Bab I
Pendahuluan
Sebagian besar kematian disebabkan oleh penyakit infeksi (32%),
penyakit degeneratif (59%), atau kecelakaan(9%). Kita tidak akan
membicarakan kematian akibat kecelakaan karena hal itu dapat
terjadi pada usia berapapun. Penyakit infeksi merupakan ancaman
sejak seorang manusia dilahirkan, dan memang anak-anak adalah
korban yang terbanyak dari penyakit infeksi. Sementara seseorang
akan meninggal akibat penyakit degeneratif pada usia yang lebih tua
karena tubuh memerlukan waktu untuk berdegenerasi. Adanya transisi
dari penyebab kematian akhir-akhir ini adalah akibat keberhasilan
program pengentasan penyakit infeksi di dunia. Terjadinya transisi
ini, yang ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup dan
semakin banyaknya penderita penyakit degeneratif, penting diketahui
dalam perencanaan pelayanan kesehatan dan pelatihan petugas
kesehatan.Hampir 17 juta orang meninggal lebih awal tiap tahunnya
sebagai akibat epidemi global penyakit degeneratif. Ternyata 80%
dari kematian akibat penyakit degeneratif ditemukan di banyak
negara dengan pendapatan nasional rendah dan sedang. Laporan WHO
menyebutkan 9 negara yang dimaksud, yaitu Brazilia, Kanada, Cina,
India, Nigeria, Pakistan, Rusia, Inggris, dan Tanzania. Upaya
penyelamatan dalam bentuk kerjasama global yang diusulkan WHO
diharapkan dapat menyelamatkan kehidupan 36 juta orang yang akan
meninggal hingga tahun 2015. Hal yang patut digarisbawahi adalah
permasalahan ini dan solusinya melibatkan banyak sektor. Untuk
melakukan upaya penanggulangan, semua pihak terkait, baik
pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat harus bekeja sama. Atau
dengan kata lain dibutuhkan kerja sama global untuk menyelamatkan
jutaan nyawa manusia dari ancaman penyakit degeneratif . BabII
Tinjauan Pustaka
2.1. Mengenal Penyakit Tidak Menular
Pentingnya pengetahuan tentang Penyakit Tidak Menular (PTM)
dilatarbelakangi dengan kecenderungan semakin meningkatnya
prevalensi PTM dalam masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.
Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke masyarakat industri
banyak memberikan andil terhadap perubahan pola fertilitas, gaya
hidup, sosial ekonomi yang pada gilirannya dapat memacu semakin
meningkatnya PTM.Istilah PTM kurang lebih mempunyai kesamaan dengan
sebutan Penyakit kronik, Penyakit non-infeksi, New communicable
disease, dan Penyakit degeneratif. Penyakit kronik dapat dipakai
untuk PTM karena kelangsungan PTM biasanya bersifat kronik
(menahun) atau lama. Namun ada juga penyakit tidak menular yang
kelangsungannya mendadak/akut, misalnya keracunan. Sebutan penyakit
non-infeksi dipakai karena penyebab PTM biasanya bukan oleh
mikro-organisme. Namun tidak berarti tidak ada peranan
mikro-organisme dalam terjadinya PTM. Disebut juga sebagai penyakit
degeneratif karena kejadiannya bersangkutan dengan proses
degenerasi atau ketuaan sehingga PTM banyak ditemukan pada usia
lanjut. Dan karena perlangsungannya yang lama itu pulalah yang
menyebabkan PTM berkaitan dengan proses degeneratif yang
berlangsung sesuai waktu/umur. Sementara itu ada yang secara
populer ingin menyebutnya sebagai new communicable disease karena
penyakit ini dianggap dapat menular, yakni melalui gaya hidup. Gaya
hidup di dalamnya dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual,
dan komunikasi global. Perubahan pola makan telah mendorong
perubahan peningkatan penyakit jantung yang berkaitan dengan makan
berlebih atau berkolesterol tinggi.
Berbeda dengan penyakit menular, PTM memiliki beberapa
karakteristik tersendiri seperti: penularan penyakit tidak melalui
suatu rantai penularan tertentu; masa inkubasi yang panjang;
perlangsungan penyakit yang berlarut-larut (kronik); banyak
menghadapi kesulitan diagnosis; mempunyai variasi yang luas;
memerlukan biaya yang tinggi dalam upaya pencegahan maupun
penanggulangannya; faktor penyebabnya bermacam-macam bahkan tidak
jelas.2.2. Insidensi Penyakit Tidak Menular
Dunia saat ini sedang mengalami transisi epidemiologi dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, seperti jelas
tampak pada gambar di bawah ini. Transisi ini terjadi akibat
keberhasilan program pengentasan penyakit infeksi di banyak negara
di dunia, yang ditandai dengan peningkatan angka harapan hidup dan
semakin banyaknya penderita penyakit degeneratif.
