Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kelenjar hipofisis jarang ditemukan dan dapat ditandai dengan kegagalan hipofisis selektif atau total (panhipopituitarisme), gangguan penglihatan, terdapat kelebihan selektif hormon yang terkait hipofisis (tumor) dan hiperprolaktinemia (akibat lesi yang luas). Penyakit hipofisis termasuk gigantisme, akromegali dan diabetes insipidus. (Davey. 2002). Akromegali merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh pertumbuhan tulang ekstremitas, muka, rahang, dan jaringan lunak secara berlebihan sesudah terjadi penutupan lempeng epifisis (Sudiono. 2007). Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan epifisis. Diabetes insipidus merupakan kelainan dimana terdapat kekurangan hormonantidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar urin yang sangat encer (poliuri). Prevalensi akromegali mendekati 40 kasus untuk 1 juta populasi dan insidennya tiga kasus per satu juta penduduk per tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada pria dan wanita. Umur rata-rata gangguan ini diketahui adalah 40 tahun, dan penyakitnya berlangsung selama 5-10 tahun. Kelainan serupa gigantisme terjadi pada anak dengan terjadinya pertumbuhan berlebih dari tulang panjang tubuh. (Sudiono. 2007). Masalah pada kelenjar hipofisis yang meliputi gigantisme, akromegali dan diabetes insipidus akan mempengaruhi kelenjar lain yang berhubungan dengan kelenjar hipofisis. Kelainan yang terjadi juga akan mengakibatkan meningkatnya metabolisme tubuh dan terganggunya keseimbangan tubuh. Asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah yang muncul akibat gangguan hipofisis yang terjadi. Penatalaksanaan keperawatan yang tepat dan cepat diperlukan agar pasien dapat kembali memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Selain tim medis yang mendiagnosa penyakit dan menangani secara kuratif, peran perawat juga diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif.
36

BAB 1 Endokrin Akromegali

Feb 17, 2015

Download

Documents

Ewhied Ruslam
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB 1 Endokrin Akromegali

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kelenjar hipofisis jarang ditemukan

dan dapat ditandai dengan kegagalan hipofisis selektif

atau total (panhipopituitarisme), gangguan

penglihatan, terdapat kelebihan selektif hormon yang

terkait hipofisis (tumor) dan hiperprolaktinemia

(akibat lesi yang luas). Penyakit hipofisis termasuk

gigantisme, akromegali dan diabetes insipidus.

(Davey. 2002). Akromegali merupakan penyakit kronis yang ditandai oleh pertumbuhan tulang

ekstremitas, muka, rahang, dan jaringan lunak secara berlebihan sesudah terjadi penutupan

lempeng epifisis (Sudiono. 2007). Gigantisme adalah kelainan yang disebabkan oleh karena

sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum

proses penutupan epifisis.

Diabetes insipidus merupakan kelainan dimana terdapat kekurangan hormonantidiuretik yang

menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar urin yang

sangat encer (poliuri).

Prevalensi akromegali mendekati 40 kasus untuk 1 juta populasi dan

insidennya tiga kasus per satu juta penduduk per tahun. Penyakit ini dapat

terjadi pada pria dan wanita. Umur rata-rata gangguan ini diketahui adalah

40 tahun, dan penyakitnya berlangsung selama 5-10 tahun. Kelainan

serupa gigantisme terjadi pada anak dengan terjadinya pertumbuhan

berlebih dari tulang panjang tubuh. (Sudiono. 2007).

Masalah pada kelenjar hipofisis yang meliputi gigantisme, akromegali dan diabetes

insipidus akan mempengaruhi kelenjar lain yang berhubungan dengan kelenjar hipofisis.

Kelainan yang terjadi juga akan mengakibatkan meningkatnya metabolisme tubuh dan

terganggunya keseimbangan tubuh. Asuhan keperawatan yang tepat sangat diperlukan untuk

mengatasi masalah yang muncul akibat gangguan hipofisis yang terjadi. Penatalaksanaan

keperawatan yang tepat dan cepat diperlukan agar pasien dapat kembali memenuhi kebutuhan

dasarnya secara mandiri. Selain tim medis yang mendiagnosa penyakit dan menangani secara

kuratif, peran perawat juga diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif.

Page 2: BAB 1 Endokrin Akromegali

Oleh karena itu, penulis mencoba untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan kelenjar hipofisis yang terdiri dari akromegali, gigantisme dan diabetes

insipidus. Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami asuhan asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan kelenjar hipofisis dengan baik dan benar.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu mengaplikasikan penatalaksanaan

pasien dengan pasien gangguan hipofisis yang terdiri akromegali, gigantisme dan

diabetes insipidus

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui dan memahami definisi gangguan hipofisis yang terdiri akromegali,

gigantisme dan diabetes insipidus.

2. Mengetahui dan memahami etiologi gangguan hipofisis yang terdiri akromegali,

gigantisme dan diabetes insipidus

3. Mengetahui dan memahami patofisiologi, manifestasi klinis dan komplikasi

gangguan hipofisis yang terdiri akromegali, gigantisme dan diabetes insipidus

4. Mengetahui dan memahami pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan

penatalaksanaan pada gangguan hipofisis yang terdiri akromegali, gigantisme dan

diabetes insipidus

5. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada gangguan hipofisis yang

terdiri akromegali, gigantisme dan diabetes insipidus

6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada gangguan hipofisis yang terdiri

akromegali, gigantisme dan diabetes insipidus

7. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari gangguan hipofisis yang terdiri

akromegali, gigantisme dan diabetes insipidus

8. Mengetahui prognosis dari gangguan hipofisis yang terdiri akromegali, gigantisme

dan diabetes insipidus

9. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien gangguan hipofisis yang terdiri

akromegali, gigantisme dan diabetes insipidus

Page 3: BAB 1 Endokrin Akromegali

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Hipofisis

Kelenjar Hipofisis terdapat di sela tursika bertulang yang berada di bawah

lapisan dura mater. Kelenjar ini terbagi menajdi tiga lobus, yaitu lobus anterior, lobus

inferior, dan lobus intermediat. Namun, lobus intermediat ini rudimenter (tidak

berkembang) pada manusia (Karch, 2010).

a. Lobus Anterior (Adenohipofisis)

Page 4: BAB 1 Endokrin Akromegali

Hormon yang menstimulasi dan menghambat hipofisis mengalir dalam

sistem porta pembuluh darah dari hypothalamus mengendalikan hormon

yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.

