-
3
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak perempuan menghadapi berbagai masalah mengenai
haid.
Gangguan haid inin mempunyai manifestasi klinis yang
bermacam-macam
tergantung kondisi serta penyakit yang dialami seorang
perempuan. Perdarahan
uterus abnormal merupakan perdarahan yang terjadi pada
perempuan, dan mengenai
sekitar 10-30% perempuan pada usia reproduktif. Keluhan
perdarahan uterus
abnormal juga merupakan 1/3 dari seluruh kunjungan pasien ke
poliklinik ginekologi,
serta merupakan salah satu kegawat daruratan dalam bidang
ginekologi.
Pola keluhan perdarahan uterus abnormal meliputi menoragia,
hipomenorea,
metroragia, polimenorea, menometroragia, oligomenorea dan
perdarahan paska
koitus. Sedangkan klasifikasi perdarahan uterus abnormal menurut
FIGO dibagi
menjadi PALM-COEIN, yaitu Polyp, Adenomyosis, Leimyoma,
Malignancy-
Hyperplasia, Coagulopathy, Evulatory dysfunction, Endometrial,
Iatrogenic and Not
yet classified. Namun, jika saat diperiksa tidak ditemukan
kelainan struktural, dapat
dikatakan bahwa perdarahan tersebut perdarahan uterus
disfungsional.
Pengetahuan mengenai perdarahan uterus abnormal, mulai dari
definisi dan
etiologi hingga tatalaksana menjadi penting karena jumlah kasus
yang tidak sedikit
serta komplikasi yang dapat terjadi jika perdarahan yang terjadi
dibiarkan terus
menerus.
-
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Perdarahan uterus abnormal termasuk didalamnya adalah perdarahan
menstruasi
abnormal, dan perdarahan akibat penyebab lain, seperti
kehamilan, penyakit sistemik
atau kanker.
2.2 Epidemiologi
Perdarahan uterus abnormal menyerang 10-30% perempuan pada usia
reproduksi
dan meningkat hingga 50% pada perempuan usia perimenopous.
2.3 Etiologi dan Klasifikasi
Pola perdarahan uterus abnormal meliputi menoragia, hipomenorea,
metroragia,
polimenorea, menometroragia, oligomenorea dan perdarahan paska
koitus.
Menoragia (Hipermenorea) merupakan perdarahan yang terjadi pada
saat
menstruasi dengan durasi (lamanya haid) yang panjang atau jumlah
darah yang keluar
melebihi normal (80 cc).Penyebab menoragia antara lain adalah
mioma submucosa,
komplikasi kehamilan, adenomiosis, AKDR, hyperplasia
endometrium, dan
keganasan.
Hipomenorea (Kriptomenorea) merupakan perdarahan haid yang lebih
pendek
dan atau lebih kurang dari biasa. Gejala yang timbul ketika
seseorang mengalami
hipomenorea terkadang hanya berupa perdarahan bercak (Spotting).
Penyebab
seseorang mengalami hipomenorea Antara lain stenosis hymen atau
servik, sinekia
uterus (Ashermans syndrome).
Metroragia atau perdarahan diantara kedua siklus haid merupakan
perdarahan
pada waktu kapanpun diantara kedua siklus haid seseorang.
Penyebab metroragia
antara lain polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma
servik, penyebab
lain yaitu paparan estrogen eksogen.
Polimenorea diartikan sebagai siklus haid yang lebih pendek
(
-
5
gangguan hormonal menjadi salah satu penyebab polimenorea.
Gangguan hormonal
ini menyebabkan pendeknya masa luteal sehingga waktu menstruasi
menjadi lebih
cepat.
Menometroragia merupakan perdarahan yang ireguler, jumlah dan
durasinya
bervariasi. Kondisi saat seseorang mengalami metroragia dapat
berkembang
menjadimenometroragia. Kejadiaan mendadak seseorang mengalami
menometroragia
dapat dicurigai suatu keadaan tumor ganas atau komplikasi
kehamilan.
