang di
plasenta, diantaranya: mola parsial dan komplet/lengkap, placental site
trophoblastic tumors, koriokarsinoma, dan mola invasif.
Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional yang
ganas (malignant gestational trophoblastic disease) dapat dicegah dengan
pemeliharaan (preservation) fungsi reproduksi. Pada referat ini hanya
dibahas tentang hydatidiform moles (complete and partial).
1) Defenisi
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh
vili korialisnya mengalami perubahan hidrofik. Uterus dan
berkembang lebih cepat dari usia gestasi yang normal, tidak dijumpai
adanya janin, kavum uteri hanya terisi oleh jaringan seperti rangkaian
buah anggur.
2) Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang
dapat menyebabkan antara lain:
19
Page 20
a) Faktor ovum: ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan.
b) Imunoselektif dari trofoblast.
c) Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
d) Paritas tinggi.
e) Kekurangan protein
f) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
3) Patogenesis
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
a) Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
b) Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian
janin.
Gambar: kanan, molahidatidosa komplit dan kiri molahidatidosa parsial
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari
penyakit trofoblast :
a) Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu
karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi
penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung.
20
Page 21
b) Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan
memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan
yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
c) Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa
semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi
awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke
lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan
fungsinya selama pembentukan cairan.
4) Manifestasi Klinis
a) Aminore dan tanda – tanda kehamilan.
b) Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, karena
perdarahan ini pasien biasanya anemis.
c) Perbesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan
d) Tidak teraba adanya janin, tidak adanya balloment, tidak ada bunyi
jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada rotgen foto.
e) Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat di
ketemukan janin
f) Hiperemisis lebih sering terjadi, lebih keras dan dan lebih lama.
g) Pre eklampsi atau eklamsi yang terjadi sebelum kehamilan 24
minggu
h) Gejala klinik mirip dengan kehamilan muda dan abortus imminens,
tetapi gejala mual dan muntah berat.
5) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Quantitative beta-HCG
Kadar HCG lebih dari 100,000 mIU/mL mengindikasikan
pertumbuhan trofoblas yang berlebihan (exuberant
trophoblastic growth) dan dugaan adanya kehamilan mola
haruslah disingkirkan. Kadar HCG pada kehamilan mola
21
Page 22
biasanya normal.
Hitung darah lengkap dengan trombosit (complete blood cell
count with platelets). Anemia merupakan komplikasi medis
yang umum terjadi, sebagai perkembangan (development) dari
proses koagulopati.
Fungsi pembekuan (clotting function)
Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan dugaan adanya
komplikasi akibat proses perkembangan koagulopati.
Tes fungsi hati (Liver function test)
Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin
Thyroxin
Meskipun wanita dengan kehamilan mola secara klinis
biasanya euthyroid, namun kadar plasma thyroxin biasanya
naik di atas nilai normal wanita dengan kehamilan normal. Di
samping itu, gejala hyperthyroidism dapat terjadi.
Serum inhibin A dan activin A
b) Pencitraan (Imaging Studies)
Ultrasonography (USG) merupakan baku emas (criterion standard)
untuk mengidentifikasi kehamilan mola, baik lengkap maupun
parsial.
Gambaran klasik mola adalah adanya pola badai salju (snowstorm
pattern) yang mengindikasikan vili korionik hidrofik.
Sementara USG yang high-resolution mampu menunjukkan suatu
massa intrauterine complex yang berisi banyak kista kecil (small
cysts).
Sekali diagnosis kehamilan mola (molar pregnancy) ditegakkan,
maka suatu tindakan baseline chest radiograph seperti rontgen dada
haruslah dilakukan. Paru-paru merupakan tempat
metastasis (penyebaran) primer untuk tumor trofoblas
ganas (malignant trophoblastic tumor).
22
Page 23
c) Penemuan Histologis (Histologic Findings)
Mola lengkap (complete mole)
Tidak tampak jaringan janin (fetal tissue), namun terlihat jelas
proliferasi trofoblas yang berat (severe trophoblastic
proliferation), hydropic villi, dan kromosom 46,XX atau
46,XY. Sebagai tambahan, mola lengkap menunjukkan
overexpression dari beberapa faktor pertumbuhan (growth
factors), termasuk c-myc, faktor pertumbuhan epidermal, dan
c-erb B-2. Hal itu tidak dijumpai pada plasenta normal.