Enam hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior termasuk empat

hormon yang merangsang struktur endokrin lain (hormon tropik), yaitu:

1. Hormon Adenokortikotropik (ACTH)

2. Thyroid Stimulating Hormone (TSH)

3. Gonadotropine Hormone, yaitu Follicle Stimulating Hormone (FSH)

dan Lutienizing Hormone (LH)

Dan dua hormon sisanya bekerja pada jaringan lain, yaitu:

1. Hormon Pertumbuhan (Growth Hormone)

2. Prolaktin

b. Lobus Posterior (Neurohipofisis)

Lobus posterior tidak menghasilkan hormon, tetapi menyimpan dan

menyekresi dua hormon, yaitu Antidiuretic Hormone dan Oksitosin. Kedua

hormon tersebut dihasilkan di hipothalamusn dan mengalir dalam serabut

tangkai ke hipofisis posterior. Pelepasan hormon tersebut dari hypothalamus

dikendalikan oleh saraf dari hypothalamus (Brooker, 2008).

2.2 Gigantisme dan Akromegali

2.2.1 Definisi

Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh

karena sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan. (Sudoyo, 2009).

Gigantisme dan akromegali merupakan peningkatan hormon protein

dalam banyak jaringan, meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan

adiposa dan kadar glukosa darah. (Bruner&Suddarth, 2001)

Gigantisme adalah pertumbuhan abnormal, terutama dalam tinggi badan

(melebihi 2,14 m) yang disebabkan oleh karena sekresi Growth Hormone (GH)

yang berlebihan dan terjadi sebelum dewasa atau sebelum proses penutupan

epifisis (Brooker, 2008).

Akromegali berasal dari bahasa Yunani, akros yang berarti ekstremitas,

dan megas, yang berarti besar. Penyakit ini merupakan penyakit kronis yang

ditandai oleh pertumbuhan tulang ekstremitas, muka, rahang, dan jaringan lunak

secara berlebihan dan kelainan metabolik sekunder akibat hipersekresi hormone

Page 5: BAB 1 Endokrin Akromegali

pertumbuhan yang berlebihan sesudah terjadi penutupan lempeng epifiseal

(Sudiono, 2007).

Perbedaan antara akromegali dan gigantisme adalah akromegali timbul

apabila hipersekresi Growth Hormone terjadi pada masa dewasa dan mengenai

pertumbuhan jaringan lunak dan struktur tulang, misalnya hidung, bibir, rahang,

dahi, tangan , dan kaki, karena pertumbuhan atau pembesaran berlangsung

secara progresif. Sedangkan gigantisme terjadi pada masa kanak-kanak dan

masa pubertas sebelum lapisan epifisis menutup, sehingga pertumbuhan tulang

proporsional (Baradero, 2005).

2.2.2 Etiologi

Gigantisme disebabkan oleh sekresi Growth Hormone yang berlebihan

pada masa kanak-kanak sebelum tertutupnya lempeng epifisis. Penyakit,

kelainan, dan kondisi yang menyebabkan kelebihan sekresi Growth Hormone

adalah:

a. Tumor jinak pada kelenjar hipofisis

Tumor ini menekan kelenjar hipofisis dan menyebabkan sekresi

Growth Hormone yang berlebih. Inilah penyebab utama gigantisme.

b. Carney Complex

Carney Complex merupakan mutasi gen yang jarang ditemukan,

dapat menyebabkan risiko tinggi tumor, termasuk hipofisis adenoma.

c. Multiple endocrine neoplasia type 1

Kelainan yang diturunkan yang dapat menyebabkan tumor di

kelenjar endokrin dan menyekresikan hormon secara hiperaktif,

teemasuk Growth Hormone.

d. Neurofibromatosis

Kelainan genetis yang dapat menyebabkan tumor.

Sedangkan akromegali disebabkan oleh sekresi Growth Hormone

berlebih oleh kelenjar hipofisis. Sekresi yang berlebih ini menurut National

Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK), 95 %

disebabkan karena adanya hipofisis adenoma, yaitu tumor jinak di kelenjar

hipofisis. Tumor di luar kelenjar hipofisis juga dapat menyebabkan akromegali,

namun hal ini jarang ditemukan.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Page 6: BAB 1 Endokrin Akromegali

Klien dengan gigantisme dapat memiliki manifestasi klinis sebagai

berikut.

a. Berperawakan tinggi lebih dari 2 meter, dengan proporsi tubuh yang

normal. Hal ini terjadi karena jaringan lunak seperti otot tetap

tumbuh.

b. Memiliki gangguan penglihatan, seperti diplopia atau penglihatan

ganda apabila tumor pada kelenjar hipofisis menekan chiasma

opticum yang merupakan jalur saraf mata.

c. Hiperhidrosis

Gigantisme dapat menyebabkan hipermetabolisme pada tubuh

penderita, termasuk hiperhidrosis. Hiperhidrosis adalah keadaaan

dimana terjadi pengeluaran keringat yang berlebih (Schwartz, 1999)

d. Jadwal menstruasi yang tidak teratur pada usia remaja.

e. Rahang yang membesar, tulang dahi yang menonjol, dan

penampakan wajah yang kasar.

f. Kelemahan dan sensasi kesemutan di lengan dan kaki akibat

perbesaran jaringan dan saraf yang tertekan

g. Sakit kepala akibat tekanan dari tumor yang menyebabkan kenaikan

tekanan intrakranial

h. Galacthorrea, atau keluarnya air susu secara spontan saat kanak-

kanak.

i. Endocrinopathies (misalnya, hipogonadisme, diabetes dan / atau

toleransi glukosa, hiperprolaktinemia)\

j. Ditemukan juga manifestasi klinis sesuai dengan pembesaran tumor,

yaitu:

1. Pembesaran keatas (Superior)

a. Sakit kepala

b. Gangguan penglihatan

2. Pembesaran ke lateral

a. Kelumpuhan saraf III, IV, V, dan VI

b. Penyumbatan pembuluh darah (sinus kavenosus)

c. Kejang (temporal lobe seizures)

3. Pertumbuhan ke inferior (dasar sella), menimbulkan CSF

Rinorea

Page 7: BAB 1 Endokrin Akromegali

4. Pertumbuhan ke anterior, menyebabkan perubahan kepribadian

Manifestasi klinis akromegali dapat muncul selama 5-10 tahun

menyebabkan terdapatnya rentang waktu yang lama antara diagnosis dan waktu

awal terjadinya penyakit. Pada hampir 70% kasus saat diagnosis akromegali

ditegakkan, ukuran tumor telah mencapai >10 mm (makro adenoma) (Rahmat,

2010). Manifestasi klinis akromegali yaitu sebagai berikut.

