5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Panel Surya Panel surya terdiri dari bagian yang lebih kecil yang dinamakan sel surya. Bahan dan cara kerja fisis dari sel surya dijelaskan pada referensi (Luque & Hegedus, 2011). Struktur sel surya sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini: Gambar 2.1 Sel Surya Sederhana Metal grid membentuk satu dari terminal listrik semikonduktor. Cahaya matahari akan masuk melalui metal grid dan menyebabkan kontak dengan komponen semikonduktor dan kemudian energi listrik akan terbentuk. Antireflective layer berfungsi untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk ke semikonduktor. Energi listrik terbentuk ketika adanya hole (h+) dan electron (e-) yang muncul akibat energi cahaya matahari yang masuk ke sel surya. Besarnya energi yang terbentuk dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:
60
Embed
BAB 2 LANDASAN TEORI - Library & Knowledge Centerlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1... · Ada 2 algoritma yang dicoba pada literature, yaitu Temperature Gradient ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Panel Surya
Panel surya terdiri dari bagian yang lebih kecil yang dinamakan sel surya.
Bahan dan cara kerja fisis dari sel surya dijelaskan pada referensi (Luque &
Hegedus, 2011). Struktur sel surya sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.1
berikut ini:
Gambar 2.1 Sel Surya Sederhana
Metal grid membentuk satu dari terminal listrik semikonduktor. Cahaya
matahari akan masuk melalui metal grid dan menyebabkan kontak dengan
komponen semikonduktor dan kemudian energi listrik akan terbentuk.
Antireflective layer berfungsi untuk meningkatkan jumlah cahaya yang
masuk ke semikonduktor. Energi listrik terbentuk ketika adanya hole (h+) dan
electron (e-) yang muncul akibat energi cahaya matahari yang masuk ke sel
surya. Besarnya energi yang terbentuk dapat ditunjukkan dengan persamaan
berikut:
6
(2.1)
Dimana Eλ adalah energi dari photon, h adalah konstanta Plank 6,6261 x 10-34
J.s, c adalah kecepatan cahaya 3 x 108 m/s, dan λ adalah panjang gelombang.
Semua radiasi electromagnet, termasuk cahaya matahari dapat dilihat sebagai
partikel-partikel photon yang membawa energi. Jumlah energi yang dibawa
tergantung dari persamaan di atas. Hanya photon yang memiliki energi yang
cukup yang dapat membentuk pasangan hole-electron. Energi ini harus lebih
besar dibandingkan bandgap (threshold) dari semikonduktor tersebut.
Skematik dan aliran electron dari sel surya dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut ini:
Gambar 2.2 Bagan Sel Surya
Photon akan masuk melalui Valence band. Photon dengan energi yang lebih
besar dari Bandgap akan membentuk pasangan hole-electron pada
Conduction band. Valence band adalah bagian p-type layer, sedangkan
Conduction band adalah bagian n-type layer pada Gambar 2.1.
7
Bahan Semikonduktor Sel Surya
Bahan pembuat semikonduktor yang paling umum digunakan untuk sel surya
adalah silicon (Si) – crystalline, polycrystalline dan amorphous. Namun, ada
pula yang terbuat dari material seperti GaAs, GaInP, Ge, Cu(InGa)Se2, dan
CdTe. Setiap bahan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Contohnya
adalah perbandingkan antara GaAs (Gallium Arsenide) dengan Si (Silicon)
menurut referensi (Chapman & Carpenter, n.d).
Kelebihan GaAs adalah:
Kecepatan komponen yang terbuat dari GaAs lebih tinggi karena
mobilitas electron
Dapat mengurangi parasitic capacitance yang berpengaruh pada
kecepatan
Memiliki bandgap yang lebih baik
Kekurangkan GaAs adalah :
Lebih langka dibanding Silicon
Arsenic adalah bahan yang sangat beracun
Kurang baik ketika dipakai sebagai ideal insulator
Memiliki konduktivitas thermal yang 2.75 kali lebih rendah dari
Silicon sehingga kepadatan packaging-nya lebih rendah dari circuit
dengan Silicon.
8
Temperature Effects
Kenaikan suhu dari sel surya akan menurunkan open-circuit voltage dan
bandgap menjadi semakin dekat. Short-circuit current relatif tidak berubah.
Biasanya, modul sel surya dioperasikan pada 20-40°C di atas suhu di
sekitarnya.
