BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor yang paling berharga dalam pembanguanan yang telah, akan, maupun yang sedang dilaksanakan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan cara memperbaiki mutu pendidikan. Pendidikan merupakan suatu pondasi watak, mental dan spiritual manusia sehingga pendidikan suatu bangsa merupakan tolak ukur kualitas bangsa itu sendiri. Perbaikan mutu pendidikan di Indonesia selalu dilaksanakan dengan berbagai cara. Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah melalui peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Sekolah adalah bagian dari masyarakat yang 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu usaha untuk
mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang
berkualitas merupakan faktor yang paling berharga dalam pembanguanan yang
telah, akan, maupun yang sedang dilaksanakan. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan cara memperbaiki
mutu pendidikan. Pendidikan merupakan suatu pondasi watak, mental dan
spiritual manusia sehingga pendidikan suatu bangsa merupakan tolak ukur
kualitas bangsa itu sendiri.
Perbaikan mutu pendidikan di Indonesia selalu dilaksanakan dengan
berbagai cara. Salah satu upaya yang ditempuh untuk meningkatkan mutu
pendidikan adalah melalui peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Sekolah
adalah bagian dari masyarakat yang merupakan tempat bagi pembinaan sumber
daya manusia yang sesuai dengan perkembangan sains dan teknologi.
Pendidikan di sekolah tak bisa lepas dari proses kegiatan belajar mengajar yang
meliputi seluruh aktivitas yang menyangkut pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar dan pemberian materi pelajaran agar siswa memperoleh kecakapan
pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan. Proses pelaksanaan pemberian
materi yang baik akan memudahkan siswa untuk memahami materi yang
sedang diajarkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
1
Berdasarkan observasi peneliti selama melaksanakan Program Praktek
Lapangan ( PPL ) dan wawancara dengan guru matematika kelas XI IPS SMA
Negeri 2 Labuapi menunjukan bahwa pembelajaran matematika dikelas
tersebut masih belum terlaksana dengan optimal. Permasalahan yang sering
dihadapi guru terletak pada rendahnya akivitas siswa dalam pembelajaran
matematika. Kondisi ini dapat dilihat dari kurangnya kesiapan siswa dalam
mengikuti pembelajaran, jarangnya siswa untuk bertanya dan mengeluarkan
pendapat pada saat pembelajaran berlangsung, siswa kurang dapat merespon
apa yang disampaikan oleh guru, dalam kelas siswa lebih banyak bermain
dengan teman lainnya, bahkan terkadang ada beberapa siswa yang tidur saat
guru sedang menjelaskan sehingga apa yang disampaikan oleh guru tidak dapat
dipahami oleh siswa tersebut. Hal ini disebabkan pembelajaran matematika di
kelas XI IPS masih menggunakan model konvensional. Pembelajaran
menggunakan model tersebut dapat menyebabkan pembelajaran matematika
yang kurang menarik karena proses pembelajaran dalam kelas terpusat pada
guru. Dalam pembelajaran model ini siswa hanya menerima apa yang
diberikan dan melakukan apa yang diperintahkan oleh guru. Bahkan terkadang
siswa hanya diberikan materi berupa rumus-rumus saja dan memberikan
contoh cara penggunaannya kemudian siswa diberikan soal-soal latihan
sehingga siswa tidak memahami konsep dasar dari materi yang diberikan.
Permasalahan-permasalahan ini pada akhirnya akan berdampak pada
rendahnya prestasi belajar siswa dikelas tersebut. Hal ini terlihat dari nilai rata-
rata ujian semester ganjil dikelas tersebut yaitu hanya mencapai nilai 65,47.
2
Selain itu juga dapat dilihat dari rata-rata nilai ulangan harian (setelah remidial)
tahun pelajaran 2013/2014 seperti tampak pada tabel berikut :
Tabel 1.1: Hasil ulangan harian (setelah remidial) kelas XI IPS SMA Negeri 2 Labuapi tahun pelajaran 2013/2014.
No MateriNilai Rata-rata kelas
Ketuntasan Klasikal (%)
1 Statistika 67,36 60,712 Peluang 67,95 64,29
Hal ini menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika dikelas tersebut belum
mencapai nilai rata-rata kelas dan ketuntasan klasikal minimal yang ditetapkan
sekolah tersebut yaitu dengan nilai rata-rata minimal 70 dan ketuntasan klasikal
minimalnya yaitu 85% siswa yang mendapat nilai lebih dari atau sama dengan
70.
Kemampuan siswa kelas XI IPS dalam menerapkan konsep dan
menyelesaikan masalah matematika pada materi statistika dan peluang masih
sebatas kemampuan menerapkan rumus kedalam penyelesaian soal persis
seperti contoh soal yang diberikan oleh guru. Sedangkan jika menghadapi soal
yang berbeda siswa mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan pada proses
pembelajaran matematika dikelas XI IPS tidak menekankan pada penguasaan
konsep dasar materi melainkan lebih pada menghafal dan menggunakan rumus
pada soal-soal.
Salah satu materi yang diajarkan dalam pelajaran matematika kelas XI
IPS semester II adalah Turunan. Dalam mempelajari materi Turunan ini
dibutuhkan pemahaman konsep dasar oleh siswa agar siswa mampu
memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan materi tersebut. Oleh
3
karena itu, pembelajaran materi Turunan harus mampu membuat siswa
memahami konsep dasar dengan baik.
