BAB I PENDAHULUAN Dengue Fever (demam dengue) dan Dengue Haemorrhagic Fever (demam berdarah dengue / DBD) merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di masyarakat. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan wabah dan kematian yang banyak mengenai anak-anak dan dewasa dan menimbulkan kepanikan masyarakat. Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak- anak dan dewasa yang ditandai dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif Bila petekie terlihat halus dan baru tampak dengan kaca pembesar = 1+ Bila terlihat dengan jelas lebih kurang 10 petekie = 2+ Bila terlihat dengan jelas banyak petekie (> 10 buah) = 3+ Bila seluruh lengan bawah penuh dengan petekie = 4+ dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti ptechiae spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena, trombositopenia, masa perdarahan dan protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan gangguan maturasi megakariosit. Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome / DSS) ialah penyakit DHF yang disertai renjatan. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Dengue Fever (demam dengue) dan Dengue Haemorrhagic Fever (demam berdarah
dengue / DBD) merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di masyarakat. Penyakit
ini merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan wabah dan kematian yang
banyak mengenai anak-anak dan dewasa dan menimbulkan kepanikan masyarakat.
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa yang
ditandai dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah
dua hari pertama. Uji tourniquet akan positif
Bila petekie terlihat halus dan baru tampak dengan kaca pembesar = 1+
Bila terlihat dengan jelas lebih kurang 10 petekie = 2+
Bila terlihat dengan jelas banyak petekie (> 10 buah) = 3+
Bila seluruh lengan bawah penuh dengan petekie = 4+
dengan atau tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti ptechiae
spontan yang timbul serentak, purpura, ekimosis, epistaksis, hematemesis, melena,
trombositopenia, masa perdarahan dan protrombin memanjang, hematokrit meningkat dan
gangguan maturasi megakariosit.
Sindrom renjatan dengue (Dengue Shock Syndrome / DSS) ialah penyakit DHF yang
disertai renjatan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam dengue (DF) adalah penyakit infeksi yang disebebkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri oto dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopeni, ruam, limfadenoati, trombositopeni, dan diatesis hemorragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(Dengue Shock Syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.1
B. Epidemiologi
Pola berjangkit infeksi dengue dipengaruhi oleh keadaan iklim dan kelembaban
udara. Pada suhu yang panas (28-32 ºC) dengan kelembaban tinggi, nyamuk aedes
akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di Indonesia, oleh karena suhu
udara dan kelembaban tidak selalu sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya
penyakit agak berbeda. Di Pulau Jawa pada umumnya infeksi dengue terjadi pada awal
Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak pada bulan April-Mei setiap tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD ini
sangat kompleks, yaitu:
1. Pertumbuhan penduduk
2. Urbanisasi yang tak terencana
3. Tidak adanya kontrol terhadap nyamuk, yang efektif di daerah endemic
4. Peningkatan sarana transportasi
Morbiditas dan mortalitas infeksi dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor
antara lain status imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus
dengue, faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat.2
2
C. Etiologi
DHF disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
flaviviridae. Terdapat 4 jenis serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4. Infeksi oleh
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara dan parsial terhadap
serotipe yang lain. Keempat serotipe virus dengue ini dapat ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Virus ini
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis, dan beberapa spesies nyamuk yang lain dapat juga menularkan virus ini
tetapi merupakan vektor yang kurang berperan.1 Nyamuk aedes tersebut dapat
menularkan virus dengue kepada manusia baik secara langsung yaitu setelah
menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun secara tidak langsung
setelah melalui masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10 hari (extrinsic incubation
period). Pada manusia diperlukan waktu 5-7 hari (intrinsic incubation period)
sebelum menjadi sakit setelah virus masuk ke dalam tubuh. Pada nyamuk, sekali virus
dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuhnya, maka nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Sedangkan pada manusia,
penularan hanya dapat terjadi pada saat tubuh dalam keadaan viremia yaitu antara 3-5
hari.2
D. Patogenesis
Sampai saat ini belum ada teori yang dapat menjelaskan secara tuntas
patogenesis DBD karena masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder
(Secondary Heterologous Infection) dan Hypothesis Immune Enhancement.