Solar Cell Circuit Modeling
Represenstasi sirkuit dari sel surya dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini
(Luque & Hegedus, 2011):
Gambar 2.3 Representasi Sirkuit Diagram Dasar Panel Surya
I adalah arus yang masuk ke beban sedangkan Isc adalah arus yang diproduksi
oleh solar cell array. Diode 1 merepresentasikan kombinasi arus pada region
quasi-neutral. Dioda 1 merupakan penggambaran dari arus yang hilang
ketika beban sangat besar atau open circuit. Ketika open circuit, semua arus
yang dihasilkan oleh panel surya (Isc) terbuang melalui dioda 1. Inilah yang
disebut sebagai region quasi-neutral. Diode 2 merepresentasikan kombinasi
arus pada region depletion. Dioda 2 merupakan penggambaran dari loss panel
surya itu sendiri. Ketika beban yang kita berikan ke bagian output sangat
9
kecil atau short circuit, maka arus yang mengalir ke output sebenarnya tidak
sama dengan Isc karena adanya loss dari panel surya itu sendiri. Loss yang
terjadi pada dioda 2 ketika short circuit sangat kecil sehingga panel surya
biasanya hanya digambarkan dengan 1 dioda saja karena dioda 2 diabaikan.
Solar Cell Parasitic Resistance Effects
Pemodelan arus dari sel surya yang sebelumnya mengabaikan efek parasitic
dari resistor series dan shunt dari sel surya. Di bawah ini adalah gambar
lengkap dari sirkuit diagram sel surya.
Gambar 2.4 Diagram Sirkuit Dari Sel Surya Dengan Parasitic Series dan
Shunt Resistances
Dimana I’sc adalah arus short circuit ketika tidak ada parasitic resistances.
Fill Factor
Di bawah ini adalah gambar dari grafik arus terhadap tegangan dari panel
surya (California Scientific, 2009):
10
Gambar 2.5 Daya Maksimal yang Dihasilkan Oleh Panel Surya
Fill Factor merupakan perbandingan antara daya maksimal yang dapat
dihasilkan oleh suatu panel surya dengan perkalian antara tegangan open-
circuit dan arus short-circuit, yang dapat ditulis menjadi:
(2.2)
Persamaan di atas nantinya akan digunakan oleh penulis untuk membuktikan
apakah algoritma MPPT yang digunakan berfungsi sebagai mestinya atau
tidak.
2.2. Maximum Power Point Tracking (MPPT)
MPPT (Maximum Power Point Tracking) adalah teknik yang digunakan
untuk menjaga sistem photovoltaic bekerja dalam point MPP (maximum
power point) (Azad, Sridhar & Miroslav, 2011). Di bawah ini adalah grafik
karakteristik dari panel surya menurut referensi (Hecktheuer, Krenzinger &
Prieb, 2002).
11
Gambar 2.6 Grafik Arus dan Daya Terhadap Tegangan
MPPT akan mempertahankan output pada daya tertingginya, yaitu pada Vmp
(voltage maximum power) dan Imp (current maximum power). Untuk
mempertahankan sistem dapat tetap bekerja pada MPP, maka metode atau
algoritma MPPT telah banyak dikembangkan seperti pada (Faranda & Leva,
2008), diantaranya adalah:
Constant Voltage Method
Metode ini hanya mendeteksi tegangan output yang dikeluarkan, lalu
menjaganya pada level tegangan tertentu. Duty cycle akan diatur sedemikian
rupa sehingga tegangan output tetap konstan. Metode ini mendapatkan hasil
efisiensi 79,51%.
Short Current Pulse Method
Metode ini mendeteksi tegangan output dan arus ketika sistem beroperasi
(Iop). Iop memiliki hubungan yang proportional dengan arus short circuit
12
(Isc). Karena itu, metode ini akan mendeteksi tegangan output dan Isc untuk
menentukan power point yang maksimal pada output. Metode ini
mendapatkan hasil efisiensi 90,72%.
Open Voltage Method
Metode ini didasarkan oleh penelitian yang menemukan bahwa tegangan
pada MPP selalu tetap pada persentase tertentu dari tegangan open voltage-
nya dengan toleransi 2%. Secara umum, teknik ini menggunakan 76% dari
open circuit voltage menjadi tegangan MPP-nya. Karena itu, input dari
metode ini adalah tegangan output sekarang dan tegangan open voltage-nya.