Gambar 1. Distribusi penyakit di seluruh dunia
Tampak bahwa PTM pada daerah Eropa, Amerika, dan daerah Pasifik
Selatan merupakan penyebab kematian yang terutama, jauh melebihi
kematian yang disebabkan oleh penyakit menular maupun kecelakaan.
Sementara di daerah Asia Tenggara dan Timur Tengah, tampak jelas
terjadinya transisi dengan hampir seimbangnya angka penyebab
kematian akibat PTM dengan penyakit menular. Hal ini menyebabkan
suatu keadaan yang dinamakan Beban Ganda (Double Burden), di mana
masalah penyakit menular dan PTM harus ditangani secara bersamaan.
Afrika sebenarnya juga mulai mengalami transisi, meskipun pada
beberapa daerah, insidensi penyakit menular masih sangat tinggi,
angka kejadian PTM mulai bertambah dengan cepat.
Di Indonesia sendiri, gambaran penyebab utama kematian akibat
PTM (berdasarkan laporan rumah sakit se-Indonesia tahun 2005) dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Proporsi PTM sebagai penyebab kematian terbanyak
di RS di Indonesia Tahun 2005
No.Penyakit Jumlah Kematian% dari seluruh kematian di RS
1Stroke tidak menyebutkan perdarahan atau infark49624,87
2Perdarahan intrakranial35723,71
3Septikemia 30653,18
4Gagal ginjal lainnya30473,16
5Penyakit jantung lainnya25772,67
6Diabetes mellitus20862,16
7Gangguan yang berhubungan dengan masa kehamilan yang terlalu
singkat dan BBLR18761,95
8Inflamasi sistim syaraf pusat17941,86
9Gagal Jantung17061,77
10Hipertensi primer (esensial)15641,62
Di Jawa Barat, berdasarkan laporan rumah sakit tahun 2005,
penyebab kematian terbanyak untuk kelompok usia 5-44 tahun adalah
stroke (10,15%), diikuti TBC Paru (6,4%). Ternyata pola penyebab
kematian terbesar untuk kelompok Lansia dan Pralansia juga tidak
jauh berbeda dengan kelompok usia 5-44 tahun, yaitu penyakit
kardiovaskuler, TBC, dan penyakit degeneratif lainnya. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Sepuluh Penyebab kematian utama penderita usia 5-44
tahun
yang dirawat di RS di Propinsi Jawa Barat Tahun 2005
No Jenis Penyakit%
1Stroke10,05
2TBC Paru6,40
3Gagal ginjal4,38
4Cedera kepala4,05
5Payah jantung3,75
6Meningitis3,49
7Diabetes Mellitus3,37
8Septikemia3,06
9Pneumonia dan Bronkopneumonia2,94
10Penyakit jantung lainnya2,86
Tabel 3. Sepuluh penyebab kematian utama penderita Lansia dan
Pralansia
yang dirawat di RS di Propinsi Jawa Barat Tahun 2005
Usia 45-64 tahunUsia 65 tahun
NoJenis Penyakit%NoJenis Penyakit%
1Stroke17,791Stroke18,29
2TBC Paru6,532Payah jantung4,64
3Gagal ginjal4,113TBC Paru3,99
4Cedera kepala3,664Gagal ginjal3,58
5Payah jantung3,405Diabetes Mellitus3,10
6Diabetes Mellitus3,346Infark Miokard2,57
7Sirosis Hepatis2,847Syok Kardiogenik2,07
8Demam berdarah dengue2,198Penyakit jantung lainnya1,89
9Septikemia1,929Pneumonia & Bronkopneumonia1,77
10Meningitis1,8610Gagal jantung1,68
2.3. Faktor Risiko
Faktor penyebab PTM disebut faktor risiko, untuk membedakannya
dengan istilah etiologi yang sering dipergunakan dalam penyakit
menular atau diagnosis klinik. Dikenal beberapa macam faktor risiko
menurut segi dari mana faktor risiko itu diamati. Menurut dapat
tidaknya risiko itu diubah, dikenal: unchangeable risk factors
yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah.
changeable risk factors yaitu faktor risiko yang dapat
diubah.