Mola parsial (partial mole)
Terlihat jaringan janin (fetal tissue), amnion, sel-sel darah
merah janin, vili hidrofik, dan proliferasi trofoblas. Menurut
Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr.SpOG(K), MSPH.
(2005) gambaran khas mola hidatidosa parsial memiliki empat
gambaran khas:
Vili korialis dari berbagai ukuran dengan degenerasi
hidropik, kavitasi, dan hiperplasi trofoblas.
Scalloping yang berlebihan dari vili.
Inklusi stroma trofoblas yang menonjol.
Ditemukan jaringan embrionik atau janin.
6) Diagnosa
a) Anamnesis
Perdarahan pervaginam / gambaran NOK, gejala toksemia pada
trimester I dan II, hipermisis gravidarum, gejala tirotoksikosis dan
gejala emboli paru.
b) Pemeriksaan fisik
Uterus lebih besar dari usia kehamilan, kista lotein balotemen
negatif denyut jantung janin negatif.
c) Pemeriksaan penunjang
23
Page 24
7) Diagnosa Banding
Kehamilan dengan mioma, abortus, hidramnion dan gemeli
8) Komplikasi
a) Perforasi uterus saat melakukan tindakan kuretase (suction
curettage) terkadang terjadi karena uterus luas dan lembek
(boggy). Jika terjadi perforasi, harus segera diambil tindakan
dengan bantuan laparoskop.
b) Perdarahan (hemorrhage) merupakan komplikasi yang sering
terjadi saat pengangkatan (evacuation) mola. Oleh karena itu,
oksitosin intravena harus diberikan sebelum evakuasi mola.
Methergine dan atau Hemabate juga harus tersedia. Selain itu,
darah yang sesuai dan cocok dengan pasien juga harus tersedia.
c) Penyakit trofoblas ganas (malignant trophoblastic disease)
berkembang pada 20% kehamilan mola. Oleh karena itu,
quantitative.
HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah
evakuasi (postevacuation) mola sampai hasilnya negatif.
d) Pembebasan faktor-faktor pembekuan darah oleh jaringan mola
memiliki aktivitas fibrinolisis. Oleh karena itu, semua pasien harus
diskrining untuk disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
e) Emboli trofoblas dipercaya menyebabkan acute respiratory
insufficiency. Faktor risiko terbesar adalah ukuran uterus yang
lebih besar dibandingkan usia kehamilan (gestational age) 16
minggu. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian.
9) Penatalaksanaan
a) Perbaiki keadaan umum.
b) Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretas dilanjutkan
dengan kuret tajam. Lakukan kuretas bila tinggi fundus uterus lebih
dari 20 minggu sesudah hari ketujuh.
c) Untuk memperbaiki kontraksi, sebumnya berikan uterotonik (20-
24
Page 25
40 unit oksitosin dalam 250 cc/50 unit oksitosin dalam 500 ml
NaCl 0,9%) bila tidak dilakukan vakum kuretase, dapat diambil
tindakan histeroktomi.
d) Histeroktomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun
dengan anak hidup tiga .
e) Terapi proflaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D
pada kasus dengan resiko keganasan tinggi seperti umur tua dan
paritas tinggi.
f) Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar Beta HCG lanjutan
untuk deteksi dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bisa
berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola. Yang paling
banyak dalam 6 bulan pertama, pemeriksaan kadar Beta HCG tiap
minggu sampai kadar menjadi negatif selama 3 minggu lalu tiap
bulan selama 6 bulan pemeriksaan foto toraks tiap bulan sampai
kadar Beta HCG negatif.
10) Prognosa
a) Kematian akibat perdarahan, infeksi, eklampsia, penyakit jantung
atau krisis tiroid. Dinegara berkembang 2,2 % dan 5,7%.
b) Proses keganasan berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca
mola, yang paling banyak 6 bulan pertama.
c) Bisa melahirkan normal setelah th/mola
25
Page 26
C. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi
seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita
tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik
terganggu. Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang sering
dihadapi oleh setiap dokter, dengan gambaran klinik yang sangat beragam.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa
reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan
nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik terganggu.