Oligomenorea merupakan periode menstruasi yang terjadi lebih
panjang (>35
hari), sehingga seseorang akan mengalami hadi lebih jarang. Jika
seseorang telah
tidak haid lebih dari 6 bulan, maka seseorang tersebut dapat
dikatakan mengalami
amenorea. Perdarahan pada pola oligomenorea terjadi pada siklus
anovulasi, yang
penyebabnya biasanya adalah gangguan endokrin (kehamilan, HPG
Axis,
menopause) atau penyakit sistemik. Gangguan endokrin yang
terjadi pada keganasan
dapat menyebabkan oligomenore karena terjadi suatu proses
estrogen secreting
tumor.
Perdarahan paska koitus dapat menjadi tanda dari kanker servik
hingga penyebab
lain dapat dibuktikan. Penyebab lain Antara lain eversi servik,
polip servik, servisitis,
vaginitis dan vaginitis atropi.
International Federation of Obstetric and Gynecology (FIGO)
telah membuat
klasifikasi PALM-COEIN untuk mengekompokan etiologi dari
Perdarahan uterus
abnormal ini.
PALM merupakan klasifikasi pada penyebab struktural, sedangkan
COEIN
merupakan klasifikasi penyebab non struktural.
Menurut data dari sebuah penelitian yag dilakukan oleh Qureshi
Fu dkk di
sebuah populasi, ditemukan hasil distribusi etiologi dari
perdarahan uterus abnormal
sebagai berikut:
Polip (AUB-P)
Penyebab perdarahanuterus abnormal yang pertama adalah polip,
baik berupa
polip endometrial ataupun endoservikal. Proliferasi epitel pada
endoservvik ataupun
-
6
endometrium terdiri atas komponen vaskular, kelenjar
(glandular), fibromuskular dan
jaringan ikat. Komponen-komponen ini yang nantinya akan
berkembang menjadi
polip. Lesi polip biasanya jinak, namun ada sebagian kecil lesi
atipikal yang dapat
berkembang menjadi ganas.
Diagnostik polip endometrium dapat menggunakan histeroskopi.
Lokasi polip
endometrium dapat berasal dari adenoma (adenofibroma), mioma
submukosum,
ataupun plasenta.
Adenomiosis (AUB-A)
Adenomiosis merupakan pertumbuhan jaringan endometrium pada
myometrium
uteri. Hal ini harus dibedakan dengan endometriosis, karena
endometriosis
merupakan tumbuhnya jaringan endometrium diluar dari uterus.
Perkiraan jumlah
penderita adenomiosis berkisar antara 5-70%. Lesi adenomiosis
berupa pembesaran
uterus yang bersifat difus, dengan dinding posterior lebih
tebal, namun ukurannya
tidak lebih besar dari uterus pada hamil 12 minggu. Kelainan
adenomiosis sering
dijumpai bersamaan dengan mioma uteri.
Secara histopatologis, akan tampak pulau-pulau jaringan
endometrium ditengah-
tengah otot uterus, dapat ditemukan juga kista-kista kecil
berisis darah tua di
tengahnya. Terkadang hyperplasia kistik dapat dijumpai, bahkan
berupa lesi atipikal,
namun jarang berubah menjadi ganas.
Keluhan pasien dengan adenomiosis berupa perdarahan uterus
abnormal dengan
jumlah darah haid yang banyak setiap harinya (menoragia),
dismenorea, dan
pembesaran uterus, namun terkadang dyspareunia dapat
dijumpai.
Leimioma(AUB-L)
Kelainan yang terletak pada uterus, dapat berupa submucosa,
intra mural ataupun
subserosa. Kelainan fibromuscular ini berupa lesi jinak yang
angka kejadianya
berkisar Antara 70-80%. Leimioma atau mioma terbagi atas 3
klasifikasi, yaitu
mioma submukosum, intramural dan subserosum.
-
7
1. Mioma submukosum : berada di bawah endometrium dan menonjol
ke dalam
rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi
polip,
kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil
myomgeburt.
2. Mioma intramural : mioma terdapat di dinding uterus di antara
serabut
miometrium
3. Mioma subserosum : apabila tumbuh keluar dinding uterus
sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma
subserosum
dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke
ligamentum
atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga
disebut
wandering/parasitic fibroid.
Gejala ataupun manifestasi klinis pada pasien dengan mioma uteri
antara lain:
1. Perdarahan abnormal
Penyebab perdarahan antara lain :
- Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium
sampai
adenokarsinoma endometrium
- Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa
-
8
- Atrofi endometrium diatas mioma submukosum
- Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang
mioma diantara serabut miometrium, sehingga tidak dapat
menjepit
pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
Disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih luas
akibat
pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang
terkais
ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal.