Pembelajaran dengan penanaman konsep dasar dapat dilakukan dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperatif Integrated
Reading and Composition) yaitu memadukan antara kemampuan membaca
dan menulis dari peserta didik. Membaca artinya siswa membangun
pemahaman konsep dari suatu permasalahan yang diberikan dengan
mengungkapkan ide-ide awal yang dimiliki. Sedangkan menulis artinya siswa
mampu merangkum konsep yang sudah dipahami dengan benar. Selain itu
juga siswa diharapkan untuk lebih aktif bertanya dan memiliki keberanian
untuk mempresentasikan hasil kerja yang telah disusun. Model pembelajaran
CIRC ini diadaptasikan dengan kemampuan peserta didik dalam proses
pembelajarannya serta membangun kemampuan siswa untuk membaca dan
menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya, sehingga dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan,
terutama dalam mengajarkan materi Turunan. Model pembelajaran ini juga
cocok bagi siswa yang merasa cepat jenuh dalam menerima pelajaran serta
siswa yang memiliki daya ingat yang lemah (Hasman, 2009).
Jadi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC akan
lebih melatih siswa dalam membangun pemahaman konsep dasar dengan
menggunakan cara mereka sendiri di bawah bimbingan guru minimal. Hal ini
akan membuat siswa memahami dan mengingat konsep apa yang telah ia
dapatkan lebih lama dan tentunya membantu siswa memahami makna soal
4
pemecahan masalah yang diberikan. Sehingga berdasarkan uraian-uraian
tersebut, maka perlu diadakan sebuah tindakan untuk meningkatkan aktivitas
dan prestasi belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Labuapi
tahun pelajaran 2013/2014 pada materi Turunan Fungsi dengan menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading
and Composition).
B. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Prestasi belajar yaitu hasil yang telah dicapai seorang siswa yang dinyatakan
dalam bentuk nilai, baik huruf maupun angka yang mencerminkan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan tentang materi pelajaran yang
telah disampaikan.
2. Aktivitas belajar yaitu segala kegiatan yang dilakukan dalam proses
interaksi dalam rangka mencapai tujuan belajar yang akan diperoleh melalui
pedoman observasi aktivitas siswa dalam bentuk skor yang diberikan setelah
proses pembelajaran.
3. Materi matematika yang dibahas dalam penelitian ini yaitu materi kelas XI
IPS semester 2 mengenai Turunan dengan rincian sebagai berikut :
a) Menggunakan sifat dan aturan turunan dalam perhitungan turunan
fungsi aljabar.
b) Menggunakan turunan untuk menentukan karakteristik suatu fungsi
aljabar dan memecahkan masalah.
5
c) Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
ekstrim fungsi aljabar.
d) Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
ekstrim fungsi aljabar dan penafsirannya.
4. Siswa yang dimaksudkan yaitu siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Labuapi
tahun pelajaran 2013/2014.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimanakah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading And Composition)
pada materi turunan fungsi dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar
matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Labuapi tahun pelajaran
2013/2014. “
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI IPS
SMA Negeri 2 Labuapi tahun pelajaran 2013/2014 melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada materi Turunan Fungsi.
6
2. Untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas XI IPS SMA
Negeri 2 Labuapi tahun pelajaran 2013/2014 melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada materi Turunan Fungsi.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diharapkan dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagi siswa, dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC siswa akan terlatih dalam membangun pemahaman konsep dasar
dari permasalahan yang diberikan.
2. Bagi guru, memberikan alternatif model pembelajaran untuk
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa khususnya pada materi
Turunan Fungsi.
3. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan dan
diterapkan pada mata pelajaran lainnya untuk meningkatkan aktivitas dan
prestasi belajar siswa dalam rangka peningkatan mutu pendidikan ke
depannya.
4. Bagi peneliti, sebagai bahan referensi untuk terus mengadakan perbaikan
dan peningkatan keterampilan mengajar dikelas serta sebagai dasar dan
perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat
tafsirannya tentang “belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran itu
berbeda satu sama lain. Hamalik (2008:27) mengungkapkan bahwa belajar
adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(learning is defined as the modification or strengthening of behaviour
through experiencing). Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu
proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan
hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan
kelakuan. Sejalan dengan pengertian diatas, ada pula tafsiran lain tentang
belajar yang menyatakan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan
tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Selain itu, Morgan dalam Suprijono (2013:3) menyatakan bahwa
belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari
pengalaman (Learning is any relatively permanent change in behaviour
that is result of past experience). Sehingga berdasarkan beberapa definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah
8
laku yang didapat dari hasil interaksi dengan lingkungan dan pengalaman
yang perubahannya bersifat permanen.
Sementara itu, Hamalik (2013:57) dalam bukunya mendefinisikan
pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapain tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat
dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya,
misalnya tenaga laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis
dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan lain sebagainya. Fasilitas dan
perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga
komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi,
praktik, ujian dan sebagainya.
Suprijono (2013:13) mengungkapkan bahwa pembelajaran
berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari.
Pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru
mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam
perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi
peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah
peserta didik.