Berbagai macam kesulitan dalam proses kehamilan dapat dialami
para wanita yang telah menikah. Namun, dengan proses pengobatan yang
dilakukan oleh dokter saat ini bisa meminimalisir berbagai macam
penyakit tersebut. Kehamilan ektopik diartikan sebagai kehamilan di luar
rongga rahim atau kehamilan di dalam rahim yang bukan pada tempat
seharusnya, juga dimasukkan dalam kriteria kehamilan ektopik, misalnya
kehamilan yang terjadi pada cornu uteri. Jika dibiarkan, kehamilan ektopik
dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat berakhir dengan
kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan
26
Page 27
ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan
isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh
terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke
saluran telur sisi seberangnya.
1) DefenisiIstilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata
dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik
dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada
kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat
berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.
2) InsidenSebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Namun,
frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala
kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas.
3) Etiologi
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel
telur dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus). Dari beberapa studi
faktor resiko yang diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:
a. Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan pada
motilitas saluran telur.
b. Riwayat operasi tuba.
c. Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
d. Kehamilan ektopik sebelumnya.
e. Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
f. Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
g. Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-
perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat
terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.
h. Operasi plastik pada tuba.
27
Page 28
i. Abortus buatan.
4) Patofisiologi
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap
ovum yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri.
Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat terpenuhi
lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa
kemungkinan akibat dari hal ini:
a) Kemungkinan “tubal abortion”, lepas dan keluarnya darah dan
jaringan ke ujung distal (fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus
b) tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah yang keluar
dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu
banyak karena dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
c) Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum,
sebagai akibat dari distensi berlebihan tuba.
d) Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
e) Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada
ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-
kadang sedikit hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian.
5) Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-
beda; dari perdarahan yang banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut
sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat
diagnosanya. Gejala dan tanda tergantung pada lamanya kehamilan
ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu.
28
Page 29
Hal ini menunjukkan kematian janin. Kehamilan ektopik
terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan
mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai
gejala-gejala yang samar-samar sehingga sulit untuk membuat
diagnosanya.
6) Diagnosis
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara
ditegakkan, antara lain dengan melihat:
a) Anamnesis dan Gejala Klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat
ada atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan /
kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya
darah yang terkumpul dalam peritoneum.
b) Pemeriksaaan Fisik
Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di
daerah adneksa.
Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat
dan ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut,
yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas
dinding abdomen.
Pemeriksaan ginekologis
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri
pada uteris kanan dan kiri.
c) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah
dapat meningkat.
d) Kuldosentesis
Suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah.
e) Laparatomi
29
Page 30
Diagnosa pasti hanya bisa ditegakkan dengan laparatomi.
f) USG: berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi
di luar uterus.
7) Diagnosa Banding
Hati-hati dengan diagnosis banding, misalnya appendisitis pada usia
kehamilan muda : mungkin ada tanda kehamilan, mungkin juga ada
tanda akut abdomen – sebaliknya kehamilan ektopik terganggu belum
tentu pula disertai gejala pendarahan.
8) Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
a) Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik
terganggu telah lama berlangsung (4-6 minggu), terjadi perdarahan
ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
b) Infeksi.
c) Sterilitas.
d) Pecahnya tuba falopii.
e) Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya
embrio.
9) Penanganan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber
perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan
demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu : kondisi
penderita pada saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu)
pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG
30
Page 31
(kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus
menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi,
infus, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan
dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan
harus dirawat inap di rumah sakit.
10) Prognosa
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dengan persediaan darah yang cukup. Hellman
dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari 826 kasus, dan Willson dkk
(1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan terlambat, angka
kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan
angka kematian 2 dari 120 kasus.
Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
mengalami kehamilan ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk
hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%. Kemungkinan
melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.
31
Page 32
2. PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTE PARTUM)
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per
100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya.
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian
ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini
ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-
eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang
berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu
dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda
disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut
perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan
tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat
kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan
28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu.
Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3% dari seluruh persalinan.
Di Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (1971-1975) dilaporkan 14,3% dari
seluruh persalinan; R.S. Pirngadi Medan kira-kira 10% dari seluruh
persalinan, dan di Kuala Lumpur, Malaysia (1953-1962) 3% dari seluruh
persalinan.
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio
plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. Yang paling banyak
menurut data RSCM jakarta tahun 1971-1975 adalah solusio plasenta dan
plasenta previa. Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan
nyawa ibu dan janin. Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai
pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada
trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi
32
Page 33
ibu dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling
banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya
digambarkan sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri
(didekat cervix uteri).