Walau
menstruasi berat sering terjadi tetapi siklus nya masih
tetap.
Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan
perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Pada
suatu
penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan
atau tanpa
perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan
perdarahan
abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding
13%)
dan mioma submukosa (21% banding 1%) dibanding dengan wanita
penderita mioma uteri yang asimtomatik.
2. Nyeri
Nyeri bukan suatu gejala yang khas pada mioma uteri, namun nyeri
ini dapat
timbul akibat gangguna sirkulasi darah pada sarang mioma, yang
disertai
nekrosis setempat dan inflamasi.
3. Gejala tanda penekanan
Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada
uretra dapat
menybabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan
hidroureter dan
hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan
tenesmus.
Keganasan (Malignancy-HyperplasiaI, AUB-M)
Hiperplasia endometrium adalah suatu kondisi dimana lapisan
endometrium
tumbuh secara berlebihan. Hiperplasia endometrium merupakan lesi
prakanker pada
organ endometrium. Kejadian hiperplasia endometrium lebih sering
pada perempuan
perimenopouse akibat ketidakseimbangan hormone estrogen yang
meningkat dan
-
9
tidak diimbangi dengan sedikitnya kadar progesterone dalam darah
yang menyuplai
organ, khususnya endometrium.
Pasien dengan hiperplasia endometrium dapat memiliki keluhan
perdarahan
uterus abnormal, baik berupa perdarahan dengan jumlah banyak
(menoragia) ataupun
metroragia.
Koagulopati (Coagulopathy, AUB-C)
Kelainan sistemik harus selalu dipikirkan dan disingkirkan untuk
mengevalluasi
pasien dengan perdarahan uterus abnormal. Kelainan hemostasis,
khususnya penyakit
gangguan pembekuan darah, sebagai contoh von willlbrand disease
dapat
mempengaruhi hemostasis local endometrium saat siklus
menstruasi, sehingga dapat
terjadi perdarahan pervaginam.
Gangguan ovulasi (Ovulatory dysfunction AUB-O)
Gangguan ovulasi dapat menjadi perdarahan uterus abnormal yang
memiliki
berbagai variasi, dapat berupa perdarahan yang tak terduga
waktunya ataupun
menoragia. Banyak kasus dengan gangguan ovulasi ini telah
dieksklusikan berbagai
macam etiologi, kebanyakan adalah endokrinopati (Sindrom
Polikistik Ovarium,
hipotiroid, hiperprolaktinemia, obesitas). Penyakit ini juga
sering dihubungkan
dengan penyakit metabolic lainnya seerti obesitas penyakit gula
dan darah tinggi.
Endometrial (Primary, AUB-E)
Ketika terjadi perdarahan yang siklik, yang biasanya pada siklus
ovulasi serta
tidak diketahui penyebabnya, kemungkinan besar merupakan
kelainan local pada
endometrium. Apabila keluhan pasien adalah heavy menstrual
bleeding (menoragia)
maka gangguan hemostasis local endometrium dapat menjadi salah
satu
penyebabnya. Namun penyebab lain yang dapat terjadi seperti
infeksi Chlamydia
trachomatis yang menyebabkan inflamasi local padaendometrium
(endometritis)
Iatrogenik (AUB-I)
Konsumsi obat-obatan dapat menjadi penyebab perdarahan uterus
abnormal,
seperti obat-obatan antikoagulan, anti platelet serta pil KB
yang mengandung
-
10
estrogen. Penyebab iatrogenic ini juga harus cepat dipikirkan
jika terdapat pasien
dengan perdarahan uterus abnormal.
Belum terklasifikasikan (Not yet Classified)
Penyebab lain yang masih belum bisa diklasifikasikan seperti
enometritis dan
penyebab lainnya.
2.4 Patofisiologi
Pada dasarnya endometrium pada uterus terdiri dari 2 lapisan,
yaitu stratum basalis
dan stratum fungsionalis. Ketika terjadi haid atau menstruasi,
maka stratum
fungsionalis lah yang akan meluruh dan menghasilkan darah
haid.
Untuk perdarahan uterus abnormal, patofisiologi perdarahan
tersebut terbagi
atas 3 macam, yaitu :
Siklus ovulasi
Biasanya terjadi akibat gangguan hemostasis pada endometrium.
