1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan zaman yang terus berkembang, tantangan dan permasalahan yang timbul dalam lingkungan masyarakat akan semakin rumit. Untuk itu setiap masyarakat dituntut dapat menjawab segala permasalahan yang timbul, terutama dalam pendidikan. Pendidikan adalah hal yang tidak mungkin lepas dari kehidupan masyarakat. Setiap individu harus mempunyai bekal pendidikan yang cukup kompeten agar mampu menjawab permasalahan tersebut. Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas lulusan siswa dari lembaga pendidikan formal yang selama ini dirasa masih belum mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai harapan, yakni mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan nasional sebagai upaya mencerdaskan bangsa mempunyai visi mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara Indonesia menjadi masyarakat yang berkembang dan berkualitas sehingga proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang tentunya akan berubah dari waktu ke waktu (Kemendiknas, 2012). Kurikulum 2013 diterapkan agar peserta didik dapat mempunyai kesempatan yang lebih untuk mengembangkan serta meningkatkan potensi siswa dalam aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup bermasyarakat dan turut berkontribusi pada kesejahteraan hidup manusia. Permendiknas No. 23 Tahun 2013, menjelaskan bahwa kurikulum 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan zaman yang terus berkembang, tantangan dan permasalahan yang timbul
dalam lingkungan masyarakat akan semakin rumit. Untuk itu setiap masyarakat dituntut dapat
menjawab segala permasalahan yang timbul, terutama dalam pendidikan. Pendidikan adalah
hal yang tidak mungkin lepas dari kehidupan masyarakat. Setiap individu harus mempunyai
bekal pendidikan yang cukup kompeten agar mampu menjawab permasalahan tersebut. Dalam
hal ini yang perlu diperhatikan adalah kualitas lulusan siswa dari lembaga pendidikan formal
yang selama ini dirasa masih belum mampu mewujudkan sumber daya manusia yang sesuai
harapan, yakni mampu menjawab tantangan zaman. Pendidikan nasional sebagai upaya
mencerdaskan bangsa mempunyai visi mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial
yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan warga negara Indonesia menjadi masyarakat
yang berkembang dan berkualitas sehingga proaktif dalam menjawab tantangan zaman yang
tentunya akan berubah dari waktu ke waktu (Kemendiknas, 2012).
Kurikulum 2013 diterapkan agar peserta didik dapat mempunyai kesempatan yang lebih
untuk mengembangkan serta meningkatkan potensi siswa dalam aspek sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup bermasyarakat dan turut berkontribusi pada
kesejahteraan hidup manusia. Permendiknas No. 23 Tahun 2013, menjelaskan bahwa
kurikulum 2013 menekankan pada pendekatan saintifik yang berorientasi pada metode
ilmiah. Metode ilmiah didasarkan pada keterampilan proses yang melatihkan keterampilan
untuk melakukan kerja ilmiah. Keterampilan yang termasuk dalam pendekatan saintifik
yang ditekankan pada kurikulum 2013 yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, mengasosiasi atau mengolah informasi, mengkomunikasikan dan mencipta.
Pendekatan keterampilan proses selain melatihkan kerja ilmiah, juga tetap menekankan
pada pentingnya penguasaan konsep.
Akan tetapi realita pendidikan saat ini seringkali pembelajaran cenderung berpusat pada
guru dan mengacu pada buku. Pendidikan di sekolah cenderung hanya menyalurkan
pengetahuan kepada peserta didik melalui kemampuan verbal dan berorientasi pada
penguasaan mata pelajaran. Kemudian hasil belajar dievaluasi melalui penilaian soal-soal
2
secara kognitif tanpa melihat aspek keterkaitan materi pelajaran dengan aplikasinya pada
kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik tidak mengetahui manfaat dari pelajaran yang
telah dipelajari bahkan sampai lulus seringkali tidak tahu bagaimana menerapkan ilmu yang
telah dimiliki pada kehidupan sehari-hari.
Melihat permasalahan tersebut, pendidikan formal harus mempunyai solusi yang tepat
untuk mengatasinya. Salah satu solusi yang dapat digunakan adalah dengan melatihkan
kecakapan hidup (life skill) pada peserta didik. Kecakapan hidup (life skill) merupakan
kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menjalani hidup dalam statusnya sebagai makhluk
individu dalam konteks alam sekitar (Rudiyanto, 2003). Tujuan utama pendidikan kecakapan
hidup adalah untuk mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik agar
memiliki kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjaga
kelangsungan hidup dan mengembangkan dirinya. Life skill dibagi menjadi beberapa macam,
akan tetapi hanya kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic
skill) saja yang dilatihkan. Kecakapan berpikir meliputi kecakapan menggali informasi,
mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah. Sedangkan keterampilan
akademik meliputi mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan antar variabel,
merumuskan hipotesis serta merancang percobaan. Kedua kecakapan life skill tersebut erat
kaitannya dengan keterampilan proses pada kurikulum 2013. Kecakapan hidup atau life skill
lebih melatihkan peserta didik agar mampu menerapkan ilmu dalam kehidupan nyata sehingga
saat lulus dari jenjang pendidikan peserta didik diharapkan siap terjun langsung dalam
kehidupan masyarakat. Atas dasar pentingnya melatihkan kecakapan hidup (life skill) maka
life skill harus diberikan dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran biologi.
Pembelajaran biologi erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari terutama dalam materi
bioteknologi. Bioteknologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk
hidup (bakteri, fungi, virus dan lainnya) maupun produk dari makhluk hidup (enzim) dalam
proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Perkembangan bioteknologi pada masa
sekarang tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan
murni seperti biokimia, komputer, biologi molekuler, mikrobiologi, dan genetika sehingga
untuk mendapatkan pemahaman pada materi bioteknologi cukup sulit karena perlu
pengintegrasian terhadap ilmu-ilmu yang mendukung bioteknologi tersebut. Hal ini
3
menyebabkan bioteknologi merupakan materi yang dianggap cukup sulit bagi peserta didik
maupun guru. Pada KD 4.10. bioteknologi, siswa merencanakan dan melakukan percobaan
dalam penerapan prinsip-prinsip bioteknologi konvensional untuk menghasilkan produk dan
mengevaluasi produk yang dihasilkan serta prosedur yang dilaksanakan. Tetapi selama ini
mayoritas guru hanya menyampaikan materi bioteknologi dengan metode ceramah serta
penugasan terkait materi tersebut dan jarang melakukan kegiatan praktikum implementasi
bioteknologi. Padahal materi implikasi bioteknologi konvensional banyak dihasilkan produk
yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Selama ini siswa hanya mengetahui produk
bioteknologi hanya terbatas pada tempe, tape, kecap, yoghurt dan lainnya padahal banyak
produk inovasi yang memanfaatkan bioteknologi. Akan tetapi karena tidak mempraktikkan
secara langsung peserta didik terasa asing dengan produk bioteknologi konvensional. Hal ini
mencerminkan bahwa peserta didik belum bisa mengembangkan keterampilan kecakapan
hidup (life skill) yang terdapat dalam materi bioteknologi.
