BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangHipertensi banyak ditemukan
pada Ibu hamil dimana tekanan atau stimulus negatif sebagai bahan
baku stress akan diterima oleh bagian otak yang disebut sistem
limbik yang memiliki peranan penting dalam sistem tubuh yang
berhubungan langsung dengan sistem otonom dan bagian-bagian penting
lainnya dalam otak. Akibatnya, emosi negatif menimbulkan kecemasan
dan ketegangan untuk kemudian mengakibat sistem berantai dalam
mekanisme tubuh. Ketika tubuh memproduksi adrenalin, ia juga
mengeluarkan hormon kortisol. Naiknya kortisol akan melumpuhkan
sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh ibu hamil menjadi rentan
terhadap berbagai penyakit dan gangguan hipertensi. hipertensi
sering terjadi pada wanita nulipara. Sementara itu, Wanita yang
lebih tua memperlihatkan peningkatan insiden hipertensi kronis
seiring dengan penambahan usia, dan beresiko lebih besar mengalami
preeklamsia pada hipertensi kronik. Dengan demikian, wanita di
kedua ujung usia reproduksi dianggap lebih rentan. (Cunningham,
2006) .Sejauh ini kejadian Hipertensi pada Ibu Hamil yang mengalami
kecemasan di Puskesmas Jagir belum dapat di jelaskan.Kecemasan
memicu adrenalin yang mengeluarakan hormone kortisol secara
berlebihan, sehingga rentang terhadap gangguan hipertensi.
Hipertensi pada ibu hamil berpotensi membahayakan baik bagi dirinya
dan janinya. Jika hipertensi kehamilan tidak ditangani secara tepat
bisa mengarah kegangguan pre-eklamsi atau eklamsia serta berisiko
terjadinya abortus pada janin. Penulisan ini mempaparkan
keterkaitan antara kecemasan yang terjadi pada ibu hamil yang
berpotensi memicu kejadian hipertensi dalam upaya meminimalisir
angka kejadian hipertensi dan resiko kematian ibu dan janin.
Hipertensi kehamilan dapat mempersulit 5-10% kehamilan Ibu, bersama
perdarahan dan infeksi, sehingga membentuk trias yang mematikan
bagi Ibu hamil. Hipertensi kehamilan juga menyumbang 16% kematian
dari total kematian Ibu secara sistemik menurut data dari WHO (
World Health Organization ), lebih tinggi dari pada penyebab utama
lainnya seperti perdarahan sebanyak 13%, aborsi sebanyak 18%, dan
sepsis sebanyak 2% ( Norman & Gary, 2011 ).Seorang individu
yang mengalami kecemasan secara langsung dapat mengekspresikan
kecemasannya melalui respon yang fisiologis dan perilaku, dan
secara tidak langsung dapat mengembangkannnya melalui mekanisme
pertahanan dalam melawan kecemasan yang disebut koping. Pada ibu
hamil ia berupaya untuk beradaptasi pada kehamilan dan perubahan
fisik yang terjadi pada dirinya sampai pada saat menghadapi
kelahiran atau persalinan. Sebagian besar hasil akhir kehamilan
yang buruk yang berkaitan dengan hipertensi dapat dicegah dengan
pengawasan pranatal yang baik dan pengobatan jika diperlukan.
Kehamilan adalah suatu kondisi dimana seorang wanita memiliki
embrio atau fetus yang sedang berkembang di dalam tubuhnya. Dimana
saat kehamilan, terjadi berbagai respon psikologi diantaranya
timbul kecemasan akan kehamilannya. Kecemasan dan ketegangan
kemudian mengakibat sistem berantai dalam mekanisme tubuh yang
mencetuskan naiknya kortisol yang berpotensi melumpuhkan sistem
imunitas sehingga tubuh ibu hamil menjadi rentan terhadap berbagai
penyakit dan gangguan hipertensi. Akibat penurunan sistem pertahan
tubuh serta peningkatan kortisol maka timbul gangguan hipertensi
yang bila pada saat kehamilan tidak terkontrol dapat menyebabkan
preeklamsia berat. Dengan penatalaksanaan yang optimal antara lain
Penatalaksanaan psikiatri harus diuraikan secara mendetail dalam
rencana asuhan keperwatan, termasuk pengkajian resiko serta
pemantauan pengobatan hipertensi.
1.2 Rumusan MasalahApakah ada hubungan faktor kecemasan terhadap
kejadian hipertensi pada masa kehamilan di pukesmas jagir
surabaya?1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan UmumMenjelaskan ada hubungan
faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi pada masa kehamilan
di pukesmas jagir Surabaya.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mahasiswa mampu
menjelaskan faktor kecemasan pada kehamilan 2. Mahasiswa mampu
menjelaskan kejadian hipertensi pada kehamilan 3. Mahasiswa mampu
menjelaskan hubungan faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi
pada masa kehamilan 1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Manfaat
TeoritisDiharapkan ibu hamil dapat mengetahui, memahami dan
mengontrol terjadinya kecemasan selama masa kehamilan yang dapat
mengakibatkan timbulnya kejadian hipertensi. 1.4.2 Manfaat
Praktis1. Bagi PenelitiHasil dari penelitian ini dapat menjadi
sumber informasi, acuan atau gambaran, serta sumber data untuk
penelitian selanjutnya.2. Bagi InstitusiHasil penelitian ini dapat
digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya dan merupakan
masukan bahan dokumen ilmiah.3. Bagi Profesi KeperawatanSebagai
bahan masukan dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan dalam
Kejadian hipertensi pada masa kehamilan yang di pengaruhi dari
faktor kecemasan. 4. Bagi Ibu Hamil dan MasyarakatPenelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi ibu hamil dan
masyarakat untuk mengetahui faktor kecemasann pada ibu hamil yang
kemungkinan besar berakibat pada kejadian hipertensi.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Ibu Hamil 2.1.1 Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah
penyatuan sperma dari laki-laki dan ovum dari perempuan. Masa
kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam
tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi sampai 3
bulan, triwulan kedua dari bulan ke-4 sampai ke-6, triwulan ketiga
dari bulan ke- 7 sampai ke-9 (Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo,
2007).Kehamilan didefinisikan sebagai persatuan antara sebuah telur
dan sebuah sperma, yang menandai awal suatu peristiwa yang
terpisah, tetapi ada suatu rangkaian kejadian yang mengelilinginya.
Kejadiankejadian itu ialah pembentukan gamet (telur dan sperma),
ovulasi (pelepasan telur), penggabungan gamet dan implantasi embrio
di dalam uterus. Jika peristiwa ini berlangsung baik, maka proses
perkembangan embrio dan janin dapat dimulai (Bobak, 2005).Sikap
terhadap berat dan bentuk tubuh selama kehamilan memiliki dampak
yang penting terhadap kenaikan berat badan selama kehamilan dan
kesehatan mental ibu setelah melahirkan (Rubin, 2005). Sebagaimana
diketahui bahwa kenaikan berat badan yang ideal pada perempuan
selama kehamilan adalah sekitar 6,5 16,5 kilogram. Kenaikan berat
badan di bawah ataupun di atas rentang tersebut akan menimbulkan
masalah pada kesehatan ibu dan janin Selain itu, kekhawatiran
tentang berat badan dan bentuk tubuh selama kehamilan juga
berhubungan dengan distres postpartum (Abraham & Walker dalam
Rubin, 2005).2.1.2 Gejala dan Tanda KehamilanSejumlah temuan dan
gejala klinis mungkin mengisyaratan kehamilan dini. 1. Berhentinya
haid Berhentinya haid pada seorang wanita sehat usia subur yang
sebelumnya mendapat haid spontan, siklis dan teratur merupakan
isyarat kuat kehamilan, lama siklus ovarium dan karenanya haid
cukup bervariasi di antara wanita, dan bahkan pada wanita yang
sama. Karena itu, amenore bukan merupakan indikasi yang handal
untuk kehamilan sampai 10 hari atau lebih setelah awitan perkiraan
haid. (Cunningham.2012)2. Perubahan pada mukus serviksMukus serviks
yang telah mengering dan diperiksa di bawah mikroskop memiliki pola
khas yang bergantung pada stadium siklus ovarium dan ada tidaknya
kehamilan. Kristalisasi mukus yang penting untuk pembentukan pola
daun pakis bergantung pada peningkatan kadar natrium klorida. Mukus
serviks relatif kaya akan natrium klorida ketika yang dihasilkan
adalah estrogen bukan progesterone. Karena itu sekitar hari ke-7
sampai ke-18 daur, terlihat pola daun pakis.
(Cunningham.2012)Sebaliknya, sekresi progesteron meskipun tanpa
penurunan sekresi estrogen cepat menurunkan kadar natrium klorida
ke kadar yang menghambat pembentukan pola daun pakis tersebut.