Metode ini mendapatkan hasil efisiensi 94,56%.
Perturb and Observe Method
Metode ini bekerja dengan cara perturbing (menaikkan atau menurunkan)
duty cycle. Setiap kali perubahan duty cycle akan dilihat perubahan daya-nya.
Bila daya yang sekarang lebih besar dibandingkan daya yang sebelumnya,
maka duty cycle akan dinaikkan lagi. Bila daya yang sekarang lebih kecil
dibandingkan daya yang sebelumnya, maka duty cycle akan dikurangi.
Karena itu, metode ini memerlukan input nilai daya output untuk mengetahui
daya yang jatuh di beban.
Metode ini memiliki kekurangan ketika arus yang disupply oleh panel surya
konstan (panel surya mendapatkan intensitas cahaya yang konstan) karena
metode ini akan terus menaikkan dan menurunkan duty cycle sehingga daya
pada output akan berosilasi. Besarnya perubahan dari duty cycle dapat
disetting tetap pada level 0,37% dari PV open voltage dengan efisiensi
98,85% (P&Oa) atau dapat disetting secara dinamik dengan efisiensi 99,29%
13
(P&Ob) atau dapat pula ditetapkan dengan 3 titik referensi dengan efisiensi
87,68% (P&Oc).
Incremental Conductance Method
Metode ini dilakukan berdasarkan persamaan (dI/dV)+(I/V) = 0. Bila nilai
(dI/dV)+(I/V) < 0, maka operating point berada di sebelah kiri dari MPP
sehingga kita harus menaikkan operating point. Bila (dI/dV)+(I/V) > 0
terpenuhi, maka operating point berada di sebelah kanan dari MPP sehingga
kita harus menurunkan operating point. Operating point dapat diubah dengan
cara menaikkan atau menurunkan duty cycle. Besarnya perubahan duty cycle
menentukan seberapa cepat MPP dapat ditrack. Ketika MPP telah dicapai,
perubahan duty cycle dapat dihentikan.
Ada 2 algorima atau metode Incremental Conductance yang paling banyak
ditemukan dan digunakan di literature. Yang pertama adalah dimana
dibutuhkan input nilai arus dan tegangan saja (ICa). Metode ini menghasilkan
efisiensi sebesar 98,73%. Cara kedua adalah dengan menggabungkan metode
Constant Voltage dengan Incremental Conductance (ICb). Bila level sinar
yang didapatkan oleh panel surya dibawah 30%, maka metode Constant
Voltage digunakan, sebaliknya digunakan metode Incremental Conductance.
Metode yang kedua ini mendapatkan hasil efisiensi 99,48%.
Temperature Method
Metode ini berdasarkan pada hubungan tegangan open circuit (Vov)
bervariasi tergantung pada temperature dari solar cell, sedangkan arus short
circuit (Isc) proportional terhadap level penyinaran cahaya yang diterima
solar cell. Metode ini membutuhkan tambahan input suhu untuk dapat
14
bekerja. Ada 2 algoritma yang dicoba pada literature, yaitu Temperature
Gradient dengan efisiensi 90,18% dan temperature Parametric dengan
efisiensi 97,01%.
Di bawah ini adalah tabel hasil pengambilan data yang dilakukan pada
literatur (Faranda & Leva, 2008).
Tabel 2.1 Energi yang dihasilkan oleh teknik-teknik MPPT
Beberapa istilah dalam pencahayaan berdasarkan referensi (Simpson, 2010)
akan dijelaskan pada bagian ini. Luminous flux adalah jumlah cahaya atau
total energi cahaya yang dipancarkan dari sebuah sumber cahaya. Luminous
flux memiliki satuan lumen. Pengukuran luminous flux dapat dilakukan
dengan menggunakan spectro-meter (LED LENSER, 2012).
54
Luminous intensity adalah jumlah dari luminous flux yang dipancarkan
dengan sudut ruang atau sudut bukaan 3 dimensi yang besarnya tertentu.
Sudut ruang atau sudut bukaan 3 dimensi disebut juga solid angle. Solid
angle memiliki satuan steradian. Semakin kecil solid angle dari sebuah
sumber cahaya dengan luminous flux yang tetap, maka semakin besar
intensitas atau luminous intensity yang terukur. Luminous intensity memiliki
satuan candela. Persamaan di bawah menjelaskan hubungan antara luminous
flux dan luminous intensity.