a. Perubahan pada bentuk wajah: hidung, bibir, dahi, rahang, serta

lipatan kulit menjadi besar dan kasar secara progresif. Rahang

bawah menjadi besar dan menonjol ke depan sehingga gigi

renggang. Jaringan lunak juga tumbuh sehingga wajah nampak

seperti edema.

b. Tangan dan kaki yang membesar secara progresif.

c. Lidah, kelenjar ludah, limpa, jantung, ginjal, hepar, dan organ

lainnya juga membesar.

d. Gangguan toleransi glukosa bisa berkembang hingga diabetes

mellitus.

e. Gangguan metabolisme lemak dengan akibat hiperlipidemia.

f. Rambut di tubuh menjadi kasar

g. Warna kulit menggelap

h. Hiperhidrasi dan bau badan

i. Suara menjadi lebih dalam

j. Tulang rusuk menjadi lebih tebal, menunjukkan adanya barrel

chest

k. Nyeri pada persendian

l. Snoring

m. Sakit kepala

n. Impoten pada pasien akromegali laki-laki, apabila tumor

menggeser sel penyekresi gonadotropin di hipofisis anterior.

o. Penyakit kardiovaskuler mencakup hipertensi, LVH dan

kardiomiopati. Kardiomiopati ditandai oleh disfungsi diastolik

dan aritmia.

2.2.4 Patofisiologi

Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan Growth Hormone

terjadi sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa

Page 8: BAB 1 Endokrin Akromegali

pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi Growth Hormone terutama adalah

tumor pada sel-sel somatrotop yang menghasilkan Growth Hormone.

Neoplasma penghasil GH, termasuk tumor yang menghasilkan campuran GH

dan hormon lain, misalnya prolaktin merupakan tipe adenoma hipofisis

fungsional kedua tersering.

Secara mikroskopis, adenoma penghasil GH terdiri atas sel bergranula

padat atau jarang, dan pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan GH

didalam sitoplasma sel neoplastik (Robbins, 2007).

Sekitar 40% adenoma sel somatotrof memperlihatkan mutasi mutasi

pengaktifan pada gen GNAS1 di kromosom 20q13, yang mengkode sebuah

subunit α protein G heterodimerik stimulatorik yang dikenal sebagai G . Protein

G berperan penting dalam transduksi sinyal , dan pengaktifan protein G

dikaitkan dengan peningkatan enzim intrasel adenil-siklase dan produknya,

adenosine monofosfat siklik (cAMP). AMP siklik bekerja sebagai stimulant

mitogenik kuat bagi somatotrof hipofisis.

Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum epifisis menutup, seperti

pada anak prapubertas menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang

berkelibahan menyebabkan gigantisme. Hal ini ditandai dengan peningkatan

umum ukuran tubuh serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan. Jika

peningkatan kadar GH, atau terdapat setelah penutupan epifisis, pasien

mengalami akromegali, yang pertumbuhannya terutama terjadi pada jaringan

lunak, kulit, dan visera, serta pada tulang wajah, tangan ,dan kaki (Robbins,

2007).

Sekresi GH oleh sel-sel somatotrop hipofisis anterior dikendalikan oleh

2 faktor dari hipotalamus, yaitu :

1. GHRH, yang merangsang sekresi GH

2. Somatostatin yang menghambat sekresi GH.

GH merangsang produksi IGF-1 (= somatomedin C = SM-C) di hati

(terutama) dan jaringan lain. IGF merupakan mediator utama bagi efek GH

dalam merangsang pertumbuhan.

Lebih dari 95% kasus akromegali disebabkan oleh adenoma hipofisis

yang menghasilkan GH secara berlebihan. Pada saat diagnosis ditegakkan, 75%

pasien akromegali menunjukkan adanya makroadenoma (diameter tumor > 1

Page 9: BAB 1 Endokrin Akromegali

cm) dan sebagiannya telah meluas ke daerah paraselar dan supraselar. Amat

jarang akromegali disebabkan oleh GH/GHRH ektopik yang diproduksi oleh

tumor-tumor ganas. Peningkatan kadar GH dalam darah pada penderita

akromegali semata-mata akibat produksi GH yang berlebihan, bukan akibat

gangguan distribusi atau klirens GH.

Efek patologis dari kelebihan GH antara lain pertumbuhan berlebihan di

daerah acral (macrognathia, pembesaran struktur tulang muka, pembesaran

tangan dan kaki, pertumbuhan berlebihan alat-alat viseral, (seperti makroglosia,

pembesaran otot jantung, thyroid, hati, ginjal), antagonisme insulin, retensi

nitrogen dan peningkatan risiko polip / tumor kolon.

Melihat besarnya tumor, adenoma hipofisis dapat dibedakan dalam 2

bentuk, yakni; mikroadenoma dengan diameter lebih kecil dari 10 mm dan

makroadenoma kalau diameternya lebih dari 10 mm.

Adenoma hipofisis merupakan penyebab yang paling sering. Tumor

pada umumnya dijumpai di sayap lateral sella tursica. Kadang – kadang tumor

ektopik dapat pula dijumpai di garis rathke’s pouch yaitu di sinus sfenoidalis,

dan di daerah parafarings.

Kadar GH mempunyai korelasi dengan besarnya tumor pada saat

diagnosis ditegakkan. Kebanyakan (75%) kasus adenoma somatotrofik berupa

makroadenoma, di antaranya 70% dengan ukuran kurang dari 20 mm.

Page 10: BAB 1 Endokrin Akromegali

2.2.5 Web of Causation

2.2.5.1 Gigantisme

Page 11: BAB 1 Endokrin Akromegali

2.2.5.2 Akromegali

Page 12: BAB 1 Endokrin Akromegali

2.2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan akromegali dan gigantisme ditekankan

pada pengembalian fungsi hormon pertumbuhan pada kondisi

yang normal dan mengembalikan fungsi normal hipofisis. Terapi

hiperekskresi growth hormone dapat dilakukan dengan cara:

1. Eksisi Tumor

Eksisi tumor dilakukan untuk mengangkat tumor

pada hipofisis yang mengekskresikan hormon

pertumbuhan

2. Radiasi

Eksisi paling umum yakni bedah trans-sfenoidal

yang dapat memberikan respon cepat, yaitu

membuang jaringan hiperekskresi. Radiasi hipofisis

yang besar yang tidak seluruh tumor bisa diangkat.