2. Aktivitas Belajar
Menurut Hamalik (1999:34), aktivitas belajar adalah suatu proses
atau kegiatan yang dilakukan untuk mencapai pengetahuan, keterampilan,
nilai dan sikap. Suatu proses belajar akan benar-benar efektif manakala
9
dalam prosesnya siswa diajak untuk ikut terlibat secara aktif. Proses
belajar sesungguhnya bukanlah kegiatan menghafal semata. Seorang guru
tidak dapat dengan serta-merta menuangkan sesuatu kedalam benak para
siswanya, karena mereka sendirilah yang harus menata apa yang mereka
dengar dan lihat menjadi satu kesatuan yang bermakna. Tanpa peluang
untuk mendiskusikan, mengajukan pertanyaan, mempraktikan dan bahkan
mengajarkannya kepada siswa lain, maka proses belajar yang
sesungguhnya tidak akan terjadi. (Ariono, 2009:9)
Hamalik (2013:90) juga menjelaskan bahwa pendidikan modern
lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati, dimana siswa belajar sambil
bekerja . Dengan bekerja, siswa memperoleh pengetahuan, pemahaman,
dan keterampilan serta perilaku lainnya, termasuk sikap dan nilai.
Sehubungan dengan hal tersebut, sistem pembelajaran dewasa ini sangat
menekankan pada pendayagunaan asas keaktifan ( aktivitas) dalam proses
belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Paul D. Rich dalam Hamalik ( 2008:172 ) mengklasifikasikan
macam-macam aktivitas belajar (kegiatan belajar) menjadi 8 kelompok,
yaitu :
a. Kegiatan-kegiatan visual
Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen,
demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.
b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)
10
Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu
kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan
pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan
Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau
diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan
radio.
d. Kegiatan-kegiatan menulis
Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan
kopi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.
e. Kegiatan-kegiatan menggambar
Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.
f. Kegiatan-kegiatan metrik
Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran,
membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, dan berkebun.
faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.
h. Kegiatan-kegiatan emosional
Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan
dalam kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap
satu sama lain.
11
Selain itu Hamalik dalam bukunya juga menjelaskan bahwa
penggunaan asas aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat
tertentu, antara lain :
a. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.
b. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.
c. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan para siswa yang pada
gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok.
d. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri,
sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan
individual.
e. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan
kekeluargaan, musyawarah dan mufakat.
f. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dengan masyarakat,
dan hubungan antara guru dan orangtua siswa, yang bermanfaat dalam
pendidikan siswa.
g. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit,
sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis.
h. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya
kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.
3. Prestasi belajar
Sudjana dalam Mursid (2012:3) mendefinisikan prestasi adalah
hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu sehingga untuk
mengetahui tingkat prestasi belajar maka perlu dilakukan evaluasi belajar.
12
Hamalik (2013:159) berpendapat bahwa evaluasi belajar keseluruhan
kegiatan pengukuran (pengumpulan data dan informasi), pengolahan,
penafsiran, dan pertimbangan untuk membuat keputusan tentang tingkat
hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar
dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Hasil
belajar merujuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu
merupakan indikator adanya dan derajat perubahan tingkah laku siswa.
Penilaian dilaksanakan dengan evaluasi pada PBM sehingga akan diketahui
nilai dari prestasi belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah hasil yang telah dicapai seorang siswa yang dinyatakan dalam
bentuk nilai, baik huruf maupun angka yang mencerminkan penguasaan
pengetahuan dan keterampilan tentang materi pelajaran yang telah
disampaikan.
4. Model Pembelajaran
Milis berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat
sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok
orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model merupakan
interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari
beberapa sistem.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi dan teori belajar yang dirancang berdasarkan
analisis teradap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat
13
operasional dikelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola
yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan
memberi petunjuk kepada guru dikelas. Model pembelajaran adalah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
dikelas maupun tutorial.
Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan
yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran,
tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Merujuk pemikiran Joyce fungsi model adalah “each model guides
us as we design instruction to help students achieve various objectives”.
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik
mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan
mengekspresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman
bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan
aktivitas belajar mengajar. (Suprijono, 2013:45-46)
5. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran
yang berpusat pada siswa dengan melihat kerjasama mereka dalam
kelompok-kelompok kecil. Panitz menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja
14
kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooeratif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-
pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas
(Suprijono, 2009 : 54 – 55).
Pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian
sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu
diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok,
yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.
Pembelajaran kooperatif juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas
bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok.
(Raharjo dan Solihatin, 2005:4)
Stahl dalam Raharjo dan Solihatin (2011:7) menyebutkan bahawa
guru dengan kedudukannya sebagai perancang dan pelaksana
pembelajaran dalam menggunakan model ini harus memperhatikan
beberapa konsep dasar yang merupakan dasar-dasar konseptual dalam
penggunaan cooperatif learning. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut
yaitu :
a. Perumusan tujuan belajar siswa harus jelas
15
Sebelum menggunakan strategi pembelajaran, guru hendaknya
memulai dengan merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan
spesifik. Tujuan tersebut menyangkut apa yang diinginkan oleh guru
untuk dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Perumusan
tujuan harus disesuaikan dengan tujuan kurikulum dan tujuan
pembelajaran.
b. Penerimaan yang menyeluruh oleh siswa tentang tujuan belajar
Guru hendaknya mampu mongkondisikan kelas agar siswa menerima
tujuan pembelajaran dari sudut kepentingan diri dan kepentingan kelas.