Haid yang
terjadi pada pasien dengan perdarahan pada siklus ovulasi
memiliki ciri khas haid
-
11
teratur dan banyak (21-35 hari siklus), terutama pada 3 hari
pertama siklus.
Perdarahan biasanya terjadi > 7 hari atau jumlah darah yang
keluar banyak.
Pasien dengan perdarahan pada siklus ovulasi biasanya dapat
dipikirkan sebab-
sebab gangguan hemostasis, hipotiroid, gangguan fungsi hati
tingkat lanjut (sirosis),
gangguan struktural (polip, fibroid)
Siklus anovulasi
Haid yang terjadi pada siklus anovulasi biasanya tidak teratur
dan siklus menjadi
memanjang. Pasien dengan perdarahan siklus anovulasi terjadi
akibat
ketidakseimbangan estrogen-progesteron, dimana kadar estrogen
yang tinggi
(dominan), sedangkan progesterone yang rendah, sehingga terjadi
proliferasi
endometrium yang berlebihan, namun terjadi hipoperfusi jaringan
endometrium yang
akhirnya menyebabkan nekrosis dan terjadi perdarahan. 14% pasien
dengan
perdarahan siklus anovulasi akan berkembang menjadi kanker atau
hiperplasia.
Penyebab tersering perdarahan uterus abnormal dengan siklus
anovulasi adalah
penyakit sistemik (DM), eating disorder, hiper atau hipotiroid,
hiperprolaktinemia,
perimenopause, Sindrom Polikistik ovarium, serta efek obat (Anti
epilepsy dan anti
psikosis), namun kehamilan tetap harus dipikirkan.
Kontrasepsi
Perdarahan yang terjadi biasanya berupa perdarahan bercak
(Spotting).
Kontrasepsi yang sering menyebabkan perdarahan adalah Pil
Kontrasepsi Kombinasi
(PKK) dan AKDR. PKK mengandung estrogen dan progestin. Estrogen
dalam PKK
meyebabkan penurunan integritas endometrium, sedangkan progestin
memiliki efek
atrofi pada endometrium.
AKDRdapat menyebabkan perdarahan karena endometritis yang
disebabkan
oleh AKDR tersebut.
Namun, secara lebih jelas patofisiologi dari berbagai macam
penyebab
perdarahan uterus abnormal memiliki berbagai macam cara.
Ketidakseimbangan
hormone estrogen dan progetseron dipercayai sangat berperan dan
berpengaruh
terhadap terjadinya kejadian perdarahan jenis ini.
-
12
2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Pada dasarnya, diagnosis semua penyakit ditegakkan berdasarkan
hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, begitu
pula pada pasien
dengan keluhan perdarahan uterus abnormal.
Anamnesis yang baik dapat mengarahkan kita kepada diagnosis pada
pasein
dengan keluhan perdarahan uterus abnormal, baik menoragia,
metroragia,
oligomenorea dan keluhan lainnya. Pemeriksaan fisik juga perlu
dilakukan, selain
uuntuk memeriksa status ginekologi pasien, juga harus diperiksa
status genralis
pasien tersebut, guna menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan
penyebab penyakit
sistemik sebagai kausatif perdarahan yang dialami oleh pasien
dengan perdarahan
uterus abnormal.
Setelahdilakukananamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium,
seperti darah perifer lengkap perlu diperiksakan, untuk melihat
seberapa besar
pengaruh perdarahan tersebut terhadap perfusi jaringan dengan
parameter
hemoglobin, dan trombosit sebagai parameter untuk melihat adakah
gangguan
koagulasi pada pasien dengan perdarahan. Pemeriksaan fungsi
hemostasis dan fungsi
organ lain, terutama hati perlu diperiksakan sebagai penapisan
penyakit sistemik dan
organ lainnya.
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan awal yang dapat dilakukan,
dengan
pemeriksaan USG transvaginal khususnya, kita dapat melihat organ
sekitar saluran
reproduksi. Histeroskopi memiliki keunggulan lebih dibanding
dengan USG, karena
dapat melihat langsung area uterus, dan organ reproduksi
perempuan tersebut, serta
saat dilakukan histeroskopi dapat dilakukan pengambilan sampel
jaringan untuk
dikirim kebagian patologi anatomi untuk melihat lebih lanjut
mengenai kelainan
organik. saline infusion sistohysterography dapat
dipertimbangkan sebagai modalitas
lainnya.