Selama kehamilan, progesteron biasanya menimbulkan efek serupa,
meskipun jumlah esterogen yang dihasilkan sangat besar. Setelah
sekitar hari ke-21, terbentuk pola yang berbeda berupa gambaran
manik-manik atau seluler. Pola bermanik-manik ini juga biasanya
dijumpai selama kehamilan. Karena itu, mukus encer dalam jumlah
besar dengan pola daun pakis ketika dikeringkan memperkecil
kemungkinan adanya kehamilan dini. (Cunningham.2012)3. Perubahan
payudara Perubahan anatomis pada payudara menjadi kurang nyata pada
multipara, yang payudaranya mengandung sejumlah kecil bahan seperti
susu atau kolostrum selama berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun setelah pelahiran anak mereka yang terakhir mereka,
khususnya jika anaknya disusui. (Cunningham.2012)4. Mukosa
VaginaSelama kehamilan, mukosa vagina biasanya tampak merah
keunguan atau agak gelap dan mengalami bendungan tanda Chadwick,
yang dipopulerkan olehnya pada tahun 1886. Meskipun merupakan
isyarat kuat, tanda ini konklusif. (Cunningham.2012)5. Perubahan
kulit Peningkatan pigmentasi dan perubahan pada strie abdomen juga
sering terjadi pada kehamilan. Tanda-tanda ini mungkin tidak
terjadi pada kehamilan, atau muncul pada wanita yang mendapat
kontrasepsi estrogen-progestin. (Cunningham.2012)6. Perubahan pada
uterus Selama beberapa minggu pertama kehamilan, penambahan ukuran
uterus terutama terbatas pada garis tengah anteroposterior. Pada
minggu ke-12, korpus uterus hampir membulat dengan garis tengah
rerata 8 cm. pada pemeriksaan bimanual, organ ini terasa lembut
atau elastik dan kadang menjadi sangat lunak. Pada usia haid 6
sampai 8 minggu, serviks teraba padat yang berbeda dari fundus yang
kini lembut dan isthmus yang melunak tanda hegar. Melunaknya
isthmus mungkin sedemikian mencolok sehingga serviks dan korpus
uterus seolah-olah terpisah. (Cunningham.2012)Dalam menggunakan
stetoskop untuk auskultasi, dapat terdengar uterine souffl pada
bulan-bulan terakhir kehamilan. Ini adalah bunyi lembut bertiup
yang sinkron dengan nadi ibu. Bunyi ini dihasilkan oleh mengalirnya
darah melalui pembuluh-pembuluh uterus yang melebar dan paling
jelas terdengar dibawah uterus. Sebaliknya, funic souffl adalah
bunyi bersiul tajam sinkron dengan nadi janin. Buyi ini disebabkan
oleh derasnya darah yang mengalir melalui arteri umbilikalis dan
mungkin tidak selalu terdengar. (Cunningham.2012)7. Perubahan pada
serviks Serviks menjadi semakin lunak seiring dengan kemajuan
kehamilan. Keadaan lain, misalnya kontrasepsi estrogen-progestin,
juga dapat menyebabkan pelunakan ini. Seiring dengan perkembangan
kehamilan, ostium serviks eksternum dan kanalis servikalis mungkin
menjadi cukup lunak sehingga dapat dimasuki oleh ujung jari tangan.
Namun,ostium internum seyogianya tetap tertutup.
(Cunningham.2012)8. Persepsi gerakan janinPersepsi gerakan janin
oleh ibu dapat bergantung pada beberapa factor, misalnya paritas
dan habitus. Secara umum, setelah satu kali kehamilan yang
berhasil, seorang wanita mungkin sudah dapat merasakan gerakan
janinnya antara 16 sampai 18 minggu. Seorang primipara mungkin
belum merasakan gerakan janin sampai 2 minggu kemudian (18 sampai
20 minggu). Pada sekitar 20 minggu, bergantung pada bentuk tubuh
ibu, pemeriksa dapat mulai mendeteksi gerakan janin.
(Cunningham.2012)2.1.3 Respon imun dan endokrinologi kehamilana.
Respon imunMengacu pola sistem imun adaptif. Maka dalam proses
kehamilan akan dibutuhkan suatu adaptasi sistem imun dari sistem
maternal terhadap semi allograft. Maladaptasi sistem imun maternal
akan menyebabkan peningkatan aktifitas dari sel-sel leukosit
sehingga akan mempengaruhi perkembangan fetoplasenta, invasi
trovoblas kedalam miometrium dan reaksi imunologi. Pada kehamilan
non preeklampsi-eklampsi maka peningkatan Th1 berupa aktifitas TNF
dan IL-6 dapat diimbangi oleh Th2 yaitu dengan peningkatan sitokin
IL 10. Adaptasi antara pihak maternal dan fetoplasenta akan
mengakibatkan Th2 akan melakukan supresi terhadap aktifitas Th1.
Sebaliknya Preeklampsia ataupun eklamsi terjadi suatu maladaptasi
sistem imun maternal terhadap fetoplasenta dimana sitokin
proinflamasi IL-6 akan meningkatkan aktifitasnya melalui
peningkatan leukosit dan aktifitas Th1 melalui peningkatan
aktifitas dari TNF . Dapat disimpulkan bahwa pada kehamilan dengan
hipertensi telah terjadi suatu maladaptasi sistem imun maternal,
sementara itu hipertensi dengan preeklamsi-eklamsia terjadi
maladaptasi sistem imun materal terhadap invasi fetoplasenta yang
didahului dengan peningkatan leukosit yang berlanjut dengan
peningkatan Th1 dan mengakibatkan sel-sel trofoblas mengalami
apoptosis lebih banyak dibandingkan dengan kehamilan non
preeklamsia-eklamsia. Peningkatan kadar TNF atau IL-6 di serum
maupun jaringan akan menyebabkan peningkatan persentase jaringan
plasenta yang mengalami infark dan peningkatan persentase jaringan
plasenta yang mengalami apoptosis. Pegukuran TNF- dan IL-6 serum
mempunyai nilai yang sangat baik untuk mendiagnosis
preeklamsia-eklamsia (Morton H, Cavanagh, 1992).b. Kelenjar
hipofisis ibu Hormon-hormon kelenjar hipofisis anterior ibu hanya
sedikit berpengaruh terhadap kehamilan setelah implantasi. Kelenjar
ini sendiri bertambah besar kira-kira sepertiga dimana unsur utama
pertambahan besar ini adalah hiperplasia laktotrof sebagai respons
terhadap kadar estrogen plasma yang tinggi. Prolaktin yaitu produk
dari laktotrof, merupakan satu-satunya hormon hipofisis anterior
yang meningkat progresif selama kehamilan, yaitu dengan kontribusi
dari hipofisis anterior desidua. Tampaknya mekanisme pengatur
neuroendokrin normal tetap utuh. Sekresi ACTH dan TSH tidak
berubah. Kadar FSH dan LH turun hingga batas bawah kadar yang
terdeteksi dan tidak responsif terhadap stimulasi GnRH. Kadar GH
tidak berbeda bermakna dengan kadar tak hamil, tetapi respons
hipofisis terhadap hipoglikemia meningkat pada awal kehamilan. Pada
kasus- kasus hiperfungsi hipofisis primer maka janin tidak
terserang (Morton H, Cavanagh, 1992).
c. Korteks adrenal ibu1. GlukokortikoidKadar kortisol plasma
meningkat hingga tiga kali kadar tidak hamil saat menjelang
trimester ketiga. Peningkata terutama akibat pertambahan globulin
pengikat kortikosteroid (CBG) hingga dua kali lipat. Peningkatan
kadar estrogen pada kehamilan adalah yang bertanggung jawab atas
peningkatan CBG yang gilirannya mampu mengurangi katabolisme
kortisol di hati. Akibatnya adalah peningkatan waktu paruh kortisol
plasma hingga dua kalinya. Dampak akhir dari perubahan-perubahan
ini adalah peningkatan kadar kortisol bebas dalam plama, menjadi
dua kali lipat pada kehamilan lanjut. Kortisol plasma yang tinggi
berperan dalam terjadinya resistensi insulin pada kehamilan dan
juga terhadap timbulnya striae, namun tanda-tanda hiperkortisolisme
lainnya tidak ditemukan pada kehamilan, bahwa kadar progesteron
yang tinggi berperan sebagai suatu antagonis glukokortikoid dan
mencegah efek-efek kortisol ini (Morton H, Cavanagh, 1992). 2.
Mineralokortikoid dan sistem renin angiotensinSubstrat renin
meningkat karena pengaruh estrogen terhadap sintesisnya di hati,
dan renin sendiri juga meningkat. Peningkatan substrat renin dan
renin sendiri akan menyebabkan peningkatan aktivitas renin dan
angiotensin. Akibat aktivitas renin plasma yang meningkat, pada
saat yang sama terjadi peningkatan angiotensin II yang tampaknya
tidak lazim menyebabkan hipertensi karena terjadi penurunan
kepekaan sistem vaskular ibu terhadap angiotensn. Bahkan, pada
trimester pertama, aniotensin eksogen hanya akan mencetuskan
peningkatan tekana darah yang lebih rendah dibandingkan pada
keadaan tidak hamil. Jelas bahwa kadar renin angiotensin, dan
aldosteron yang tinggi pada wanita hamil merupakan subjek dari
kontrol umpan balik normal karena dapat mengalami perubahan sesuai
posisi tubuh, konsumsi natrium, dan beban air serta pembatasan
kualitatif seperti halnya pada wanita tak hamil. Pasien dengan
preeklampsi memperlihatkan bahwa kadar renin, aldosteron, dan
angiotensin serum lebih rendah dari kehamilan normal, dengan
demikian menyingkirkan peran utama sistem renin- angiotensin pada
gangguan ini (Morton H, Cavanagh, 1992).