Menurut kestabilan peranan faktor risiko, dikenal:
suspected risk factors yaitu faktor yang belum mendapat dukungan
sepenuhnya dari hasil penelitian sebagai faktor risiko.
established risk factors yaitu faktor risiko yang telah mendapat
dukungan hasil penelitian sebagai faktor risiko.
Ada juga yang membagi faktor risiko atas faktor risiko yang well
documented dan less well documented; atau pembagian faktor risiko
yang kuat dan lemah.
Faktor-faktor risiko yang dapat diubah dan paling sering menjadi
penyebab PTM adalah pola makan yang tidak sehat, aktivitas fisik
yang kurang, serta konsumsi tembakau (rokok) dan alkohol yang
tinggi. Perubahan kebiasaan makan masyarakat ke arah konsumsi
makanan tinggi lemak dan gula, serta rendahnya konsumsi sayur dan
buah-buahan, secara signifikan telah meningkatkan insidensi
penyakit-penyakit seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit
kardiovaskular, hipertensi dan stroke, serta beberapa macam kanker.
Data WHO (2008) menunjukkan bahwa sekitar 43% penduduk Indonesia
yang berusia antara 25-65 tahun memiliki BMI >25kg/m2. Karenanya
nutrisi saat ini telah menjadi perhatian sebagai salah satu faktor
risiko utama yang apabila diintervensi akan memberikan hasil yang
sangat berbeda. Dan lebih penting lagi, ternyata intervensi pola
makan secara dini tidak hanya mempengaruhi kesehatan sesaat saja,
tetapi juga dapat menentukan apakah seseorang akan terkena penyakit
degeneratif lebih awal atau tidak. Sayangnya hal ini sulit
diterapkan karena banyak negara-negara berkembang masih lebih
memfokuskan masalah nutrisi untuk kasus-kasus malnutrisi,
dibandingkan untuk kasus-kasus PTM.Selain nutrisi, adanya aktivitas
fisik yang kurang (physical inactivity) akibat jenis pekerjaan yang
tidak banyak mengeluarkan tenaga (sedentary), juga telah diakui
sebagai faktor risiko terjadinya PTM. Hal ini terjadi akibat adanya
pergeseran progresif dari gaya hidup sebagai efek samping dari
kemajuan teknologi, baik di negara-negara maju maupun di
negara-negara berkembang. Sebagai contoh, data yang dikumpulkan
dari Sao Paulo (Brazil) menujukkan bahwa 70-80% dari populasi
negara tersebut tidak aktif. Sementara data dari WHO (2009)
menunjukkan sekitar 50% penduduk Indonesia, baik di perkotaan
maupun pedesaan, tidak aktif.Faktor risiko lain adalah tingginya
konsumsi tembakau (rokok). Hal ini terjadi akibat peningkatan
pemasaran dan penjualan produk tembakau yang marak pada
negara-negara dengan pendapatan rendah hingga sedang. Indonesia
sendiri dalam 30 tahun terakhir ini mengalami peningkatan konsumsi
rokok secara luar biasa, dari 33 milyar batang rokok pada tahun
2004 menjadi 230 milyar batang rokok pada tahun 2006. Data WHO
(2008) menunjukkan bahwa 22,8% remaja berusia 13-15 tahun sudah
mulai merokok. Sementara bila dirata-ratakan secara keseluruhan
(jumlah total batang rokok yang dikonsumsi per tahun dibagi jumlah
total penduduk di atas usia 15 tahun) maka tiap-tiap orang di
Indonesia mengkonsumsi 1742 batang rokok per tahunnya. Konsumsi
alkohol sebagai bagian dari perubahan gaya hidup juga berpengaruh
penting. Menurut WHO(2011) sekitar 19% penduduk di Indonesia yang
berusia 25-64 tahun, aktif mengkonsumsi alkohol.Kombinasi dari
faktor-faktor risiko ini dapat bertindak sebagai pemicu yang cepat
sekali untuk semakin bertambah banyaknya penderita PTM terutama di
negara-negara berkembang.2.4. Pencegahan Penyakit Tidak
MenularUpaya pencegahan PTM terutama ditujukan kepada faktor risiko
yang dapat diubah. Pencegahan PTM juga mengenal empat tingkat
pencegahan yaitu: pencegahan premordial yaitu upaya yang
dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang
memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dasar dari kebiasaan,
gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Merupakan upaya yang sangat
kompleks dan harus diciptakan dengan multimitra.
pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan
masyarakat (misalnya kampanye kesadaran masyarakat, promosi
kesehatan, dan pendidikan kesehatan masyarakat) dan pencegahan
khusus (misalnya pencegahan keterpaparan, pemberian
kemoterapi).
pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosis dini (misalnya
dengan melakukan skrining) dan pengobatan (misalnya dengan
melakukan kemoterapi atau tindakan bedah)
pencegahan tingkat ketiga meliputi rehabilitasi, misalnya dengan
perawatan rumah jompo.WHO telah mencanangkan program pencegahan PTM
secara terintegrasi melalui pendekatan multidisipliner dan
melibatkan masyarakat serta pemerintah, termasuk didalamnya adalah
surveillance penyakit, promosi dan prevensi, serta manajemen
pelayanan kesehatan. Surveillance penyakit terdiri dari surveilans
faktor risiko, registri penyakit dan surveillance kematian, yang
kemudian akan digunakan sebagai informasi untuk pengambilan
keputusan yang cost effective. Promosi dan prevensi dilakukan
melalui pemberdayaan berbagai komponen di masyarakat untuk memacu
kemandirian, baik pada masyarakat sehat dan yang berisiko, serta
tidak melupakan masyarakat yang berpenyakit dan masyarakat yang
menderita kecacatan dan memerlukan rehabilitasi. Manajemen
pelayanan kesehatan dilakukan dengan pengelolaan secara profesional
upaya preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif, serta
memperhatikan ketersediaan pelayanan kesehatan PTM yang berkualitas
dan terjangkau oleh masyarakat.
Sebagai contoh misalnya untuk mengurangi faktor risiko yang
terjadi dalam populasi, dapat dilakukan pencegahan melalui
intervensi sosio-ekonomi dan politik seperti meninggikan pajak
rokok, menyediakan makanan yang sehat, dan melalui program-program
sekolah. Untuk individu yang berisiko tinggi dapat dilakukan
intervensi preventif seperti mendeteksi dan mengobati hipertensi
atau hiperkolesterolemia, anjuran berhenti merokok, dan sebagainya.
Sementara untuk individu yang telah menderita PTM dilakukan
intervensi klinis dengan obat-obatan.2.5. Penyakit-penyakit
Degeneratif
Berikut ini akan dibahas mengenai penyakit-penyakit degeneratif
utama yang menjadi perhatian dunia saat ini.
2.5.1. Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Aterosklerosis
Penyakit jantung adalah penyakit negara dengan pola perilaku
masyarakat negara modern. Karena itu penyakit jantung tidak hanya
monopoli negara maju, tetapi juga banyak ditemukan di negara
berkembang yang menunjukkan kecenderungan peningkatan sesuai dengan
kecenderungan modernisasi masyarakatnya, seperti terjadi di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit jantung
berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya
tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok
dan minum alkohol berlebihan.
Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan salah satu bentuk utama
penyakit kardiovaskuler yang menjadi penyebab kematian nomor satu
di dunia. Menurut WHO (2008) kematian karena penyakit
kardiovaskuler adalah 12 juta per tahun, yang merupakan penyebab
kematian tertinggi bila dibandingkan dengan kematian yang
diakibatkan diare (5 juta per tahun), kanker (4,8 juta per tahun),
dan TBC (3 juta per tahun).
Timbulnya PJK walaupun seringkali tampak mendadak, sebenarnya
perjalanan penyakitnya kronis. Terjadinya PJK berkaitan dengan
suatu gangguan yang mengenai pembuluh darah yang disebut
arteriosklerosis. Arteriosklerosis akan menyebabkan terjadinya
kekaukan pembuluh darah dan penyempitan lubang pembuluh darah
sehingga terjadi gangguan aliran darah untuk otot jantung. Gambaran
klinik adanya PJK dapat berupa angina pektoris, miokard infark,
payah jantung, ataupun mati mendadak. Penyumbatan pembuluh darah
arteri koroner merupakan penyakit degeneratif yang secara paliatif
dapat diatasi dengan pembedahan terutama bagi kasus yang sudah
berat dan secara medis tidak berhasil diobati (obat maupun
angioplasti).
EpidemiologiHasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 2006, 2007, dan
Suskernas 2010 menunjukkan bahwa penyebab kematian utama di
Indonesia, terutama di kota besar adalah penyakit kardiovaskuler.