Berikut merupakan bagan alur diagnosis dan rencana tatalaksana
pada pasien
dengan perdarahan uterus abnormal.
2.6 Tatalaksana
-
13
Jika pasien datang dengan keluhan akut, maka harus segera
diatasi dengan
menghentikan perdarahan. Tatalaksana emergensi pada pasien
dengan perdarahan
uterus abnormal adalah mengatasi perdarahan dan atasi syok jika
pasien dating
dengan keadaan syok. Hidrasi cairan sangat dibutuhkan agar
keadaan pasien tidak
jatuh kedalam keadaan yang lebih buruk lagi. Anemia yang
biasanya terjadi pada
pasien dengan perdarahan dapat diatasi dengan pemberian
transfusi jika memang
kadar hemoglobinnya rendah. Jenis transfusi yang diberikan
adalah packed red cell,
sebagai pengganti sel darah merah yang terbuang.
Pemberian obat anti fibrinolitik masih direkomendasikan sebagai
modalitas
terapi pada pasien dengan keluhan perdarahan uterus abnormal.
Dosis yang dapat
diberikan adalah 650mg (2 tablet) 3 kali perhari, 5 hari dalam 1
bulan. Pemberian
kontrasepsi hormonal perlu diberikan jika tidak terdapat
kontraindikasi untuk
mengatasi keadaan imbalance hormonal yang terjadi pada pasien.
DMPA,
Levonogestrel, dan pil kontrasepsi kombinasi dapat diberikan
sebagai tatalaksana
pada pasien dengan perdarahan uterus abnormal. Antiinflamasi non
steroid diberikan
sebagai pengobatan simtomatis untuk mengatasi nyeri yang terjadi
pada pasien serta
dapat menghambat pembentukan enzim siklooksigenasi yang memiliki
produk akhir
prostaglandin. Jika pembentukan prostaglandin ini dihambat, maka
kadar
prostaglandin terutama yang berada pada endometrium akan
berkurang sehingga
menyebabkan perdarahan berkurang. Pilihan obat yang dapat
diberikan adalah
ibuprofen (600-1200 mg perhari) 5 hari dalam 1 bulan, asam
mefenamat 3 kali 500
mg perhari, namun perlu dipertimbangkan risiko untuk terjadinya
gangguan
gastrointestinal.
Selain terapi konservatif diatas, langkah terapi operatif bisa
dilakukan jika
terdapat indikasi, seperti hiperplasia, mioma, polip atau
keganasan. Terapi operatif
yang bisa dilakukan seperti reseksi jaringan dengan Dilatase
Kuretase, ataupun
histerektomi, baik subtotal, total ataupun radikal.
-
14
2.7 Gambaran histopatologis hiperplasia endometrium
Hiperplasia endometrium adalah proliferasi nonfisiologis,
noninvasif
endometrium dengan gambaran kelenjar yang tidak beraturan dengan
ukuran yang
berbeda-beda. Kelainan ini adalah akibat estrogen yang terus
menerus yang ditandai
secara klinis dengan perdarahan uterus abnormal. Secara tidak
sengaja dapat
ditemukan saat biopsi, misal pada evaluasi kasus infertilitas
atau pada wanita yang
mendapat terapi hormon pengganti.
Hiperplasia sering terjadi pada wanita perimenopause yang sering
mengalami
siklus anovulatorik dan juga pada wanita postmenopause dengan
kadar estrogen
endogen yang tinggi atau akibat pemberian estrogen eksogen.
Hiperplasia dapat
terjadi pada belasan tahun dan pada usia reproduksi dimana
terjadi siklus
anovulatorik. Sebagai contoh pada penderita sindrom Stein
Leventhal (ovarium
polikistik) yang mengalami siklus anovulatorik yang kronis,
hiperplasia endometrium
dapat terjadi.
Terdapat 2 bentuk hiperplasia endometrium, yaitu :
- Atipik, yang berhubungan erat dengan terjadinya adenokarsinoma
atau sering
disebut sebagai lesi prekursor keganasan
- Non-atipik, yang dapat sembuh sendiri dan kecil kemungkinan
untuk menjadi
ganas.