2.2 Psikologi Pada Ibu Hamil 2.2.1 Ciri ciri perubahan
psikologis selama kehamilan1. Perubahan Psikologis pada Trisemester
PertamaSegera setelah konsepsi kadar hormon progesteron dan
estrogen dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya
mual dan muntah pada pagi hari, lemah, lelah, dan membesarnya
payudara. Kondisi ini membuat para ibu hamil merasa tidak sehat dan
sering membenci kehamilan sehingga memengaruhi kehidupan psikologis
ibu. (Janiwarty dan Harry.2013)Pada trisemester pertama seringkali
timbul kecemasan dan rasa kebahagian bercampur keraguan dengan
kehamilannya antara ya atau tidak, terjadi fluktuasi emosi sehingga
beresiko tinggi untuk terjadinya pertengkaran atau rasa tidak
nyaman, adanya perubahan hormonal, dan morning sickness.
Diperkirakan ada 80% ibu ibu mengalami perubahan psikologis,
seperti rasa kecewa, sikap penolakan, cemas dan rasa sedih.
(Janiwarty dan Harry.2013).Pada sebagian wanita, reaksi psikologik
dan emosional pertama adalah kecemasan, ketakutan, kepanikan, dan
kegusaran terhadap kehamilan. Perasaan benci pada suami yang
menyebabkan dia hamil ditumpahkan melalui manifestasi mual, muntah,
pening, dan sebagiannya yang merupakan gejala hamil muda. Pada
keadaan yang agak berat, dia menolak kehamilannya dan mencoba untuk
menggugurkan, pada kasus yang lebih para mencoba untuk bunuh diri.
Manifestasi lain yaitu ibu hamil muda sering meminta makanan yang
aneh-aneh yang selama ini tidak disukainya. ( Mochtar, 1998) .
Perubahan emosional pada trisemester I ditandai dengan adanya
penurunan kemauan seksual karena letih dan mual, perubahan suasana
hati, seperti depresi atau khawatir, ibu mulai berpikir mengenai
bayi dan kesejahteraannya dan kekhawatiran pada bentuk penampilan
diri yang kurang menarik. (Janiwarty dan Harry,2013).Kejadian
Goncangan jiwa diperkirakan lebih kecil terjadi pada trisemester
pertama dan lebih tertuju pada kehamilan pertama. Menurut kumar dan
Robson (1978) diperkirakan ada sekitar 12% wanita yang mendatangi
klinik menderita depresi terutama pada mereka yang ingin
menggugurkan kandungan. Perubahan psikologis yang terjadi pada fase
kehamilan trisemester pertama lebih banyak berasal pada pencapaian
peran sebagai ibu. (Janiwarty dan Harry.2013)Kehamilan pada
trisemester pertama cenderung terjadi pada tahapan saktivitas yang
dilalui seorang ibu dalam mencapai perannya ( taking on stage ).
Ibu akan selalu mencari tanda tanda untuk menyakinkan bahwa dirinya
memang hamil, sehingga dia lebih memperthatikan setiap perubahan
yang terjadi pada tubuhnya. Perutnya yang masih kecil dinilai
sebagai rahasia seorang ibu yang akan diberitahukannya kepada
suaminya. (Janiwarty dan Harry.2013)2. Perubahan Psikologis pada
Trisemester kedua Ibu yang menganggap kehamilan merupakan suatu
identifikasi abstrak, kini mulai menyadari kenyataan bahwa
kehamilan merupakan identifikasi nyata. Maka ibu mulai menyesuikan
diri dengan kenyataan : perut bertambah besar, terasa gerakan
janin, teman-teman menyatakan selamat, dan dokter telah mendengar
suara jantung janin. Wanita bijaksana mulai mempersiapkan kebutuhan
kedatangan bayi seperti popok, baju, tempat tidur bayi, kereta
bayi, dan sebagainya. ( Mochtar, 1998)3. Perubahan Psikologis pada
Trisemester ketigaTimbul gejolak baru menghadapi persalinan dan
perasaan tanggung jawab sebgai ibu pada pengurusan bayi yang akan
dilahirkan. Ada 2 golongan ibu yang mungkin merasa takut : a. Ibu
yang mempunyai riwayat / pengalaman buruk pada persalinan yang
lalub. Multipara agak berumur, merasa takut terhadap janin dan
anak-anak apabila terjadi sesuatu atas dirinya, takut bila
anak-anak diurus ibu tiric. Primi gravida yang mendengar tentang
pengalaman ngeri dan menakutkan dari teman-teman lain.d. Kerja sama
ibu dengan penolong, pendekatan dan perhatian, rasa simpati, dan
bila perlu, pendekatan psikologik akan membantu semuanya itu dengan
baik. ( Mochtar, 1998)
2.2.2 Adaptasi PsikologisStatus emosional dan psikologis ibu
turut menentukan keadaan yang timbul sebagai akibat atau diperburuk
oleh kehamilan, sehingga dapat terjadi pergeseran dimana kehamilan
sebagai peristiwa fisiologis menjadi kehamilan patologis. Ada dua
macam stressor, yaitu:a. Stressor internal, meliputi kecemasan,
ketegangan, ketakutan, penyakit, cacat, tidak percaya diri,
perubahan penampilan, perubahan sebagai orang tua, sikap ibu
terhadap kehamilan, takut terhadap persalinan, kehilangan
pekerjaan.b. Stressor eksternal, meliputi maladaptasi, relation
ship, kasih sayang, support mental, broken home.Pada peristiwa
kehamilan merupakan suatu rentang waktu, dimana tidak hanya terjadi
perubahan fisiologis, tetapi juga terjadi perubahan psikologis yang
merupakan penyesuaian emosi, pola berpikir, dan perilaku yang
berkelanjutan hingga bayi lahir. Latar belakang munculnya gangguan
psikologis dan emosional dalam rangka kesanggupan seseorang untuk
menyesuaikan diri dengan situasi tertentu termasuk kehamilan.
Pengaruh faktor psikologis terhadap kehamilan adalah terhadap
ketidakmampuan pengasuhan kehamilan dan mempunyai potensi melakukan
tindakan yang membahayakan terhadap kehamilan (Pantikawati,
2010).2.2.3 Gangguan Psikiatri Antenatal Terdapat ekspektasi
sosiokultural bahwa kehamilan dan melahirkan adalah masa-masa yang
membahagiakan dan menyejahterakan. Hal ini membuat ibu sulit
mencari bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan mental selama
periode perinatal. Sebelumnya, kehamilan dianggap memberikan
perlindungan terhadap gangguan mental. Namun, masalah kesehatan
mental selama kehamilan sama seperti yang mereka alami di masa
pascanatal dan semakin dikenali sebagai pertandaaan awal gangguan
yang timbul pada masa pasca natal. ( Robson, 2011 ). Beberapa
derajat kelabilan emosional dan ansietas selama kehamilan adalah
hal normal. Deprevasi waktu tidur bisa terjadi. Namun, keadaan ini
harus dibedakan dari gangguan depresif dan ansietas yang terjadi
selama periode kehamilan. ( Robson, 2011 )Walaupun gangguan
psikiatri dapat muncul dalam kehamilan, terdapat masalah klinis
yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Sebagaian besar kondisi yang
pertama kali muncul adalah gangguan depresif ringan dan ansietas,
dan penyebab umumnya adalah faktor psikososial. 2. Relaps dan
kekambuhan gangguan mental yang pernah dialami pada masa lalu dapat
terjadi kembali selama periode kehamilan dan periode pascanatal 3.
Relaps gangguan berikut dapat terjadi : a. Gangguan depresi
ansietasb. Gangguan obsesif kompulsifc. Skizofreniad. Gangguan
bipolare. Penyalagunaan zat 4. Antidepresan dan antipsikotik
seharusnya tidak secara otomatis dihentikan ketika wanita
dinyatakan hamil karena hal ini sering kali menjadi penyebab
relaps.5. Gangguan ringan sampai sedang dapat ditangani dalam
asuhan primer.6. Gangguan mental berat di masa lalu atau yang baru
saja terjadi harus dirujuk ke layanan psikiatri spesialis, terutama
ke layanan psikiatri perinatal. ( Robson, 2011 )Faktor psikososial
umum yang dikaitkan dengan gejala deprsi antenatal ringan dan
ansietas adalah : 1. Mengalami infertilitas atau keguguran di masa
lalu.2. Kurang dukungan, masalah dalam suatu hubungan. 3. Kehamilan
tidak direncanakan atau terdapat ambivalensi terhadap kehamilan.4.
Masalah keuangan5. Kehamialn remaja 6. Masalah medis yang
berhubungan dengan kehamilan7. Kekerasan dalam rumah tangga8.
Buruknya pengalaman dalam menjadi ibu.9. Penganiayaan seksual di
masa lalu10. Berduka. ( Robson, 2011 )Komplikasi gangguan psikiatri
antenatal dapat dikaitkan dengan : a. Ketidak hadiran di klinik
antenatal. b. Berat lahir rendah.c. Prematuritas.d. Merokok dan
penyalah gunaan obat.e. Buruknya status nutrisi dan kesehatan
secara umum.f. Melukai diri sendiri dan bunuh diri secara
sengaja.g. Masalah perlindungan anak.h. Disfungsi keterkaitan
anatara ibu dan bayi. Setiap depresi atau ansietas selama kehamilan
yang tidak diketahui dan ditangani kan meningkatkan resiko bunuh
diri selama trimester akhir. ( Robson, 2011 ).