c. Ketergantungan yang bersifat positif
Untuk mengkondisikan terjadinya interdepensi diantara siswa dalam
kelompok belajar, maka guru harus mengorganisasikan materi dan
tugas-tugas pelajaran sehingga siswa memahami dan mungkin untuk
melakukan hal itu dalam kelompoknya.
d. Interaksi yang bersifat terbuka
Dalam kelompok belajar, interaksi yang terjadi bersifat langsung dan
terbuka dalam mendiskusikan materi dan tugas-tugas yang diberikan
oleh guru.
e. Tanggung jawab individu
Salah satu dasar penggunaan pembelajar kooperatif dalam
pembelajaran adalah bahwa keberhasilan belajar akan lebih mungkin
dicapai secara lebih baik apabila dilakukan bersama-sama.
16
f. Kelompok bersifat heterogen
Dalam pembentukan kelompok belajar, keanggotaan kelompok harus
bersifat heterogen sehingga interaksi kerjasama yang terjadi
merupakan akumulasi dari berbagai karakteristik siswa yang berbeda.
g. Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif
Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa bekerja dalam kelompok
sebagai suatu kelompok kerjasama.
h. Tindak lanjut ( Follow up)
Setelah masing-masing kelompok menyelesaikan tugas dan
pekerjaannya, selanjutnya perlu dianalisis bagaimana penampilan dan
hasil kerja siswa dalam kelompok belajarnya, termasuk juga :
1) bagaimana hasil kerja yang dihasilkan,
2) bagaimana siswa membantu anggota kelompoknya dalam
mengerti dan memahami materi daan masalah yang dibahas,
3) bagaimana sikap dan perilaku siswa dalam interaksi kelompok
belajar bagi keberhasilan kelompoknya,
4) apa yang siswa butuhkan untuk meningkatkan keberhasilan
kelompok belajarnya dikemudian hari.
Oleh karena itu, guru harus mengevaluasi dan memberikan berbagai
masukan terhadap hasil pekerjaan dan aktivitas siswa selama
kelompok belajar siswa tersebut bekerja.
17
i. Kepuasan dalam belajar
Setiap siswa dalam kelompok harus memperoleh waktu yang cukup
untuk belajar dalam mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan
keterampilannya.
Suprijono (2013:65) menyatakan bahwa sintak model
pembelajaran koperatif terdiri atas 6 fase beserta langkah- langkah guru
dalam pembelajaran koperatif, sebagaimana tercantum dalam tabel
berikut:
Tabel 2.1. Fase-fase Pembelajaran KooperatifFase-Fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goal and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pebelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2: Present informationMenyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada peseta didik secara verbal
Fase 3: Organize students into learning teamsMengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Menguji kemampuan peseta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok–kelompok mempresentasikan hasil kerjannya
Fase 6: Provide recognitionMemberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan caranya untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Slavin (2005) dalam bukunya mengungkapkan bahwa terdapat
berbagai tipe pembelajaran kooperatif yang telah dikembangkan, antara
lain :
18
a. Tipe STAD (Student Teams-Achievement Divisions)
Dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1978. Guru menyajikan
pelajaran kepada siswa yang kemudian berkumpul dalam kelompok-
kelompok yang masing-masing kelompok beranggota empat sampai
lima orang siswa untuk berdiskusi dan saling membantu satu sama
lain mengisi lembar kerja tentang materi pelajaran yang disajikan.
Setiap siswa memperoleh kuiz dan skor kelompok ditentukan oleh
derajat peningkatan skor individu dari skor sebelumnya. Kelompok-
kelompok yang mendapat skor tinggi diumumkan dalam suatu berita
mingguan.
b. Tipe Teams-Games-Tournaments
Dikembangkan oleh De Vries dan Slavin pada tahun 1978. Setelah
pelajaran disajikan oleh guru, siswa berkumpul dalam kelompok-
kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari empat sampai
lima orang anggota untuk berdiskusi dan saling membantu satu sama
lain mempelajari materi pelajaran. Para siswa tidak memperoleh
kuiz-kuiz secara individual. Melainkan, mereka berlomba dengan
siswa-siswa pada kelompok lain yang memiliki prestasi yang sama
agar mendapatkan poin-poin untuk kelompoknya.
c. Tipe Learning Together
Dikembangkan oleh Johnson dan Johnson pada tahun 1975. Para
siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tugas
kelompok. Guru memotivasi siswa untuk saling ketergantungan satu
19
sama lain secara positif, saling berinteraksi, memiliki tanggung
jawab secara individu dan sosial serta melakukan kerja kelompok.
Sebagai contoh, siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru
akan dikembalikan kepada kelompoknya untuk menemukan
jawabannya. Penskoran didasarkan pada kinerja individual dan
kesuksesan kelompoknya, tetapi individu-individu dan kelompok-
kelompok tidak bersaing lagi dengan yang lainnya.
d. Tipe Group Investigation
Dikembangkan oleh Sharon pada tahun 1976. Para siswa dibagi
dalam kelompok-kelompok. Setiap kelompok diberi tugas dan
proyek yang khusus dan membuat keputusan penting tentang
bagaimana mengolah informasi, mengorganisasikan dan
menyajikannya. Pembelajaran tingkat tinggi (seperti
mengaplikasikan, mensintesis, dan menyimpulkan) sangat
ditekankan dalam tipe ini.
e. Tipe Jigsaw
Dikembangkan oleh Aronson pada tahun 1978. Setiap siswa menjadi
anggota kelompok yang terdiri dari empat sampai enam orang siswa.
