BAB 2TINJAUAN PUSTAKABab ini membahas definisi dan etiologi,
patofisiologi, komplikasi, masalah yang timbul serta asuhan
keperawatan yang meliputi pengajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi, serta evaluasi keperawatan.2.1 Landasan
Teori2.1.1 Konsep Dasar Demam Tifoid2.1.1.1 Definisi Demam
TifoidDemam tifoid ialah penyakit infeksi aut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella typhi (S. typhi), ditandai dengan demam
berkepanjangan (lebih dari satu minggu), gangguan saluran cerna dan
gangguan kesadaran (Lubis B, 2005).S. typhi ialah bakteri gram
negatif, berflagela, bersifat anaerobik fakultatif, tidak berspora,
berkemampuan untuk invasi, hidup dan berkembang biak di dalam sel
kariotik. Bakteri ini mudah tumbuh dalam perbenihan biasa, tetapi
hampir tidak pernah meragikan laktosa atau sukrosa. Bakteri ini
membentuk asam dan kadang-kadang gas dari glukosa dan manosa, dan
biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air beku
untuk jangka waktu yang cukup lama. S. Thypi mempunyai beberapa
antigen: antigen O, antigen H, antigen Vi dan Outer Membrane
Protein terutama porin (OMP) (Gladwin M, Trattler B, 2008).
2.1.1.2 EtiologiEtiologi demam tifoid adalah salmonella thypi
yang berhasil diisolasi pertama kali dari seorang pasien demam
tifoid oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884. Mikroorganisme ini
merupakan bakteri gram negatif yang motil, bersifat aerob dan tidak
membentuk spora. Salmonella thypi dapat tumbuh dalam semua media,
pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan
manosa, tetapi tidak dapat memfermentasi laktosa (Soegeng,
2006).Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen,
yaitu:2.1.1.1.1 Antigen OAntigen O merupakan somatik yang terletak
di lapisan luar tubuh bakteri. Struktur kimianya terdiri dari
lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap pemanasan 1000C selama
2-5 jam, alkohol dan asam yang encer (Gladwin M, Trattler B,
2008).2.1.1.1.2 Antigen HAntigen H merupakan antigen yang terletak
di flagela, fimbriae S. Thypi dan berstruktur kimia protein.
Antigen ini tidak aktif pada pemanasan di atas suhu 600C dan pada
pemberian alkohol atau asam.2.1.1.1.3 Antigen ViAntigen Vi terletak
di lapisan terluar S. Thypi (kapsul) yang melindungi bakteri dari
fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila
dipanaskan selama 1 jam pada suhu 600C, dengan pemberian asam dan
fenol. Antigen ini digunakan untuk mengetahui adanya
karier.2.1.1.1.4 Outer Membrane Protein (OMP)Antigen OMP S. Thypi
merupakan bagian dinding sel yang terletak di luar membran
sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel terhadap
lingkungan sekitarnya. OMP ini terdiri dari 2 bagian yaitu protein
porin dan protein nonporin. Porin merupakan komponen utama OMP,
terdiri atas protein OMP C, OMP D, OMP F dan merupakan saluran
hidrofilik yang berfungsi untuk difusi solut dengan BM < 6000.
Sifatnya resisten terhadap proteilisis dan denaturasi pada suhu
85-1000C. Protein nonporin terdiri atas protein OMP A, protein A
dan lipoprotein, bersifat sensitif terhadap protease, tetapi
fungsinya masih belum diketahui dengan jelas (Baron EJ, dkk,
2007).2.1.1.3 PatofisiologiS. thypi masuk melalui mulut, biasanya
bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi. S. Thypi yang
termakan mencapai usus halus dan masuk ke saluran getah bening lalu
ke aliran darah. Kemudian bakteri dibawa oleh darah menuju berbagai
organ, termasuk usus. Saat bakteri masuk ke saluran pencernaan
manusia, sebagian bakteri mati oleh asam lambung dan sebagian
bakteri masuk ke usus halus. Setelah berhasil melewati usus halus,
bakteri masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah, dan ke
seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain).