Berdasarkan realita tersebut diperlukan suatu konsep pembelajaran yang dikemas untuk
mengajarkan materi bioteknologi yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dalam
mengajarkan keterampilan hidup (life skill). Kegiatan praktikum memberikan peserta didik
pengalaman untuk melakukan percobaan sehingga peserta didik diharapkan dapat menemukan
konsep untuk diri mereka sendiri. Melalui kegiatan praktikum, peserta didik diberi
pengalaman untuk melakukan eksperimen dengan melibatkan seluruh inderanya yang
didukung oleh LKS praktikum. Lembar kegiatan siswa (LKS) merupakan salah satu sumber
belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran.
LKS dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran oleh guru untuk meningkatkan keterlibatan
siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar. Diharapkan dengan menggunakan LKS,
peserta didik dapat melatih kemampuannya secara mandiri, saling bekerjasama dan
mengembangkan kemampuan berpikir dan penalarannya.
Kediri merupakan salah satu daerah yang terkenal sebagai penghasil buah nanas (Ananas
comosus (L) Merr). Selama ini masyarakat sekitar tidak banyak yang mengetahui bahwa
limbah nanas dapat dijadikan bahan dasar sebagai pembuatan produk bioteknologi yaitu Nata
de Pina. Oleh karena itu, peneliti ingin mengajarkan implementasi bioteknologi konvensional
di SMAN 1 Wates, Kediri yakni melalui kegiatan praktikum pembuatan nata dari limbah
4
nanas untuk melatihkan life skill peserta didik. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip
pelaksanaan life skill education yakni pengembangan potensi wilayah dapat direfleksikan
dengan penyelenggaraan pendidikan sehingga menghasilkan pengalaman belajar secara
konkrit (Anwar, 2012).
Pengembangan LKS yang dilakukan dapat mengkondisikan peserta didik untuk
memahami bioteknologi dengan memanfaatkan aspek lingkungan dari masyarakat sekitar
sebagai sumber belajar bioteknologi, yakni memanfaatkan limbah nanas yang melimpah di
lingkungan masyarakat untuk dijadikan sebagai salah satu produk bioteknologi konvensional.
Berdasarkan penelitian “Pengembangan LKS berbasis Life Skill pada sub pokok Bahasan
Daur Ulang Limbah untuk Siswa Kelas X-3 SMAN 6 Surabaya” menunjukkan bahwa
aktivitas siswa selama kegiatan belajar yang dipandu dengan LKS berorientasi life skill
mendapatkan skor rata-rata 3,39 dengan kategori baik (Johan, 2009). Oleh karena itu, peneliti
mencoba mengembangkan LKS yang berjudul “Pengembangan LKS Nata de Pina untuk
Melatihkan Kecakapan Hidup (Life Skill) pada Materi Implikasi Bioteknologi Konvensional”
dengan harapan dapat mengembangkan keterampilan hidup siswa dalam memanfaatkan
potensi lingkungan sekitar menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang terdapat pada penelitian
ini adalah:
1. Bagaimanakah kelayakan empiris lembar kegiatan siswa (LKS) Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di
kelas XII SMA?
2. Bagaimanakah kelayakan teoritis lembar kegiatan siswa (LKS) Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di
kelas XII SMA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan kelayakan empiris LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan
hidup (Life Skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di kelas XII SMA.
5
2. Mendeskripsikan kelayakan teoritis LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan
hidup (Life Skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional di kelas XII SMA.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:
1. Bagi Sekolah:
Dapat digunakan sebagai salah satu panduan pembelajaran materi dan praktikum
pada pokok bahasan bioteknologi konvensional untuk melatihkan life skill di SMAN 1
Wates, Kediri kelas XII dengan harapan sekolah mampu mencetak lulusan yang memiliki
keterampilan kecakapan hidup agar siap terjun dalam kehidupan masyarakat.
2. Bagi Pendidik:
a. Dapat digunakan sebagai alternatif dalam menggunakan LKS praktikum yang
dapat meningkatkan pemahaman siswa pada pokok bahasan bioteknologi
konvensional.
b. Dapat memotivasi pendidik untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran terutama dalam hal kecakapan hidup (life
skill).
c. Dapat memotivasi pendidik untuk mampu mengembangkan life skill peserta didik
sehingga peserta didik diharapkan memiliki keterampilan jangka panjang dalam
hidupnya.
d. Dapat memberikan wawasan kepada pendidik dalam memanfaatkan potensi
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
3. Bagi Peserta Didik:
a. Dapat melatihkan keterampilan berbasis life skill dalam membuat Nata de Pina
sehingga dapat mempraktikkan secara langsung salah satu produk bioteknologi.
b. Dapat mengenalkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar dalam biologi
terutama untuk materi bioteknologi.
4. Bagi Peneliti:
6
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam mengadakan penelitian lebih
lanjut tentang pengembangan LKS Nata de Pina untuk melatihkan kecakapan hidup (life
skill) pada materi implikasi bioteknologi kelas XII SMA.
E. Batasan Penelitian
Berdasarkan cakupan masalah yang akan diuji dalam penelitian ini, terdapat pembatasan
masalah, antara lain:
1. Penelitian ini hanya dikembangkan hingga tahap develop dengan rancangan penelitian
menggunakan 4-D model.
2. Uji coba terbatas LKS dilakukan pada siswa kelas XII SMAN 1 Wates, Kediri pada 1
kelas dengan 15 peserta didik.
3. Materi bioteknologi yang akan dibahas adalah konsep penting bioteknologi yang
menitikberatkan pada implikasi bioteknologi konvensional dalam produksi pangan
melalui kegiatan praktikum pembuatan Nata de Pina.