Setiap siswa dalam kelompok diberikan informasi untuk memilih
siswa kelompok ahli pada topik yang dipelajari. Siswa ahli dari
setiap kelompok membaca materi pelajarannya dan kemudian
berkumpul untuk mendiskusikan dan mensintesis informasi.
Kemudian mereka kembali ke dalam kelompoknya masing-masing
20
dan mengajarkan apa yang mereka ketahui kepada teman
sekelompoknya. Para siswa mendapat kuiz secara individu dan skor
kelompok yang diperoleh dipublikasikan dalam berita kelas.
f. Tipe Team-Assisted Individualized Learning
Dikembangkan oleh Slavin pada tahun 1982. Tipe ini secara khusus
didisain untuk digunakan dalam pembelajaran matematika. Siswa
mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan tugas secara
perorangan dalam kelompok kecil yang heterogen. Para siswa saling
memeriksa pekerjaan dengan temannya dan membantu teman
lainnya dalam mempelajari materi pelajaran dan mengerjakan tugas.
Skor kelompok didasarkan pada jumlah satuan tugas yang dapat
diselesaikan dan ketepatan pengerjaannya.
g. Tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
Dikembangkan oleh Stevens, Madden, Slavin and Farnish pada
tahun 1987. Seperti halnya tipe Team-Assisted Individualized
Learning, tipe ini didesain untuk mengakomodasi rentang tingkat
kemampuan siswa yang lebar dalam suatu kelas dengan
menggunakan teknik pengelompokan siswa dalam kelas secara
heterogen.
6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and
Compotition, termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning
yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca
21
dan menulis (Steven dan Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program
komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan
menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah
berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga
pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.
Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.
Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau
tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa
yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok
satu sama lain. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan para siswa
dapat meningkatkan cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa
sosial yang tinggi.
Secara spesifik model pembelajaran kooperatif tipe CIRC memiliki
3 fase yaitu sebagai berikut (Hasman, 2009: 15):
a. Fase Pertama, pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan
tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil
penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan
guru, buku paket, atau media lainnya.
b. Fase Kedua, eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada
siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan
pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami
dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya
22
konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian
dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya,
tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta
menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran
dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar
melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam
situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat
efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi
untuk diujikannya.
c. Fase Ketiga, publikasi. Pada fase ini Siswa mampu
mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan,
memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat
bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil
pengamatannya. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-
gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa
siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat
argumen.
Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah dapat ditempuh dengan (Hasman 2009:
16):
a. Guru menerangkan suatu materi matematika kepada siswa, pada
penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan diajarkan
pada setiap pertemuan;
23
b. Guru memberikan latihan soal;
c. Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan siswanya
dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui penerapan
model CIRC;
d. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang heterogen;
e. Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu
masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok;
f. Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi serangkaian
kegiatan bersama yang spesifik;
g. Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru
mengawasi kerja kelompok;
h. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan
kelompoknya;
i. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah
memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah yang
diberikan;
j. Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan
temuannya;
k. Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator;
l. Guru memberikan tugas/PR secara individual;
m. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya;
n. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal
pemecahan masalah; dan
24
o. Guru memberikan kuis.
Slavin dalam Suyitno (2005 : 6) menyebutkan kelebihan model
pembelajaran CIRC sebagai berikut:
a. CIRC dapat membangun pemahaman konsep siswa terhadap materi
yang diajarkan.
b. CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah.
c. Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang.
d. Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam
kelompok.
e. Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek
pekerjaannya.
f. Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal yang
berbentuk pemecahan masalah.
Adapun langkah-langkah kegiatan pembelajaran CIRC secara
umum sebagai berikut (Suprijono, 2013: 130-131) :
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberikan tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada
lembar kertas.
d. Mepresentasikan/membacakan hasil kelompok.
e. Guru membuat kesimpulan bersama.
25
f. Penutup.
Berdasarkan pemaparan teori tentang model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dari beberapa ahli di atas, maka dapat diambil
beberapa langkah yang nantinya akan diterapkan di dalam pembelajaran
yaitu sebagai berikut:
a. Pembentukan kelompok heterogen yang yang terdiri dari 4 sampai 5
orang.
b. Guru mengenalkan materi yang akan dipelajari secara singkat.
c. Pembagian wacana yang berisi permasalahan kepada tiap kelompok.