2.2.4 Pemeriksaan Psikologis Amerika College of Obstetricians
and Gynecologists (2006) mendefinisikan faktor resiko social
sebagai faktor non-biomedis yang mempengaruhi kesejahteraan mental
dan fisik. ACOG juga menganjurkan penapisan psikososial paling
tidak sekali setiap trimester masalah penting dan mengurangi
gangguan pada hasil akhir kehamilan. Perlu dilakukan penyaringan
terhadap hambatan untuk mendapatkan perawatan misalnya kesulitan
transportasi, perawatan anak, atau dukungan keluarga, tempat
tinggal berpindah-pindah, kehamilan tak diinginkan, hambatan
komunikasi, masalah gizi, merokok, penyalah gunaan obat terlarang,
depresi, dan masalah kemanan yang mencangkup kekerasan dalam rumah
tangga. Penapisan semacam ini dilakukan tanpa memandang status
sosial, tingkat pendidikan, atau ras dan etnisitas.
(Cunningham.2012).
2.3 Konsep Kecemasan Kehamilan 2.3.1 Definisi Kecemasan dalam
menghadapi kehamilan merupakan suatu perasaan cemas yang melanda
kaum ibu pada saat mereka tengah hamil atau pun sedang
mempersiapkan kehamilannya. Kecemasan dalam menghadapi suatu
kehamilan pun dapat dikatakan sebagai suatu respon yang timbul
dalam menghadapi kehamilan yang bersifat subyektif dari calon ibu,
yang disebabkan perubahan yang dialaminya dalam menghadapi suatu
kehamilan dan juga merupakan suatu pengalaman baru dalam
kehidupannya. Masa kehamilan merupakan masa yang dinanti-nantikan
oleh setiap wanita yang telah menikah, terutamakehamilan pertama,
karena itu merupakan pengalaman pertama dan peristiwa yang sangat
penting dalam hidup seorang wanita. Kehamilan akan membawa
perubahan besar dalam diri calon ibu. Bukan hanya perubahan fisik
(tubuh yang semakin membesar), melainkan juga perubahan hormonal
dan emosional. Calon ibu kerap kali mengalami naik turunnya emosi
yang disebabakan oleh perubahan hormonnya.Kecemasan adalah respon
emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan
kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan
penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005). Selain itu, kekecewaan
adalah gangguan alam perasaan (affectif) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan realitis (Reality Testing
Ability/RTA, masih baik), kepribadian masih tetap utuh (tidak
mengalami keretakan kepribadian/splitting of personality), perilaku
dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari,
2006).Kecemasan merupakan bagian dari respon emosional, dimana
ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Dimana ansietas
dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Seorang individu yang mengalami kecemasan secara langsung dapat
mengekspresikan kecemasannya melalui respon yang fisiologis dan
prilaku, dan secara tidak langsung dapat mengembangkannnya melalui
mekanisme pertahanan dalam melawan kecemasan yang disebut koping.
Berdasarkan penggolongannya koping ini dibedakan menjadi dua,
adaptif yaitu mekanisme yang mendukung fungsi, dan maladaptive
yaitu mekanisme yang menghambat fungsi (Stuart, 2006).
2.3.2 Faktor Penyebab Kecemasan.Menurut Hamilton (1995), dalam
(Hawari, 2006) beberapa teori yang mengemukakan faktor
prediosposisi terjadinya cemas antara lain:1. Potensi
StresorStresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi. Pada ibu hamil ia berupaya untuk
beradaptasi pada kehamilan dan perubahan fisik yang terjadi pada
dirinya sampai pada saat menghadapi kelahiran atau persalinan.
Lingkungan termasuk di dalamnya, ruangan bersalin dan sekitarnya
yang asing, penuh dengan alat kesehatan dan obat-obatan atau
kesibukan petugas kesehatan juga merupakan steresor tersendiri bagi
ibu hamil primipara. 2. Tingkat Pendidikan dan Status
EkonomiPendidikan dan pengetahuan ibu dapat mempengaruhi kecemasan
karena kurangnya informasi tentang persalinan baik dari orang
terdekat, keluarga ataupun dari berbagai media seperti majalah, dan
lain sebagainya dapat membuat ibu menjadi khwatir dan bahkan takut
untuk menghadapi persalinan nantinya. 3. Keadaan fisikIbu hamil
yang mengalami gangguan fisik seperti cedera akan mudah mengalami
kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami stress.
4. Sosial BudayaSeseorang ibu yang mendapatkan dukungan positif
dari keluarga, suami dan teman dekat akan merasalebih tenang dalam
menghadapi persalinan. Di beberapa daerah tertentu ada kebudayaan
yang tidak mengizinkan suami berada di dekat istri pada saat
melahirkan dengan alas an tidak etis kondisi ini menyebabkan istri
tidak mendapat dukungan dan akan merasa lebih cemas saat
persalinan
5. UmurIbu hamil yang umunya lebih muda atau belum matur
ternyata lebih mudah mengalami gangguan stress dari pada ibu hamil
yang usianya lebih tua atau matur. Tetapi yang usianya lebih tua
atau maturpun dapat juga mengalami gangguan ansietas.
6. MaturitasIbu hamil yang memiliki kematangan kepribadian lebih
sukar mengalami gangguan akibat stress karena ibu hamil yang
mengatur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap
stress.
2.3.3 tingkat kecemasan Menurut Kusuma & Hartono ( 2011),
tingkatan kecemasan terbagi atas:1. Kecemasan ringan. Individu
waspada, lapang persepsi luas, menajamkan indera, dapat memotivasi
individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif.
2. Kecemasan sedang Individu hanya fokus pada pikiran yang menjadi
perhatiannya, terjadi penyempitan lapang persepsi dan masih dapat
melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. 3. Kecemasan berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit, perhatian hanya pada
detail yang kecil ( spesifik ) dan tidak dapat berpikir tentang
hal-hal yang lain, serta seluruh perilaku dimaksudkan untuk
mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk focus
pada area lain. 4. Panik. Individu kehilangan kendali diri dan
detail, detil perhatian hilang, tidak bisa melakukan apapun
meskipun dengan perintah, terjadi peningkatan aktivitas motorik,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan
persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi
secara efektif, serta biasanya disertai dengan disorganisasi
kepribadian. Kriteria serangan panik adalah palpitasi, berkeringat,
gemetar atau goyah, sesak napas, merasa tersedak, nyeri dada, mual
dan distress abdomen, pening, derealisasi atau depersonalisasi,
ketakutan kehilangan kendali diri, ketakutan mati, dan
parestesia.
Gambar Skema 1 : Rentang tingkat Kecemasan Rentang Respon
Ansietas Berat Respon Maladaptif Respon Adaptif Sedang Panik
Ringan
2.3.4 faktor pengaruh tingkat kecemasanBeberapa faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan pada ibu hamil:a. Usia Pada
primigravida dengan usia di bawah 20 tahun kesiapan mental masih
sangat kurang, sehingga dalam menghadapi kelahiran mental masih
sangat kurang. Sehingga dalam menghadapi kelahiran pun belum
mantap. Primigravida dengan usia diatas 35 tahun meskipun secara
fisik resiko terjadi komplikasi lebih besar, tetapi secara mental
mereka lebih siap. Penundaan kehamilan ini biasanya di sebabkan
faktor karir mereka sudah tau adanya alat pendeteksi dan pengobatan
yang bisa dimanfaatkan juga di perlukan b. Tingkat pendidikan
Pendidikan dan pengetahuan ibu dapat mempengaruhi kecemasan karena
kurangnya informasi tentang persalinan baik dari orang terdekat,
keluarga ataupun dari berbagai media seperti majalah dan lain
sebagainya.c. PenghasilanPendapatan yang di peroleh tiap bulan,
hasil dari jeri payah yang dilakukan selama satu bulan penuh.d.
Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan secara terus menerus guna
memenuhi kebutuhan sehari hari, baik kebutuhan primer maupun
kebutuhan sekunder.e. Dampingan orang terdekat (suami)Suami atau
orang terdekat dapat memberikorongan fisik dan moral bagi ibu yang
melahirkan, sehingga ibu akan merasa lebih tentram (ferrer
helen,1999)Penelitian Isyah (2002), tentang dampingan suami dalam
menanggulangi kecemasan istri pada trimester ketiga menunjukkan
bahwa dampingan suami yang diberikan pada calon ibu merasa tenang
dan memiliki mental yang kuat untuk menghadapi persalinan.
Dampingan sosial terutama suami memberikan dampingan informasi
sangat berpengaruh pada presepsi istri terhadap proses persalinan
khususnya pada ibu hamil primigravida.
2.3.5 Respon imun kecemasanXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
2.4 Hipertensi Kehamilan2.4.1 Gangguan hipertensi dalam
kehamilan Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan
sering dijumpai dan termasuk salah satu diantara tiga trias
mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi, yang banyak
menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan.
Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga dimaksudkan untuk
hipertensi yang timbul tanpa proteinuria, termasuk pada wanita
nulipara. Pada wanita nulipara, hipertensi yang dipicu oleh
kehamilan juga merupakan prekursor potensial untuk preeklampsi atau
eklamsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah proteinuria
(Cunningham, 2006 ). Tabel : Gangguan hipertensi pada kehamilan :
indikasi keparahanKelainanRinganBerat
Tekanan darah diastolik< 100 mmHg110 mmHg atau lebih
ProteinuriaSamar (trace) sampai +1+2 persisten atau lebih
Nyeri kepala Tidak adaAda
Gangguan penglihatanTidak adaAda
Nyeri abdomen atasTidak adaAda
OliguriaTidak adaAda
KejangTidak adaAda (eklamsia)
Kreatinin serumNormalMeningkat
TrombositopeniaTidak adaAda
Peningkatan enzim hatiMinimalNyata
Pertumbuhan janin terhambatTidak adaJelas
Edema paruTidak adaAda
2.4.2 Diagnosis Diagnosis gangguan hipertensi yang menjadi
penyulit kehamilan, seperti diringkaskan oleh The Working Group
(2000), terdapat lima jenis penyakit hipertensi, antara lain :1.
Hipertensi gestasional (dahulu hipertensi yang dipicu oleh
kehamilan atau hipertensi transien).2. Preeklamsia.3. Eklamsia.4.
Preeklamsia yang terjadi pada pengidap hipertensi kronik
(superimposed)5. Hipertensi kronik. (Cunningham, 2006
).Pertimbangan penting dalam klasifikasi ini adalah membedakan
gangguan hipertensi yang mendahului kehamilan dari preeklamsia yang
secara potensial lebih merugikan. Hipertensi didiagnosa apabila
tekanan darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan
fase V korotkoff untuk menentukan tekanan diastolic. Edema tidak
lagi digunakan sebagai criteria diagnostic karena kelainan ini
terjadi pada banyak wanita hamil normal sehingga tidak lagi dapat
digunakan sebagai faktor pembeda. Dahulu direkomendasikan bahwa
yang digunakan sebagai kriteria diagnostic adalah peningkatan
tekanan darah sistolik sebesar 30 mmHg atau diagnostic 15 mmHg,
bahkan apabila angka absolute dibawah 140/90 mmHg. Criteria ini
tidak lagi dianjurkan karena bukti memperlihatkan bahwa wanita
dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan
gangguan hasil kehamilan ( Levine, 2000; North dkk., 1999). Namun,
wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg
atau diastolic 15 mmHg perlu diawasi dengan ketat. (Cunningham,
2006 ).
2.4.3 Hipertensi Gestasional. Diagnosis hipertensi gestasional
ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai 140/90 mHg
atau lebih untuk pertaa kali selama kehamilan, tetapi belum
mengalami proteinuria. Hipertensi gestasional disebut hipertensi
transien apabila tidak terjadi preeklamsia dan tekanan darah telah
kembali ke normal dalam 12 minggu postpartum. Dalam klasifikasi
ini, diagnosis final bahwa wanita yang bersangkutan tidak mengidap
preeklamsia hanya dapat dibuat postpartum. Dengan demikian,
hipertensi gestasional merupakan diagnosis eksklusi. Namun, perlu
diketahui bahwa wanita dengan hipertensi gestasional dapat
memperlihatkan tanda tanda lain yang berkaitan dengan preeklamsia,
misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau trombositopenia,
yang mempengaruhi penatalaksanaan. Apabila tekanan darah meningkat
cukup besar selama paruh terakhir kehmilan, akan berbahaya terutama
bagi janin seandainya tidak dilakukan tindakan semata mata karena
proteinuria belum terjadi. Seperti ditekankan oleh Chesley (1985),
10 persen kejang eklamsia terjadi sebelum proteinuria muncul dengan
jelas. Karenanya, jelaslah bahwa apabila tekanan darah mulai
meningkat, baik ibu maupun janinnya mengalami peningkatan resiko
lebih besar. Proteinuria adalah tanda memburuknya penyakit
hipertensi, terutama preeklamsia; dan apa bila proteinuria tersebut
jelas dan menetap, resiko pada ibu dan janin menjadi semakin besar.
(Cunningham, 2006 ).
2.4.4 Preeklamsia. Preeklamsia adalah sindrom spesifik-kehamilan
berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan
aktivitasendotel. Proteinuria adalah tanda penting preeklamsia, dan
Chesley (1985) dengan tepat menyimpulkan bahwa apabila tidak
terdapat proteinuria, diagnosisnya dipertanyakan. Proteinuria
didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam
urin per 24 jam atau 30 mg/dl ( +1 pada dipstick ) secara menetap
pada sampel acak urin. Derajat proteinuria dapat berfluktuasi
sangat luas dalam periode 24 jam, bahkan pada kasus yang parah.
Dengan demikian, satu sampel acak mungkin tidak mampu
memperlihatkan adanya proteinuria yang disignifikan. (Cunningham,
2006 ). McCartney dkk. (1971), dalam studi mereka yang ekstensif
terhadap spesimen biopsi ginjal yang diperoleh dari wanita hamil
dengan hipertensi, umunya mendapatkan bahwa proteinuria terjadi
apabila dijumpai lesi glomerulus yang dianggap khas untuk
preeklamsia. Perlu diketahui, baik proteinuria maupun perubahan
histologi glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan gangguan
hipertensi akibat kehamilan. Pada kenyataannya, preeklamsia secara
klinis mulai tampak hanya menjelang akhir suatu proses
patofisiologis yang mungkin sudah dimulai 3 sampai 4 bulan sebelum
timbulnya hipertensi (Gant dkk., 1973). Seperti diperlihatkan
ditabel 24-1, kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklamsia
adalah hipertensi plus proteinuria minimall. Semakin parah
hipertensi atau proteinurianya, semakin pasti diagnosis
preeklamsia. Demikian juga, kelainan temuan laboratorium pada tes
fungsi ginjal, hati, dan hematologis meningkatkan kepastian
preeklamsia. Gejala awal eklamsia yang menetap, misalnya nyeri
kepala dan nyeri epigastrium, juga meningkatkan kepastian
preeklamsia. (Cunningham, 2006 ).Kombinasi proteinuria dan
hipertensi selama kehamilan secara nyata meningkatkan resiko
mortalitas dan morbiditasperinatal ( Ferrazzani dkk. 1990 ). Hasil
dari sebuah studi prospektif 13 tahun yang dilaporkan oleh Friedman
dan Neff (1976) pada lebih dari 38.000 kehamilan. Hipertensi saja,
yang didefinisikan sebagai tekanan diastolik sebesar 95 mmHg atau
lebih, berkaitan dengan peningkatan angka kematian janin sebesar
tiga kali lipat. Memburuknya hipertensi, terutama apabila disertai
oleh proteinuria, merupakan pertanda buruk. Sebaliknya, proteinuria
tanpa hipertensi hanya menimbulkan efek keseluruhan yang kecil pada
angka kematian bayi. Naeye dan Freedman (1979) menyimpulkan bahwa
70 persen peningkatan kematian janin pada wanita di atas disebsbkan
oleh infark besar pada plasenta, ukuran plasenta yang terlalu
kecil, dan solusio plasenta. Mereka menyimpulkan bahwa penyebab ini
biasanya timbul pada akhir perjalanan penyakit. Jelaslah,
proteinuria +2 atau lebih yang menetap, atau eksresi protein uri 24
jam sebesar 2 g atau lebih, adalah preeklamsia berat. Apabila
kelainan ginjalnya parah, filtrasi glomerulus dapat terganggu dan
kreatinin plasma dapat meningkat. (Cunningham, 2006 ).Nyeri
epigastium atau kuadran kanan atas tampaknya merupakan akibat
nekrosis, iskemia, dan edema hepatoselular yang merenggangkan
kapsul Glisson. Nyeri khas ini sering sering disertai oleh
peningkatan enzim hati dalam serum, biasanya adalah tanda untuk
mengakhiri kehamilan. Nyeri menandai infark dan pendarahan hati
serta ruptur suatu hematom subkapsul yang sangat berbahaya.
Untungnya, ruptur hati jarang terjadi dan paling sering menyertai
hipertensi pada wanita berumur dan multipara. (Cunningham, 2006
).Trombositopenia adalah ciri memburuknya preeklamsia, dan mungkin
disebabkan oleh aktivasi dan agregasi trombosit serta hemolisis
mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme hebat. Tanda tanda
hemolisis yang berat seperti hemoglobinemia, hemoglobinuria, atau
hiperbilirubinemia menunjukan penyakit yang parah. Faktor lain yang
menunjukan keparahan hipertensi adalah disfungsi jantung dnegan
edema paru serta pertumbuhan janin terhambat yang nyata.
(Cunningham, 2006 ).Keparahan preeklamsia dinilai berdasarkan
frekuensi dan intensitas berbagai kelainan. Semakin nyata kelainan
tersebut tersebut, semakin besar indikasi untuk melakukan terminasi
kehamilan. Perlu diketahui, pembedaan antara preeklamsia ringan dan
berat dapat menyesatkan karena penyakit yang tampak ringan dapat
dengan cepat berkembang menjadi penyakit berat. (Cunningham, 2006
).Walupun hipertensi adalah prasyarat untuk mendiagnosis
preeklamsia, tekanan darah saja tidak selalu dapat digunakan
sebagai indikator yang handal untuk menentukan kaparahan. Sebagai
contoh, seorang wanita usia remaja bertubuh kurus mengalami
proteinuria +3 dan kejang ketika tekanan darahnya 140/85 mmHg,
sedngkan sebagian besar wanita dengan tekanan darah setinggi
180/120 mmHg tidak mengalami kejang. Kejang biasanya didahului oleh
nyeri kepala hebat atau gangguan penglihatan; karena itu, kedua
gejala ini dianggap berbahaya. (Cunningham, 2006 ).2.4.5
EklamsiaEklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita
dengan preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain.
Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama, lebih
dari 48 jam postpartum postpartum, terutama pada nulipara, dapat
dijumpai sampai 10 hari postpartum ( Brown dkk., 1987; Lubarsky
dkk., 1994 ) dalam (Cunningham, 2006 ).2.4.6 Preeklamsia pada
hipertensi kronik (superimposed). Semua gangguan hipertensi kronik,
apapun sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklamsia atau
eklamsia. Gangguan gangguan ini dapat menimbulkan kesulitan dalam
diagnosis dan penatalaksanaan wanita yang belumpernah diperiksa
sampai pertengahan kehamilannya. Diagnosis adanya hipertensi kronik
diisyaratkan oleh :1. Hipertensi ( 140/90 mmHg atau lebih ) sebelum
hamil.2. Hipertensi ( 140/90 mmHg atau lebih ) yang terdeteksi
sebelum usia kehamilan 20 minggu ( kecuali apabila terdapat
penyakit trofoblastik gestasional )3. Hipertensi yang menetap lama
setelah melahirkan Faktor riwayat lain yang mendukung diagnosis
adalah multiparitas dan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan
sebelumnya selain kehamilan pertama. Biasanya juga jelas terdapat
riwayat hipertensi esensial dalam keluarga. Diagnosis hipertensi
kronik mungkin sulit ditegakkan apabila wanita yang bersangkutan
belum pernah diperiksa sampai paruh terakhir kehamilannya. Hal ini
disebabkan oleh penuruanan tekanan darah selama trisemester kedua
dan ketiga awal, baik pada wanita normotensif maupun hipertensi
kronik ( Bab 45, hal 1353 ). Karena itu, seorang wanita dengan
penyakit vaskuler kronik, yang pertama kali diperiksa pada usia
kehamilan 20 minggu, sering memperlihatkan tekanan darah yang
normal. namun, selama trisemester ketiga tekanan darah dapat
kembali ke tingkat hipertensif semula, sehingga timbul masalah
diagnostik dalam menentukan apakah hipertensifnya bersifat kronik
atau dipicu oleh kehamilan. Beberapa diantara beragam kuasa
hipertensi yang dijumpai selama kehamilan dicantumkan di tabel
24-4. Hipertensi esensial merupakan kuasa penyakit vaskular pada
lebih dari 90 persen wanita hamil. McCartney ( 1964 ) mempelajari
hasil biopsi ginjal dari wanita dengan preeklamsia klinis dan
menemukan glomerulonefritis kronik pada 20 persen nulipara dan pada
hampir 70 persen multipara. Namun, Fisher dkk. ( 1969 ), tidak
dapat mengonfirmasi prevalensi glomerulonefritis kronik yang tinggi
ini.Hipertensi kronik menyebabkan morbiditas tanpa bergantung pada
apakah wanita yang bahas di Bab 45, hipertensi dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel dan dekompensatio kordis, cedera
serebrovaskular, atau kerusakan interistik ginjal. Pada sebagian
wanita muda, hipertensi timbul akibat adanya penyakit parenkim
ginjal. Bahaya yang spesifik pada kehamilan yang disertai oleh
hipertensi kronik adalah resiko timbulnya preeklamsia, yang mungkin
dijumpai pada hampir 25 persen diantara para wanita ini ( Sibai
dkk., 1998 ). Selain itu, resiko solusio plasenta meningkat nyata,
terutama pada mereka yang kemudian mengalami preeklamsia ( Bab 25,
hal. 690 ). Lebih lanjut, janin dari wanita dengan hipertensi
kronik beresikolebih besar mengalami hambatan pertumbuhan dan
kematian. Pada sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada
sebelumnya semakin memburuk setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila
disertai oleh proteinuria, diagnosisnya adalah preeklamsia pada
hipertensi kronik ( superimposed preeclampsia ). Preeklamsia pada
hipertensi kronik ini biasanya muncul pada usia kehamilan lebih
dini daripada preeklamsia murni , serta cenderung cukup parah dan
pada banyak kasus disertai dengan hambatan pertumbuhan janin.2.4.7
Faktor imunologisRisiko gangguan hipertensi akibat kehamilan
meningkat cukup besar pada keadaan- keadaan ketika pembentukan
antibodi penghambat (blocking antibodies) terhadap tempat-tempat
antigenik di plasenta mungkin terganggu. Hal ini dapat dimungkinkan
apabila tidak terjadi imunisasi yang efektif oleh kehamilan
sebelumnya, seperti pada kehamilan pertama atau apabila jumlah
tempat antigenik yang disediakan oleh plasenta sangat besar
dibandingkan dengan jumlah antibodi, seperti pada kehamilan kembar
(Beer, 1978). Dekker dan sibai (1998) telah meninjau kemungkinan
peran maladaptasi imun dalam patofisiologis preeklamsia. Dimulai
pada awal trimester kedua, wanita yang ditakdirkan mengalami
preeklamsia memperlihatkan penurunan bermakna sel T penolong
dibandingkan dengan wanita yang tetap normotensif (Bardeguez dkk.,
1991). Antibodi terhadap sel endotel ditemukan pada 50 persen
wanita dengan preeklamsia versus 15 persen pada wanita normotensif
(Rapport dkk., 1990).
2.5 Penatalaksanaan 2.5.1 Penatalaksanaan Gangguan Psikologi
Pada Kehamilan 1. Masalah Kehamilan Gejala ansietas dan depresif
yang menetap akan mempengaruhi kesehatan ibu dan kepuasannya
terhadap kehamilan. Peningkatan produksi kortisol maternal dan
janin pada klien dapat juga dikaitkan dengan peningkatan resistensi
arteri uteri yang dapat menyebabkan.a. Retardasi pertumbuhan
janinb. Berat badan janin rendahc. Prematuritasd. Deficit perilaku
dan kognitif jangka panjang pada anak. ( Robson, 2011 )2. Asuhan
keperawatan medis Semua professional kesehatan harus melakukan
deteksi dini gangguan mental di masa perinatal. Alur asuhan harus
didefinisikan secara jelas dan komunikasi yang baik antara
professional harus dipertahankan. Penatalaksanaan psikiatri harus
diuraikan secra mendetail dalam rencana asuhan keperwatan, termasuk
pengkajian resiko dan masalah perlindungan anak. ( Robson, 2011 )a.
Gejala depresi dan ansietas ringan sampai sedang adalah masalah
psikiatri yang paling sering terjadi dalam kehamilan dan dapat
ditangani dalam asuhan primer. b. Terapi psikologis, seperti
strategi menolong diri sendiri, konseling yang focus pada klien
(non-directive counseling), dan terapi singkat lain dapat
diindikasikanc. Jika diperlukan, saran megenai memulai atau
melanjutkan pengobatan dapat diperoleh dari pelayanan psikiatri
spesialis. ( Robson, 2011 )3. Asuhan Medisa. Gejala depresi dan
ansietas ringan sampai sedang adalah masalah psikiatri yang paling
sering terjadi dalam kehamilan dan dapat ditangai dalam asuhan
primer.b. Terapi psikologis, seperti strategi menolong diri
sendiri, konseling yang berfokus pada klien ( non-directive
counselling ), dan terapi singkat lain dapat diindikasikan.c. Jika
diperlukan, saran mengenai memulai atau melanjutkan pengobatan
dapat diperoleh dari pelayanan psikiatri spesialis.d. Semua ibu
yang menderita gangguan mental berat ( di masa lalu atau yang baru
terjadi ) harus dirujuk ke pelayanan spesialis, terutama ke tim
psikiatri spesialis perinatal.e. Rasio resiko-keuntungan dalam
pengobatan psikotropi di kaji dan keputusan pengobatan selama
kehamilan dibuat setelah berdiskusi dengan ibu dan pasangannya. (
Robson, 2011 )4. Asuhan Kebidanana. Ketika pemeriksaan antenatal
pertama, bidan akan mendeteksi gangguan mental berat di masa lalu
atau masa kini pada ibu serta keluargannya dan merujuk ke pelayanan
yang tepat jika perlu.b. Bidan harus membina hubungan saling
percaya dengan ibu yang sensitif secara sosial dan budaya.c.
Sarankan untuk menyusun diet, berolahraga, menyusui, melakukan
persiapan persalinan, persiapkan pelayanan pendukung, dan berhenti
merokok. ( Robson, 2011 )2.5.2 Penatalaksanaan hipertensi A. Terapi
obat antihipertensiPemakaian obat antihipertensi sebagai upaya
memperlama kehamilan atau memodifikasi prognosis perinatal pada
kehamilan dengan penyulit hipertensi dalam berbagai tipe dan
keparahan telah lama menjadi perhatian (Cunningham,
2006).Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol
dengan adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan
bila tekanan diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan
diastolik pada kisaran 90-100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2
tujuan utama: (1) menurunkan angka kematian maternal dan kematian
yang berhubungan dengan kejang, stroke dan emboli paru dan (2)
menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh
IUGR, placental abruption dan infark. Bila tekanan darah diturunkan
terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi uterus. Pembuluh darah
uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan penurunan
tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta.
Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan,
volume intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan
eklampsia sangat sensitif pada perubahan volume cairan tubuh.
Hipovolemia menyebabkan penurunan perfusi uterus sehingga
penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus dihindari.