4. Life Skill atau kecakapan hidup yang dilatihkan pada penelitian ini hanya meliputi 2 life
skill yakni kecakapan berpikir rasional (thinking skill) yang terdiri dari kemampuan
menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, memecahkan masalah
serta kecakapan akademik (academic skill) yang terdiri dari serangkaian kegiatan
melakukan eksperimen dimulai dari merumuskan masalah, menyusun hipotesis,
mengidentifikasi variabel percobaan, mendefinisikan variabel percobaan,
menginventarisasi alat dan bahan, mengumpulkan data, menganalisis data dan menarik
kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan.
F. Asumsi Penelitian
Penelitian ini didasarkan pada masalah yang sering dijumpai pada proses pembelajaran
yakni pembelajaran pada materi bioteknologi hanya terfokus pada penguasaan materi dan
penugasan semata sedangkan keterkaitan manfaat materi yang dipelajari dengan penerapan
dalam kehidupan sehari-hari dalam memecahkan masalah kurang mendapat perhatian. Siswa
tidak diberi kesempatan untuk menerapkan secara langsung produk yang dihasilkan pada
7
bioteknologi konvensional. Sehingga siswa tidak mendapatkan keterampilan life skill yang
berdampak pada kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, peneliti berusaha
mengembangkan solusi berupa pengembangan LKS Nata de Pina dengan harapan dapat
meningkatkan keterampilan kecakapan hidup (life skill) pada peserta didik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kecakapan Hidup (Life Skill)
Life skill atau dalam bahasa Indonesia diartikan kecakapan hidup. Istilah hidup pada life
skill, tidak semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun harus
memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional seperti membaca, menulis,
menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja
dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).
Kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang dalam
menjalani kehidupannya sebagai mahkluk individu dalam konteks alam sekitar (Rudiyanto,
2003). Indikator seseorang telah memiliki kecakapan hidup adalah yang mampu bertahan
dengan segala permasalahan dalam lingkungan masyarakat serta mampu secara produktif
untuk mencapai kesuksesan (Ibrahim, 2003).
Pendidikan kecakapan hidup (life skill) lebih luas dari sekedar keterampilan bekerja,
apalagi sekedar keterampilan manual. Pendidikan kecakapan hidup merupakan konsep
pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik agar memiliki keberanian
menghadapi masalah dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Kecakapan hidup sebagai inti dari kompetensi dan hasil pendidikan merupakan kecakapan
yang harus dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem kehidupan dengan wajar
tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi
sehingga mampu mengatasinya. Tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah untuk
mempersiapkan serta meningkatkan kemampuan peserta didik agar memiliki kemampuan,
kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup dan
8
mengembangkan dirinya. Pendidikan harus dapat mensinergikan berbagai bidang studi
menjadi kecakapan hidup yang diperlukan seseorang. Dengan bekal kecakapan hidup
diharapkan para lulusan mampu menyelesaikan masalah dalam kehidupannya, termasuk
mencari atau menciptakan pekerjaan (Anwar, 2012).
1. Macam-Macam Kecakapan Hidup (Life Skills)
Menurut Direktorat Pendidikan Menengah Umum (2002) kecakapan hidup (life
skill) terdiri atas dua macam yaitu :
1. Kecakapan Hidup Generik (General life skill, GLS)
Kecakapan hidup generik atau kecakapan yang bersifat umum, adalah kecakapan
untuk menguasai dan memiliki konsep dasar keilmuan. Kecakapan hidup generik
berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut sehingga memungkinkan untuk
mempelajari kecakapan hidup lainnya. Kecakapan hidup generik terdiri dari:
a. Kecakapan Personal (Personal Skill), yang terdiri dari :
1) Kecakapan Mengenal Diri (Self-Awarness Skill)
Kecakapan mengenal diri meliputi kesadaran sebagai makhluk Tuhan,
kesadaran akan eksistensi diri, dan kesadaran akan potensi diri. Kecakapan
mengenal diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai makhluk
Tuhan, makhluk sosial, bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri
kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus meningkatkan diri agar
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
Mengenal diri akan mendorong seseorang untuk beribadah sesuai
agamanya, berlaku jujur, bekerja keras, disiplin, terpercaya, toleran terhadap
sesama, suka menolong serta memelihara lingkungan. Sikap-sikap tersebut tidak
hanya dapat dikembangkan melalui pelajaran agama dan kewarganegaraan saja,
tetapi dapat pula dikembangkan pada pelajaran lainnya.
2) Kecakapan Berpikir (Thinking Skill)
Kecakapan berpikir merupakan kecakapan menggunakan pikiran atau
rasio secara optimal. Kecakapan berpikir meliputi:
a) Kecakapan Menggali dan Menemukan Informasi (Information Searching)
9
Kecakapan menggali dan menemukan informasi memerlukan
keterampilan dasar seperti membaca, menghitung, dan melakukan observasi.
b) Kecakapan Mengolah Informasi (Information Processing)
Informasi yang telah dikumpulkan harus diolah agar lebih bermakna.
Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi suatu
kesimpulan. Untuk memiliki kecakapan mengolah informasi ini diperlukan
kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi
sampai membuat analisis sesuai informasi yang diperoleh.
c) Kecakapan Mengambil Keputusan (Decision Making)
Setelah informasi diolah menjadi suatu kesimpulan, tahap berikutnya
adalah pengambilan keputusan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang selalu
dituntut untuk membuat keputusan dalam segala hal. Oleh karena itu siswa
perlu belajar mengambil keputusan dan menangani resiko dari pengambilan
keputusan tersebut.
d) Kecakapan Memecahkan Masalah (Creative Problem Solving Skill)
Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup
akurat. Siswa perlu belajar memecahkan masalah sesuai dengan tingkat
berpikirnya sejak dini. Selanjutnya untuk memecahkan masalah ini dituntut
kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir
sistem dan sebagainya. Karena itu pola-pola berpikir tersebut perlu
dikembangkan di sekolah, dan selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk
pemecahan masalah.
b. Kecakapan Sosial (Social Skill)
Kecakapan sosial disebut juga kecakapan antar-personal (inter-personal skill),
yang terdiri atas:
1) Kecakapan Berkomunikasi
Kecakapan berkomunikasi bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi
komunikasi dengan empati. Empati, sikap penuh pengertian, dan seni komunikasi
dua arah perlu dikembangkan dalam keterampilan berkomunikasi agar isi
pesannya sampai dan disertai kesan baik yang dapat menumbuhkan hubungan
10
harmonis. Berkomunikasi dapat melalui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi
lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu
dikembangkan. Berkomunikasi lisan dengan empati berarti kecakapan memilih
kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh lawan bicara. Kecakapan ini sangat
penting dan perlu ditumbuhkan dalam pendidikan. Berkomunikasi melalui tulisan
juga merupakan hal yang sangat penting dan sudah menjadi kebutuhan hidup.