Wacana dapat berbentuk LKS.
d. Guru memfasilitasi kegiatan membaca siswa. Dalam kegiatan
membaca, guru akan memberikan bantuan seperlunya kepada siswa
dalam kelompok dalam menggali informasi serta menanggapi
permasalahan yang diberikan dengan ide-ide yang mereka miliki.
e. Guru memfasilitasi kegiatan menulis siswa. Dalam kegiatan menulis,
siswa dalam kelompok akan mengkomposisi kembali pemahaman
konsep yang telah diperoleh dari informasi-informasi yang telah
terkumpul. Guru akan memberikan masukan terhadap pemahaman
konsep yang dikomposisi agar lebih terarah.
f. Perwakilan dari beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi
mereka.
g. Siswa diarahkan menarik kesimpulan dengan bahasa mereka sendiri
dan guru memberikan masukan terhadap kesimpulan yang telah dibuat
26
h. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal
pemecahan masalah; dan
i. Guru memberikan kuis sebagai evaluasi
7. Ruang Lingkup Materi
Penelitian ini difokuskan pada materi Turunan Fungsi dengan
rincian Kompetensi Dasar ( KD ) sebagai berikut :
a) Menggunakan sifat dan aturan turunan dalam perhitungan turunan
fungsi aljabar.
b) Menggunakan turunan untuk menentukan karakteristik suatu fungsi
aljabar dan memecahkan masalah.
c) Merancang model matematika dari masalah yang berkaitan dengan
ekstrim fungsi aljabar.
d) Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan
dengan ekstrim fungsi aljabar dan penafsirannya.
B. Kerangka Berfikir
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit dipahami
oleh siswa yang ditandai dengan prestasi belajar siswa yang belum
memberikan hasil yang memuaskan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa model
pembelajaran matematika yang diterapkan sejak awal hingga sekarang masih
bersifat konvensional, dimana sistem penyampaiannya lebih banyak
didominasi oleh guru. Guru memegang peran aktif dalam proses pembelajaran
sedangkan siswa cenderung diam dan secara pasif menerima materi pelajaran.
27
Hal ini menyebabkan siswa menjadi kurang aktif dalam dalam proses
pembelajaran dikelas yang berdampak pada rendahnya prestasi siswa itu
sendiri.
Model pembelajaran kooperatif CIRC (Cooperatif Integrated Reading
and Composition) mendorong siswa untuk berperan serta dalam pembelajaran,
belajar bekerjasama dan tidak bergantung pada guru sehingga dengan
menerapkan model ini siswa dituntut menjadi lebih aktif. Model pembelajaran
tipe ini yaitu pembelajaran yang memadukan antara kemampuan membaca dan
menulis dari peserta didik. Membaca artinya siswa membangun pemahaman
konsep dari suatu permasalahan yang diberikan dengan mengungkapkan ide-
ide awal yang dimiliki, membuat prediksi atau menafsirkan isi dan mencatat
hal-hal penting dari permasalahan tersebut. Sedangkan menulis artinya siswa
mampu merangkum konsep yang sudah dipahami dengan benar. Selain itu juga
siswa diharapkan untuk lebih aktif bertanya dan memiliki keberanian untuk
mempresentasikan hasil kerja yang telah disusun. Dalam penerapannya, model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC menekankan bahwa siswa harus dapat
membaca dan mengkomposisi pemahaman konsep dasar materi dari
permasalahan yang diberikan.
Model pembelajaran CIRC ini diadaptasikan dengan kemampuan
peserta didik dalam proses pembelajarannya serta membangun kemampuan
siswa untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang
dibacanya, sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap
materi yang diajarkan, terutama dalam mengajarkan materi Turunan. Materi
28
Turunan ini memerlukan pemahaman konsep yang benar dan tepat agar siswa
dapat benar-benar memahami materi dengan baik.
Melalui kegiatan dan langkah-langkah pembelajaran dengan model
kooperatif tipe CIRC ini diharapkan penanaman konsep pada diri siswa akan
menjadi lebih mudah dan pemahaman pada suatu konsep khususnya konsep
Turunan dapat ditingkatkan. Dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
C. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah jika model pembelajaran kooperatif tipe CIRC diterapkan
secara optimal dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada
materi turunan di kelas XI IPS SMA Negeri 2 Labuapi tahun pelajaran
2013/2014.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom
Action Research). Penelitian tindakan kelas adalah proses pengkajian masalah
pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dan upaya untuk
memecahkannya dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana
dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari tindakan tersebut.
Penelitian tindakan kelas terdiri dari beberapa siklus, masing-masing siklus
terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, evaluasi dan refleksi
(Wina Sanjaya, 2003:149). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa pada materi Turunan Fungsi
dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperatif
Integrated Reading and Composition).
B. Tempat dan Subyek Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Labuapi dan subyek
penelitiannya adalah siswa kelas XI IPS semester II tahun pelajaran
2013/2014 dengan jumlah siswa 28 orang yang terdiri dari 13 siswa
perempuan dan 15 siswa laki-laki.
C. Faktor yang Diselidiki
Faktor yang diselidiki dalam penelitian ini adalah:
30
1. Faktor siswa, yang diselidiki yaitu aktivitas dan prestasi belajar siswa pada
materi Turunan Fungsi melalui penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC (Cooperatif Integrited Reading and Compotition) yang
optimal.
2. Faktor guru, yang diselidiki adalah kegiatan guru selama pembelajaran
dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperatif
Integrited Reading and Compotition).
3. Faktor proses belajar mengajar, yang diselidiki yaitu pelaksanaan
pembelajaran di dalam kelas apakah sudah sesuai dengan skenario
pembelajaran yang dibuat.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam beberapa siklus. Tiap
siklus terdiri dari beberapa pertemuan. Adapun rincian perencanaan
pelaksanaan pembelajaran dari masing-masing siklus dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 3.1. Perencanaan pembelajaran dalam kelasNo Siklus Pertemua
nIndikator Waktu
1 I
I
Menghitung limit fungsi yang mengarah ke konsep turunan.