Organisme ini berkembang biak dalam jaringan limfoid dan diekskresi
dalam feses. Faktor host yang ikut berperan dalam resistensi
terhadap S. Thypi adalah keasaman lambung, flora normal usus dan
daya tahan usus (Juwono R, 2005).
MulutLambung Makanan & minuman yang tercemar kuman S.
thypi
Usus halus
Plak peyerHati & limpaMenyebar ke bagian tubuh lain
Gambar 2.1 Patofisiologi Demam TifoidSumber: Nasronuddin, et al.
2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University
Press, p. 121-124Asam lambung (HCL) dalam lambung berperan sebagai
penghambat masuknya bakteri S. Thypi dan bakteri usus lainnya. Jika
S. Thypi masuk bersama-sama cairan, maka terjadi pengenceran HCL
yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab
penyakit yang masuk. Daya hambat hidroklorida (HCL) ini akan
menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga S. Thypi
dapat masuk ke dalam usus penderita. S. Thypi seterusnya memasuki
folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau
submukosa usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih
banyak S. Thypi. Setelah itu, S. Thypi memasuki saluran limfe dan
akhirnya mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah
bakterimia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kepiler yang
terdapat dalam dinding kandung empedu, maka bakteria dapat mencapai
empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah
invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat dari pada
invasi tahap pertama. Invasi tahap kedua menimbulkan lesi yang luas
pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik
menjadi jelas (Braunwald, 2005).Demam tifoid merupakan salah satu
bekterimia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang
dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem
hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus
halus, kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang (Juwono R,
2005).Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi
nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri oleh
hiperplasia sel limfoid. Pada minggu ketifa timbul ulkus yang
berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus
sejajar dengan sumbu usus akibat mukosa yang nekrotik. Pada umumnya
ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena,
dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat
mencapai membran serosa. Akibat terjadinya ulkus maka perdarahan
yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua
komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita
demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya penyakit demam tifoid
tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat
akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya
perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi
ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat
terjadi baik perdarahan maupun perforasi (Ranjan L, dkk, 2005).Pada
stadium akhir demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung bakteri S. Thypi sehingga terjadi bakteriuria. Maka
penderita merupakan urinari karier penyakit tersebut (Ranjan L,
dkk, 2005).2.1.1.4 Gambaran KlinisMenurut Ranjan (2005) gambaran
klinis pada penderita Demam Thypoid bergantung pada lamanya masa
inkubasi kuman. Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun
pada umumnya adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan
gejala penyakit tidaklah khas, berupa: anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, lidah kotor, gangguan saluran pencernaan (Ranjan L,
dkk, 2005).2.1.1.4.1 Minggu Pertama (awal terinfeksi)Setelah
melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya
sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
yang berpanjangan yaitu setinggi 390C hingga 400C, sakit kepala,
pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat
dengan gambaran bronkitis kataral, perut kembung. Pada akhir minggu
pertama, diare lebih sering terjadi (Ranjan L, dkk, 2005).Tanda
khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta bergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh
penderita sedangkan tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika
penderita ke dokter pada peroide tersebut, akan menemukan demam
dengan gejala-gejala di atas yang bisa terjadi pada
penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada
hari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak
merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian
hilang dengan sempurna (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4.2 Minggu
KeduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsung-angsur
meningkat setiap hari, yang biasanya menurun pada pagi hari
kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Karena itu, pada
minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi. Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit pada pagi
hari. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita. Yang semestinya
nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu tubuh. Nadi semakin
cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi
lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi
perdarahan. Pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering
berbunyi, gangguan kesadaran (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.4.3 Minggu
KetigaSuhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil
diobati. Bila keadaan membaik, gejala-gejala akan berkurang dan
temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat
lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk,
dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa
delirium atau stupor, inkontinensia urin. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini
menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat
dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang teraba
denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan (Ranjan L, dkk,
2005).2.1.1.4.4 Minggu KelimaMerupakan stadium penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia
lobar.2.1.1.4.5 RelapsPada mereka yang mendapatkan infeksi ringan
dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah,
kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek.
Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.
10% dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan
timbulnya relaps (Ranjan L, dkk, 2005).2.1.1.5 Faktor Resiko Demam
TifoidDemam tifoid pada masyarakat dengan standart hidup dan
kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis.
