BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut WHO (World Health Organisation) melalui pemantauan ibu meninggal di berbagai belahan dunia memperkirakan bahwa setiap tahun jumlah 500.000 ibu meninggal disebabkan kehamilan, persalinan dan nifas (Depkes, 2002). Salah satu tujuan pembangunan millenium (MDG) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian Maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian target MDG-5, adalah penurunan 75 % rasio kematian maternal (Adriaansz. G. 2006). Di negara-negara sedang berkembang frekuensi kematian dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7 %, sedangkan di negara – negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05 % - 0,1 % (informasi wadah organisasi islamiah, 2008). 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut WHO (World Health Organisation) melalui pemantauan ibu
meninggal di berbagai belahan dunia memperkirakan bahwa setiap tahun
jumlah 500.000 ibu meninggal disebabkan kehamilan, persalinan dan nifas
(Depkes, 2002). Salah satu tujuan pembangunan millenium (MDG) 2015
adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian Maternal dijadikan ukuran
keberhasilan terhadap pencapaian target MDG-5, adalah penurunan 75 %
rasio kematian maternal (Adriaansz. G. 2006). Di negara-negara sedang
berkembang frekuensi kematian dilaporkan berkisar antara 0,3% - 0,7 %,
sedangkan di negara – negara maju angka tersebut lebih kecil yaitu 0,05 % -
0,1 % (informasi wadah organisasi islamiah, 2008).
Dalam periode sekarang ini asuhan masa nifas sangat diperlukan
karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan 60%
kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian
masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Prawirohardjo, 2005).
Pecahnya ketuban terlalu dini merupakan resiko yang fatal bisa
menyabebkan kematian ibu dan anak,, menurut penelitian lebih dari 12 % ibu
yang melahirkan dengan kondisi ketuban pecah dini mengalami infeksi yang
1
beresiko kematian ibu dan anak, Dalam keadaan normal, selaput ketuban
pecah dalam proses persalinan.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37
minggu, disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature. Dalam
keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah dini. Kejadian KPD berkisar 5-10% dari semua kelahiran, dan KPD
preterm terjadi 1% dari semua kehamilan. 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan cukup bulan. KPD merupakan penyebab kelahiran prematur
sebanyak 30%.
Kasus KPD dapat meningkatkan resiko kematian pada ibu dan bayi
sehingga diperlukan salah satu cara alternative lain dengan mengeluarkan
hasil konsepsi melalui pembuatan sayatan pada dinding uterus melalui dinding
perut yang disebut Sectio Caesarea (Mochtar. R, 1998). Sectio caesarea adalah
pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding rahim. Ada tiga teknik sectio caesarea, yaitu transperitonealis,
corporal (klasik), dan ekstraperitoneal. Sectio caesar adalah lahirnya janin,
plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut
dan Rahim.
Beberapa kerugian dari persalinan yang dijalani melalui bedah caesar,
yaitu adanya komplikasi lain yang dapat terjadi saat tindakan bedah caesar 2
dengan frekuensi di atas 11%, antara lain cedera kandung kemih, cedera
rahim, cedera pada pembuluh darah, cedera pada usus, dan infeksi yaitu
infeksi pada rahim/endometritis, alat-alat berkemih, usus, serta infeksi akibat
luka operasi.
Nyeri pasca opererasi merupakan efek samping yang harus diderita
oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk bedah Caesar. Nyeri
tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-perlekatan antar jaringan akibat
operasi. Nyeri tersebut hampir tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan
mengalami nyeri atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau
melakukan gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba. Sejak pasien sadar dalam 24
jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi.
B. RUANG LINGKUP
Yang menjadi ruang lingkup penulisan ini adalah studi kasus dengan
Asuhan Kebidanan Post Sectio Caessarea pada Ny ”A” dengan nyeri luka post
operasi di RSUD Labuang Baji Makassar tanggal 13 Agustus 2015.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memperoleh pengalaman nyata dan mampu melaksanakan asuhan
kebidanan post sectio caessarea pada Ny ”A” dengan nyeri luka post operasi 3
di Rsud Labuang Baji Makassar tanggal 13 Agustus 2015 dengan metode 7
Langkah Varney.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu :
1) Penulis mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh
pada pada Ny ”A” dengan nyeri luka post operasi
2) Penulis mampu menginterprestasikan data yang meliputi
diagnosa, masalah dan kebutuhan pada ibu nifas Ny “A” dengan
nyeri luka post operasi.