Di AS plasenta previa ditemukan kira-kira 5 dari 1.000 persalinan dan
mempunyai tingkat kematian 0.03%. Data terbaru merekam dari 1989-1997
plasenta previa tercatat didapat pada 2,8 kelahiran dari 1000 kelahiran hidup.
Di Indonesia, RSCM Jakarta mencatat plasenta previa terjadi pada kira-kira 1
diantara 200 persalinan. Antara tahun 1971-1975 terjadi 37 kasus plasenta
previa diantara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 dari 125
persalinan.
Angka kematian maternal karena plasenta previa berkisar 0,03%. Bayi
yang lahir dengan plasenta previa cenderuing memiliki berat badan yang
rendah dibandingkan bayi yang lahir tanpa plasenta previa. Resiko kematian
neonatal juga tinggi pada bayi dengan plasenta previa, dibandingkan dengan
bayi tanpa plasenta previa.
Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta
dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki
gejala dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distress.
Di AS frekwensi solusio plasenta kira-kira 1%, dan solusio plasenta
yang mengakibatkan kematian didapatkan sebanyak 0.12% dari jumlah
kehamilan (1:830).
Secara keseluruhan tingkat kematian janin pada solusio plasenta adalah
20-40%, tergantung pada tingkat lepasnya plasenta. Nilai ini semakin tinggi
tinggi pada pasien dengan riwayat merokok. Sekarang ini, solusio plasenta
adalah bertanggung jawab untuk kira-kira 6% kematian maternal. Resiko
solusio plasenta meningkatkan pada pasien dengan umur dibawah 20 tahun
dan diatas 35 tahun.
33
Page 34
A. PLASENTA PREVIA
1) Defenisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum (OUI).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada di depan jalan lahir. (prae= di
depan, vias = jalan), jadi yang di maksud adalah plasenta mplantasinya
tidak normal sehingga menutupi seluruh atau sebahagian jalan lahir
(Ostium Uteri Internium).
2) Etiologi
Angka kejadian PP meningkat dengan semakin bertambahnya usia
pasien, multiparitas dan riwayat seksio sesar sebelumnya; sehingga
etiologi plasenta previa diperkirakan adalah :
a) Vaskularisasi daerah endometrium yang buruk atau adanya
jaringan parut.
b) Ukuran plasenta besar.
c) Plasentasi abnormal (lobus succenteriata atau plasenta difusa).
d) Jaringan parut.
3) Faktor Resiko
a) Riwayat plasenta previa (4-8%).
b) Kehamilan pertama setelah sectio caesar.
c) Multiparitas (5% kejadian pada grandemultipara).
d) Usia ibu “tua”.
34
Page 35
e) Kehamilan kembar.
f) Riwayat kuretase abortus.
g) Merokok.
Perdarahan pada plasenta previa terjadi oleh karena :
a) Separasi mekanis plasenta dari tempat implantasinya saat
pembentukan SBR atau saat terjadi dilatasi dan pendataran servik.
b) Plasentitis.
c) Robekan kantung darah dalam desidua basalis.
4) Patofisiologi
Pendarahan antepartum akibat plasenta previa terjadi sejak
kehamilan 10 minggu saat segmen bawah uterus membentuk dari
mulai melebar serta menipis, umumnya terjadi pada trismester ketiga
karena segmen bawah uterus lebih banyak mengalami perubahan
pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan servik menyebabkan
sinus uterus robek karena lepasnya plasenta dari dinding uterus atau
karena robekan sinus marginalis dari plasenta. Pendarahan tidak dapat
dihindarkan karena ketidak mampuan serabut otot segmen bawah
uterus untuk berkontraksi seperti pada plasenta letak normal.
5) Klasifikasi Klinis
a) Plasenta previa totalis :
Seluruh ostium uteri intermum tertutup oleh plasenta.
Gambar: plasenta previa totalis
35
Page 36
b) Plasenta previa parsialis/lateralis
Sebagian ostium uteri intemum tertutup oleh plasenta.
Gambar plasenta previa lateralis
c) Plasenta previa marginalis
Pinggir bawah plasenta berada tepat pada pinggir ostium uteri
internum
Gambar: plasenta previa marginalis
d) Plasenta previa letak rendah
Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi
36
Page 37
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir
pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan
lahir.