Delapan puluh persen dari pasien dengan

akromegali dapat disembuhkan dengan radiasi.

Selain mual dan muntah, efek samping radiasi yang

paling sering ditemukan adalah hipopitutarisme

(Mary,2009).

3. Medikamentosa

Selain pembedahan dan radiasi, terapi

medikamentosa pada akromegali terdiri atas tiga

golongan, yakni agonis dopamin, analog

somatostatin dan antagonis reseptor hormon

pertumbuhan (Melmed, 2009).

a. Agonis Dopamin

Page 13: BAB 1 Endokrin Akromegali

Terdiri dari bromokriptin dan cabergoline.

Pasien yang menolak menggunakan

tindakan operasi dapat memilih tindakan

medikamentosa. Bromokriptin dapat

menurunkan kadar growth hormone

dalam 60 sampai 80 persen pasien, tetapi

hanya pada sekitar 40% kadarnya menjadi

normal (Sabiston, 1995).

b. Analog Somatostatin

Bekerja menyerupai hormon somatostatin

yakni menghambat sekresi growth

hormone. Obat ini memiliki kemampuan

70% dalam menormalisasi GH. Selain itu

analog somatostatin juga dapat

mengecilkan ukuran tumor (80%),

perbaikan fungsi jantung, tekanan darah,

serta profil lipid (Colao, 2009).

c. Antagonis Reseptor

Dapat digunakan dalam kasus akromegali

yang tidak dapat dikontrol dengan terapi

pembedahan, penggunaan obat agonis

dopamin dan analog somatostatin.

2.3 Diabetes Insipidus

2.3.1 Definisi

Diabetes insipidus merupakan suatu kondisi kronik dimana terjadi

peningkatan rasa haus (polidipsi) dan peningkatan kuantitas urin dengan berat

jenis yang rendah (poliuri). Kondisi ini merupakan manifestasi klinis dari

defisiensi pitresin (ADH) yang diproduksi oleh hipofisis lobus posterior yang

berperan dalam mengatur metabolisme air di tubuh atau merupakan kondisi

klinis akibat dari ketidakpekaan tubulus ginjal terhadap ADH (Fitriani, 2009).

Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik

normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini

(keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik).

Page 14: BAB 1 Endokrin Akromegali

2.3.2 Etiologi

Penyebab diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi tiga

golongan,yaitu :

1. Kelainan organis

Setiap lesi yang merusak unit neurohipofisis dan hipotalamus

dapat mengakibatkan diabetes insipidus.

Kerusakan ini dapat terjadi sebagai akibat dari :

a. Operasi (bersifat sementara)

b. Penyakit infeksi (meningitis, ensefalitis, tuberkulosis, lues, sarkoidosis, aktinomikosis,

dan lain-lain)

c. Tumor atau kista di daerah kiasma optika, infundibulum, ventrikel III, atau korpus

pinealis (terutama kraniofaringioma, glioma optik, dangerminoma). Terutama tumor

supraselar (30% kasus).

d. Xantomatosis (hand-schuller-christian),

e. Leukimia

f. Hodgkin

g. Pelagra

h. Trauma pada kepala terutama fraktur basis cranii, atau setelah suatu prosedur operatif

dekat kelenjar pituitaria atau hipotalamus

i. Sindrom laurence-moon riedel

j. Idiopatik DI (30% kasus)

k. Ensefalopati iskemik atau hipoksia

l. Familial DI

m.Radiasi

n. Edema serebri

o. Perdarahan intracranial

Keadaan tersebut akan berakibat gangguan dalam :

Page 15: BAB 1 Endokrin Akromegali

a. Pengangkutan ADH/AVP yang tidak bekerja dengan baik

akibat rusaknya akson pada traktus supraoptikohipofisealis

b. Sintesis ADH terganggu

c. Kerusakan pada nukleus supraoptik paraventricular

d. Gagalnya pengeluaran vasopressin

2. Kelainan ginjal (diabetes insipidus nefrogenik)

Diabetes insipidus nefrogenik adalah suatu kelainan dimana

ginjal menghasilkan sejumlah besar air kemih yang encer karena

ginjal gagal memberikan respon terhadap hormon antidiuretik dan

tidak mampu memekatkan air kemih.

Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah

keadaan tertentu yang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal,

diantaranya penyebab primer, yaitu: primary familial: x-linked

recessive dimana bentuk berat terdapat pada anak laik-laki, dan

bentuk yang lebih ringan terdapat pada anak perempuan. Dan

penyebab sekunder, yaitu: Penyakit ginjal kronik (Penyakit ginjal

polikistik), medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral,

gagal ginjal lanjut.

3. Idiopatik

Selain karena penyebab sentral dan nefrogen, beberapa kasus

diabetes insipidus tidak diketahui penyebabnya. Pada sejumlah kecil

kasus, diabetes insipidus merupakan kelainan herediter. Bentuk

autosom dominan ditandai dengan onsetnya yang bervariasi mulai

sejak lahir sampai umur beberapa tahun, dan semakin lama ada

variasi keparahan dalam keluarga dan individu.

Gejala menurun pada dekade ke-3 dan ke-5. Kadar AVP

mungkin tidak ada (<0,5 pg/mL) atau menurun secara bervariasi.

Gena berada pada kromosom nomor 20, dan praprotein

yangmengkode berisi AVP dan neurofisin (NPII), protein pembawa

hormon.

Rantai tunggal pembawa polipeptide ini terbelah dalam granula

sekretoridan kemudian disambung lagi ke dalam kompleks AVP-NP

Page 16: BAB 1 Endokrin Akromegali

sebelum sekresi. Mutasi yang meyebabkan diabetes insipidus

autosom dominan telah dilokalisasi di bagian NP II. Meskipun

mutasi hanya melibatkan satu allele, mutan kompleks AVP NP II

mengganggu fungsi allele normal, mengakibatkan pewarisan atosom

dominan (Ramli, 2010).

2.3.3 Klasifikasi

Diabetes insipidus dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Diabetes insipidus sentral

Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya

berakibat fatal.

Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari kerusakan

hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan penyimpanan ADH.

Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik,

paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH.

Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga timbul karena gangguan

pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus

supraoptikohipofisealis dan aksonhipofisis posterior di mana ADH

disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika

dibutuhkan.

DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau

sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupikebutuhan, atau

kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan

bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap

ADH.

b. Diabetes insipidus nefrogenik

Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Halini

dapat disebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses kronik

ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial ureter,

sickle-cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik.

c. Diabetes insipidus dipsogenik

Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus

dihipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang

Page 17: BAB 1 Endokrin Akromegali

abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output

urin.

d. Diabetes insipidus gestasional

Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika

enzim yang dibuat plasenta merusak ADH ibu.

2.3.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis klien dengan diabetes insipidus dapat berupa:

a. Poliuria dan polidipsia

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan

polidipsia.

Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat

banyak, dapat mencapai 5–10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat

rendah, berkisar antara 1,001 – 1,005 atau 50 – 200 mOsmol/kg berat badan.

b. Dehidrasi

c. Hipertermia

d. Nyeri kepala, lemah dan lesu, nyeri otot, hipotermia dan takikardia

e. Berat badan turun dengan cepat

f. Enuresis, pada anak yang telah dapat mengendalikan kandung kencing

g. Tidak berkeringat atau keringat sedikit, sehingga kulit kering dan pucat

h. Anoreksia, lebih menyukai karbohidrat

i. Gejala dan tanda lain tergantung pada lesi primer, misalnya penderita

dengan tumor daerah hipotalamus akan mengalami gangguan pertumbuhan,

obesitas, atau kakheksia progresif, hiperpireksia, gangguan tidur, seksual

prekoks, atau gangguan emosional. Lesi yang pada awalnya menyebabkan

diabetes insipidus akhirnya dapat merusak hipofisis anterior, pada keadaan

demikian diabetes insipidus cenderung lebih ringan atau hilang sama sekali

(Ramli, 2010).

2.4.5 Patofisiologi

Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus ginjal

dan mengontrol tekanan osmotik cairan extra selular. Ketika produksi ADH

menurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak mereabsorbsi air, sehingga air

banyak diekskresikan menjadi urine, urinenya menjadi sangat encer dan banyak

(poliuria) sehingga menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalaitas serum.

Peningkatan osmolalitas serum akan merangsang chemoreseptor dan sensasi

Page 18: BAB 1 Endokrin Akromegali

haus kortek cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral

(polidipsi). Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekuat atau tidak ada,

dehidrasi akan semakin memburuk. Pada diabetes militus urine banyak

mengandung glukosa sedangkan pada deabetes insipidus urinenya sangat tidak

mengandung glukosa dan sangat encer (Ramli, 2010).

2.4.6 Web of Causation

Page 19: BAB 1 Endokrin Akromegali

2.4.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes insipidus dilakukan berdasarkan

klasifikasinya, yaitu:

a. Diabetes insipidus sentral

Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan

pemberiansintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk

injeksi, nasal spray,maupun pil. Selama mengkonsumsi

desmopressin, pasien harus minum hanya jika haus. Mekanisme obat

ini yaitu menghambat ekskresi air sehinggaginjal mengekskresikan

sedikit urin dan kurang peka terhadap perubahankeseimbangan

cairan dalam tubuh.

b. Diabetes insipidus nefrogenik

Pada keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh.

Penderita diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau

Page 20: BAB 1 Endokrin Akromegali

indomethacin. HCTZ kadangdikombinasikan dengan amiloride. Saat

mengkonsumsi obat ini, pasien hanya boleh minum jika haus untuk

mengatasi terjadinya volume overload.

c. Diabetes insipidus disprogenik

Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes

insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi

tidak menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah

sehingga terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air

(suatu kondisi dimana konsentrasi Na dalam darah

rendah/hiponatremia) dan dapat berefek fatal pada otak. Belum

ditemukan pengobatan yang tepat untuk diabetes insipidus

dipsogenik.

d. Diabetes insipidus gestasional

Kebanyakan kasus diabetes insipidus pada kehamilan membaik

diterapi dengan desmopressin. Pada kasus dimana terdapat

abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin tidak boleh

digunakan sebagai terapi.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Klien dengan Gigantisme

3.1.1 Pengkajian

Pengkajian meliputi:

1. Riwayat penyakit dahulu

2. Riwayat penyakit sekarang

3. Riwayat penyakit keluarga

4. Riwayat tumbuh kembang

5. Apakah klien mengalami penambahan pada lingkar kepala

6. Apakah klien mengalami pembesaran hidung

7. Apakah mandibular klien mengalami pembesaran yang berlebihan

Page 21: BAB 1 Endokrin Akromegali

8. Apakah klien memiliki gigi yang terpisah-pisah

9. Apakah jari dan ibu jari tumbuh menebal

10. Apakah klien mengalami kifosis

11. Apakah klien mengalami kelelahan dan kelemahan pada gejala awal

12. Apakah klian mengalami hipogonadisme

13. Apakah klien mengalami keterlambatan maturasi seksual

14. Apakah terjadi tanda-tanda peningkatan intra cranial

15. Apakah klien mengalami kehilangan penglihatan pada o\pemeriksaan

lapang pandang

3.1.2Diagnosis keperawatan

Diagnosis yang dapat dirumuskan yaitu:

1. Defisit kepercayaan diri berhubungan denagn perubahan tubuh yang

abnormal

a. Tujuan : Klien memiliki rasa percaya diri

b. Kriteria hasil :

1. Klien dapat menerima perubahan diri

2. Klien mau bersosialisasi dengan lingkungan

c. Intervensi :

1. Pertahankan lingkungan yang kondusif untuk membicarakan

perubahan citra tubuh

2. Bantu klien dalam mengembangkan mekanisme koping untuk

mengatasi perubahan fisik

2. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

peningkatan metabolisme.

a. Tujuan : nutrisi klien adekuat

b. Kriteria hasil :

1. Klien tidak mengalami penurunan berat badan yang signifikan

Page 22: BAB 1 Endokrin Akromegali

2. Nafsu makan dan pola diet klien terjaga dengan baik

c. Intervensi :

1. Beri makanan sedikit tapi sering

2. Masukkan makanan kesukaan dalam diet

3. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan keluarga dengan

gigantisme

a. Tujuan : mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat klien

b. Kriteria Hasil :

1. Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakit yang diderita klien

2. Keluarga dapat mengatasi masalah yang timbul dari adanya tanda

dan gejala yang muncul dan memberikan atau menyediakan

lingkungan yang sesuai dengan kondisi klien

c. Intervensi :

1. Berikan dukungan emosianal pada keluarga dan klien

2. Berikan edukasi mengenai gigantisme dan penyebabnya

3. Anjurkan keluarga dan klien untuk bersosialisasi dengan sekitar

4. Kelelahan berhubungan dengan hipermetabolik dengan peningkatan

kebutuhan energi

a. Tujuan :

Klien mampu berpartisipasi secara mandiri dalam melakukan

aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.

b. Kriteria hasil :

1. Tidak terjadi kelelahan pada klien setelah beraktivitas

2. Klien tidak merasa enggan saat akan melakukan aktivitas

Page 23: BAB 1 Endokrin Akromegali

c. Intervensi :

1. Kaji tanda-tanda vital klien

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi klien

3. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang menyenangkan

misalnya mendengarkan radio, menonton televisi dan lainnya.