3) Penulis dapat menemukan diagnosa potensial yang dapat terjadi
pada ibu nifas Ny “A” dengan nyeri luka post operasi.
4) Penulis dapat menemukan dan melakukan tindakan segera pada
ibu nifas Ny “A” dengan nyeri luka post operasi.
5) Penulis dapat merencanakan tindakan menyeluruh sesuai dengan
kondisi pada ibu nifas Ny “A” dengan nyeri luka post operasi.
6) Penulis dapat melaksanakan asuhan kebidanan yang telah
diberikan pada Ny “A” dengan nyeri luka post operasi.
7) Penulis mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan kebidanan
pada Ny “A” dengan nyeri luka post operasi.
4
b. Penulis mampu menganalisa kesenjagan antara teori dan kasus nyata di
lapangan.
c. Penulis mampu memberikan alternatif pemecahan masalah sesuai
dengan kebutuhan pasien.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan di atas adalah:
1. Manfaat ilmiah
Merupakan kontribusi pemikiran penulis sebagai konsep penerapan ilmu
pengetahuan yang telah di peroleh khususnya tentang ibu nifas post sc.
2. Manfaat praktis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta tambahan
pengalaman yang sangat berharga dalam penerapan asuhan kebidanan
dengan post sc.
3. Manfaat institusi
Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam penerapan proses asuhan
kebidana pada kasus nyeri luka post operasi.
4. Manfaat mahasiswi
Menambah pengetahuan serta memperoleh pengalaman nyata dalam
melakukan asuhan kebidanan post sectio caessarea.
5
E. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan dalam penulisan ini meliputi :
1. Studi kepustakaan
Penulis membaca dan mempelajari buku –buku yang berkaitan dengan
masalah yang diangkat yang digunakan sebagai dasar teori.
2. Studi kasus
Melaksanakan studi kasus ini pada Ny ”A” dengan menggunakan
pendekatan dan memecahkan masalah melalui asuhan kebidanan yang
meliputi: pengkajian, merumuskan diagnose/masalah aktual, dan masalah
potensial, perencanaan tindakan, implementasi evaluasi, dan dokumentasi.
Dalam memperoleh data yang akurat penulis menggunakan teknik :
a. Anamneses
Penulis melakukan tanya jawab pada pasien dan keluarga guna
memperoleh data yang diperlukan untuk memberikan asuhan kebidanan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis untuk menjamin diperoleh
data yang lengkap dengan cara inspeksi, palpasi dan auskultasi terhadap
karakteristik luar, meliputi luka post operasi, kepala, telinga, TFU,
Kontraksi, lochia dan genetalia.
c. Pemeriksaan penunjang
6
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mengetahui keadaaan ibu lebih
spesifik.
F. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan tentang latar belakang, ruang lingkup, tujuan
penulisan, manfaat penelitian, metode penulisan dan sistematika
penulisan .
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada tinjauan pustaka berisi tentang teori medis nifas meliputi:
pengertian nifas, periode nifas, perubahan masa nifas, kebutuhan dasar
masa nifas.Konsep dasar sectio caesarea yang terdiri dari pengertian,
macam-macam sectio caesarea, indikasi, tanda dan gejala, komplikasi,
penatalaksanaan , penanganan masalah ketuban pecah dini serta teori
managemen kebidanan yang meliputi pengertian dan proses
managemen menurut varney.
BAB III STUDI KASUS
Tinjauan kasus berisi tentang pengkajian, intepretasi data, diagnosa
potensial, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
serta data perkembangan dengan SOAP.
7
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini kami akan membahas tentang kesenjangan antara teori
dan pelaksanaan manajemen asuhan kebidanan yang di bahas secara
sistematis mulai dari pengkajian, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan inti
pembahasan Asuhan Kebidanan pada ibu nifas post sectio caesarea.
Saran merupakan alternatif pemecahan masalah dan tanggapan.
Kesimpulanyang berupa kesenjangan pemecahan masalah hendaknya
bersifat realistis dan operasional yang artinya saran itupun dapat
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. MASA NIFAS
A. Pengertian Nifas
Nifas adalah masa post partum atau puerperium yaitu masa atau
waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai
enam minggu berikutnya disertai dengan pulihnya kembali organ-organ
yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti
perlukaan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan saat melahirkan
(Suherni, 2007).