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang mudah menular dan
dapat menyerang banyak orang, sehingga dapat menimbulkan wabah.
Walaupun demam tifoid tercantum dalam undang-undang wabah dan wajib
dilaporkan, namun data yang lengkap belum ada, sehingga gambaran
epidemiologisnya belum diketahui secara pasti. Di Indonesia, demam
tifoid jarang dijumpai secara epidemik, tetapi lebih sering
bersifat sporadik, terpencar-pencar di suatu daerah (Soewondo,
2007).Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air ataupun
makanan yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan
sumber penularan yang paling sering di daerah nonendemik. Carrier
adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus
mengekskresi S. Thypi dalam feses dan urin selama lebih dari satu
tahun (Soewondo, 2007).Demam tifoid ditularkan melalui oral-fekal
(makanan dan kotoran), maka pencegahan utama dengan cara memutuskan
rantai tersebut dengan meningkatkan kebersihan perorangan dan
lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air
bersih (Soewondo, 2007).Cara penyebarannya melalui muntahan, urin,
feses dari penderita yang kemudian secara pasif terbawa oleh lalat.
Lalat kemudian mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, maupun
buah-buahan segar. Jika demikian keadannya, fese dan urin penderita
bisa mengandung bakteri S. Thypi yang siap menginfeksi manusia lain
melalui makanan atau pun minuman yang tercemar (Soewondo,
2007).2.1.1.5.1 Sanitasi lingkungan yang burukSanitasi lingkungan
yang buruk meliputi sumber air bersih yang tercemar, kondisi
lingkungan sekitar rumah maupun di dalam rumah yang kotor (sampah
bertebaran di mana-mana), kotoran hewan di jalan umum yang tidak
dibersihkan2.1.1.5.2 Personal hygiene yang burukPersonal hygiene
yang buruk ini dapat berupa perilaku yang tidak bersih dan sehat
oleh anggota masyarakat, seperti tidak mencuci tangan sebelum atau
sesudah makan, menggunakan peralatan makan yang sudah dipakai
sebelumnya (belum dicuci langsung dipakai kembali), tidak
menggunakan jamban atau toilet untuk buang air besar atau buang air
kecil. Menjadikan sungai sebagai septic tank rumah tangga.
Mengkonsumsi makanan atau minuman yang tidak di masak hingga matang
menyebabkan bakteri yang berada pada sayur dan yang berada dalam
air tidak mati.2.1.1.5.3 Cara pengolahan dan penyajian makanan dan
minuman yang tidak baikCara pengolahan dan penyajian makanan yang
tidak sesuai dengan standar kebersihan, seperti tidak mencuci
tangan sebelum mengolah makanan dan minuman, menggunakan wadah yang
tidak bersih, makanan dan minuman dibiarkan terbuka begitu saja.
Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri mudah berpindah ke dalam
makanan dan minuman dan kemudian termakan dan menginfeksi manusia
(Widodo, 2006).2.1.1.6 Pemeriksaan Diagnostik2.1.1.6.1 Darah
TepiTerdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan
aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan
trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana dan
mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana, tetapi hasilnya
berguna untuk membantu menentukan penyakitnya dengan cepat
(adakalanya dilakukan pemeriksaan sumsum tulang bila hal
itudilakukan di daerah yang akan dipungsi, dapat pada tibia, perlu
dilakukan pembersihan ekstra kemudian dikompres dengan
alkohol).2.1.1.6.2 Darah untuk Kultur (biakan empedu) dan
WidalBiakan empedu untuk menentukan Salmonella thyposa dan
pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan
diagnosis tifus abdominalis secara pasti. Pemeriksaan ini perlu
dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya
(diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur/widal).1) Biakan
empedu basil Salmonella thyposa dapat ditemukan dalam darah pasien
pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam
urine dan feses, dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang
lama. Oleh karena itu, pemeriksaan yang positif dari contoh darah
digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif
dari contoh urine dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk
menentukan bahwa pasien telah benar sembuh dan tidak menjadi
pembawa kuman (carrier) (Soegeng, 2001).2) Pemeriksaan WidalDasar
pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila setum pasie
tifoid dicampur dengan suspensi antigen Salmonella thyposa.
Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi.
Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat
ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan
reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah
titer anti terhadap antigen O. Titer yang brnilai 1/200 atau lebih
dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk
membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan
dengan penyembuhan pasien (Soegeng, 2006).Titer terhadap antigen H
tidak diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah
mendapat imunisasi atau apabila pasien telah lama sembuh.
Pemeriksaaan Widal tidak selalu positif walaupun pasien
sungguh-sungguh menderita tifoid (disebut negatif semu). Sebaliknya
titer dapat positif semu karena keadaan sebagai berikut:1) Titer O
dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal karena infeksi
basil Coli patogen pada usus2) Pada neonatus, xat anti tersebut
diperoleh dari ibunya melalui tali pusat3) Terdapatnya infeksi
silang dengan Rickettsia (Weil Felix)4) Akibat imunisasi secara
ilmiah karena masuknya basil per oral pada keadaan infeksi
subklinisPerlu diketahui bahwa ada jenis demam tifoid yang
mempunyai gejala hampir sama, hanya bedanya demam biasanya tidak
terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat pada Paratifoid
A, B, C. Untuk menemukan kuman penyebab, perlu pemeriksaan darah
seperti pasien tifoid baisa (Soegeng, 2006). 2.1.1.6.3 Isolasi
KumanDiagnosis pasti demam tifoid dilakukan dengan isolasi S.
Thypi. Isolasi kuman penyebab demam tifoid dapat dilakukan dengan
melakukan biakan dari berbagai tempat dalam tubuh. Beberapa
penelitian di berbagai center memberikan angka positifitas yang
berbeda-beda. Rathore (2007) di Pakistan melakukan penelitian
mengenai gambaran klinis demam tifoid dengan kuman yang telah
resisten terhadap berbagai antibiotika, mendapatkan hasil biakan
positif S.thypi pada 64%. Bhutta (2009) melaporkan hasil biakan
empedu pada tersangka penderita demam tifoid yang telah mendapat
lebih dari satu macam antibiotik selama >72 jam. Sebanyak 26%
diantaranya mempunyai hasil biakan darah negatif dan biakan sumsum
tulang yang positif. Sedangkan 63% diantaranya mempunyai hasil
biakan positif S. Thypi baik berasal dari sediaan darah maupun dari
sumsum tulang (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.7 Penatalaksanaan
MedisPasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifoid harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifoid dan
diberikan pengobatan sebagai berikut:2.1.1.7.1 Isolasi pasien,
desinfeksi pakaian dan ekskreta2.1.1.7.2 Perawatan yang baik untuk
menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia
dan lain-lain2.1.1.7.3 Istirahat selama demam sampai dengan 2
minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian
boleh duduk jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan
di ruangan2.1.1.7.4 Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan,
kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung
banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2
gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair
melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik
dapat juga diberikan makanan lunak2.1.1.7.5 Obat pilihan ialah
kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat
lainnya seperti kontrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari),
diberikan 4 kali sehari per oral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat
dimusnahkan2.1.1.7.6 Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan
dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan
cairan secara intravena dan sebagainya (Soegeng, 2006).2.1.1.8
Penatalaksanaan KeperawatanPenyakit tifoid adalah penyakit menular
yang sumber infeksinya berasal dari feses dan urine, sedangkan
lalat sebagai pembawa/penyebar dari kuman tersebut. Pasien tifoid
harus dirawat di kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan
untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular, seperti
desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakaian kotor dan
pot/memakai celemek. Masalah pasien tifoid yang perlu diperhatikan
adalah kebutuhan nutrisi/cairan dan elektrolit, gangguan suhu
tubuh, gangguan rasa nyaman nyeri, risiko terjadi komplikasi,
kurang pengetahuan orang tua mengenai penyakit (Soegeng,
2006).2.1.1.8.1 Kebutuhan nutrisi/cairan dan elektrolitPasien
tifoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik sampai
sopora-koma, delirium (yang berat) di samping anoreksia dan demam
lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi/cairan
sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan
berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal
itu, pasien tifoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak
pada usus halus sehingga makanan yang mengandung cukup cairan,
rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas.