3.2 Asuhan Keperawatan Klien dengan Akromegali

3.2.1 Pengkajian

a. Data demografi

Meliputi nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,

pekerjaan, dan alamat

b. Keluhan utama

Pasien yang mengalami akromegali pada umumnya akan mengeluh dan

memperlihatkan pembesaran tangan dan kaki.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pasien pernah menderita tumor hipofise jinak atau adanya disfungsi

hypothalamus.

d. Riwayat penyakit sekarang

Tulang mengalami kelainan bentuk bukan memanjang, gambaran tulang

wajah kasar, tangan dan kaki membengkak.

e. Riwayat penyakit keluarga

Akromegali tidak diturunkan dari riwayat keluarga yang memiliki penyakit

akromegali.

3.2.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fisik

persistem seperti berikut.

a. B1 (Breath)

Apabila tumornya kecil biasanya tidak terjadi perubahan pola

napas.

Page 24: BAB 1 Endokrin Akromegali

Namun apabila tumor hipofisis membesar akan terjadi gangguan

pola napas.

b. B2 (Blood)

Jantung membesar dan biasanya fungsi jantung terganggu sehingga

akan timbul gagal jantung

c. B3 (Brain)

Pada tumor hipofisis yang mengakibatkan akromegali biasanya

terjadi nyeri kepala bitemporal, gangguan penglihatan disertai hemi-

anopsia bitemporal akibat penyebaran supraselar tumor dan

penekanan kiasma optikum

d. B4 (Bladder)

Penurunan libido, impotensi, oligomenorea, infertilitas, nyeri

senggama pada wanita, batu ginjal.

e. B5 (Bowel) : tidak ditemukan masalah keperawatan

f. B6 (Bone)

Pembesaran pada kaki dan tangan perubahan bentuk raut wajah,

sinus frontalis dan sinus paranasalis membesar.

a

3.2.3 Diagnosis Keperawatan dan Intervensi

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi pada jalan napas

a. Data subjektif : Pasien mengeluhkan dispnea

b. Data objektif :

1. Perubahan gerak dada

2. Fase ekspirasi yang lama

3. Napas cuping hidung

c. Kriteria hasil :

1. Menunjukkan pola napas yang efektif

2. Status pernapasan dan ventilasi tidak terganggu

d. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi RasionalisasiPantau kecepatan, irama, kedalaman, usaha

respirasi.

Mengetahui dan memantau pola napas

Pantau pola pernapasan;bradipnea;takipnea Memantau pola napas, status

pernapasan dan ventilasi

Page 25: BAB 1 Endokrin Akromegali

Kolaborasi ; bronkodilator Melebarkan jalan napas sehingga pola

napas pasien dapat efektif

2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya pertumbuhan organ-

organ yang berlebihan.

a. Data subjektif :

1. Mengungkapkan perasaan bahwa ada yang menganggu pasien.

2. Mengungkapkan ada perubahan dalam gaya hidupnya.

3. Mengungkapkan perasaan yang buruk tentang tubuhnya.

b. Data objektif :

1. Perubahan dalam lingkungan sosial

2. Kehilangan rasa percaya diri

c. Kriteria hasil :

1. Mengerti perubahan tubuhnya.

2. Mengungkapkan penerimaan terhadap dirinya sendiri.

d. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi RasionalisasiKaji mental dan kondisi emosional

pasien (beri rentang 1-10)

Dengan mengkaji mental pasien,

perawat akan mengetahui kondisi

emosional pasien dan menentukan terapi

yang tepat untuk pasien agar bisa

menerima dirinya sendiri.

Memberikan pengetahuan dan

bekerjasama dengan pasien mengenai

konsep diri dan melihat kemajuan pasien

Pasien akan lebih mengerti tentang

perubahan tubuhnya.

3. Gangguan persepsi sensori;penglihatan berhubungan dengan gangguan

tranmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada kiasma optikum.

a. Data subjektif :

Mengeluhkan perubahan persepsi sensori (terutama penglihatan)

b. Data objektif :

1. Perubahan ketajaman penglihatan

2. Konsentrasi rendah

3. Penurunan keseimbangan penglihatan

Page 26: BAB 1 Endokrin Akromegali

c. Kriteria hasil :

1. Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan.

2. Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan.

d. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi RasionalisasiPastikan derajat/tipe kehilangan

penglihatan.

Mengetahui perubahan berkurangnya

ketajaman penglihatan pasien.

Dorong mengekspresikan perasaan

tentang kehilangan / kemungkinan

kehilangan penglihatan.

Agar pasien tidak mengalami shock

menghadapi kemungkinan / mengalami

pengalaman kehilangan penglihatan

sebagian atau total.

Tunjukkan pengobatan untuk mata yang

benar.

Untuk menghindari efek samping /

reaksi merugikan dari pengobatan

(penurunan nafsu makan, mual /

muntah, kelemahan, jantung tak teratur,

dll).

4. Disfungsi seksual berhubungan dengan penurunan fungsi reproduksi.

a. Data subjektif :

1. Mengungkapkan secara verbal tentang masalah yang dialami

(penurunan libido dan sexualitas)

2. Merasa mengalami penurunan seksual

b. Kriteria hasil :

1. Mampu memvisualisasikan dengan kata-kata tentang anatomi dan

fisiologi dari sistem reproduksi dan tiap perubahan yang bisa

menganggu fungsi normalnya.

2. Mengidentifikasi stresor yang mempengaruhi disfungsi seksual.

c. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi RasionalisasiKaji faktor/stresor yang

mempengaruhi disfungsi seksual.

Dengan mengetahui faktor yang

mempengaruhi, akan dapat cepat

mengurangi/mengobatinya.

Kaji pengetahuan pasien tentang

anatomi dan fisiologi dari anatomi

sistem reproduksi

Biasanya pasien belum mengerti tentang

anatomi dan fisiologi sitem reproduksi.

Agar pasien memahami bagaimana kerja

Page 27: BAB 1 Endokrin Akromegali

dari sistem reproduksi.