Hipotesis secondary heterologous infection ini menyatakan secara tidak
langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan
serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks
3
antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sei
leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak
dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam se!
makrofag. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis secondary heterologous
infection sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan
pada seorang pasien, respons antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue. Di samping itu, replikasi virus
dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi system
komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari
ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbukti
dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak
ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat
berakhir fatal.1
E. Gejala Klinis
Terdapat 4 gejala utama DBD, yaitu demam tinggi 2 – 7 hari, fenomena
perdarahan, hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.2 Gejala klinis DBD diawali dengan
demam mendadak, disertai dengan muka kemerahan (facial flush) dan gejala klinis
lain yang tidak khas, menyerupai gejala demam dengue, seperti anoreksia, muntah,
sakit kepala, dan nyeri pada otot dan sendi.1
Fase kritis penyakit ini terjadi pada akhir fase demam. Setelah 2-7 hari
demam, terjadi penurunan tiba-tiba dari temperatur yang disertai dengan gangguan
sirkulasi. Penderita dapat berkeringat, tampak lemah, ekstremitas dingin, perubahan
frekuensi nadi, dan tekanan darah. Pada kasus yang lebih ringan, perubahan ini terjadi
secara minimal dan sementara, disebabkan kebocoran plasma yang ringan. Banyak
4
pasien dapat sembuh spontan atau setelah terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus yang
lebih berat, bila terjadi kehilangan plasma yang besar, terjadi syok yang menjadi
parah dalam waktu yang singkat dan dapat menyebabkan kematian bila tidak segera
ditangani.3
Dengue Shock Syndrome (DSS)
Kondisi pasien yang mengalami syok akan memburuk setelah demam selama
2-7 hari. Perburukan kondisi ini terjadi saat atau sesaat setelah penurunan suhu tubuh,
yaitu antara 3-8 hari setelah onset. Terdapat tanda-tanda kegagalan sirkulasi, seperti
kulit menjadi dingin, blotchy dan kongesti, perioral sianosis, dan nadi yang
meningkat. Penderita awalnya tampak mengantuk, kemudian menjadi gelisah dan
dengan cepat memasuki tahap krisis dari syok. Nyeri abdomen akut sering dikeluhkan
sebelum syok terjadi.3
DSS biasanya ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah, penyempitan
tekanan nadi (<20 mmHg), baik pada tensi normal maupun hipotensi, kulit dingin dan
lembab, serta gelisah. Pasien yang mengalami DSS terancam kematian bila terapi
yang tepat tidak diberikan segera. Pasien dapat jatuh pada kondisi syok berat dimana
tekanan darah dan nadi sudah tidak dapat diukur. Syok yang tidak dikoreksi dapat
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik. 3 (dengue handbook WHO page 14)
F. Diagnosis
Dengue Haemorragic Fever
Semua gejala berikut harus ada :
Demam, riwayat demam 2-7 hari biasanya bifasik
Kecenderungan perdarahan, sekurang-kurangnya salah satu dari:
• uji tourniquet positif
• petekie, ekimosis atau purpura
• perdarahan mukosa, saluran cerna, lokasi bekas tusukan jarum
• hematemesis/melena
Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
Bukti adanya kebocoran plasma, sekurang-kurangnya salah satu dari:
• Nilai Ht meningkat (>20% di atas rata-rata untuk semua umur dan populasi)
• Efusi pleura, asites dan hipoproteinemia2
5
Dengue Shock Syndrome
Keempat kriteria untuk untuk DBD harus ada, disertai adanya manifestasi kegagalan
sirkulasi :
Nadi cepat dan lemah
Penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), atau
Hipotensi sesuai usia
Kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah.2
Derajat Penyakit1
DHF/DF Grade Symptom Lab
DFFever with two or more of the following
signs: headache, retro –orbital pain, myalgia,
arthralgia
Leukopenia
occasionally.