Pemberiannya melihat keadaan pasien:1) Jika kesadaran pasien masih
baik, diberikan makanan lunak dengan lauk pauk dicincang (hati,
daging) sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh
juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus. Susu
diberikan 2x1 gelas atau lebih, jika makanan tidak habis diberikan
ekstra susu2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan
cair personde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberian diatur
setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur
kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan
beralih secara bertahap ke lunak3) Jika pasien payah, seperti yang
menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl.
Jika keadaan sudah tenang diberikan makanan personde baisanya
merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus.
Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan
biasa (Soegeng, 2006).2.1.1.8.2 Gangguan suhu tubuhPasien tifoid
menderita demam lama, pada kasus yang khas demam dapat sampai 3
minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan
mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang meningkat.
Pasien dapat menjadi gelisah, seluruh lendir mulut dan bibir
menjadi kering dan pecah-pecah (Soegeng, 2006).Penyebab demam,
karena adanya infeksi basil Salmonella thyposa, maka untuk
menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya secara
adekuat, istirahat mutlak sampai suhu tubuh turun diteruskan 2
minggu lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan
mekanan melalui sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi
berikan pada permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada
semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien
muntah obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat
(Soegeng, 2006).Ruangan diatur agar cukup ventilasi. Untuk membantu
menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore dan malam hari lebih
tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada
pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien
banyak minum, teh manis, atu air kaldu sesuai kesukaan anak
(Soegeng, 2006).Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar
penguapan suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk
membantu menurunkan suhu, usahakan agar kipas angin tidak langsung
ke arah tubuh pasien (Soegeng, 2006).2.1.1.8.3 Gangguan rasa aman
dan nyamanGangguan rasa aman dan nyaman pasien tifoid dengan pasien
lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat
tidur jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien tifoid,
karena lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah menambah rasa
tidak nyaman di samping juga menyebabkan tidak nafsu makan. Untuk
itu pasien perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan
boraks gliserin (krim) dengan sering dan sering berikan minum.
Karena pasien apatis, harus lebih diperhatikan dan diajak
berkomunikasi. Jika pasien dipasang sonde perawatan mulut harus
tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput
lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu sebagai akibat
lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan
menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sampai duduk dipinggir tempat
tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil
berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3
hari mobilisasi (Soegeng, 2006).2.1.1.8.4 Risiko komplikasiPenyakit
tifoid menyebabkan kelainan berupa tukak pada mukosa usus halus dan
dapat menjadi penyebab timbulnya komplikasi perdarahan usus atau
perforasi usus jika tidak mendapatkan pengobatan, diet, dan
perawatan yang adekuat. Yang perlu diperhatikan untuk mencegah
komplikasi adalah:1) ObatObat yang pokok ialah kloramfenikol dosis
100 mg/BB/hari diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik
obat harus diberikan setiap 6 jam, buatkan daftar yang mudah
diingat, misalnya pukul 06.00, 12.00, 18.00, 24.00 dan berikan
tanda bila obat telah diberikan. Selain kloramfenikol mungkin ada
obat lain (Soegeng, 2001)2) IstirahatPasien yang menderita tifoid
perlu istirahat mutlak selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu
lagi setelah suhu turun menjadi normal. Setelah satu minggu suhu
normal 3 hari kemudian pasien dilatih duduk, jika tidak timbul
demam lagi boleh duduk di tepi tempat tidur sambil kakinya
digoyang-goyangkan. Pada akhir minggu kedua, jika tidak timbul
demam lagi boleh belajar jalan mulai mengelilingi tempat tidur.