Menghitung turunan fungsi yang sederhana dengan menggunakan definisi turunan
2 x 45 menit
II
Menentukan sifat-sifat turunan fungsi Menentukan turunan fungsi aljabar
dengan menggunakan sifat-sifat turunan
3 x 45 menit
Evaluasi2 II I Menentukan fungsi monoton naik dan 2 x 45
31
turun dengan menggunakan konsep turunan pertama
menit
II
Menggambar sketsa grafik fungsi dengan menggunakan sifat-sifat turunan
Menentukan titik ekstrim grafik fungsi
3 x 45 menit
Evaluasi
3 III
I
Mengidentifikasi masalah-masalah yang bisa diselesaiakn dengan konsep ekstrim fungsi
Merumuskan model matematikan dari masalah ekstrim fungsi
3 x 45 menit
II Menyelesaikan model matematika dari masalah ekstrim fungsi
2 x 45 menit
EvaluasiAdapun tahapan-tahapan yang dilalui dari masing-masing siklus
adalah persiapan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi, dan refleksi.
Sedangkan penjabaran dari tiap tahapan adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap persiapan sebagai berikut:
a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) yang
berorientasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC.
b. Membuat skenario pembelajaran yang berorientasi pada penerapan
model pembelajaran kooperatif CIRC.
c. Menyiapkan LKS model CIRC untuk menjelaskan materi turunan
kepada siswa dalam menanamkan konsep dasar.
d. Menyiapkan soal-soal pemecahan masalah pada materi turunan.
e. Membuat lembar observasi aktivitas belajar siswa dalam penerapan
CIRC.
32
f. Membuat lembar observasi untuk mengamati kesesuaian antara proses
pembelajaran dengan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah
dibuat.
g. Menyusun tes evaluasi belajar siswa berbentuk essay untuk
memperoleh data prestasi belajar.
h. Menyusun pedoman penilaian tes evaluasi belajar siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, kegiatan yang dilakukan
adalah melaksanakan RPP yang sudah dirancang. Secara umum langkah-
langkah proses pembelajarannya adalah:
a. Pendahuluan
1) Guru membuka kegiatan pembelajaran
2) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
3) Guru memberikan apersepsi dan motivasi dalam pembelajaran
4) Guru memberikan informasi tentang model pembelajaran yang
akan digunakan dalam proses pembelajaran.
5) Guru membagi siswa ke dalam kelompok yang heterogen yang
terdiri dari 4 sampai 5 orang
b. Kegiatan Inti
1) Guru memberikan LKS yang berisi permasalahan dan soal
pemecahan masalah untuk menemukan konsep dasar.
2) Membaca:
33
a) Siswa dalam kelompok menyimak permasalahan yang
diberikan,
b) Siswa menanggapi permasalahan dengan mengungkapkan
pengetahuan yang mereka miliki,
c) Siswa mencatat hal-hal penting yang terdapat dalam
permasalahan yang diberikan,
d) Siswa melakukan diskusi untuk mngembangkan hal baru yang
diperoleh untuk membangun pemahaman konsep
3) Menulis:
a) Siswa mengkomposisi atau menyusun kembali pemahaman
konsep dasar yang telah diperoleh melalui diskusi
b) Siswa dalam kelompok saling merevisi pemahaman konsep
yang telah dikomposisi.
4) Guru memberikan kesempatan kepada setiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya serta ketua kelompok
melaporkan keberhasilan atau hambatan dalam kelompoknya.
5) Guru memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok
untuk mengoreksi hasil kerja kelompok lain dan merivisi hasil
kerjanya sendiri.
6) Guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang terbaik.
c. Kegiatan Penutup
1) Guru membahas secara klasikal tentang strategi penyelesaian dari
soal pemecahan masalah yang telah diberikan
34
2) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan pembelajaran
3) Guru meminta siswa untuk mempelajari materi yang akan dibahas
pada pertemuan berikutnya
4) Guru menutup kegiatan pembelajaran
3. Observasi
Pada tahap ini observasi dilakukan secara kontinu setiap
berlangsungnya pelaksanaan tindakan dengan mengamati aktivitas belajar
siswa dan kegiatan guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan
pedoman observasi aktivitas siswa dan pedoman observasi aktivitas guru.
4. Evaluasi
Pada tahap ini evaluasi dilakukan pada akhir setiap siklusnya.
Evaluasi ini dilakukan dengan cara memberikan soal-soal tes dalam bentuk
essay.
5. Refleksi
Refleksi dilakukan pada akhir tiap siklus. Pada tahap ini, peneliti
mengkaji pelaksanaan dan hasil yang diperoleh dalam pemberian tindakan
tiap siklusnya. Sebagai acuan dalam tahapan ini adalah hasil observasi dan
evaluasi. Hasil ini digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki serta
menyempurnakan perencanaan dan pelaksanaan tindakan pada siklus
selanjutnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Sumber data
35
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS tahun
pelajaran 2013/2014 dan guru matematika kelas XI IPS SMA Negeri 2
Labuapi.