Jenis hiperplasia endometrium bermacam-macam, hal ini
mempengaruhi
pengelolaannya. Untuk menyamakan istilah mengenai hiperplasia
WHO dan
International Society og Gynecologic Patthologist memperkenalkan
klasifikasi yang
mencakup keseluruhan.
Klasifikasi Hiperplasia Endometrium (WHO)
Hiperplasia non-atipik
Hiperplasia atipik
- Simpleks
- Kompleks
- Simpleks
- Kompleks
-
15
a. Hiperplasia Non atipik
Hiperplasia simpleks
Gambaran yang tampak adalah banyaknya kelenjar yang mengalami
proliferasi
dan dilatasi dengan tepi yang tidak teratur dan mulai tampak
hilangnya stroma.
Gambaran khas pad hiperplasia simpleks ini adalah adanya venula
yang berdilatasi
pada stroma.
Hiperplasia kompleks
Gambaran yang terlihat adalah kelenjar-kelenjar yang padat,
terdapat penonjolan
dan perlekukan dan kadang-kadang kelenjar saling berdekatan dan
menempel
karena padatnya.
b. Hiperplasia atipik
Hiperplasia atipik dapat berbentuk simpleks maupun kompleks,
secara umum
hiperplasia atipik berbentuk kompleks dengan kelenjar yang padat
sekali. Bentuk
dan ukuran kelenjar sangat tidak beraturan berbentuk papiler
atau bertumpuk,
dengan sedikit inti fibrovaskular dalam lumen. Walaupun kompleks
dan sangat
padat, kelenjar pada hiperplasia endometrium atipik dikelilingi
stroma dengan
adanya gambaran kelenjar yang saling menempel, tiap kelenjar
mempunyai
membran basalis dengan tepi yang tipis. Hiperplasia atipik
simpleks
memperlihatkan gambaran kelenjar yang kurang padat dibandingkan
dengan jenis
kompleks.
-
16
BAB III
ILUSTRASI KASUS
3.1 Identitas pasien
Nama : Ny. NA
Usia : 45 tahun
Tempat/Tgl lahir : 25 April 1969
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Pesanggrahan Jakarta selatan
3.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 20 November 2014
Keluhan utama: haid lama dan banyak
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan haid lama dan banyak pada tanggal 1
Oktober-
15 Oktober 2014. Darah yang keluar selama haid merupakan darah
segar dengan
jumlah yang banyak sehingga pasien harus mengganti pembalut
hingga 8 sampai 10
kali. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut (VAS 4). Nyeri
saat berhubungan
disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pada tanggal 20
Oktober 2014 pasien
periksa ke dokter dandilakukan USG.Keluhan ini merupakan keluhan
pertama yang
dialami oleh pasien.
Saat ini pasien mengaku sudah tidak ada perdarahan lagi. Nyeri
perut juga
disangkal.
Riwayat menstruasi :
Pasien menarche usia 14 tahun. Pasien mengatakan siklus
menstruasi nya teratur
(siklus 30 hari). Setiap menstruasi berlangsung selama 7 hari,
ganti pembalut 3-4
kali sehari. Pasien mengaku jarang mengeluhkan nyeri perut saat
menstruasi.
Riwayat pernikahan :
Saat ini merupakan pernikahan pertama pasien. Pasien menikah
usia 23 tahun.
-
17
Riwayat obstetri :
Pasien sudah melahirkan 2 orang anak. Kedua anak lahir spontan,
ditolong oleh
bidan.
Riwayat KB : IUD 10 tahun yang lalu, saat ini sudah tidak
memakai KB.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengeluhkan gejala ini sebelumnya. Riwayat
hipertensi,
diabetes melitus disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat
alergi disangkal.
Riwayat gangguan pembekuan darah disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
DM (-), Hipertensi (-), penyakit jantung (-), asma (-). Di
keluarga tidak ada yang
mengeluhkan gejala yang sama dengan pasien. Riwayat gangguan
pembekuan darah
disangkal.
Riwayat sosial dan kebiasaan :
Pasien hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat konsumsi
alkohol dan rokok
disangkal. Makan teratur sehari 3 kali.