(2.42)
Dimana I adalah luminous intensity dengan satuan candela, ɸ adalah
luminous flux dengan satuan lumen, dan Ω adalah solid angle dengan satuan
steradian. Menurut referensi (Saripudin, Rustiawan & Suganda, 2009),
candela merupakan satu dari 7 besaran pokok yang berkaitan dengan cahaya,
sedangkan steradian merupakan satu dari 2 besaran tambahan dalam SI
(Sistem Internasional).
Tabel 2.4 Tujuh besaran pokok dan dua besaran pokok tambahan dalam SI
Besaran Pokok Satuan Lambang Satuan Panjang meter m Massa kilogram kg Waktu sekon(detik) s Arus Listrik ampere A Suhu kelvin K Intensitas Cahaya kandela cd Jumlah Zat mole mol
Besaran Tambahan Satuan Lambang Satuan Sudut datar radian rad
55
Sudut Ruang steradian sr Bila sumber cahaya merupakan sumber yang isotropic (memancarkan cahaya
secara merata ke semua arah), maka persamaan yang digunakan adalah :
(2.43)
Menurut referensi (Riemersma, 2012), besarnya solid angle dapat ditentukan
dengan menggunakan apex angle. Apex angle merupakan sudut datar atau
sudut bukaan 2 dimensi dari sebuah sumber cahaya. Lihat Gambar 2.38
dibawah untuk lebih jelasnya.
Gambar 2.38 Apex angle dari sebuah sumber cahaya
Apex angle dari contoh lampu LED diatas adalah 2θ dimana batas sudut apex
angle adalah ketika intensitas telah turun sebanyak 50%. Hubungan antara
apex angle dan solid angle dapat digambarkan dengan persamaan di bawah.
(2.44)
Illuminance adalah besarnya intensitas cahaya pada suatu permukaan atau
bidang yang terkena cahaya. Pengukuran illuminance dapat dilakukan dengan
menggunakan lux-meter. Hubungan illuminance dengan luminous flux adalah
seperti persamaan dibawah.
56
(2.45)
Dimana E adalah besarnya illuminance dengan satuan lux, ɸ adalah luminous
flux dengan satuan lumen dan A adalah luas area yang diterangi.
Sebagai contoh ilustrasi untuk lebih memahami pengaruh dari solid angle
terhadap illuminance, kami sertai contoh yang diambil dari referensi
(WISELED, 2012). Sebuah lampu senter memancarkan 100 lumen dan
menerangi bidang dengan luas 10m2 dengan solid angle tertentu kemudian
diukur dengan lux-meter dan terukur 100 lux. Bila solid angle cahaya dari
lampu senter tersebut dapat kita kurangi sehingga bidang yang diterangi dapat
kita kurangi menjadi 1m2, maka illuminance yang terbaca akan meningkat
10x lipat karena cahaya menjadi terkonsentrasi sehingga cahaya yang
menerangi luasan 1m2 tersebut menjadi makin terang. Lihat Gambar 2.39.
Gambar 2.39 Ilustrasi hubungan solid angle sumber cahaya terhadap
illuminance yang terjadi
Fenomena lainnya yang terjadi sehari-hari berkaitan dengan cahaya yaitu,
semakin jauh jarak sumber cahaya dari benda yang diterangi, maka illuminasi
yang terjadi pada benda tersebut akan berkurang berbanding terbalik dengan
57
kuadrat jarak, namun luas permukaan yang dapat diterangi oleh sumber
cahaya tersebut meningkat sebanding dengan kuadrat jarak. Inilah yang
disebut sebagai inverse-square law. Untuk lebih jelas, lihat Gambar 2.40
dibawah (NDT Resource Center, 2012).
Gambar 2.40 Inverse-square law
Semakin jauh jarak yang ditempuh oleh cahaya, maka luas permukaan yang
dapat diterangi meningkat. Sebagai ilustrasi untuk memahami pengaruh
perubahan jarak terhadap luas permukaan, disertai contoh berikut. Sebuah
lampu senter menerangi sebuah tembok yang berjarak 1m dengan illuminasi
1 lux dengan luas permukaan yang diterangi sebesar 1m2. Bila lampu senter
tersebut dijauhkan dari tembok sehingga jarak antara lampu senter dan
tembok menjadi 2m, maka illuminasi yang terjadi akan berkurang berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak, yaitu menjadi 0,25 lux namun luas permukaan
yang dapat diterangi cahaya meningkat sebanding dengan kuadrat jarak, yaitu
4m2. Lihat Gambar 2.41.