Masa Nifas adalah dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu berikutnya (Notoatmodjo, 2005).
Masa Nifas (puerperium) adalah waktu yang diperlukan untuk
kembalinya organ genetalia internal menjadi normal secara anatomi dan
fungsional yaitu sekitar 6 minggu (Manuaba, 2007).
B. Periode Nifas
Menurut Bahiyatun (2009 ), masa nifas dibagi menjadi 3 periode
yaitu:
9
1. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal
ini ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk
pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna
dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulanan, bahkan
tahunan. (Prawirohardjo 2010)
C. Perubahan Masa Nifas
1) Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus
kembali kekondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram
(Pusdiknakes, 2003).
2) Bekas Implantasi Uri
Bagian implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri segmen setelah persalinan. Penonjolan
10
tersebut dengan diameter ±7.5 cm, sering disangka sebagai suatu
bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu diameternya
menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggutelah mencapai 2,4 mm
(Wiknjosastro, 2007).
3) Luka-luka pada jalan lahir
Seperti luka bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan
servik, umumnya bila tidak seberapa luka akan sembuh pueperium.
Kecuali bila infeksi (Wiknjosasto, 2007).
4) Rasa sakit
Rasa sakit atau disebut juga dengan after pains (meriang atau mules-
mules) disebabkan oleh kontraksi rahim dan berlangsung 2-4 hari
pasca persalinan .(Winkjosastro, 2007).
5) Lochea
Lochea adalah ekresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam
uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat
organisme berkembang lebih cepatdari pada kondisi asam yang ada
pada vagina normal. Lochea mempunyai bau amis/anyir seperti darah
mensruasi meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda–
beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap menandakan
11
adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi
(Suherni, dkk, 2008). Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri
atas 4 tahapan:
a) Lochea Rubra / Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi
darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak
bayi, lanugo, (rambut bayi ) dan meconium.
b) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan
berlendir.Berlangsung hari ke 4 sampai hari ke7 postpartum.
c) Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung
serum, leukosit dan dan robekan/laserasi plasenta. Muncul
pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.
d) Lochea Alba / Putih
Mengandung leokosit, sel desidua, sel epitel, selaput lender
servik dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa
berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum. Lochea
rubra yang menetap pada awal periode post partum
menunjukkan adanya perdarahan postpartum sekunder yang 12
mungkin disebabkan tertinggalnya sisa /selaput plasenta.
Lochea serosa atau alba yang berlangsung bisa menandakan
adanya endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit
atau nyeri tekan pada abdomen.
e) Lochia Purulenta
Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah seperti nanah berbau
busuk.
f) Lochiostatisis
Pengeluaran lochia tidak lancer.
6) Serviks : setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti
corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-
kadang terdapat perlukaan-perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi
lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat
dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
7) Ligamen-ligamen : ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur
menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jath
kebelakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi
kendor. (Prawirohardjo, 2010)
13
II. SECTIO CAESARIA
A. Pengertian Seksio Ceasarea
Seksio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus. Pembedahan caesarea yang
pertama dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1827. (Harry Oxorn dkk
2010, Hal 634).
Seksio sesaria yaitu suatu tindakan untuk melahirkan bayi melalui
tindakan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding rahim
yang disebabkan karena bayi tidak bisa lahir pervaginam. Jadi seksio
sesaria yaitu tindakan yang dilakukan untuk melahirkan bayi melalui
dinding perut dan dinding rahim dikarenakan bayi tidak bisa lahir dengan
persalinan pervaginam dengan syarat berat janin diatas 500 gram. Sectio
caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut, seksio sesaria juga dapat
juga didefinisikan sebagai sesuatu histerotomia untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Mochtar, 2013).
B. Tujuan Seksio
1. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
2. Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan serviks uteri, jika
janin dilahirkan pervaginam.14
C. Indikasi Sectio Sesaria
Menurut Kasdu (2003) Indikasi pemberian tindakan Sectio
Caesarea antara lain:
1. Faktor janin
a. Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir, umumnya
pertumbuhan janin yang berlebihan (macrosomia) karena ibu
menderita kencing manis (diabetes mellitus). Apabila dibiarkan
terlalu lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan
janinnya.
b. Kelainan letak janin
Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak
sungsang dan letak lintang. Letak sungsang yaitu letak memanjang
dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub
bawah. Sedangkan letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu
membentuk sudut tegak lurus dengan sumbu memanjang janin.