Gambar: berbagai jenis plasenta previa
Gambar: A. Implantasi plasenta normal. B. Plasenta letak rendah C. Plasenta
previa partialis D.Plasenta Previa totalis
6) Gejala Klinis
a) Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa sebab,
tanpa rasa nyeri dan biasanya berulang (painless, causeless,
37
Page 38
recurrent bleeding), darahnya berwarna merah segar.
b) Bagian terdepan janin tinggi (floating), sering dijumpai
kelainan letak janin.
c) Perdarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan
tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya,
sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi
perdarahan berikutnya (recurrent bleeding) biasanya lebih
banyak.
d) Janin biasanya masih baik.
7) Diagnosis
a) Anamnesis
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu
berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada
pemeriksaan hematokrit.
b) Pemeriksaan luar
Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas
panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
c) Pemeriksaan In Spekulo
Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan
berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri
eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
d) Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung
Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan
radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi
penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat,
tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak
menimbulkan rasa nyeri.
e) Pemeriksaan Ultrasonografi
38
Page 39
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau
jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut
plasenta letak rendah.
f) Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif
Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara
langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat
banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan
melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
P = Plasenta ; F : Fetus
USG yang menunjukkan adanya plasenta previa totalis
P= plasenta ; F= janin ;AF= cairan amnion; B= Kandung kemih ;Cx= Cervix
39
Page 40
8) Diagnosa Banding
a) Solusio Plasenta
b) Plasenta Sirkumvalata
9) Terapi
a) Terapi Ekspektatif (mempertahankan kehamilan)
Kriteria :
Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
Perdarahan sedikit
Belum ada tanda-tanda persalinan
Keadaan umum baik, kadar Hb 8 gr% atau lebih.
Rencana Penanganan :
Istirahat baring mutlak.
Infus D 5% dan elektrolit.
Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia.
Periksa Hb, HCT, .COT, golongan darah
Pemeriksaan USG.
Awasi perdarahan terus-menerus, tekanan darah, nadi dan
denyut jantung janin.
Apabila ada tanda-tanda plasenta previa tergantung keadaan
pasien ditunggu sampai kehamilan 37 minggu selanjutnya
penanganan secara aktif.
b) Terapi Aktif (mengakhiri kehamilan)
Kriteria:
Umur kehamilan >/ = 37 minggu, BB janin >/ = 2500 gram.
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
Untuk menentukan tindakan selanjutnya SC atau partus
pervaginum, dilakukan pemeriksaan dalam kamar operasi,
40
Page 41
infuse transfuse darah terpasang.
Indikasi Seksio Sesarea :
Plasenta previa totalis.
Plasenta previa pada primigravida.
Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang.
Anak berharga dan fetal distres.
Plasenta previa lateralis jika:
Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak
Sebagian besar OUI ditutupi plasenta
Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
Profause bleeding, perdarahan sangat banyak dan mengalir
dengan cepat.
c) Partus Per Vaginam
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada
multipara dan anak sudah meninggal atau prematur.
Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), ketuban
dipecah (amniotomi) jika hid lemah, diberikan oksitosin drips.
Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC.
Tindakan versi Braxton-Hicks dengan pemberat untuk
menghentikan perdarahan (kompresi atau tamponade bokong
dan kepala janin terhadap plasenta) hanya dilakukan pada
keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak
ada fasilitas untuk melakukan operasi.
10) Komplikasi
a) Maternal
Perdarahan
Syok
Kematian
b) Fetal
41
Page 42
Prematuritas akibat plasenta previa adalah penyebab dari 60%
kematian pada masa perinatal
Kematian terjadi akibat:
Asfiksia intrauterin
Perdarahan janin akibat manipulasi obstetrik
Jumlah darah berhubungan langsung antara rentang waktu
antara kerusakan kotiledon dan penjepitan tali pusat.
11) Prognosa
a) Maternal
Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka
mortalitas dan morbiditas pada ibu dan bayi tinggi, mortalis ibu
mencapai 8-10% dan mortalitas janin 50- 80%.
Sekarang penangan relatif bersifat operatif dini sehingga angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian
maternal menjadi 0,1-5% terutama disebabkan perdarahan, infeksi,
emboli udara, dan trauma karena tindakan
b) Fetal
Mortalitas perinatal yang berhubungan dengan plasenta previa
kira-kira 10%.