2) Kecakapan Bekerjasama (Collaboration Skill)
Sebagai makhluk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu
memerlukan dan bekerjasama dengan manusia lain. Kecakapan bekerjasama
bukan sekedar bekerja sama tetapi kerjasama yang disertai dengan saling
pengertian, saling menghargai, dan saling membantu. Kecakapan ini dapat
dikembangkan dalam semua mata pelajaran.
2. Kecakapan Hidup Spesifik (Specific life skill, SLS)
Kecakapan hidup spesifik terkait dengan bidang pekerjaan (occupational) atau
bidang kejuruan (vocational) tertentu. Kecakapan hidup spesifik diperlukan seseorang
untuk menghadapi masalah bidang tertentu. Kecakapan hidup spesifik ini meliputi:
a. Kecakapan Akademik (Academic Skill)
Kecakapan akademik disebut juga kecakapan intelektual atau kemampuan
berpikir ilmiah dan merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir. Kecakapan
akademik sudah mengarah ke kegiatan yang bersifat akademik atau keilmuan.
Kecakapan ini penting bagi orang yang menekuni bidang pekerjaan yang
menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu kecakapan ini harus
mendapatkan penekanan mulai jenjang SMA dan terlebih pada program akademik di
universitas. Kecakapan akademik ini meliputi antara lain kecakapan:
Mengidentifikasi variabel
Menjelaskan hubungan variabel-variabel
Merumuskan hipotesis
Merancang dan melakukan percobaan
b. Kecakapan Vokasional / Kejuruan (Vocational Skill)
11
Kecakapan vokasional disebut juga kecakapan kejuruan, yaitu kecakapan yang
dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan
ini lebih cocok untuk siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih
1) Kecakapan Vocasional Dasar (Basic Vocational Skill)
Kecakapan vokasional dasar antara lain: kecakapan melakukan gerak
dasar, menggunakan alat sederhana, atau kecakapan membaca gambar.
2) Kecakapan Vocational Khusus (Occupational Skill)
Kecakapan ini memiliki prinsip dasar menghasilkan barang atau jasa.
Sebagai contoh, kecakapan memperbaiki mobil bagi yang menekuni bidang
otomotif dan meracik bumbu bagi yang menekuni bidang tata boga.
B. Kecakapan Hidup (Life Skill) yang Dilatihkan
Berdasarkan uraian macam-macam life skill, dalam penelitian yang dilakukan tidak
semua macam life skill dilatihkan. Kecakapan hidup (life skill) yang dilatihkan meliputi
kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic skill). Kecakapan
berpikir terdiri atas kecakapan menggali dan menemukan informasi, kecakapan mengolah
informasi, kecakapan mengambil keputusan, serta kecakapan memecahkan masalah.
Kecakapan akademik (academic skill) mencakup keterampilan dasar dalam melakukan
eksperimen, yaitu mengidentifikasi variabel, menjelaskan hubungan antar variabel,
merumuskan hipotesis serta merancang dan melakukan percobaan.
Diharapkan dengan melatih kecakapan berpikir (thinking skill), peserta didik terlatih
untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada di sekitarnya serta dapat
mengembangkan potensi yang telah didapatkan selama proses pembelajaran sehingga peserta
didik telah siap nantinya untuk terjun ke masyarakat. Selain itu, dengan melatihkan kecakapan
akademik (academic skill) diharapkan peserta didik memiliki keterampilan dasar dalam
melakukan eksperimen atau kegiatan praktikum sehingga mereka akan mempunyai
pengalaman secara kontekstual bukan hanya teoritis semata.
C. Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
1. Pengertian Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
12
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) adalah panduan siswa yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS dapat berupa panduan
untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua
aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demontrasi. LKS merupakan
lembar kegiatan yang memberikan petunjuk-petunjuk belajar tentang topik atau materi
pelajaran tertentu dan disertai dengan pertanyaan atau latihan sehingga dalam lembar
kegiatan siswa (LKS) memuat sekumpulan kegiatan mendasar yang harus dilakukan oleh
siswa untuk memaksimalkan pemahaman dalam upaya pembentukan kemampuan dasar
sesuai dengan indikator pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh.
Selain itu, LKS dapat diartikan sebagai materi ajar yang sudah dikemas
sedemikaan rupa, sehingga siswa diharapkan mempelajari materi ajar tersebut secara
mandiri (Prastowo, 2010). LKS dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran oleh guru
meningkatkan keterlibatan siswa atau aktivitas dalam proses belajar mengajar. Diharapkan
dengan menggunakan LKS, peserta didik dapat melatih kemampuan secara mandiri, saling
bekerjasama dan mengembangkan kemampuan berpikir dan penalarannya. LKS juga
membantu guru dalam memudahkan proses belajar mengajar dan mengarahkan peserta
didik untuk dapat menemukan konsep- konsep melalui aktivitasnya sendiri dalam
kelompok kerja.
2. Tujuan Penyusunan LKS
Menurut Prastowo (2010) adapun tujuan yang terdapat dalam penyusunan LKS adalah:
a. Menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan
materi yang diajarkan.
b. Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan pemahaman peserta didik
terhadap materi yang diajarkan.
c. Melatih kemandirian belajar peserta didik.
d. Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada peserta didik.
3. Manfaat Penggunaan LKS
Menurut Widjajanti (2008) LKS memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
1) Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan
suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar.
13
2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu
penyajian suatu topik.
3) Dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh materi yang telah dikuasai siswa
4) Mengoptimalkan alat bantu pengajaran yang terbatas
5) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar
6) Membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis mudah dipahami
oleh siswa sehingga mudah menarik perhatian siswa
7) Menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan
rasa ingin tahu
8) Mempermudah penyelesaian tugas perorangan, kelompok atau klasikal karena siswa
dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kecepatan belajarnya
9) Melatih siswa menggunakan waktu seefektif mungkin
10) Meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.
4. Macam – Macam Bentuk LKS
Menurut Prastowo (2010), berdasarkan maksud dan tujuan pengemasan materi pada LKS,
terdapat lima macam bentuk LKS, yakni:
a) LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep
LKS jenis ini sesuai dengan prinsip konstruktivisme yang menyatakan bahwa
seseorang akan belajar aktif dengan mengkonstruksi pengetahuan di dalam otaknya.