Thrombocytopenia,
may be present, no
evidence of plasma loss
DHF I Above signs plus positive tourniquet testThrombocytopenia
<100,000, Hct rise >20%
DHF II Above signs plus spontaneous bleeding
Thrombocytopenia
<100,000, Hct rise
>20%
DHF III Above signs plus circulatory failure
(weak pulse, hypotension, restlessness)
Thrombocytopenia
<100,000, Hct rise >20%
DHF IVProfound shock with undetectable blood
pressure and pulse
Thrombocytopenia
<100,000, Hct rise
>20%
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
a. Isolasi Virus Dengue
Faktor yang mempengaruhi keberhasila isolasi virus adalah pengambilan
bahan pemeriksaar (BP) pada awal perjalanan penyakit (biasanya dalam 5 liari
setelah onset demam), penanganan yang tepat dan penghantaran BP
secepatiiya ke laboratorium.
6
Pemeriksaan Serologis
a. Uji HI (Hemaglutination Inhibition test)
Tes HI merupakan pemeriksaan yang sederhana, sensitif dan cepat.
Kerugiannya adalah serum, sebagai BP, harus diberi perlakuan awal dengan
aseton dan koalin, untuk menyingkirkan inhibitor hemaglutinasi nonspesifik
dan aglutinin nonspesifik. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka
pemeriksaan hams dilakukan dua kali, yaitu saan masa akut dan saat masa
pemulihan. dengan interval kurang dan 7 hari, dan tes ini tidak dapat membantu
diagnosa pada infeksi primer. Tes in~dapat mengalami kegagalan dalam
membedakan infeksi yang disebabkan oleh flavivirus lainnya.2
'
b. Uji Pengikatan Komplemen (Complement Fixation test)
Tes ini dapat digunakan untuk diagnosa serologis, walaupun tes ini
merupakan pemeriksaan serologis yang memiliki sensitifitas paling rendah dan
pemeriksaan lain telah menggantikan posisinya. Antibodi fiksasi komplemen
muncul setelah antibodi IgM dan HI, dan biasanya lebih spesifik. Sehingga
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menskonfirmasi adanya infeksi dengue
pada pasien yang terlambat melakukan pemeriksaan seroiogis.2
c. Uji Netralisasi (Neutralization test)
Tes netralisasi yang paling sensitif dan spesifik adalah serum delution,
virus-constant, plaque-reduction test. Setelah infeksi dengue primer, antibodi
netralisasi spesifik dengue akan terdeteksi pada awal masa pemulihan. Setelah
infeksi dengue kedua, titer antibodi ini akan meningkat untuk melawan keempat
serotipe virus dengue dan flavivirus lainnya.2
d. Uji MAC-ELISA (IgM Captire Enzime-Linked Immunosorbent Assay)
Pada infeksi virus dengue primer maupun sekunder, MAC-ELISA dapat
menghitung peningkatan IgM spesifik terhadap dengue, bahkan pada serum
yang diambil pada hari peitama hingga hari kedua fase akut. BP yang diambil
yang diambil setelah hari ke-2-3 masa pemulihan juga masih dapat dideteksi
oleh pemeriksaan ini. Pada kasus-kasus tertentu dimana BP hanya dapat diambil
satu kali, adanya IgM antidengue sudah dapat digunakan untuk menegakkan
7
diagnosa adanya infeksi dengue yang baru. bahkan pada infeksi primer dimana
level antibodi HI tidak dapat memberikan nilai diagnostik.2
Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG pada kasus DBD, dapat terdeteksi
beberapa kelainan :
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Hepatomegali, dilatasi V. hepatika dan kelainan parenkim hati
4. Cairan dalam rongga peritoneum
5. Penebalan dinding vesika felea
Kelainan ini dapat terdeteksi dengan foto rontgen dada, foto rontgen perut
dan USG. Foto rontgen dada dilakukan dengan 2 posisi, yaitu AP supine dan
RLD (right lateral decubitus). Foto rongen perut dilakukan dengan posisi AP
supine. Pemeriksaan USG dilakukan pada posisi agak supine dengan potongan
transversal, longitudinal atau oblique.1
H. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi
suportif. Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan
kasus DBD. Asupan cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak
bisa, maka diperlukan suplemen cairan melalui jalur intravena.1,3 Menurut WHO
2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga
kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan di rumah sakit/rawat
inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi (kelompok
C).3
Kelompok-A 3
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk
minum secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan
tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi
hingga melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah
8
dirawat dan diberikan edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning
signs muncul. Apabila warning signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang
mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval
pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran
cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma
atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B 3
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah:3
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),