Berikan informasi yang faktual tentang

keadaan pasien

Agar pasien bisa membuat keputusan

sendiri tentang apa yang dirasakan.

5. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/ perubahan

status kesehatan.

a. Data Subjektif:

1. Mengungkapkan perubahan tingkah laku, misalnya cepat marah,

cemas dan khawatir

2. Mengungkapkan terjadinya perubahan tangan dan kaki yang

semakin membesar.

3. Mengungkapkan perubahan status kesehatan

b. Data Objektif

1. Meningkatnya tekanan darah, pola napas

2. Ukuran tangan dan kaki yang membesar

3. Fokus pada diri sendiri

c. Kriteria Hasil

Klien akan:

1. Mengungkapkan bahwa tingkat kecemasan bisa ditoleransi, tidurnya

cukup, dan memakai strategi yang cocok untuk mengurangi

kecemasan.

2. Bicara positif tentang dirinya serta menerima perubahan yang

reversibel dan yang ireversibel.

3. Menggunakan support sistem yang efektif.

d. Intervensi keperawatan dan rasional

Intervensi RasionalisasiKaji stresor yang ada dan strategi

yang dipakai pasien untuk mengatasi

stresor

Dengan mengetahui stresor pasien,

kecemasan pasien dapat berkurang dan

dapat teratasi dengan menggunakan

strategi yang dipakai pasien untuk

mengatasi stresor.Kaji tingkat kecemasan pasien dengan

memberi rentang skala (misal 1-10)

Dengan mengetahui tingkat

kecemasan akan lebih efektif

membantu dan menggunakan support

Page 28: BAB 1 Endokrin Akromegali

sistem untuk mengurangi tingkat

kecemasan pasien. Untuk pasien yang

tingkat kepanikannya mencapai 10,

pasien bisa saja fokus pada dirinya

sendiri.Beri kesempatan pada pasien untuk

mengungkapkan masalah yang

dialaminya dan gunakan sumber yang

bisa membantu

Dengan mengajak pasien

mengungkapkan apa yang dirasakan,

pasien akan merasa bahwa apa yang

dialami tidak seberat dengan apa yang

difikirkan sehingga akan mengurangi

beban dan kecemasan pasien, selain itu

pasien akan lebih menerima dengan

apa yang terjadi padanya.

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit, pengobatan dan

perawatan di rumah.

a. Data subjektif : Mengungkapkan masalah secara verbal

b. Data objektif

1. Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat

2. Tidak tepat atau terlalu berlebihannya perilaku, misalnya: histeris,

agitasi, dan apatis.

c. Kriteria Hasil:

Klien atau keluarga akan:

1. Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi menurut

penanganan yang dianjurkan, misalnya informasi tentang diet.

2. Menunjukkan kemampuan… (sebutkan keahlian atau perilakunya)

d. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi RasionalisasiMembantu klien dalam memahami

informasi yang berhubungan dengan

proses timbulnya penyakit secara khusus.

Agar klien dapat memahami kondisi

yang terjadi dalam tubuhnya sehingga

dapat bekerjasama dengan tenaga

kesehatan untuk peningkatan kualitas

kesehatannya.Membantu klien untuk memahami dan Dengan mengetahui seluk beluk

Page 29: BAB 1 Endokrin Akromegali

mengetahui secara mental mengenai

pembedahan serta metode pemulihan

pascaoperasi.

pembedahan, diharapkan klien dapat

memiliki mental yang kuat untuk

dilakukan pembedahan.Mengikutsertakan keluarga atau anggota

keluarga lain bila memungkinkan

Bila perawat telah memberikan edukasi

kepada klien namun tidak memberikan

dampak yang signifikan, maka keluarga

dapat menjadi orang kepercayaan klien

yang dapat diandalkan.

3.3 Asuhan Keperawatan Klien dengan Diabetes Insipidus

3.3.1 Pengkajian

1. Data Demografi

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,

agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status

perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan

a. Keluhan utama

Biasanya pasien merasa haus, pengeluaran air kemih yang berlebihan,

sering kram dan lemas jika minum tidak banyak.

b. Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengalami poliuria, polidipsia, nocturia, kelelahan, konstipasi

3. Riwayat penyakit dahulu

Klien pernah mengalami cedera otak, tumor, tuberculosis,

aneurisma/penghambatan arteri menuju otak, hipotalamus mengalami

kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormone antidiuretik,

kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik kedalam aliran

darah, kerusakan hipotalamus maupun kelenjar hipofisa akibat pembedahan

dan beberapa bentuk ensefalitis maupun meningitis.

4. Riwayat penyakit keluarga

Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada

hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan

diabetes insipidus.

5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Page 30: BAB 1 Endokrin Akromegali

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan

mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test

dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

3.3.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada klien dengan diabetes insipidus meliputi pemeriksaan

fisik umum persistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda

vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan

B6 (Bone).

1. Pernapasan B1 (breath)

RR = 20 x/mnt, tidak ada sesak napas, tidak ada batuk pilek, tidak memiliki

riwayat asma dan suara napas normal.

2. Kardiovaskular B2 (blood)

TD = 130/80 mmHg, nadi = 84 x/mnt, suhu = 36,5 oC, suara jantung

vesikuler. Perfusi perifer baik, turgor kulit buruk, intake= <2500 cc perhari,

output= 3000 cc perhari, IWL = 500 cc perhari, klien tampak gelisah.

3. Persarafan B3 (brain)

Kadang pasien merasa pusing, bentuk kepala simetris, GCS= 4 5 6, pupil

normal, orientasi tempat-waktu-orang baik, reflek bicara baik, pendengaran

baik, penglihatan baik, penghidu baik.

4. Perkemihan B4 (bladder)

Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter ) dengan berat jenis 1.010 osmolalitas urin

50-150 mosmol/L

5. Pencernaan B5 (bowel)

Nafsu makan baik, tidak ada mual/muntah, BAB 2 x perhari pagi dan sore.

Klien tidak ada sakit maag.

6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)

Mandi 2 kali sehari pagi dan sore, kulit bersih, turgor kulit buruk, tidak ada

nyeri otot dan persendian.