Oleh karena seringkali bahu terletak diatas PAP (Pintu Atas
Panggul), malposisi ini disebut juga prensentasi bahu.
15
c. Ancaman gawat janin (fetal disstres)
Keadaan janin yang gawat pada tahap persalinan,
memungkinkan untuk segera dilakukannya operasi. Apabila
ditambah dengan kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Janin
pada saat belum lahir mendapat oksigen (O2) dari ibunya melalui
ari-ari dan tali pusat. Apabila terjadi gangguan pada ari-ari (akibat
ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang rahim), serta pada
tali pusat (akibat tali pusat terjepit antara tubuh bayi), maka suplai
oksigen (O2) yang disalurkan ke bayi akan berkurang pula.
Akibatnya janin akan tercekik karena kehabisan nafas. Kondisi ini
dapat menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak
jarang meninggal dalam rahim. Apabila proses persalinan sulit
dilakukan melalui vagina maka bedah casarea merupakan jalan
keluar satu-satunya.
d. Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, kerusakan genetik, dan hidrosepalus
(kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyababkan
memutuskan dilakukan tindakan operasi.
e. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat menyebabkan
keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus 16
dilakukan persalinan dengan operasi yaitu Plasenta previa
(plasenta menutupi jalan lahir), Solutio Plasenta (plasenta lepas),
Plasenta accrete (plasenta menempel kuat pada dinding uterus),
Vasa previa (kelainan perkembangan plasenta).
f. Kelainan tali pusat
Berikut ini ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu
prolapses tali pusat (tali pusat menumbung), dan terlilit tali pusat.
Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung) adalah keadaan
penyembuhan sebagian atau seluruh talipusat berada di depan atau
di samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di
jalan lahir sebelum bayi. Dalam hal ini, persalinan harus segera
dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi,
misalnya sesak nafas karena kekurangan oksigen (O2). Terlilit tali
pusat atau terpelintir menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke
janin tidak lancar. Jadi, posisi janin tidak dapat masuk ke jalan
lahir, sehingga mengganggu persalinan maka kemungkinan dokter
akan mengambil keputusan untuk melahirkan bayi melalui
tindakan Sectio Caesaerea.
g. Bayi kembar (multiple pregnancy)
Tidak selamanya bayi kembar dilakukan secara Caesarea.
Kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih 17
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Bayi kembar dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
melalui persalinan alami. Hal ini diakibatkan, janin kembar dan
cairan ketuban yang berlebihan membuat janin mengalami
kelainan letak. Oleh karena itu, pada kelahiran kembar dianjurkan
dilahirkan di rumah sakit karena kemungkinan sewaktu-waktu
dapat dilakukan tindakan operasi tanpa direncanakan. Meskipun
dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi kembar lahir secara alami.
Faktor ibu menyebabkan ibu dilakukannya tindakan operasi,
misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi rahim,
riwayat kematian pre-natal, pernah mengalami trauma persalinan
dan tindakan sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan
janin harus dilahirkan dengan operasi.
2. Faktor ibu
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar
35 tahun memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi
perempuan dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya
seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis (diabetes melitus)
18
dan pre- eklamsia (kejang), Eklamsia (keracunan kehamilan) dapat
menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali menyebabkan dokter
memutuskan persalinan dengan operasi caesarea.
b. Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dan
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.
Kondisi tersebut membuat bayi susah keluar melalui jalan lahir.
c. Persalinan sebelumnya Caesar
Persalinan melalui bedah Caesarea tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
d. Faktor hambatan panggul
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya adanya tumor
dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu
sulit bemafas. Gangguan jalan lahir ini bisa terjadi karena adanya
mioma atau tumor. Keadan ini menyebabkan persalinan terhambat
atau macet, yang biasa disebut distosia.
e. Kelainan kontraksi rahim
Jika kontraksi lahir lemah dan tidak terkoordinasi
(inkordinate uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim
sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan, 19
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong atau tidak dapat
melewati jalan lahir dengan lancar. Apabila keadaan tidak
memungkinkan, maka dokter biasanya akan melakukan operasi
Caesarea.
f. Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat
menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini akan
membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal sedikit
atau habis.
g. Rasa takut kehilangan
Pada umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara
alami akan mengalami rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai
rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat.