Selama istirahat pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali
sehari. Jika terdapat suhu tinggi melebihi suhu biasanya, ukur suhu
ekstra dan catata pada catatan perawatan. Bila tidak turun hubungi
dokter (Soegeng, 2006)2.1.1.8.5 Kurang pengetahuan orang tua
mengenai penyakitDewasa ini pasien tifoid yang ringan serta orang
tua sanggup dan mengerti, dapat dirawat di rumah. Untuk pemeriksaan
darah (darah tepi dan gal/Widal) pasien dibawa ke laboratorium
tetapi tidak boleh berjalan. Perawatannya seperti yang dilakukan di
rumah sakit, ialah:1) Pasien tidak boleh tidur dengan anak-anak
lain, mungkin ibunya yang menemaninya tetapi jangan tidur
bersama-sama. Anak-anak lain yang mengunjungi tidak boleh duduk di
tempat tidur pasien2) Pasien juga harus beristirahat mutlak sampai
demam turun dan masih dilanjutkan selama 2 minggu3) Pemberian obat,
pengukuran suhu tubuh dilakukan di rumah sakit. Orang tua diminta
membuat catatan suhu dan makanan yang diberikan. Diet seperti
pasien yang dirawat di rumah sakit karena pasien dianggap ringan
biasanya boleh diberikan bubur/makanan lunak dengan lauk pauk yang
lunak pula. Biasanya dokter memberikan obat sudah diperhitungkan
sampai suhu turun. Jika obat hampir habis dan daftar suhu masih
tinggi, orang tua diminta kembali ke dokter. Di samping obat juga
penjelasan mengenai cara mengompres atau pemberitahuan pasien,
boleh dirawat di kamar ber-AC serta banyak minum. Jika sudah dua
minggu suhu belum turun, pasien harus dibawa ke dokter lagi mungkin
perlu dirawat di rumah sakit4) Pembuangan feses dan urine harus
dibuang ke dalam lubang WC dan disiram air sebanyak-banyaknya. WC
dan sekitarnya harus bersih agar tidak ada lalat. Pot dan urinal
setelah dipakai direndam ke dalam cairan desinfektan sebelum
dicuci. Pakaian pasien dan linen bekas yang dipakai juga harus
direndam dahulu dalam desinfektan sebelum dicuci dan jangan dicuci
bersama-sama pakaian anak-anak lainnya. Selain penjelasan mengenai
perawatan di rumah, penyuluhan yang perlu diberikan kepada orangtua
pasien (termasuk yang dirawat di rumah sakit) adalah penjelasan
mengenai:(1) Penyebab dan cara penularan penyakit tifoid serta
bahaya yang dapat terjadi(2) Pentingnya menjaga kesehatan dengan
memelihara kebersihan lingkungan serta minum air yang bersih dan
dimasak mendidih (3) Anak agar dibiasakan buang air besar di WC dan
setiap keluarga hendaknya mempunyai WC sendiri-sendiri. WC yang
baik adalah yang disiram serta tertutup sehingga tidak ada lalat
(jelaskan bahwa penyakit bersumber dari feses/urine dan lalat
sebagai pembawa kumannya bagi keluarga yang kurang mengerti)(4)
Anak yang sudah sekolah supaya dinasehati jangan membeli makanan
yang tidak ditutup/yang tidak bersih. Sebaiknya anak di atas 1
tahun dimintakan suntikan TIPA (Soegeng, 2001).2.1.1.9
KomplikasiDemam tifoid merupakan penyakit yang memberikan gejala
lokal sistemik. Selain gambaran klinis yang telah diuraikan diatas,
dapat terjadi gambaran lain yang tidak biasa atau yang merupakan
gambaran demam tifoid. Istilah komplikasi sendiri hingga kini masih
menjadi bahan perdebatan (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.10.1 Perforasi
UsusPerforasi usus merupakan komplikasi pada 1-5% penderita yang
dirawat, biasanya perforasi pada minggu ketiga tetapi bisa terjadi
selama masa sakit. Selain gejala yang biasa ditemukan pada demam
tifoid, penderita mengeluh nyeri perut hebat di kuadran kanan
tetapi dapat pula bersifat menyebar. Abdomen tampak tegang, dengan
nyeri lepas dan hilangnya pekak hati dan bising usus. Perforasi
menyebabkan tekanan darah turun, nadi bertambah cepat, dan
timbulnya nyeri hebat. Pada permeriksaan darah tepi didapatkan
leukositosis dan pergeseran ke kiri (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.9.2
Perdarahan UsusTerjadi pada 15% kasus, 25% merupakan perdarahan
ringan dan tidak perlu tranfusi. Perdarahan hebat dapat menyebabkan