LKS ini memiliki ciri-ciri menggambarka suatu fenomena yang bersifat konkret,
sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Melalui pengamatan, siswa
akan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan pengalaman belajar yang
dialaminya. LKS ini memuat apa yang harus dilakukan siswa meliputi melakukan,
mengamati, dan menganalisis.
b) LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep
yang telah ditemukan.
Jenis LKS ini diberikan saat siswa telah memperoleh konsep dan melatihkan
peserta didik untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari dan dipraktekkan di
kehidupan sehari-hari.
14
c) LKS yang berfungsi sebagai penuntun siswa belajar.
LKS jenis ini memuat pertanyaan atau isian yang jawabannya terdapat dalam
buku. Fungsi LKS ini adalah membantu siswa menghapal dan memahami materi
pelajaran yang terdapat dalam buku. LKS jenis ini juga digunakan untuk remidiasi.
d) LKS yang berfungsi sebagai penguatan.
LKS jenis ini diberikan setelah siswa mempelajari materi tertentu. Tujuan LKS ini
adalah sebagai pendalaman dan penerapan materi yang didapatkan atau disebut juga
bahan pengayaan.
e) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.
LKS jenis ini dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan
LKS, sehingga tidak memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku sendiri. LKS ini
berisi prosedur kerja yang sistematis untuk melakukan kegiatan tertentu sesuai dengan
materi ajar yang diberikan.
5. Syarat Penyusunan LKS
LKS yang layak untuk digunakan sebagai sumber belajar peserta didik harus memenuhi
syarat yang telah ditetapkan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis.
Syarat didaktik lebih menekankan pada proses untuk menemukan konsep dan yang
terpenting dalam LKS terdapat variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa.
LKS diharapkan mengutamakan pada pengembangan kemampuan komunikasi sosial,
emosional, moral, dan estetika. Pengalaman belajar yang dialami siswa ditentukan oleh
tujuan pengembangan pribadi siswa. Syarat konstruksi berhubungan dengan penggunaan
bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan dalam LKS.
Sedangkan syarat teknis menekankan penyajian LKS, yaitu berupa tulisan, gambar dan
penampilannya dalam LKS (Widjajanti, 2008).
Oleh karena itu, agar LKS memenuhi syarat dan tujuan yang telah ditetapkan maka
format penyusunan LKS haruslah tepat dan sesuai dengan tingkat kemampuan dan
penalaran siswa. Kesesuaian format LKS sangatlah penting, sebab hal ini dapat
mempengaruhi minat dan motivasi belajar siswa.
Menurut Depdiknas (2004), syarat atau kriteria dalam memilih LKS adalah sebagai
berikut:
15
a. Substansi materi memiliki relevansi dengan kompetensi dasar atau materi pokok yang
harus dikuasai peserta didik serta disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.
b. Dilengkapi dengan petunjuk buku bagi guru maupun siswa.
c. Memiliki daya pikat terutama dari segi penyajian tulisan, tugas-tugas, dan
penulisannya.
d. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang memudahkan siswa dalam
mengajar/belajar.
e. Lembar kegiatan siswa seharusnya memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar, hal ini harus tertuang dalam petunjuk.
f. Kalimat yang disajikan singkat dan jelas.
g. Substansi materi dapat mengembangkan pengetahuan dan wawasan siswa.
D. Bioteknologi
Bioteknologi berasal dari kata bios (hidup), teuchos (alat) dan logos (ilmu). Bioteknologi
dapat diartikan sebagai cabang ilmu biologi yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (protein bioaktif,
enzim, vitamin, asam basa organik, alkohol, dan lain lain) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa (Gaffar, 2007). Bioteknologi pada dasarnya merupakan
prinsip–prinsip ilmiah dan teknologi dengan menggunakan agen biologi untuk menghasilkan
barang dan jasa sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Ciri utama dari
bioteknologi adalah penggunaan makhluk hidup yang hanya dapat dilihat dengan bantuan
mikroskop, yaitu bakteri maupun sel yang diambil dari jaringan tumbuhan, hewan, mikroba,
jamur, dan lain-lain. Selain itu, ciri utama biologi adalah adanya agen biologi berupa
mikroorganisme, tumbuhan dan hewan, adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri
maupun produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian (Nurcahyo, 2011).
Perkembangan bioteknologi saat ini tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga
didasari pada ilmu-ilmu terapan dan murni yang lain, seperti biokimia, komputer, biologi
molekuler, mikrobiologi, dan genetika. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan
yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Pada
bidang medis, penerapan bioteknologi ditandai dengan adanya vaksin, antibiotik dan insulin
16
meskipun dalam jumlah yang terbatas. Pada bidang pangan, telah ada pembuatan bir, roti,
yoghurt maupun keju yang telah dikenal sejak abad ke -19. Hal ini membuktikan bahwa
penerapan bioteknologi dengan kebutuhan hidup masyarakat sangatlah erat.
Bioteknologi terdiri atas bioteknologi konvensional dan bioteknologi modern.
Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan mikroorganisme.
Proses yang dibantu mikroorganisme, misalnya dengan fermentasi, hasilnya antara lain tempe,
tape, kecap, dan sebagainya termasuk keju dan yoghurt. Sedangkan bioteknologi modern
adalah bioteknologi yang menggunakan teknik rekayasa genetika, seperti DNA rekombinan.
Salah satu manfaat penerapan bioteknologi konvensional adalah di bidang pangan. Proses
bioteknologi konvensional pada bidang pangan meliputi proses fermentasi. Secara garis besar
bioteknologi dalam bidang pangan meliputi teknologi sel mikroba untuk produksi pangan
yang mengalami fermentasi. Tujuan dari teknologi sel mikroba ini adalah untuk menghasilkan
pengawetan pangan yang menghasilkan berbagai jenis pangan diantaranya yoghurt, tauco,
tape, nata dan sebagainya.
E. Nata de Pina
Nanas (Ananas comosus) merupakan salah satu tanaman yang banyak diusahakan oleh
petani di Indonesia, terutama di daerah Sumatera dan Jawa. Selama ini nanas hanya 53%
bagian saja yang dikonsumsi sedangkan sisanya dibuang sebagai limbah. Limbah nanas
semakin lama semakin menumpuk dan terbuang sia-sia. Padahal jika kita ketahui limbah
nanas berupa kulit, empulur, dan mata buah nanas memiliki kandungan nutrisi yang cukup
tinggi dan jika diolah akan menjadi produk yang bermanfaat. Kandungan komposisi limbah
kulit nanas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Hasil Analisis Limbah Kulit Nanas Berdasarkan Berat Basah (Kusumanto, 2013).