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama
digunakan tetapi masih kurang dapat diterima (Cunningham, 2006).1.
HidralazinMerupakan vasodilator arteriolar langsung yang
menyebabkan takikardi dan peningkatan cardiac output. Hidralazin
membantu meningkatkan aliran darah ke uterus dan mencegah
hipotensi. Hidralazin dimetabolisir di hati. Dapat mengontrol
hipertensi pada 95% pasien dengan eklampsia. Dosis: 5 mg IV ulangi
15-20 menit kemudian sampai tekanan darah 30%. ( Robson, 2011 )2.
Penatalaksanaan dan Asuhan MedisSemua ibu yang menderita hipertensi
kronis harus dirujuk untuk mendapat advis dari spesialis di
trimester pertama. Masukan ini mencakup pengkajian resiko, tinjauan
terapi, dan profilaksis preeklamsia. ( Robson, 2011 )Tekanan darah
pengobatan tekanan darah umumnya dikurangi atau dihentikan dalam 20
minggu pertama kehamilan dan kemudian dosis pengobatan tersebut
perlu ditingkatkan pada saat menjelang cukup bulan. ( Robson, 2011
)a. Metildopa : merupakan obat pilihan untuk ibu di masa
prakonsepsi; profil keamanannya di dokumentasikan dengan baik untuk
janin dan byi baru lahir sampai berusia 7 tahun; dapat dihubungkan
dengan sedasi ( yang biasanya hilang dalam satu minggu ), depresi,
dan perubahan uji fungsi hati.b. Tabetalol : dikombinasikan dengan
penyakit alfa dan beta; beberapa orang khawatir bahwa penggunaan
obat ini dalam waktu lama dikaitkan dengan gangguan pertumbuhan
janin dan dengan demikian penggunaanya harus dibatasi pada
trisemester ketiga; dapat digunakan dalam bentuk parenteral untuk
mengontrol tekanan darah akut.c. Penyekat beta : terdapat
kekhawatiran yang serupa dengan labetalol; dikontraindikasikan pada
klien asma.d. Nifedipin : semakin umum diresepkan dalam bentuk
lepas lambat untuk melengkapi metildopa atau labeltalol.e.
Hidralazin : sediaan oral dapat digunakan untuk hipertensi yang
sulit diobati dan sediaan parenteral dapat digunakan untuk
mengontrol hipertensi akut.f. Terapi baris ketiga : diuretik dapat
digunakan jika perlu sebagaimana prazosin ( penyekat alfa ); klien
di tingkat terapi ini biasanya adalah klien rawat inap.g. Inhibitor
enzim pengorversi angiotensisn (Inhibitor ACE) :
dikontraindikasikan dalam kehamilan. ( Robson, 2011 )3.
Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanana. Pengkajian antenatal
teratur; tekanan darah mungkin merupakan tanda yang kurang dapat
menunjukan preeklamsia karena tekanan darah mungkin sudah meningkat
atau sudah diterapi.b. Uji dipstik urin dan pengkajian pertumbuhan
janin secara klinis sama pentingnya. ( Robson, 2011 )C.
Penatalaksanaan Preeklamsia1. Penatalaksanaan dan Asuhan
MedisObservasi secara cermat adalah komponen utama dalam asuhan
ante/intrapartum dan pembaca diarahkan untuk mendapat lebih banyak
rincian dari Bacaan Esensial.a. Ibu yang diidentifikasi sebagai
resiko tinggi harus dirujuk untuk mendapat masukan dari spesialis;
termasuk pemeriksaan masalah yang mendasari resiko ( urea dan
elektrolit, ultrasonografi ginjal, skrining trombofilia ).b.
Pengkajian untuk profilaksis aspirin/kalsium.c. Skrining Doppler
pada arteri uteri di usia gestasi 20-24 minggudapat menjadi uji
tambahan yang bermanfaat pada ibu resiko tinggi karena memiliki
nilai prediksi negatif yang sangat tinggi.d. Apabila didiagnosis
preeklamsia, keseimbangan antara keparahan penyakit dan maturitas
janin menentukan waktu pelahiran. ( Robson, 2011 )2.
Penatalaksanaan dan Asuhan Keperawatana. Apabila resiko preeklamsia
rendah; pedoman Antenatal NICE menganjurkan pengkajian tekanan
darah dan proteinuria pada usia 16, 28, 34, 36, 38, dan 41 minggu
pada ibu para, dengan kunjungan tambahan di minggu 25 dan 31 untuk
ibu nulipara.b. Pengukuran tekanan darah : Ketika mengukur tekanan
darah dalam kehamilan, suara Korotkof 1 harus digunakan suara
muncul ( untuk tekanan darah sistolik ) dansuara korotkof 5 suara
menghilang ( untuk tekanan darah diastolik ). Pengukuran tekanan
darah yang akurat penting untuk menegakan diagnosis secara tepat.
Terdapat banyak alat otomatis yang baru untuk mengukur tekanan
darah dan sebagian besar alat tersebut tidak akurat dalam
kehamilan.c. Pengukruan proteinuria : dipstik urin tetap menjadi
metode pilihan untuk pengkajian proteinuria. Uji ini juga rentang
terhadap kesalahan pengobservasi dan penggunaan alat baca uji
dipstik otomatis telah terbukti meningkatkan ketepatan.d. Apabila
terjadi tanda tanda preeklamsia, bidan HARUS merujuk ibu ke dokter
obstetri dengan cepat dan dukung setiap terpi medis yang
diberikan.e. Dukungan psikologis dan informasi mengenai gangguan
harus diberikan; setiap penanganan harus realistis. ( Robson, 2011
)D. Preeklamsia Berat / Hellp / Eklamsia1. Penatalaksanaan dan
Asuhan Medisa. Hipertensi mungkin dapat diatasi saat klien baru
datang dengan menggunakan agens oral ( labetalol atau nifedipin);
penggunaan nifedipin sublingual tidak lagi direkomendasikan.b.
Pemberianh parenteral labetalol atau hidralzin lazim dilakukan di
unit yang ada diseluruh Inggris. Biasanya diberikan pertama kali
dalam bentuk bolus dan kemudian dalam bentuk infus meskipun
protokolnya pasti beragam. Laporan terbaru CEMACH menjelaskan bahwa
pengontrolan hipertensi yang tidak adekuat bertanggung jawab atas
sebagian besar kematian dalam kehamilan. Tekanan darah > 170/100
mmHg memerlukan intervensi segera.c. Tidak jarang unit tersebut
memberikan bolus cairan ( biasanya 250 ml larutan koloid ) pada ibu
yang mengalami preeklamsia berat sebelum mereka diterapi untuk
mengurangi insiden abnormalitas CTG. Abnormalitas CTG dapat
terlihat keyika agens antihipertensi menurunkan tekanan darah.d.
Pembatasan cairan disarankan untuk mengurangi resiko kelebihan
beban cairan di masa intrapartum atau pascapartum.e. Regimen yang
biasa diberikan adalah i ml/kg/jam atau 80-85 ml/jam.f. Regimen
tersebut memperlihatkan penurunan yang signifikan pada edema paru
dan kematian akibat komplikasi dari preeklamsia; pembatasan cairan
biasanya terus diterapkan sampai terdapat bukti terjadinya diuresis
pascapartum.g. Situasi ini diperumit jika terjadi perdarahan
sehingga penggantian cairan lebih baik dikontrol melalui pemantauan
tekanan vena sentral.h. Magnesium sulfat harus dipertimbangkan
untuk ibu dengan preeklamsia berat karena dapat mengurangi resiko
kejang eklamtik sekitar 58%. Jika berat, maka 63 ibu akan diterapi
untuk mencegah satu serangan eklamtik, sedangkan jika ringan dan
kemudian diterapi maka 109 ibu akan diterapi untuk mencegah satu
serangan.i. Apabila rencana penatalaksanaan konsevatif
direkomendasikan, pemberian magnesiu, dapat ditunda sampai
pelahiran direncanakan; harus dilanjutkan untuk 24 jam setelah
pelahiran atau 24 jam setelah kejang.j. Magnesium sulfat adalah
terapi beris pertama : 4 g dengan infus IV lambat ( dalam 5 10
menit ) dan dilanjutkan dengan infus 1 g/jam selama 24 jam. k.
Apabila kejang berulang, berikan bolus sebanyak 2 gr atau
tingkatkan laju infusi menjadi 1,5 2 g/jam.l. Toksisitas magnesium
dapat dideteksi dengan hilangnya refleks tendon profuda.m. Jika
kejang tetap terjadi, dapat digunakan agens lain dengan dosis
tunggal ( diazepam, tiopenton ). Agen ini seringkali membutuhkan
intubasi untuk melindungi jalan napas ibu, oleh sebab ibu
memperoleh asuhan intensif selama periode ventilasi tersebut.n.
Apabila haluaran urin berkurang sampai kurang dari 20 ml/jam,
terapi magnesium harus dihentikan dan mungkin kadar magnesium serum
perlu diukur untuk memantau toksisitas. ( Robson, 2011 )2.