syok, tetapi biasanya sembuh spontan tanpa pembedahan (Rohim, dkk,
2004).2.1.1.9.3 Komplikasi HematologisDepresi sumsum tulang
belakang yang toksik pada penderita dengan menifestasi klinis nyang
berat, menyebabkan terjadinya anemia, granulositopenia dan
trombositopenia. Anemia hemotolik akut bervariasi pada 2-7%
penderita ditandai dengan menurunan haemoglobin secara tiba-tiba
tanpa adanya perdarahan disertai hemoglobinuria gambaran hemolisis
pada pemeriksaan darah tepi. Hemolisis dijumpai pada pasien G6PD
yang menderita demam tifoid dan dipicu dengan pemakaian
kloramfenikol. Selain itu dapat terjadi trombositipenia disertai
hipofibrinogenemia yang merupakan gambaran dari DIC. Penulis lain
melaporkan erupsi kulit yang hemoragis, perdarahan gusi,
epistaksis, hematuria, perdarahan dari vulva, bahkan pada otopsi
pernah menemukan perdarahan masif dari meningen, pleura, peritoneum
dan paru (Rohim, dkk, 2004).2.1.1.9.4 Komplikasi LainManifestasi
lain yang jarang ditemukan adalah peritonitis, otitis media,
uveitis, artritis, pankreatitis, abses (hati, limpa dan jaringan
lunak), orkritis dan alopesia (Rohom, dkk, 2004).Pada anak-anak
dengan demam tifoid, komplikasi lebih jarang terjadi. Komplikasi
lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan
umum, bila perawatan pasien kurang sempurna (Mansjoer, 2000).
2.1.1.10 Asuhan Keperawatan2.1.1.10.1 Pengkajian
KeperawatanPengkajian keperawatan adalah suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan
kepada pasien dengan menggunakan metode ilmiah dengan pendekatan
proses keperawatan tanpa mengabaikan bio, psiko, dan kultural
sebagai kesatuan yang utuh dan ataupun asuhan keperawatan yang
digunakan yaitu melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi
keperawatan.1) IdentitasDalam identitas meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pendidikan, No. Registrasi, status perkawinan,
agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MRS(1) Keluhan
Utama pasien tifoid biasanya mengeluh perut terasa mual dan
kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam1. Riwayat Penyakit
DahuluApakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit tifoid,
apakah tidak pernah, apakah pernah menderita penyakit lainnya2.
Riwayat Penyakit SekarangPada umumnya penyakit pada pasien tifoid
adalah demam, anoreksia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak
di perut, pucat, nyeri kepala, nyeri otot, lidah kotor, gangguan
kesadaran berupa somnolen sampai koma3. Riwayat Penyakit
KeluargaApakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita
tifoid atau sakit lainnya4. Riwayat PsikososialPsikososial sangat
berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul
gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang dideritanya5. Pola-pola Fungsi Kesehatana. Pola persepsi dan
tatalaksana kesehatanPerubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah dalam kesehatannyab. Pola nutrisi dan
metabolismeAdanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama
sakit, lidah kotor dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat
memepengaruhi status nutrisic. Pola tidur dan aktifitasKebiasaan
tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat,
sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidurd. Pola aktifitas
dan latihanPasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya
kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak
akibat penyakitnyae. Pola eliminasiKebiasaan dalam BAK akan terjadi
retensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan
yang tidak sesuai dengan kebutuhanf. Pola reproduksi dan seksualg.
Pola persepsi dan pengetahuanPerubahan kondisi kesehatan dan gaya
hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat
dirih. Pola persepsi dan konsep diriDidalam proses perubahan
apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnyai.