Sedangkan SKRT yang dilakukan pada tahun 2004, penyakit
kardiovaskuler baru menduduki urutan ke-11. Operasi jantung koroner
yang dilakukan di rumah sakit Jantung Harapan Kita di Jakarta
mencapai lebih dari 200 kasus pada tahun2005 dibandingkan hanya 20
sampai dengan 30 kasus pada tahun 2009. Ini belum termasuk
kasus-kasus yang berobat di luar negeri dan angioplasti. Di rumah
sakit Rajawali Bandung Bagian Penyakit Jantung kasus penyakit
jantung koroner yang berupa infark myokard pada tahun2005 meningkat
menjadi rata-rata 1,5 sampai 2 kasus per hari dibandingkan 0,5
sampai dengan 1 kasus per hari pada tahun 2006. Tabel 4. Penyebab
kematian utama nasional (dalam %)
Penyebab utama200020042008
Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA)17,86,09,5
Diare18,812,08,0
Kardiovaskuler9,99,716,0
Kecelakaan3,54,75,3
Faktor Risiko
Faktor-faktor disebut sebagai faktor resiko bila faktor tersebut
dapat mempercepat terjadinya penyakit aterosklerosis pada pembuluh
darah arteri. Faktor-faktor ini terbagi atas faktor tetap, mayor
dan minor, merupakan hasil dari penyelidikan; Survey dilakukan oleh
Hopking P.N., Williams R.R., (1981) dan oleh Castelli W.P. (1984)
di kota Framingham).
1. Faktor resiko tetap
Keturunan
Usia
Jenis kelamin
Suku/bangsa
2. Faktor resiko Mayor
Hipertensi
Dislipidemia
Merokok
Diabetes mellitus
Insulin
3. Faktor resiko Minor
Kegemukan dan berbadan pendek
Cekaman menahun
Kurang aktivitas fisik
Gaya hidup
Asam urat
Selain faktor resiko terdapat faktor prognostik yang menyangkut
keaadan penyakit yang menentukan perjalanan penyakit selanjutnya
dan berkaitan dengan kematian. Faktor prognostik tersebut antara
lain:
Umur tua.
Jenis kelamin laki-laki.
Infark anterior.
Penyakit jantung kongestif.
Hipertensi.
Aritmia ventrikel.
Pencegahan
Pencegahan penyakit jantung koroner meliputi 4 tingkatan,
yaitu:
1. Pencegahan primordial.
Mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap PJK dalam suatu
wilayah, dimana belum terlihat adanya faktor yang menjadi resiko
PJK.
2. Pencegahan primer.
Upaya awal pencegahan PJK melalui penyuluhan terhadap faktor
resiko PJK pada penderita dengan resiko tinggi yang berguna untuk
mencegah proses aterosklerosis secara dini.
3. Pencegahan sekunder.
Upaya mencegah keadaan PJK yang sudah pernah terjadi, agar tidak
berulang dan menjadi lebih berat. Tujuannya adalah untuk mencapai
nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan angka mortalitas
dengan cara perubahan pola hidup sehat dan kepatuhan berobat.
4. Pencegahan tersier.
Berguna untuk mencegah komplikasi yang lebih berat dan
kematian.Sementara untuk aterosklerosis prinsip pencegahannya
dimaksudkan sebagai upaya untuk memperlambat terjadinya proses
aterosklerosis dan mencegah terjadinya akibat lanjut dari
aterosklerosis. Hal ini disebabkan karena proses aterosklerosis
dianggap sebagai proses degenerasi yang tetap akan terjadi pada
setiap manusia di usia tua. Tetapi penting disadari juga bahwa
deteksi dini aterosklerosis memang bukanlah hal yang mudah.2.5.2.
Hipertensi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang akan
berlanjut untuk suatu target organ dan menjadi faktor risiko
penyakit seperti stroke, penyakit jantung koroner, hipertrofi
jantung kiri, gagal jantung kongesif, dan kelainan ginjal.
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara
maju dan negara berkembang. Di Indonesia hipertensi juga merupakan
masalah kesehatan yang perlu diperhatikan oleh dokter yang bekerja
pada pelayanan kesehatan primer karena angka prevalensinya yang
tinggi dan akibat jangka panjang yang ditimbulkannya. Di Indonesia
diperkirakan ada lima belas juta penduduk yang menderita
hipertensi, tetapi hanya sekitar 4% yang terkontrol. Hipertensi
terkontrol berarti penderita hipertensi yang tahu bahwa dirinya
menderita hipertensi dan sedang berobat untuk itu. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idopatik
dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit lain. Hipertensi primer meliputi lebih kurang 90% dari
seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh
hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder
dapat diketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa
persen yang dapat diperbaiki kelainannya.
Batasan
Definisi hipertensi yang saat ini dipakai (sesuai dengan JNC
VII) adalah tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih, atau tekanan
darah diastolik 90mmHg atau lebih.
Tabel 4. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII
Klasifikasi tekanan darahTekanan sistolikTekanan diastolik
Normal< 120Dan