3.3 Pemeriksaan Fisik (dilakukan pada tanggal 20 November
2014)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 100/80 mmHg
Frek. Nadi : 90 kali/menit
Frek. Napas : 20 kali/menit
Suhu : 37C
BB : 66 Kg
Tb : 165 cm
Status generalisata
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Mulut : Mukosa mulut lembab, faring hiperemis -/-, T1/T1, karies
gigi (-)
Telinga : Normotia, serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-
-
18
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), kelenjar tiroid
normal
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris statis dinamis, retraksi
otot bantu napas (-)
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+ , wheezing (-), ronki
(-)
Abdomen : Teraba massa diatas simfisis berukuran 2 jari,
imobile, nyeri
tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Status ginekologi
Inspeksi : v/u tenang
VT : CUT membesar AF sampai 2 jari atas simfisis, fixed, kedua
parametrium lemas,
tidak teraba massa di kedua adneksa
RT : mukosa anus licin, ampula recti tidak kolaps.
3.4 Pemeriksaan laboratorium (25/10/2014)
Hasil Nilai Normal
Hb 11.2 12.8-16.8
Ht 33 33-45
Leukosit 10.0 4.5-13.0
Trombosit 475 150-440
Eritrosit 4.08 3.80-520
VER 69.6 80.0-100.0
HER 21.8 26.0-34.0
KHER 31.3 32.0-34.0
RDW 18.3 11.5-14.5
APTT 31.7 27.4-39.3
Kontrol APTT 31.5 -
PT 13.1 11.3-14.7
INR 0.96 -
SGOT 20 0-34
-
19
SGPT 15 0-40
Asam urat darah 5.0
-
20
Mioma uteri intramural multipel
Adenomiosis
3.7 Tatalaksana
- Rencana Diagnosis
Observasi perdarahan dan
tanda vital
- Rencana tatalaksana
DC
Asam mefenamat 3x500 mg jika
ada nyeri
Follow up : (21/11/2014)
S : keluhan (-), perdarahan sudah berhenti
O : KU : Tampak sakit sedang
Kes : CM
Tanda vital : TD 100/80 mmHg, Frek.nadi 90x/menit,
Frek.napas
20x/menit, Suhu 36,6C
Status generalis :
Abdomen : teraba massa s/d 2 jari diatas simfisis, nyeri tekan
(-),
fixed.
St. ginekologi : I : u/v tenang, perdarahan (-)
A : AUB ec susp.hiperplasia endometrium, mioma uteri
multiple,
adenomiosis
P : pro DC bertingkat
Misoprostol (1 jam sebelum ke OK)
Hasil pemeriksaan patologi anatomi (26/11/2014) :
Makroskopik :
I. Dengan tanda PA I : jarinan tidak teratur -/+1/10 cc,
berlendir, kecoklatan,
lunak, semua cetak : 1 cup 1 blok
-
21
II. Dengan tanda PA II : jaringan tidak teratur -/+ 2cc, coklat,
lunak semua
cetak : 1 cup 1 blok
Mikroskopik :
I + II : kedua sediaan jaringan kuretase dengan keterangan
endometrium
menunjukkan kepoing-keping jaringan endometrium degan
kelenjar-kelenjar yang
proliferasi, umunya berbentuk tubular tersusun berdekatan
ataupun glands in glands,
dilapisi selapis sampai beberapa lapis sel epitel kuboid,
diantara stroma jaringan ikat
padat.
Tidak ditemukan tanda-tanda atipik.
Tidak terlihat tanda ganas.
Kesimpulan :
Hiperplasia endometrium simpleks non atipia
-
22
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien perempuan 45 tahun datang dengan keluhan
menstruasi yang
lama dan banyak pada tanggal 1 Oktober-15 Oktober 2014. Darah
yang keluar
adalah darah segar, dan tiap harinya pasien harus mengganti
pembalut 8-10 kali.
Pemeriksaan fisis ditemukan CUT membesar sampai 2 jari atas
simfisis.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisis diatas, diagnosis mengarah
kepada
perdarahan uterus abnormal. Normalnya seseorang menstruasi hanya
sekitar 40-
80 ml perhari atau sekitar 3-4 kali ganti pembalut setiap
harinya. Selain itu pada
USG juga ditemukan adanya penebalan miometrium 11 mm sehingga
perdarahan
uterus abnormal akibat hiperplasia endometrium dapat
ditegakkan.