Pola penanggulangan stressStress timbul apabila seorang pasien
tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnyaj. Pola hubungan
interpersonalAdanya gangguan kondisi kesehatan mempengaruhi
terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan
dalam menjalankan perannya selama sakitk. Pola tata nilai dan
kepercayaanTimbulnya distress dalam spiritual pada pasien, maka
pasien akan cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan
ibadahnya akan terganggu
2.1.1.11 Diagnosa KeperawatanSebelum membuat diagnosa
keperawatan, maka data yang terkumpul diidentifikasi untuk
menentukan masalah melalui analisa data, pengelompokan dan
menentukan diagnosa. Dignosa keperawatan adalah
keputusan/kesimpulan yang terjadi dari hasil pengkajian
keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada demam tifoid
menurut Suriadi, dkk (2006) adalah sebagai berikut:2.1.1.11.1
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak ada nafsu makan, mual dan kembung2.1.1.11.2 Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi Salmonella thypi2.1.1.11.3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri epigastrium, mual
muntah2.1.1.11.4 Kurang pengetahuan orangtua tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi2.1.1.12 Perencanaan
KeperawatanBerdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis maka
rumusan rencana keperawatan pada pasien dengan demam tifoid menurut
Sariadi, dkk (2006) adalah sebagai berikut:2.1.1.12.1 Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada
nafsu makan, mual, muntah.Batasan Karakteristik:Subjectif:1) Kram
abdomen2) Nyeri abdomen3) Menolak makan4) Persepsi ketidakmampuan
untuk mencerna makanan5) Melaporkan perubahan sensasi rasa6) Merasa
cepat kenyang setelah mengkonsumsi makananObjectif:1) Pembuluh
kapiler rapuh2) Kekurangan makanan3) Kehilangan rambut yang
berlebihan4) Bising usus hiperaktif5) Kurang minat terhadap
makanan6) Membran mukosa pucat7) Tonus otot buruk8) Menolak untuk
makan9) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah(Wilkinson, 2013)
2.1.1.12.2 Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi kuman
Salmonella thyposaBatasan Karakteristik:Objectif:1) Kulit merah2)
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal3) Frekuensi napas
meningkat4) Kulit teraba hangat5) Takikardia6) Takipnea(Wilkinson,
2013).
2.1.1.12.3 Risiko terjadi komplikasi (syok
hipovolemik/perdarahan)Batasan Karakteristik:1) Hipotensi2) Adanya
perdarahan3) Akral dingin4) Mual5) Muntah (Hidayat, 2006)
2.1.1.12.4 NyeriBatasan karakteristik:Subjektif1) Mengungkapkan
secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyaratObjektif1) Posisi
untuk menghidnari nyeri2) Perubahan tonus otot (dengan rentang dari
lemas, tidak bertenaga, sampai kaku)3) Respons autonomic (misalnya:
diaphoresis, perubahan tekanan darah, pernapasan, nasi, dilatasi
pupil)4) Perilaku distraksi (misalnya: mondar mandir, mencari
orang, atau aktifitas lain, aktifitas berulang)5) Perilaku
ekspresif (misalnya: gelisah, merintih, meringis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang dan menghela nafas panjang)6)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi7) Fokus menyempit (misalnya:
gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir, interaksi dengan
orang lain atau lingkungan menurun)8) Bukti nyeri yang dapat
diamati9) Berfokus pada diri sendiri10) Gangguan tidur (mata
terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu dan
menyeringai)(Wilkinson, 2013)
2.1.1.12.5 Kurang pengetahuan orangtua mengenai penyakit Batasan
KarakteristikSubjektifObjektif
2.1.1.13 Pelaksanaan KeperawatanImplementasi adalah tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk membantu mencapai tujuan pada
rencana keperawatan yang telah disusun. Prinsip dalam memberikan
tindakan keperawatan menggunakan komunikasi terapeutik serta
penjelasan setiap tindakan kepada pasien. Pendekatan yang diberikan
adalah pendekatan secara independen, dependen, dan interdependen.
Tindakan independen adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat
tanpa petunjuk atau arahan dari dokter atau tenaga kesehatan lain.
Tindakan dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan
pelaksanaan tindakan medis. Tindakan interdependen adalah tindakan
yang memerlukan suatu kerjasama dengan kesehatan lain (Suradi,
2006).Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping.
Selama tahap implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data
dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan
klien (Nursalam, 2011).2.1.1.14 Evaluasi KeperawatanEvaluasi adalah
tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana
intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi
(Nursalam, 2011).Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat
respons klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan:2.1.1.14.1 Mengakhiri rencana
asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).2.1.1.14.2 Memodifikasi rencana asuhan keperawatan
(jika klien mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan).2.1.1.14.3
Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu
yang lebih lama untuk mencapai tujuan).(Nursalam, 2011).