No. Komposisi Rata-Rata Berat Basah (%)
1. Air 6,7
2. Protein 0,69
3. Lemak 0,02
4. Abu 0,48
5. Serat basah 1,66
6. Karbohidrat 10,54
17
Salah satu alternatif pengolahan invovasi limbah nanas yang dapat dilakukan adalah
melalui fermentasi dengan bakteri Acetobacter xylinum menjadi produk nata (Nata de Pina)
sebagai bahan makanan.
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim (cream). Sedangkan pina diambil dari
kata pineapple yaitu nanas. Nata merupakan jenis makanan penyegar atau pencuci mulut (food
dessert). Nata adalah kumpulan serat selulosa terbentuk dari proses fermentasi yang bersifat
anabolik pada media cair untuk menghasilkan senyawa kompleks selulosa dari pembentukan
senyawa sederhana (gula). Pada proses fermentasi tersebut, bakteri Acetobacter xylinum
berperan penting untuk pembentukan selulosa (Sutanto, 2012).
Acetobacter xylinum memproduksi nata apabila tumbuh di media yang mengandung
karbon dan nitrogen. Untuk memperkaya kandungan nitrogen, pada pembuatan Nata de pina
dapat ditambahkan larutan ammonium phospat 10 gram per 5 liter pada media. Acetobacter
xylinum bekerja pada lingkungan dengan kondisi asam. Pada kondisi ini, Acetobacter xylinum
memproduksi enzim ekstraseluler yang dapat mengubah glukosa menjadi selulosa. Nata yang
terbentuk memiliki kualitas yang berbeda tergantung dari substrat yang digunakan (Sutanto,
2012).
Lapisan kental dan transparan pada permukaan media terbentuk pertama kali pada hari
ke-2 dan ke-3 fermentasi. Pada hari ke-3 hingga ke-5 terdapat gelembung udara pada
permukaan media. Kemudian gelembung udara akan menjadi lapisan tipis berwarna putih
secara bertahap. Selanjutnya kira-kira 14 hari fermentasi lapisan polimer bakteria padat
setebal 2-3 cm terbentuk pada cairan media. Lapisan ini kemudian diambil dan dipotong
menjadi ukuran lebih kecil, dicuci, dan didihkan hingga asam asetat hilang (Pambayun, 2002).
Produk nata merupakan bahan makanan yang banyak digunakan sebagai pencampur es
teller, es buah, sirup dan jelly. Kandungan gizi yang terdapat pada nata cukup tinggi.
Kandungan terbesar adalah air sehingga produk makanan ini banyak digunakan sebagai
sumber makanan rendah energi untuk keperluan diet serta mengandung serat yang bermanfaat
untuk memperlancar proses pencernaan (Lathifah, 2013).
a. Cara Pembuatan Nata de Pina
18
Langkah-langkah pembuatan Nata de Pina menurut Tahir (2008) adalah sebagai berikut:
1) Pembuatan starter
Kupas nanas matang sebanyak satu buah, lalu cuci hingga bersih.
Potong kecil-kecil nanas tersebut, masukan ke dalam blender (atau alat
penghancur lainnya seperti parutan).
Setelah dihancurkan, peras air nanas dan saring
Pakai ampas nanas hasil saringan, lalu tambahkan gula pasir dan air
dengan perbandingan ampas nanas:gula pasir:air = 6:3:1
Aduk campuran tersebut sampai rata, kemudian masukan ke dalam botol
yang tertutup rapat.
Diamkan selama 2-3 minggu sampai terbentuk lapisan putih di atas
campuran tersebut. Simpan di dalam temperatur kamar,
Bagian yang digunakan untuk membuat nata adalah air dari campuran
tersebut yang mengandung bakteri Acetobacter xylinum.
Untuk starter atau bibit nata dimasukkan ke dalam botol yang sudah
disterilkan.
2) Pembuatan Nata de Pina
Bahan yang digunakan adalah buah atau limbah nanas yang berupa kulit,
empulur dan mata nanas serta buah nanas masak optimum. Limbah nanas
dikupas dan dibersihkan mata serta empulurnya kemudian dicuci.
Limbah nanas yang sudah dicuci hingga bersih kemudian dibelah dan
dipotong kecil-kecil. Potongan-potongan ini dihancurkan dengan blender,
selanjutnya disaring dengan kain saring. Hasil saringan didiamkan selama
satu jam untuk mengendapkan padatan yang masih ada, kemudian filtrat
diambil.
Hasil saringan ditambah gula atau sukrosa 10 gram per liter dan sebagai
alternatif bisa ditambahkan ammonium phospat 10 gram per 5 liter untuk
memperkaya kandungan nitrogen dalam media, kemudian dididihkan lagi.
Sumber C dan N ini sebagai makanan untuk pertumbuhan A. xylinum
19
Setelah mendidih biarkan 10 menit dan ditambah asam asetat glasial
sebanyak 30 ml per liter atau sampai pH 4,5 kemudian dimasukkan ke dalam
nampan plastik yang sudah disterilkan dengan cara diberi alkohol dan ditutup
dengan kertas koran yang sudah disterilkan dan diikat sampai rapat.
Setelah dingin atau sekitar 7 – 8 jam, masukkan cairan starter ke dalam
loyang atau nampan sebanyak 20 % dan ditutup kembali. Loyang tersebut
ditutup dengan koran yang sudah disterilkan.
Biarkan selama 7 – 15 hari (fermentasi), setelah terjadi penggumpalan
dinamakan pelikel (nata) dipotong-potong kecil, ditiriskan dan direndam
dalam air selama 2 – 3 hari untuk menghilangkan asamnya. Selama
perendaman air harus sering diganti.
Setelah pemeraman selesai dengan terbentuk lapisan nata siap dipanen,
lapisan nata diangkat secara hati-hati dengan menggunakan garpu atau
penjepit yang bersih supaya cairan dibawah lapisan tidak tercemar.
Kemudian cuci lalu peras dengan kain saring (agar tidak licin). Iris dengan
ukuran sesuai selera, lalu masak dengan air sampai mendidih. Tiriskan dan
peras lagi dengan kain saring, lalu dimasak lagi. Pemasakan dilakukan
sampai bau asam hilang.
Potongan pelikel (nata) direbus selama 30 menit lalu ditiriskan.