58
Gambar 2.41 Ilustrasi hubungan jarak terhadap luas permukaan dan
illuminasi
Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa jarak memiliki hubungan dengan
illuminasi yang terjadi. Hubungan kedua variabel ini dapat tergambarkan
pada persamaan dibawah (Riemersma, 2012).
(2.46)
Dimana I adalah luminance intensity dengan satuan candela, E adalah
illuminasi dengan satuan lux dan D adalah jarak dari sumber cahaya ke benda
yang illuminasinya diukur dengan satuan meter.
SNI (Standar Nasional Indonesia)
SNI adalah sebuah standar yang diberlakukan di Indonesia yang dibuat oleh
BSN (Badan Standarisasi Nasional). Disini akan dibahas spesifikasi
penerangan jalan di kawasan perkotaan menurut referensi (Badan
Standarisasi Nasional, 1991). Tabel 2.5 dibawah menjelaskan tentang jenis
atau klasifikasi jalan yang dibagi menjadi beberapa bagian dengan illuminasi
rata-rata standar dari SNI.
59
Tabel 2.5 Iluminasi Rata-Rata Standar SNI
Jenis / klasifikasi jalan Illuminasi rata-rata E (lux)
Trotoar 1-4
Jalan lokal 2-5
Jalan kolektor 3-7
Jalan arteri 11-20
Jalan arteri dengan akses kontrol, jalan bebas
hambatan 15-20
Jalan layang, simpang susun, terowongan 20-25
Trotoar adalah jalur lalu lintas untuk pejalan kaki yang umumnya sejajar
dengan sumbu jalan dan lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan. Jalan
lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi (UU RI No. 38 Tahun 2004). Jalan kolektor adalah jalan
umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan
ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan
masuk dibatasi (UU RI No. 38 Tahun 2004). Jalan arteri adalah jalan umum
yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna (UU RI No. 38 Tahun 2004). Akses kontrol adalah pengaturan jalan
masuk, seperti yang dilakukan di jalan tol atau jalan bebas hambatan.
Ada 3 alternatif untuk tinggi lampu jalan, yaitu 11m, 13m, atau 15m (Badan
Standarisasi Nasional, 1991). .
60
2.11. Baterai
Di dalam sistem photovoltaic, baterai digunakan untuk menampung energi
yang berasal dari panel surya (pada saat terdapat sinar matahari/siang hari)
dan digunakan sebagai sumber listrik (pada saat malam hari). Penggunaan
baterai juga harus diperhatikan, karena karakteristik dari masing-masing
baterai berbeda-beda. Berdasarkan kemampuan untuk diisi ulang, baterai
dibagi menjad 2 jenis, yaitu, disposable battery dan rechargeable battery.
Baterai yang digunakan untuk sistem photovoltaic adalah baterai yang
rechargeable (dapat diisi ulang). Jenis baterai rechargeable yang digunakan
adalah lead-based.
Baterai lead-based dapat dibagi berdasarkan aplikasinya dan konstruksinya.
Berdasarkan aplikasinya, baterai lead-based dibagi menjadi baterai starter
dan baterai deep-cycle. Baterai starter digunakan untuk menyediakan arus
yang tinggi dalam waktu yang singkat. Biasanya baterai ini digunakan pada
mobil. Sedangkan baterai deep-cycle digunakan untuk menyediakan arus
yang stabil dalam waktu yang cukup lama. Baterai deep-cycle biasanya
digunakan untuk solar electric ataupun backup power.
Berdasarkan konstruksinya, baterai lead-based dibagi menjadi liquid-vented
(biasanya disebut juga sebagai Flooded Lead-Acid) dan sealed (biasanya
disebut juga sebagai VRLA).
Baterai Liquid-Vented (Flooded Lead-Acid)
Baterai liquid-vented adalah baterai lead-based yang mempunyai katup untuk
pengisian ulang cairan. Baterai ini terdiri dari lempengen positif dan negatif
61
yang ditempatkan di dalam larutan elektrolit (asam sulfat). Baterai ini
dirancang untuk memberikan arus listrik yang besar hanya dalam waktu
beberapa saat. Pada saat baterai ini digunakan, maka akan terjadi reaksi kimia
di dalamnya yang akan menghasilkan gas hidrogen. Lama kelamaan, larutan
yang berada di dalam baterai akan berkurang. Oleh karena itu, baterai jenis
ini memerlukan pengisian larutan kembali. Baterai jenis ini biasa digunakan
pada mobil.