Penatalaksanaan dan Asuhan Kebidanana. Observasi sering, pemantauan
HDU/ITU dan dokumentasi, serta tinjauan pemeriksaan darah setiap
enamjam.b. Penatalaksanaan keseimbangan cairan dan pompa cairan per
IV.c. Pemberian obat per IV dalam bentuk bolus dan infus. ( Robson,
2011 )
BAB 3KERANGKA KONSEPTUAL
Ibu hamilRespon psikologis : KecemasanRepon imun baikRespon imun
menurunadaptifMaladaptifHipertensi
kehamilanpenatalaksanaanPuskesmas Jagir Surabaya
BAB 4PEMBAHASAN
4.1 Faktor Kecemasan pada KehamilanMasa kehamilan merupakan masa
yang dinanti-nantikan oleh setiap wanita yang telah menikah,
terutama kehamilan pertama, karena itu merupakan pengalaman pertama
dan peristiwa yang sangat penting dalam hidup seorang wanita.
Kehamilan akan membawa perubahan besar dalam diri calon ibu. Bukan
hanya perubahan fisik (tubuh yang semakin membesar), melainkan juga
perubahan hormonal yang tanpa di sadari mempengaruhi segi
psikologis ibu. Pada trimester I, kadar hormon progesteron dan
estrogen dalam tubuh akan meningkat dan ini menyebabkan timbulnya
mual dan muntah pada pagi hari, lemah, lelah dan membesarnya
payudara. Ibu merasa tidak sehat dan seringkali membenci
kehamilannya. Banyak ibu yang merasakan kekecewaan, penolakan,
kecemasan dan kesedihan. Seringkali, biasanya pada awal
kehamilannya, ibu berharap untuk tidak hamil. Hampir 80 % kecewa,
menolak, gelisah, depresi dan murung. Kejadian gangguan jiwa
sebesar 15 % pada trimester I yang kebanyakan pada kehamilan
pertama. Menurut kumar dan robson (1978) 12% wanita yang mendatangi
klinik mengalami kecemasan yang mengarah ke depresi terutama pada
mereka yang ingin menggugurkan kandungannya.Rubin (dalam Pieter dan
Lubis 2011) mengatakan bahwa, selama periode kehamilan sebagian
besar ibu hamil mengalami kecemasan, namun tingkat kecemasannya
berbeda-beda dan tergantung sejauh mana ibu hamil mempersepsikan
kehamilanya, selain itu Kusmiyati, dkk (2009) mengatakan kecemasan
pada ibu hamil pertama kali timbul pada trimester pertama. Adapun
perubahan psikis pada ibu trimester pertama diperkirakan 80%,
timbul sifat rasa kecewa, penolakan, cemas dan rasa sedih. Pada
trimester ke dua kehidupan psikologi ibu tampak lebih tenang dan
mulai dapat beradaptasi, dan pada trimester tiga, perubahan
psikologi ibu terkesan lebih kompleks dan meningkat kembali
dibanding trimester sebelumnya, dan ini tidak lain dikarenakan
kondisi kehamilan yang semakin membesar. (Janiwarty & Pieter,
2012). Seiring dengan bertambanhnya usia kehamilan, baik kondisi
fisik maupun emosional ibu akan berubah, dan hal ini akan terus
berlanjut sampai ke masa persalinan. Berdasarkan beberapa teori
yang ada di bab 2 maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan
merupakan respon terhadap suatu ancaman dan bahaya yang bersifat
subyektif yang menyertai perkembangan, perubahan juga pengalaman
pada masa kehamilan.
4.2 Kejadian Hipertensi pada masa kehamilan Hipertensi dalam
kehamilan adalah komplikasi pada 6-8% dari seluruh kehamilan dan
penyebab kedua kematian maternal. Peningkatan tekanan darah pada
ibu hamil merupakan hal yang wajar terjadi pada wanita hamil.
Prevalensi terjadinya hipertensi kehamilan menjadi meningkat pada
kelompok tertentu yaitu pada primigravida yang berusia kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Risiko gangguan hipertensi
akibat kehamilan meningkat cukup besar pada keadaan- keadaan ketika
pembentukan antibodi penghambat (blocking antibodies) terhadap
tempat-tempat antigenik di plasenta mungkin terganggu. Preeklampsia
ataupun eklamsi terjadi suatu maladaptasi sistem imun maternal
terhadap fetoplasenta dimana sitokin proinflamasi IL-6 akan
meningkatkan aktifitasnya melalui peningkatan leukosit dan
aktifitas Th1 melalui peningkatan aktifitas dari TNF . Dapat
disimpulkan bahwa pada kehamilan dengan hipertensi telah terjadi
suatu maladaptasi sistem imun maternal, sementara itu hipertensi
dengan preeklamsi-eklamsia terjadi maladaptasi sistem imun materal
terhadap invasi fetoplasenta yang didahului dengan peningkatan
leukosit yang berlanjut dengan peningkatan Th1 dan mengakibatkan
sel-sel trofoblas mengalami apoptosis lebih banyak dibandingkan
dengan kehamilan non preeklamsia-eklamsia. Peningkatan substrat
renin dan renin sendiri akan menyebabkan peningkatan aktivitas
renin dan angiotensin. Akibat aktivitas renin plasma yang
meningkat, pada saat yang sama terjadi peningkatan angiotensin II
yang tampaknya tidak lazim menyebabkan hipertensi karena terjadi
penurunan kepekaan sistem vaskular ibu terhadap angiotensn. Bahkan,
pada trimester pertama, aniotensin eksogen hanya akan mencetuskan
peningkatan tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan pada
keadaan tidak hamil.Hipertensi didiagnosa apabila tekanan darah
mencapai 140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V korotkoff
untuk menentukan tekanan diastolic. Diagnosis hipertensi
gestasional ditegakkan pada wanita yang tekanan darahnya mencapai
140/90 mHg atau lebih untuk pertaa kali selama kehamilan, tetapi
belum mengalami proteinuria. wanita dengan hipertensi gestasional
dapat memperlihatkan tanda tanda lain yang berkaitan dengan
preeklamsia, misalnya nyeri kepala, nyeri epigastrium, atau
trombositopenia, yang mempengaruhi penatalaksanaan. Apabila tekanan
darah meningkat cukup besar selama paruh terakhir kehmilan, akan
berbahaya terutama bagi janin seandainya tidak dilakukan tindakan
semata mata karena proteinuria belum terjadi. Preeklamsia adalah
sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivitasendotel. Proteinuria adalah tanda penting
preeklamsia. dengan ditandai adanya proteinuria, proteinuria
didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam
urin per 24 jam atau 30 mg/dl. Semakin parah hipertensi atau
proteinurianya, semakin pasti diagnosis preeklamsia. Sedangkan,
eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan
preeklamsia yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. Kejang
biasanya didahului oleh nyeri kepala hebat atau gangguan
penglihatan; karena itu, kedua gejala ini dianggap berbahaya.
(Cunningham, 2006 ).
4.3 Hubungan faktor kecemasan terhadap kejadian hipertensi pada
masa kehamilan
BAB 5PENUTUP5.1 Kesimpulanxxxxxxxxx 5.2 Saran 1. Bagi Ibu Hamil
Hendaknya ibu hamil lebih kooperatif dengan petugas kesehatan baik
bidan, perawat maupun dokter tentang masalah gangguan psikologis
kecemasan dan diharapkan ibu mampu beradaptasi selama kehamilannya
sehingga menekan terjadinya resiko gangguan hipertensi. 2. Bagi
Tenaga KesehatanDiharapkan petugas kesehatan memberi penjelasan
yang selengkap mungkin dalam masa kehamilan dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga dengan harapan ibu tidak
mengalami kecemasan berlebih selama kehamilan. 3. Bagi
PendidikanHasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan
sebagai informasi bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam mata kuliah
Intra Natal Care dan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
.
Daftar Pustaka
Adriaansz, Wiknjosastro dan Waspodo. (2007). Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjdo.Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan
Maternitas (Maternity Nursing). Jakarta : EGC.Cunningham,
F.Gary.(2012). Obstetri Williams Ed.23. Jakarta EGC.Hawari, D.
(2006). Psikiatri Manajemen Stres,Cemas & Depresi. Jakarta : FK
UI.Janiwarty, Besthasaida & Herri Zan Pieter. (2013).
Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu Teori dan Terapannya.
Yogyakarta: Rapha Publishing Kusmiyati, dkk.( 2009). Perawatan Ibu
Hamil. Yagjakarta : Fitramaya.Mochtar, Rustam. (1998). Sinopsis
Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi Ed.2 . Jakarta :
EGC.Morton H, Cavanagh AC, Athanasas Platsis S, Quinn KA: Early
pregnancy factor has immunosuppressive and growth factor
properties. Reprod Fertil Dev 4:411, 1992.Morton H, Rolfe BE,
Cavanagh AC: Pregnancy proteins: basic concepts and clinical
applications. Sem Reprod Endocrinol 10:72, 1992.Norman F. Gant,
& F. Gary Cunningham. (2011). Dasar Dasar Ginekologi &
Obstetri. Jakarta : EGC.Pantikawati dan Saryono, (2010). Asuhan
Kebidanan I (Kehamilan). Yogyakarta : Nuha Medika.Pieter, Herry zan
dan Nomora Lumongga Lubis. (2011). Pengantar Psikologi Untuk
Kebidanan. Jakarta : Kencana.Rubin. L. R. (2005). Eating for two:
body-image among first time pregnant woman (Dissertation). Arizona:
Arizona State University.Stuard G.W. (2006). Buku Saku Keperawatan
Jiwa. edisi 5. Jakarta : EGC.Suliswati. (2005). Konsep Dasar
Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
38