Meskipun persalinan prematur, solusio plasenta, cedera talipusat
serta perdarahan yang tak terkendali tak dapat dihindari, angka
mortalitas dapat sangat diturunkan melalui perawatan obstetrik dan
neonatus yang ideal.
42
Page 43
B. SOLUTIO PLASENTA
43
Page 44
1) Defenisi
Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae,
abruptio plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation
of the normally implanted placenta.
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang
letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir.
Biasanya terhitung sejak kehamilan 28 minggu.
Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi diatas
22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta
dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang
menyebabkan hematoma retroplsenter. Hematoma dapat semakin
membesar ke arah pinggir plasenta sehingga jika amnio khorion
sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri
(perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas.
Perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).
Terdapat 2 jenis perdarahan yang terjadi :
44
Page 45
a) Jenis perdarahan tersembunyi (concealed) : 20%
b) Jenis perdarahan keluar (revealed) : 80%
Pada jenis tersembunyi, perdarahan terperangkap dalam cavum
uteri [hematoma retroplasenta] dan seluruh bagian plasenta dapat
45
Page 46
terlepas, komplikasi yang diakibatkan biasanya sangat berat dan
10% disertai dengan Disseminated Intravascular Coagulation.
Pada jenis terbuka, darah keluar dari ostium uteri, umumnya hanya
sebagian dari plasenta yang terlepas dan komplikasi yang
diakibatkan umumnya tidak berat. Kadang-kadang, plasenta tidak
lepas semua namun darah yang keluar terperangkap dibalik selaput
ketuban (relativelly concealed). 30% perdarahan antepartum
disebabkan oleh solusio plasenta.
2) Etiologi
Sampai saat ini etiologi belum diketahui dengan jelas, keadaan tertentu
dapat menyertai seperti umur ibu yang tua, multiparitas, penyakit
hipertensi menahun, preeklamsia, trauma, pre-eklamsia, tali pusat
pendek, tekanan pada vena kava inferior dan defisiensi asam folik.
3) Patofisiologi
Solusio plasenta diawali dengan terjadinya perdarahan kedalam
desidua basalis. Desidua terkelupas dan tersisa sebuah lapisan tipis
yang melekat pada miometrium.
Hematoma pada desidua akan menyebabkan separasi dan plasenta
tertekan oleh hematoma desidua yang terjadi.
Pada awalnya kejadian ini tak memberikan gejala apapun. Namun
beberapa saat kemudian, arteri spiralis desidua pecah sehingga
menyebabkan terjadinya hematoma retroplasenta yang menjadi
semakin bertambah luas. Daerah plasenta yang terkelupas menjadi
semakin luas sampai mendekati tepi plasenta.
Oleh karena didalam uterus masih terdapat produk konsepsi maka
uterus tak mampu berkontraksi untuk menekan pembuluh yang pecah
tersebut. Darah dapat merembes ke pinggiran membran dan keluar dari
uterus maka terjadilah perdarahan yang keluar ( revealed hemorrhage).
Perdarahan tersembunyi ( concealed hemorrhage):
46
Page 47
Terjadi efusi darah dibelakang plasenta dengan tepi yang masih
utuh.
Plasenta dapat terlepas secara keseluruhan sementara selaput
ketuban masih menempel dengan baik pada dinding uterus.
Darah dapat mencapai cavum uteri bila terdapat robekan selaput
ketuban.
Kepala janin umumnya sangat menekan SBR sehingga darah sulit
keluar.
Bekuan darah dapat masuk kedalam miometrium sehingga
menyebabkan uterus couvellair.
4) Klasifikasi
Menurut derajat lepasnya plasenta:
a) Solusio Plasenta Parsialis
Bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari perlekatannya.
b) Solusio Plasenta Totalis
Bila seluruh plasenta sudah terlepas dari perlekatannya.
c) Prolapsus Plasenta
Plasenta turun ke bawah dan dapat teraba pada pemeriksaan dalam.
Menurut klinisnya solusio plasenta terbagi atas:
d) Solusio Plasenta Ringan
Ruptur sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyak akan menyebabkan perdarahan
pervaginam berwarna kehitaman dan sedikit. Perut terasa agak
sakit atau terus menerus agak tegang. Bagian janin masih mudah
diraba.
e) Solusio Plasenta Sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempat. Tanda dan gejala dapat
timbul perlahan atau mendadak dengan gejala sakit terus menerus
lalu perdarahan pervaginam. Dinding uterus teraba tegang.
f) Solusio Plasenta Berat
Plasenta telah lepas dari dua pertiga permukaan. Penderita shock.