2. Jenis data
Jenis data yang diperoleh berasal dari:
a. Data hasil observasi aktivitas belajar siswa
b. Data hasil observasi keterlaksanaan RPP
c. Data hasil evaluasi belajar siswa
3. Cara pengumpulan data
a. Data aktivitas belajar siswa diambil dengan menggunakan pedoman
observasi aktivitas siswa yang dilakukan pada tiap pertemuan.
b. Data keterlaksanaan RPP dilihat dari lembar observasi keterlaksanaan
RPP yang telah dirancang pada setiap pertemuan.
c. Data hasil belajar siswa diambil dengan memberikan tes evaluasi
kepada siswa di tiap akhir siklus.
F. Instrumen Penelitian
Data-data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan dua
instrumen penelitian, yaitu:
1. Lembar Observasi
36
Lembar observasi yang dirancang bertujuan untuk memperoleh
data aktivitas belajar siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam
lembar observasi aktivitas belajar siswa termuat beberapa indikator, yaitu:
a. Kesiapan siswa dalam menerima pelajaran
b. Antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan model
kooperatif tipe CIRC.
c. Interaksi siswa dengan siswa dalam pembelajaran
d. Interaksi siswa dengan guru dalam pembelajaran
e. Kegiatan membaca siswa dalam pembelajaran
f. Kegiatan menulis siswa dalam pembelajaran
g. Partisipasi siswa dalam mempresentasikan dan menyimpulkan hasil
diskusi.
Sedangkan dalam lembar observasi keterlaksanaan RPP disesuaikan
dengan RPP yang telah dibuat untuk setiap pertemuan.
2. Tes Evaluasi Hasil Belajar
Untuk mengetahui hasil belajar siswa digunakan instrumen berupa
tes dalam bentuk essay atau uraian.
G. Analisa Data
Untuk analisis data yang diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas
ini sebagai berikut:
37
1. Data aktivitas belajar siswa
Data aktivitas belajar siswa dari lembar observasi dianalisis dengan
cara sebagai berikut:
a. Menentukan skor aktivitas belajar siswa secara klasikal untuk masing-
masing deskriptor, yaitu apabila persentase indikator yang muncul
lebih dari 50% maka indikator itu tampak dalam lembar aktivitas
siswa.
Pedoman penskoran:
Skor = 4 jika 3 deskriptor tampak
Skor = 3 jika 2 deskriptor tampak
Skor = 2 jika 1 deskriptor tampak
Skor = 1 jika tidak ada deskriptor yang tampak
Sehingga, skor maksimum dan skor minimum setiap indikator aktivitas
belajar siswa masing-masing adalah 28 dan 7.
b. Analasis data aktivitas belajar siswa menggunakan MI ( Mean Ideal )
dan SDI ( Standar Deviasi Ideal )
MI = 12
x ( skor maksimum+skor minimum )
= 12
x (28+7 )
= 12
x35
= 17,5
38
SDI = 16
x (skor maksimum−skor minimum )
= 16
x (28−7 )
= 3,5
Berdasarkan skor standar maka kriteria untuk menentukan
aktivitas siswa dijabarkan pada tabel 3.2 ( Nurkencana dan Sunarta,
1990:103 ).
Tabel 3.2 Kriteria untuk menentukan aktivitas belajar siswa berdasarkan skor standar.
Interval Interval skor KategoriMI+1,5 SDI≤ s ≤MI+3SDI 22,75≤ s ≤28 Sangat Aktif
MI+0,5 SDI≤ s ≤MI+1,5SDI 19,25≤ s<¿22,75 AktifMI-0,5 SDI≤ s ≤MI+0,5SDI 15,75≤ s<¿19,25 Cukup AktifMI-1,5 SDI≤ s ≤MI-0,5SDI 12,25≤ s<¿15,75 Kurang AktifMI-3 SDI≤ s ≤MI-1,5SDI 7≤ s<¿12,25 Sangat Kurang Aktif
Dengan s adalah rata-rata skor indikator
Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila terdapat
peningkatan rata-rata skor pada setiap pertemuan.
2. Data Prestasi Belajar Siswa
Untuk analisis data yang sudah diperoleh dari hasil penelitian
tindakan kelas ini sebagai berikut:
a. Ketuntasan Individu
Secara individu, siswa dikatakan tuntas belajar apabila siswa
memperoleh nilai ≥ 70
b. Menghitung Rata-rata Kelas
R=∑ X
N (Sujana dalam Samsul, 2011: 37)
39
Keterangan:
R : Nilai rata-rata kelas
∑ x: Jumlah nilai yang diperoleh siswa
N : banyak siswa yang ikut tes
c. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas adalah tercapainya
ketuntasan belajar dengan rumus sebagai berikut:
KB= nN
x 100 %
Keterangan:
KB : Ketuntasan belajar
n : Banyak siswa yang memperoleh nilai ≥ 70
N : Banyak siswa yang ikut tes
Ketuntas Belajar tercapai jika KB≥ 85 %
H. Indikator Keberhasilan
Yang menjadi indiktor keberhasilan penelitian tindakan kelas ini
adalah pencapaian aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila minimal berkategori
aktif dan mengalami peningkatan dari siklus ke siklus.
2. Prestasi belajar siswa mencapai ketuntasan belajar secara klasikal minimal
85% dengan nilai rata-rata minimal 70 .
3. Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC ( Cooperatif Integrited Reading
and Compotition ) dikatakan efektif untuk meningkatkan aktivitas dan
40
prestasi belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Labuapi tahun pelajaran
2013/2014 jika memenuhi kriteria berdasarkan indikator 1 dan 2.