F. Kerangka Berpikir
LKS yang Baik: Substansi materi relevan
dengan KD dan kurikulum yang berlaku
Kalimat yang disajikan singkat dan jelas
Dilengkapi dengan petunjuk belajar
Memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar
Nata de Pina:.Merupakan inovasi dari produk bioteknologi konvensional melalui fermentasi bakteri Acetobacter xylinum. Produk memanfaatkan limbah nanas berupa kulit, empulur, mata nanas yang selama ini hanya dibuang sia-sia.
Life Skill:Kecakapan yang harus dimiliki siswa untuk berani menghadapi tantangan kehidupan dan menemukan solusi atas suatu permasalahan. Kecakapan hidup dibagi menjadi beberapa macam. Namun, hanya kecakapan berpikir (thinking skill) dan kecakapan akademik (academic skill) saja yang dilatihkan.
20
G. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
H0 = Penggunaan LKS Nata de Pina dapat melatihkan keterampilan Life Skill siswa yaitu
keterampilan berpikir dan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran pada
materi bioteknologi.
Ha = Penggunaan LKS Nata de Pina tidak dapat melatihkan keterampilan Life Skill siswa
yaitu keterampilan berpikir dan keterampilan akademik dalam proses pembelajaran
pada materi bioteknologi.
Karakteristik LKS yang akan dikembangkan: Substansi materi relevan dengan KD dan
kurikulum yang berlaku Kalimat yang disajikan singkat dan jelas Memotivasi dan menarik minat siswa dari
segi penyajian, tugas dan penulisan Dilengkapi dengan petunjuk praktikum
dan informasi pendukung Memanfaatkan lingkungan sekitar
sebagai sumber belajar yaitu potensi nanas yang berlimpah untuk dijadikan produk Nata de Pina
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian pengembangan (Research and Development). Penelitian
pengembangan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan desain penelitian
yang digunakan yaitu one shot case study.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu Jurusan Biologi, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya guna tahap persiapan,
pengembangan LKS, dan validasi. Sedangkan tahap uji coba pengembangan LKS akan
dilaksanakan di kelas XII SMAN 1 Wates, Kediri pada semester genap 2016/2017.
C. Sasaran Penelitian
22
Sasaran penelitian adalah LKS (lembar kegiatan siswa) praktikum Nata de Pina untuk
melatihkan kecakapan hidup (life skill) pada materi implikasi bioteknologi konvensional. LKS
yang dihasilkan divalidasi oleh dosen ahli biologi serta guru biologi SMA dan diuji cobakan
secara terbatas pada siswa SMAN 1 Wates, Kediri dengan jumlah 15 siswa.
D. Desain Penelitian
Tahap awal yang dilakukan adalah melakukan observasi terhadap sasaran penelitian
untuk mendiagnostik keterampilan hidup (life skill) peserta didik. Setelah itu guru
menyampaikan materi beserta prosedur praktikum Nata de Pina yang akan dilakukan oleh
siswa. Hasil yang diharapkan berupa keterampilan hidup (life skill) siswa dapat terlatih dan
dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah di daerahnya.
Desain penelitian yang digunakan dapat digambarkan melalui pola berikut:
Desain penelitian one shot case study
Keterangan:
O : Observasi
X : Perlakuan
E. Variabel Penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:
1. Validitas LKS, meliputi:
a. Komponen isi
b. Komponen penyajian
c. Komponen kebahasaan
2. Kepraktisan LKS
a. Keterlaksanaan LKS
b. Kesulitan atau hambatan yang muncul
3. Keefektivan LKS
a. Hasil belajar siswa
X O
23
b. Ketuntasan tujuan pembelajaran
c. Respon siswa
F. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) nata de pina untuk melatihkan kecakapan hidup (life skill)
pada materi implikasi bioteknologi konvensional adalah LKS yang memuat serangkaian
kegiatan untuk melatihkan kecakapan hidup berupa kecakapan berpikir rasional yang
meliputi kegiatan menggali informasi, mengolah informasi dan memecahkan masalah
secara kreatif serta kecakapan akademik yang meliputi kegiatan merencanakan dan
melaksanakan eksperimen (praktikum) dimulai dari merumuskan masalah, menyusun
hipotesis, mengidentifikasi variabel percobaan.
2. Kelayakan LKS adalah deskripsi kualitas LKS yang terdiri dari kelayakan secara teoritis
maupun kelayakan secara empiris. Kelayakan secara teoritis yakni kelayakan hasil validasi
yang dilakukan oleh dua pakar biologi UNESA dan guru biologi SMA untuk mengetahui
layak tidaknya LKS yang telah dikembangkan meliputi isi, penyajian dan kebahasaan.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan skala kelayakan yaitu: 1 = kurang baik, 2 =
cukup baik, 3= baik, 4= sangat baik. Kelayakan secara empiris merupakan kelayakan yang
dihasilkan dari uji coba yang telah dilakukan. Kelayakan ini didapatkan berdasarkan
pengamatan sikap berbasis kecakapan hidup (life skill), hasil belajar dan respon siswa.
3. Pengamatan sikap adalah pengamatan yang dilakukan observer terhadap peserta didik
selama mengikuti kegiatan pembelajaran dengan mengamati aktivitas siswa sehubungan
dengan pelaksanaan kecakapan hidup (life skill) siswa dengan rubrik terlampir.
4. Hasil belajar adalah hasil ketuntasan belajar siswa yang dilakukan dengan memberikan
soal tes setelah melaksanakan kegiatan dalam LKS yang dikembangkan, yang meliputi
penilaian produk dan penilaian kecakapan hidup (life skill) siswa. Hasil belajar digunakan
untuk mengetahui ketercapaian indikator dan kecakapan hidup yang dilatihkan.
5. Respon siswa adalah tanggapan siswa yang didapatkan setelah mengisi angket respon
terhadap LKS yang dikembangkan dengan menjawab “ya” atau “tidak” yang diberikan
saat akhir pembelajaran.
G. Prosedur Penelitian
24
Prosedur pada penelitian menggunakan desain pengembangan 4-D model yang diadaptasi
dari Thiagarajan, dkk., dalam Trianto (2007). Model ini terdiri dari 4 tahap pengembangan
yaitu define (pendefinisian), design (perencanaan), develop (pengembangan) dan disseminate
(penyebaran). Namun pada penelitian ini tidak menggunakan tahap disseminate (penyebaran).
Berikut ini adalah uraian dari rancangan penelitian:
1. Tahap Define (Pendefinisian)
Tahap ini bertujuan untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat
pembelajaran. Menurut Thiagarajan, dkk (1974) dalam Ibrahim (2002) tahap ini terdiri
atas lima langkah pokok, yaitu analisis kurikulum, analisis siswa (learner analysis),
analisis tugas (task analysis), analisis konsep (concept anlaysis) dan perumusan indikator
Dari hasil telaah tersebut kemudian dihitung persentase kelayakan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data x 100 %
∑ skor maksimal telaah
Hasil perhitungan persentase dari lembar pengamatan pada ujicoba terbatas
diinterpretasikan ke dalam kriteria pada tabel berikut:
Tabel 3.4. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Persentase Kategori
25 % - 43 % Kurang baik
44 % - 62 % Cukup baik
63 % - 81 % Baik
82 % - 100 % Sangat baik
34
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dikatakan layak apabila hasil pengamatan sikap
siswa memberikan respon sebesar ≥ 63%.
3. Hasil Kognitif
a. Kognitif produk
Hasil belajar merupakan salah satu kelayakan LKS secara empiris. Siswa
dikatakan tuntas belajar apabila telah menguasai kompetensi atau indikator
pembelajaran dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah yaitu
hasil tes ≥ 75. Standar yang digunakan terkait kelayakan LKS yang telah
dikembangkan adalah layak secara empiris. LKS layak secara empiris apabila
persentase jumlah siswa yang tuntas mencapai 61%.
Presentase (%)= ∑ siswa yang tuntas x 100 %
∑ seluruh siswa
Tabel 3.5. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Persentase Kategori
0 % - 20 % Tidak layak
21 % - 40 % Kurang layak
41 % - 60 % Cukup layak
61 % - 80 % Layak
81 % - 100 % Sangat layak
b. Hasil Kecakapan Hidup (Life Skill)
Berdasarkan hasil tes kognitif yang diberikan, maka dapat dianalisis hasil
penguasaan kecakapan hidup siswa berdasarkan jawaban siswa. Hasil dianalisis
menggunakan skala likert dan dihitung nilai persentase menggunakan rumus
berikut:
Tabel 3.6. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Penilaian Nilai Skala
Sangat baik 4
Baik 3
Cukup baik 2
35
Kurang baik 1
Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data x 100 %
∑ skor maksimal
Hasil pemberian nilai kecakapan hidup kemudian diinterpetasikan ke
dalam kriteria pada tabel berikut:
Tabel 3.7. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Persentase Kategori
25 % - 43 % Kurang baik
44 % - 62 % Cukup baik
63 % - 81 % Baik
82 % - 100 % Sangat baik
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang dikembangkan dikatakan layak jika
nilai hasil kecakapan hidup yang dilatihkan memperoleh persentase sebesar ≥
63%.
4. Analisis Angket Respon Siswa
Respon siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan berpedoman pada LKS
yang dikembangkan dapat diketahui melalui kategori “ya” atau “tidak” kemudian
dihitung persentase menggunakan rumus sebagai berikut:
Tabel 3.8. Kriteria Skala Guttman (Riduwan, 2012)
Jawaban Skor
Ya 1
Tidak 0
Presentase (%)= ∑ skor hasil pengumpulan data “ya” x 100 %
∑ skor maksimal
Persentase kelayakan dapat dikonversikan dalam kategori penilaian sebagai
berikut:
36
Tabel 3.9. Kriteria skala penilaian modifikasi dari Riduwan (2012)
Persentase Kategori
0 % - 25 % Kurang baik
26 % - 50 % Cukup
51 % - 75 % Baik
76 % - 100 % Sangat baik
Indikator yang digunakan untuk mengetahui kelayakan pengembangan LKS
adalah lembar angket berisi respon yang telah diisi oleh siswa SMA kelas XII IPA 1
sebagai uji cobanya. Pengembangan LKS dapat dikatakan layak apabila siswa
memberikan respon baik sebesar ≥ 51 % (Riduwan, 2012).
37
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 2012. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta.Depdiknas. 2004. Pedoman Umum Pengembangan Bahan Ajar Sekolah Menengah Atas. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. 2002. Pendidikan Berbasis Luas dengan Pembekalan
Kecakapan Hidup di SMU: Konsep Dasar dan Pola Pelaksanaannya. Jakarta: Depdiknas.Gaffar, Shabarni. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Padjajaran. Ibrahim, Marwah. 2003. Basic Life Skills: Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan.
Jakarta: MHMMD Production. Ibrahim, Muslimin. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran
Biologi Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Johan, Ervan Wicaksono 2009. “Pengembangan LKS berbasis Life Skill pada sub pokok Bahasan Daur Ulang Limbah untuk Siswa Kelas X-3 SMAN 6 Surabaya”. Skripsi (Tidak diterbitkan). Surabaya: Unesa.
Kemendiknas. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kusumanto, Ismu. 2013. “Pemanfaatan Limbah Kulit Nanas untuk Pembuatan Produk Nata De Pina Menggunakan Metode Eksperimen Taguchi” Jurnal Kutubkhanah, Vol. 16, No. 1 Januari – Juni 2013. Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suska Riau.
Lathifah, Nur. 2013. Pembuatan Nata de Pina dari Limbah Bonggol Buah Nanas Menggunakan Sumber Nitrogen Ekstrak Kacang Hijau. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Indonesia.
Nurcahyo, Heru. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Pambayun, R. 2002. Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Yogyakarta: Kanisius. Permendiknas. 2013. Lampiran IV Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 81 A tahun 2013 Tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Prastowo, Andi. 2010. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta: Diva Press.Riduwan, 2012. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta.Rudiyanto, R. 2003. “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Berpendekatan Kontekstual dan
Kecakapan Hidup”, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, Edisi Khusus.
Satori, D. 2002. “Implementasi Life Skills dalam Konteks Pendidikan di Sekolah”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Volume 2, Nomor 1, Juni 2002.
Sutanto, Agus. 2012. “Pineapple Liquid Waste as Nata de Pina Raw Material.” Jurnal Makara Teknologi, Vol. 16, No.1, April 2012: 63-67. Universitas Muhammadiyah Metro Lampung.
Tahir, Ikmal, dkk. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nenas Lokal (Ananas comosus L) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM. Yogyakarta: Disampaikan pada 10 Juli 2008.
Widjajanti, Endang. 2008. Kualitas Lembar Kerja Siswa. Makalah. Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian pada masyarakat dengan Judul “Pelatihan Penyusunan LKS Mata Pelajaran
38
Kimia Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Bagi Guru SMK/MAK” di Ruang Sidang Kimia FMIPA UNY pada tanggal 22 Agustus 2008. Yogyakarta: FMIPA Kimia UNY.