47
Page 48
5) Gejala Klinis
a) Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus
menerus, wama darah merah kehitaman.
b) Uterus tegang seperti papan (uterus enbois, wooden uterus).
c) Palpasi janin sulit.
d) Auskultasi djj(denyut jantung janin) sering negatif.
e) KU pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar.
f) Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik).
g) Pasien kelihatan pucar, sejak, gelisah dan kesakitan.
Catatan:
Pada gejala solusio plasenta ringan dengan gejala tidak menonjol,
harus hati-hati, karena anak bisa mati.
6) Diagnosis
a) Gejala klinis
b) Periksa dalam (VT) : ketuban menonjol walaupun tidak ada his
c) Pemeriksaan USG
d) Plasenta kelihatan cekung atau lebih tipis di tempat adanya
hematom (diagnosa setelah plasenta lahir).
7) Diagnosis Banding
a) Plasenta praevia
b) Vasa Previa
8) Komplikasi
Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang
terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah :
a) kelainan pembekuan darah
b) oliguria
48
Page 49
c) gawat janin
d) kematian
e) perdarahan.
Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta
hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan
segera. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya
perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala 3 dan kelainan pembekuan darah.
Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan ekstravasasi darah
diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus
couvelaire.
9) Penatalaksanaan
Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta
ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan apakah
gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti
secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan
pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.
Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan
bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia,
menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin.
Penatalaksanaannya meliputi :
a) Pemberian transfusi darah.
b) Pemecahan ketuban (amniotomi)
c) Pemberian infus oksitosin
d) Kalau perlu dilakukan seksio sesar.
Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat
ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi minimal 1000 cc sehingga
transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban segera
49
Page 50
dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus
dan untuk mempercepat persalinan diberikan infus oksitosin 5 UI
dalam 500 cc dekstrose 5 %.
Seksio sesar dilakukan bila :
a) Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.
b) Perdarahan banyak.
c) Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm.
d) Panggul sempit.
e) Letak lintang.
f) Pre eklampsia berat.
g) Pelvik score kurang 5.
10) Prognosis
a) Ibu
Baik, kalau persalinan sudah selesai dalam batas waktu 6 jam sejak
saat mulai terjadinya keadaan patologik solusio plasenta dan pasien
segera mendapat transfusi darah segar.
b) Anak
Pada solusio plasenta berat, 100% janin mengalami kematian; pada
solusio plasenta ringan dan sedang, kematian janin tergantung pada
luasnya plasenta yang terlepas, umur kehamilan dan cepatnya
pertolongan.
50
Page 52
C. INSERSIO VELAMENTOSAA (VASA PREVIA)
1) Defenisi
Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi pada
jaringan plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah
umblikus berjalan diantara amnion dan korion menuju plasenta.
Pada persalinan, pembuluh-pembuluh darah tali pusat ini dapat turun
ke bawah melalui pembukaan serviks. Hal ini dapat diraba pada
pemeriksaan dalam, disebut vasa previa, yang dalam persalinan dapat
menyebabkan perdarahan antepartum. Bila terjadi perdarahan banyak,
maka kehamilan harus segera diakhiri.
2) Etiologi
Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli,
karena pada kehamilan ganda sumber makanan yang ada pada plasenta
akan menjadi rebutan oleh janin, sehingga dengan adanya rebutan
tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi.
3) Patofisiologi
Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan
52
Page 53
plasenta oleh pembuluh-pembuluh darah yang berjalan dalam selaput
janin. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan di daerah oestium uteri
internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin
karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah
dapat ikut robek sehingga terjadi perdarahan inpartum dan jika
perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri.
4) Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada
insersi velamentosa ini terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu
perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena perdarahan ini
berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk bsa
juga menyebabkan bayi tersebut meninggal.
Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum
terjadinya perdarahan adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada
ibu dengan kehamilan gemeli dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala kemungkinan
penyulit yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini.
5) Penatalaksanaan
Seksio sesarea.