3.3.3 Data Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut

a. osmolalitas urin 50-150 mosmol/L (n= 300-450 mosmol/L)

b. osmolalitas plasma >295 mosmol/L (n= <290 mosmol/L)

c. Urea N: <3 mg/dl.(normal= 3 - 7,5 mmol/L)

Page 31: BAB 1 Endokrin Akromegali

d. Kreatinin serum: 75 IU/L. (n= <70 IU/L)

e. Bilirubin direk: 0,08 mg/dl. (n= 0,1 - 0,3 mg/dl)

f. Bilirubin total: 0,01 mg/dl. (n= 0,3 – 1 mg/dl)

g. SGOT: 38 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)

h. SGPT: 18 U/L. (n= 0 - 25 IU/L)

3.3.4 Analisis Data

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan

1. Data Subjektif : pasien mengatakan haus, badan terasa lesu.

Data Objektif : intake= <2500 cc perhari, output= 3000 cc perhari, IWL = 500 cc perhari, turgor kulit buruk.

Diabetes Insipidus

Hiperosmolaritas serum

Merangsang haus

Pergantian air tidak adekuat

Volume cairan tubuh berkurang

kurangnya volume cairan dalam tubuh

2. Data Subjektif : pasien mengatakan sering kencing terlebih pada malam hari.

Data Objektif : Poliuria sangat

encer( 3000cc perhari +IWL 500cc

perhari), dengan berat jenis 1.010,

osmolalitas urin 50-150 mosmol/L.

Diabetes Insipidus

Penurunan osmolaritas urin

Hilangnya banyak cairan (urin)

poliuria

Perubahan eliminasi urin

Page 32: BAB 1 Endokrin Akromegali

3. Data Subjektif : pasien mengatakan tidak tahu tentang pengobatan dan perawatan penyakitnya

Data Objektif : klien tidak mengikuti instruksi secara akurat

Riwayat Diabetes Insipidus keluarga

Minimnya informasi tentang pengobatan dan perawatan DI

Kurang pengetahuan

3.3.5 Diagnosis dan Intervensi

a. Kurangnya volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan ekskresi yang

meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.

1. Tujuan : Menyeimbangkan masukan dan pengeluaran cairan

2. Kriteria Hasil :

a. Intake dan output seimbang

b. Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ( turgor baik, mata tidak cowong)

c. TTV dalam batas normal (n =120/80mmHg).

3. Intervensi dan rasionalisasi

Intervensi Rasional

1.Mandiri

a. Pantau BB (input dan output)

b. Pantau tanda-tanda dehidrasi

c. Pantau TTV

1. Kolaborasi

a. Berikan terapi cairan dengan

mengganti vasopressin atau dengan

1.Mandiri

a. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi

b. Untuk mengetahui tingkat dehidrasi

c. Memantau keadaan pasien

2. Kolaburasi

a. Menghindari dehidrasi

3.Menghindari dehidrasi

Page 33: BAB 1 Endokrin Akromegali

penyuntikan intramuskuler ADH.

2. HE

Anjurkan pasien untuk minum banyak

(2000-2500 cc/hari)

b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan produksi ADH

1. Tujuan : Eliminasi urine kembali normal

2. Kriteria Hasil : eliminasi urine kembali normal (0,5-1 cc/kg BB/jam)

3. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi Rasional

1. Mandiri

a. Pantau eliminasi urine yang meliputi

frekuensi, konsistensi, bau, volume,

dan warna dengan tepat.

2. Kolaborasi

a. Berikan terapi vasopressin atau

dengan penyuntikan intramuskuler

ADH.

b. Tes deprivasi cairan dilakukan dengan

cara menghentikan pemberian cairan

selama 8-12 jam atau sampai terjadi

penurunan BB.

1. Mandiri

a. Untuk mengetahui perubahan

kondisi pasien

b. Untuk mengembalikan pola normal

eliminasi urine.

2. Kolaburasi

a. Untuk mengetahui respon ginjal

terhadap pemberian hormon ADH

b. Untuk menghindari gagal ginjal

Page 34: BAB 1 Endokrin Akromegali

c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses

penyakit, pengobatan dan perawatan diri.

1. Tujuan: Memberi pemahaman kepada pasien terhadap penyakit pasien

2. Kriteria Hasil:

Klien dapat mengungkapkan mengerti tentang proses penyakit dan

mengikuti instrukasi yang diberikan secara akurat. Pengarahan obat-obatan,

gejala untuk dilaporkan dan perlunya mendapatkan gelang waspada medis.

3. Intervensi dan Rasionalisasi

Intervensi Rasional

1. Mandiri:

a. Jelaskan konsep dasar proses

penyakit.

b. Jelaskan pentingnya tindak lanjut

rawat jalan yang teratur.

c. Jelaskan perlunya untuk

menghindari obat yang dijual

bebas.

1.Mandiri

a. Memberi pemahaman kepada pasien

b. Agar pasien tahu pentingnya pemantauan

penyakit

c. Untuk menghindari semakin parahnya

penyakit

BAB 4

Page 35: BAB 1 Endokrin Akromegali

PENUTUP

Kesimpulan

Kelenjar hipofisis merupakan kelenjar yang sangat berperan dalam produksi hormon,

terutama pada adenohipofisis yang memproduksi sebagian besar hormon yang berfungsi

sebagai homeostasis tubuh. Apabila terdapat gangguan pada organ ini, maka homeostasis

terganggu dan dapat mengakibatkan berbagai penyakit terkait dengan produksi hormon, seperti

hipersekresi Growth Hormone yang bila terjadinya pada masa anak-anak dinamakan

gigantisme, dan bila terjadinya saat lempeng epifisis sudah tertutup, maka kelainan ini disebut

akromegali. Selain itu bila sintesis dan penyimpanan ADH terganggu, maka hal ini dapat

mengakibatkan Diabetes Insipidus.

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: BAB 1 Endokrin Akromegali

Behrman, Richard E, kliegman, Robert M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak edisi 15 Vol.3. Jakarta:

EGC

Corwin J, Elizabeth. 2000. Patofisiologi. Jakarta : EGC

Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga

Doenges E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Guyton, A.C & Hall, J.E. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Philadelphia:

Elsevier-Saunders

Persatuan Ahli Penyakit Dalam. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jilid 1.

Jakarta : Balai Penerbit FKUI: 799-807.

Price, S. A & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6.

Volume 2. Philadelphia : Elsevier-Saunders.

Price, Sylviana Anderson dan Wilson , Lorraine McCarty. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis

Prosse-Proses Penyakit edisi 6 Vol.2. Jakarta : EGC

Robbins, Staney L, khumar, vinnay, cotran, ramzi S. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7 vol.2.

Jakarta : EGC.

Suddarth & Bruner. 2000. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC

Sudiono, J. 2009. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial. Jakarta : EGC

Suyono, Slamet. 2001. Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Wilson & Price. 2005. Patofisiologi dan Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6.

Jakarta :EGC