Baterai Sealed (VRLA)
Berbeda halnya dengan VRLA, baterai ini tidak dapat diisi ulang karena
larutan kimia di dalamnya tertutup dengan sangat rapat (terdapat satu katup
kecil pada badan baterai). Hal tersebut menyebabkan baterai jenis ini tahan
tumpah (spill proof). Pada baterai VRLA, gas yang dihasilkan pada saat
beroperasi akan dikombinasikan kembali, untuk mengurangi kehilangan
larutan (sebagian kecil hidrogen keluar melalui katup kecil). Sel VRLA
bersifat sensitif terhadap suhu: umur dari baterai tersebut akan berkurang
pada suhu tinggi (Bonduelle & Munerret, 2002). Baterai VRLA dapat dibagi
lagi menjadi 2 jenis, yaitu, tipe GEL dan AGM (Absorded Glass Mat).
Ada 2 jenis baterai yang terdapat pada VRLA, yaitu:
Absorbed Glass Mat (AGM)
Baterai AGM menggunakan mat gelas silik berserat untuk menunda
elektrolit. Mat ini menyediakan kantong untuk membantu dalam
penggabungan gas-gas yang dihasilkan selama charging dan membatasi
jumlah dari gas hidrogen yang dihasilkan. Produk baterai AGM yang dibuat
62
oleh grup Hawker didesain untuk bertahan selama 10 sampai 15 tahun
(Bonduelle & Munerret, 2002).
GEL
Larutan yang terdapat di dalam baterai ini berupa gel. Baterai gel bagus untuk
diaplikasikan pada sistem photovoltaic (Bonduelle & Munerret, 2002).
Hambatan dalam dari cell gel 3 kali hambatan dalam dari cell AGM. Volume
elektrolit baterai gel lebih tinggi dibandingkan dengan volume elektrolit
AGM. Akibatnya, inersia termal baterai gel lebih tinggi. Sehingga apabila
pada suhu lingkungan yang berubah-ubah, efeknya terhadap baterai gel lebih
rendah (Bonduelle & Munerret, 2002). Produk baterai GEL OPzV, yang
dibuat oleh group Hawker didesain untuk bertahan lebih dari 15 tahun
(Bonduelle & Munerret, 2002).
2.12. Daya Transfer Maksimum
Gambar di bawah adalah contoh rangkaian untuk membuktikan daya transfer
maksimum.
Gambar 2.42 Rangkaian Daya Transfer Maksimum
Bila nilai beban yang kita berikan sama dengan nol, maka tegangan yang
jatuh pada beban akan sama dengan nol, sehingga daya yang jatuh pada
63
beban sama dengan nol juga. Sebaliknya, bila nilai beban yang kita berikan
sama dengan tak hingga, maka arus yang mengalir pada rangkaian sama
dengan nol, sehingga daya yang jatuh pada beban sama dengan nol juga.
Karena itu, nilai beban yang kita berikan harus berada pada posisi yang tidak
kecil sekali dan tidak besar sekali. Menurut referensi (Floyd,2005), daya
transfer maksimum jatuh pada beban (RL) ketika RS = RL. Karena itulah, jika
kita plot grafik daya PL terhadap nilai hambatan beban RL, kita akan dapatkan
grafik parabola.
Arus yang mengalir pada rangkaian tersebut dapat dijabarkan dengan hukum
Kirchoff arus, yaitu :
(2.47)
Daya yang jatuh pada RL dapat dijabarkan dengan persamaan :
(2.48)
Bila kita mensubstitiusikan kedua persamaan diatas, kita akan mendapatkan
sebuah persamaan baru yang merupakan hubungan hambatan dan daya yang
jatuh pada beban, seperti dijabarkan di bawah :
64
Nilai RL ketika PL maksimum dapat kita temukan menggunakan grafik
parabola yang terjadi antara hubungan PL terhadap RL. Grafik ini dijelaskan
pada persamaan PL diatas. Nilai maksimum terjadi ketika nilai turunan PL
terhadap RL sama dengan nol.
(2.49)
Hasil akhir penurunan persamaan diatas menghasilkan jawaban bahwa daya
transfer maksimum terjadi ketika nilai hambatan dalam power supply RS