D. RUPTURA SINUS MARGINALIS
1) Defenisi
Ruptura sinus marginalis (solusio plasenta ringan) adalah terlepasnya
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak
mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya.
2) Gambaran Klinik
Terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan
sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit, atau terus menerus
53
Page 54
agak tegang. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
teraba. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus- menerus
apakah akan menjadi lebih tegang lagi karena perdarahan yang
berlangsung terus.
Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan
solusio plasenta ringan ialah perdarahan pervaginam yang berwarna
kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta
previa yang berwarna merah segar. Apabila dicurigai keadaan
demikian, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
3) Penanganan
Perdarahan antepartum yang sedikit, dengan uterus yang tidak tegang,
pertama kali harus ditangani sebagai kasus plasenta previa. Apabila
kemudian ternyata kemungkinan plasenta previa dapat disingkirkan,
barulah ditangani sebagai solusio plasenta.
Apabila kehamilan kurang dari 36 minggu, dan perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, dan uterusnya tidak
menjadi tegang, kiranya penderita dapat dirawat konservatif di rumah
sakit dengan observasi ketat.
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
itu bertambah jelas, atau dalam pemantauan ultrasonografik daerah
solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak
dapat dihindari lagi. Apabila janin hidup, dilakukan seksio sesarea;
apabila janin mati ketuban segera dipecahkan disusul dengan
pemberian infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
E. PLASENTA SIRKUMVALATA
1) Defenisi
Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis
54
Page 55
dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir
plasenta, sedangkan jeringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang
tumbuh kesamping dibawah desidua.
2) Etiologi
Diduga bahwa corionfrondosum terlalu kecil dan untuk mncukupi
kebutuhan, villi menyerbu kedalam desidua di luar permukaan
frondosum, plasenta jenis ini tidak jarang terjadi.
3) Insiden
Insidensinya lebih kurang 2-18 %.
4) Patofisiologi
Menurut beberapa ahli plasenta sirkumvalata sering menyebabkan
abortus dan solusio plasenta. Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali
ke pinggir plasenta, di sebut plasenta marginata. Kedua-duanya disebut
sebagai plasenta ekstra coriel. Pada plasenta marginata mungkin terjadi
adeksi dari selaput sehingga plsenta lahir telanjang tertinggalnya
selaput ini dapat menyebabkan perdarahan dan infeksi.
5) Diagnosis
Diagnosis plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakan setelah plasenta
lahir tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau hidrorea.
55
Page 56
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat klasifikasi perdarahan berdasarkan umur kehamilan:
PERDARAHAN PADA HAMIL MUDA
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar
kandungan.
2. Molahidatidosa
Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili
korialisnya mengalami perubahan hidrofik.
3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah, dan hal
ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut.
PERDARAHAN PADA HAMIL TUA (ANTEPARTUM)
1. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri
internum (OUI).
2. Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Biasanya terhitung sejak
kehamilan 28 minggu.
3. Insersio Velamentosa (vasa previa)
Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi pada jaringan
plasenta, tetapi pada selaput janin sehingga pembuluh darah umblikus berjalan
diantara amnion dan korion menuju plasenta.
56
Page 57
4. Ruptura Sinus Marginalis (Solusio Plasenta Ringan)
Ruptura sinus marginalis (solusio plasenta ringan) adalah terlepasnya sebagian
kecil plasenta yang tidak berdarah banyak, sama sekali tidak mempengaruhi
keadaan ibu ataupun janinnya.
5. Plasenta Sirkumvalata
Plasenta sirkumvalata adalah plaseta yang pada permukaan vetalis dekat
pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta,
sedangkan jeringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh kesamping
dibawah desidua.
57
Page 58
DAFTAR PUSTAKA
1. Djakobus, Prof. Dr. 2004. Perdarahan Selama Kehamilan. Medan:
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Hanafiah, Muhammad Jusuf. 2004. Plasenta Previa. Medan: Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
3. Khoman, John Slamet. 2004. Perdarahan Hamil Tua dan Perdarahan
Post Partum. Medan: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
4. Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius.
5. Mochtar, Prof. Dr. Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi
Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC.
6. Nugraheny, Esti SST. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
7. Winkjosastro, H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. 2005. Ilmu Kandungan
Edisi 2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Winkjosastro, H. Saifuddin AB. Rachimhadhi T. 2005. Ilmu Kebidanan
Edisi 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
58