Harus dipikirkan juga mengenai perdarahan uterus akibat
kehamilan (abortus,
kehamilan ektopik), sehingga dilakukan pemeriksaan kehamilan
standar. Pasien
pasien ini hasil pemeriksaan tes kehamilan standar (Rapid)
yang
mendapatkanhasil negatif, sehingga kecurigaan akan kehamilan
dapat
disingkirkan. Perdarahan uterus akibat koagulopati juga dapat
disingkirkan
karena pada anamnesis tidak ditemukan adanya riwayat gangguan
pembekuan
darah atau riwayat serupa di keluarga. Selain itu hasil dari
pemeriksaan
laboratorium fungsi hemostasis didapatkan normal.
Penyebab iatrogenik juga dapat disingkirkan berdasarkan hasil
anamnesis
yang menyatakan bahwa pasien sedang tidak mengkonsumsi
obat-obatan
pengencer darah ataupun kontrasepsi.
Selain mengeluhkan perdarahan haid yang memanjang, pasien
juga
mengeluhkan nyeri pada saat haid yang memanjang tersebut.
Pemeriksaan fisis
teraba benjolan simfisis berukuran 2 jari, fixed, nyeri tekan
(-). Pada pemeriksaan
USG FM juga ditemukan beberapa massa hipoekoik batas tegas di
fundus dan
korpus depan diameter 44mm, 14mm, dan 15mm, serta tampak 1
massa
hiperekoik batas tegas di korpus belakang arus darah tersebar
pada massa ukuran
-
23
30x32mm kemungkinan berasal dari adenomiosis. Dari penjelasan
tersebut juga
dapat ditegakkan diagnosis mioma uteri intramural.
Pasien ini berusia 45 tahun yang artinya mempunyai faktor risiko
mengalami
perdarahan uterus abnormal yaitu usia perimenopause. Pada
wanita
perimenopause sering terjadi siklus anovulator sehingga terjadi
penurunan
prduksi progesteron oleh korpus luteum sehingga estrogen tidak
diimbangi oleh
progesteron. Akibat dari keadaan ini adalah terjadinya stimulasi
hormon estrogen
terhadap kelenjar tanpa ada hambatan dari progesteron yang
menyebabkan
proliferasi berlebih dan terjadinya hiperplasia pada
endometrium.
Pada pasien kita lakukan anjurkan untuk dilakukan dilatasi dan
kuretase.
Dilatasi dan kuretase mempunyai tujuan untuk terapi dan
diagnostik. Jadi, selain
untuk mengurangi perdarahan akibat dugaan adanya hiperplasia,
kuretase juga
berfungsi untuk mengetahui apakah hiperplasia ini mempunyai
sifat cenderung
untuk menjadi keganasan atau tidak.
Hasil pemeriksaan PA pasien menunjukkan hasil hiperplasia non
atipia.
Seperti yang sudah dijelaskan di tinjauan pustaka bahwa
hiperplasia jenis ini
dapat sembuh sendiri dan kecil kemungkinan untuk menjadi
ganas.
-
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas
Indonesia-POGI. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus
Disfungsional. 2007
2. Decherney AH, Nathan L, Godwin TM et al. Complication of
Menstruation; Abnormal Uterine Bleeding in Current Diagnosis and
Treatments in
Obstetrics and Gynecology
3. Sarwono, J dkk. Buku ajar ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
4. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM et al. Abnormal Uterine
Bleeding in Williams Gynecology. USA: The McGraw-Hill Companies.
2008
5. Munro MG, Critchley HOD, Broder MS, et al. FIGO
Classification system (PALM-COEIN) for causes of Abnormal Uterine
Bleeding in nongravid
women of reproductive age. Int J of Gyn and Obs 113 (2011)
6. Sweet MG, Dalton TAS, Weiss PM. Evaluation and Management of
Abnormal Uterine Bleeding in Premenopausal Women. Am Fam
Physician.
2012
7. Qureshi FU, Yusuf AW. Distribution of Causes of AUB using
FIGO Classification system. JPMA. 2013
8. Amran, rizani. Pemeriksaan histopatologi kuretase endometrium
dan sikatan endometrium pada wanita usia lebih dari 40 tahun dengan
perdarahn uterus
abnormal. Departemen obstetri dan ginekologi FK UNSRI. 2013.