Kondisi tersebut sering menyebabkan seorang perempuan yang
akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas
menjalaninya. Sehingga untuk menghilangkan perasaan tersebut
seorang perempuan akan berfikir melahirkan melalui Caesarea.
20
D. Jenis-Jenis Seksio Sesarea
1. Segmen bawah : insisi melintang
Abdomen dibuka dan uterus disingkapkan. Lipatan vesi
couterina periteoneum (bladder flap) yang terletak dekat sambungan
segmen atas dan bawah uterus ditentukan dan disayat melintang,
lipatan ini dilepaskan dari segmen bawah dan bersama-sama kandung
kemih dorong kebawah serta ditarik agar tidak menutupi lapangan
pandangan. Pada segmen bawah uterus dibuat insisi melintang yang
kecil, luka insisi ini dilebarkan kesamping dengan jari-jari tangan dan
berhenti didekat daerah pembuluh-pembuluh darah uterus. Kepala
janin yang pada sebagian besar kasus terletak dibalik insisi diekstraksi
atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya dan kemudian pasenta
serta selaput ketuban. Insisi melintang tersebut ditutup dengan jahitan
catgut bersambung 1 lapis atau 2 lapis. Lipatan vesikouterina
kemudian dijahit kembali pada dinding uterus sehingga seluruh luka
insisi terbungkus dan tertutup dari rongga peritoneum generalisata.
Abdomen ditutup lapis demi lapis.
2. Sekmen bawah: insisi membujur
Insisi membujur mempunyai keuntungan yaitu kalau perlu luka
insisi bisa di perlibar keatas. Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya
besar, pembentuksn sekmen bawah jelek, ada malkosisi janin seperti 21
letak lintang atau kalau ada anomali janin seperti kehamilan
kembaryang menyatu (conjoined twins).
Salah satu kerugian yng utamanya adalah perdarahan dari tepi
sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya otot. Sering juga luka
insiisi tanpa dikehendaki meluas kesegmen atas sehingg nilai
penutupan retropenitoneal yang lengkap akan hilang.
3. Sectio caesarea klasik
Insisi longitudinal di garis tengah di buat dengan skalpel
kedalam dinding anrerior uterus dan di lebarkan ke atas serta ke bawah
dengan gunting berujung tumpul di perlukan luka insisi lebar karena
bayi sering di lahirkan dengan bokong. Janin serta plasenta di
keluarkan dan uterus di tutup dengan jahitan 3 lapis.
4. Sectio ceasarea exrtaperitoneal
Pembedahan extraperitoneal di kerjakan untuk menghindari
perlunya histeriktomi pada kasus yang mengalami infeksi luas dengan
mencegah peritonitis generalisata yang sering bersifat fatal. Ada
beberapa metode sectio ceasarea extraperitoneal seperti metode
waters, latzkao dan norton.
Tehnik pada prosedur ini relatif sulit, sering tanpa sengaja masuk
ke dalam cavum peritoni, dan insidensi cedera vesika urinaria
meningkat. Perawatan prenatal yang lebih baik, penurunn insidensi 22
kasus yang terlantar, dan tersedianya darah serta antibiotik telah
mengrangi perlunya tehnik extraperitoneal.
5. Histeroktomi caesarea
Pembedahn ini merupakan sectio ceaserea yang dilanjutkan
dengan pengeluaran uterus. Akan tetapi, karena pembedahan sub total
lebih mudah dan dapat di kerjakan dengan cepat maka pembedahan
sub total dapat terjadi prosedur pilihan kalau terdapat perdarahan hebat
dab pasiennya syok, atau pasien dalam keadaan jelek akibat sebab-
sebab lain. Tujuan pembedahan adalah menyelesaiakan secepat
mungkin. (Harry Oxorn dkk 2010).
E. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2006), Kemungkinan yang timbul setelah
dilakukan operasi ini antara lain:
a. Infeksi puerperal (Nifas) :
1. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
3. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
b. Perdarahan:
1. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
23
2. Perdarahan pada plasenta bed.
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih
bila peritonealisasi terlalu tinggi.
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya.
F. Pemeriksaan Diagnostik (Wiknjosastro, 2006)
a. Elektroensefalogram ( EEG ) :
Dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT :
Menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti resonance imaging ( MRI ) :
Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah otak yang
tidak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.
d. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) :
Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu
menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam