ASKEP SPONDILITIS ANKILOSIS BAB I PENDAHULUAN 1 . LATAR BELAKANG Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang gejalanya ringan. Nama lain SA adalahMarie Strumpell disease atau Bechterew's disease1-2. Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding dengan artritis rematoid. Sekitar 20% donor darah dengan HLA-B27 menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai pada masa remaja dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan bervariasi antara 1,0-- 4,7%.3-7. Dalam makalah ini, akan dibahas penanganan spondilitis ankilosis. Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASKEP SPONDILITIS ANKILOSIS
BAB I
PENDAHULUAN
1 . LATAR BELAKANG
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik, bersifat sistemik,
ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama menyerang sendi tulang belakang (vertebra)
dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer,
sinovia, dan rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan mengakibatkan
fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini.
Ankilosis vertebra biasanya terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang
gejalanya ringan. Nama lain SA adalahMarie Strumpell disease atau Bechterew's disease1-2.
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding dengan artritis rematoid. Sekitar
20% donor darah dengan HLA-B27 menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai
pada masa remaja dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1).
Angka kekerapan bervariasi antara 1,0--4,7%.3-7. Dalam makalah ini, akan dibahas penanganan
spondilitis ankilosis.
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh
mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat
lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi,
sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra
C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus
vertebra (Mansjoer, 2000).
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang
biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau
Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra
lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2.
(1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri
punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses
ataupun kifosis
2 . TUJUAN PENULISAN
Mahasiswa Dapat Memahami Konsep Penyakit Spondilitis Ankilosa & Spondilitis TB
Mahasiswa Dapat Mengerti Tentang Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Spondilitis
Ankilosa & Spondilitis TB
Mahasiswa Dapat Mengaplikasikan Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal: Spondilitis Ankilosa & Spondilitis TB
BAB II
TINJAUAN TEORI
I . KONSEP MEDIS
I.1 Spondilitis Ankylosing
A . Defenisi
Spondilitis ankilosis adalah suatu penyakit peradangan kronik progresif yang terutama
menyerang sendi sakroiliaka dan sendi-sendi tulang belakang. Dengan semakin berkembangnya
penyakit pada tulang belakang, maka jaringan lunak paravertebra dan sendi kostovertebralis
mungkin terserang juga (Price & Wilson, 1985), Sedangkan depkes (1995) mendefenisikan
spondilitas sebagai suatu peradangan kronis yang menimbulkan kekakuan dan biasanya
gangguan bersifat progresif pada sendi sakro iliaka dan sendi panggul, sendi-sendi sinovial pada
spinal dan jaringan-jaringan lunak di spinal.
B. Etiologi
Etiologi Patogenesis pada SA tidak begitu dipahami, tetapi SA merupakan penyakit yang
diperantari olehsistem imun, dibuktikan dengan adnya peningkatan IgA dan berhubungan erat
dengan HLA B27.Secara imunologi terdapat interaksi antara class I HLA molecule B27 dan
Limfosit T. Tumor necrosis factor (TNF-) teridentifikasi sebagai pengatur sitokin.
Kecenderungan terjadinya SA dipercayai sebagai penyakit yang diturunkan secara genetik, dan
mayoritas (hampir 90%) penderita SA lahir dengan suatu gen yang disebut dengan HLA B27.
Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan adanya HLA B27 gene marker
yang dapat menjelaskan adanya hubungan HLA B27 dengan SA. Adanya gen HLA B27 ini
hanya menunjukan adanya kecenderungan yang meningkat terhadap terjadinya SA ini meskipun
ada faktor lain yang mempengaruhi seperti lingkungan.Akhir-akhir ini, dua gen lain telah
teridentifikasi berhubungan dengan SA, yaitu ARTS1 dan Il23R yangmempunyai peran dalam
mempengaruhi fungsi imunitas.
C. Patofisiologi
Spondilitis ankilosis menyerang tulang rawan dan fibrokartilago sendi pada tulang
belakang dan ligamen – ligamen para vertebral. Apabila diskusvertebral \is juga terinvasi oleh
jaringan vaskular dan fibrosa maka akan timbul kalsifikasi sendi- sendi dan struktur
artikular .Kalsifikasi yang terjadi pada jaringan lunak akan menjembatani satu tulang vertebra
dengan vertebra lainnya.Jaringan sinovial disekitar sendi yang terserang akan
meradang .Penyakit jantung juga dapat timbul bersamaan dengan penyakit ini.
D. Insidensi
Penyakit ini termasuk jarang dan insidensnya sebanding dengan artritis rematoid. Sekitar
20% donor darah menderita kelainan sakroilitis. Manifestasi biasanya dimulai pada masa remaja
dan jarang di atas 40 tahun, lebih banyak pada pria daripada wanita (5 : 1). Angka kekerapan
bervariasi antara 1,0--4,7%.
E. Manifestasi Klinik
1. Gejala utama SA adalah adanya sakroilitis. Perlangsungannya secara gradual dengan nyeri
hilang timbul pada pinggang bawah dan menyebar ke bawah pada daerah paha
2. Gejala klinik SA dapat dibagi dalam manifestasi skeletal dan ekstraskeletal.
a. Manifestasi skeletal berupa artritis aksis, artritis sendi panggul dan bahu, artritis perifer,
entensopati, osteoporosis, dan fraktur vertebra. Keluhan yang umum dan karakteristik awal
penyakit ialah nyeri pinggang dan sering menjalar ke paha. Nyeri biasanya menetap lebih dari 3
bulan, disertai dengan kaku pinggang pada pagi hari, dan membaik dengan aktivitas fisik atau
bila dikompres air panas. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat
unilateral atau bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah
pinggang bawah menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan
bertambah hebat bila batuk, bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan
menambah gejala nyeri dan kaku. Keluhan nyeri dan kaku pinggang merupakan keluhan dari
75% kasus di klinik. Nyeri tulang juksta-artikular dapat menjadi keluhan utama, misalnya entesis
yang dapat menyebabkan nyeri di sambungan kostosternal, prosesus spinosus, krista iliaka,
trokanter mayor, tuberositas tibia atau tumit. Keluhan lain dapat berasal dari sendi kostovertebra
dan manubriosternal yang menyebabkan keluhan nyeri dada, sering disalahdiagnosiskan sebagai
angina.
b. Manifestasi ekstraskeletal berupa iritis akut, fibrosis paru, dan amiloidosis. Manifestasi di luar
tulang terjadi pada mata, jantung, paru, dan sindroma kauda ekuina. Manifestasi di luar tulang
yang paling sering adalah uveitis anterior akut, biasanya unilateral, dan ditemukan 25--30% pada
penderita SA dengan gejala nyeri, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan kabur. Manifestasi pada
jantung dapat berupa aorta insufisiensi, dilatasi pangkal aorta, jantung membesar, dan gangguan
konduksi. Pada paru dapat terjadi fibrosis, umumnya setelah 20 tahun menderita SA, dengan
lokasi pada bagian atas, biasanya bilateral, dan tampak bercak-bercak linier pada pemeriksaan
radiologis, menyerupai tuberkulosis
3. Keluhan konstitusional biasanya sangat ringan, seperti anoreksia, kelemahan, penurunan berat
badan, dan panas ringan yang biasanya terjadi pada awal penyakit.
F. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium awal dapat ditemukan tanda sakroilitis yang ditandai dengan nyeri tekan pada
sendi sakroiliaka. Stadium berikutnya, rasa nyeri dapat hilang karena peradangan diganti dengan
fibrosis dan atau dengan ankilosis. Pada stadium lanjut ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke
semua arah yang dapat dinilai dengan gerak laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.
Uji Schober sangat berguna untuk menilai keterbatasan sendi. Pemeriksa harus memperhatikan:
1. Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra.
2. Menurunnya mobilitas spinal ke arah anterior dan lateral.
3. Pinggang bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk
4. Berkurangnyaekspansidada
5. Nyeri di daerah prosesus spinosus torakolumbal, persendian sakroiliaka dan daerah sternum,
klavikula, krista iliaka, atau tumit.
Uji Scober dilakukan dengan posisi berdiri tegak, kemudian dibuat tanda titik pada kulit di atas
prosesus spinosus vertebra lumbal lima, kurang lebih setinggi spina iliaka posterior superior, dan
titik kedua 10 cm di atas titik pertama. Penderita diminta membungkukkan punggungnya tanpa
menekuk lutut. Normalnya, jarak kedua titik akan bertambah 5 cm atau lebih. Apabila kurang
dari 15 cm menunjukkan adanya keterbatasan gerak. Pemeriksaan ekspansi rongga dada
dilakukan dengan cara mengambil selisih jarak antara inspirasi dan ekspirasi maksimal, diukur
pada sela iga4. Normalnya, selisih ini 6—10cm.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada uji diagnostik yang patognomonik. Peninggian laju endap darah ditemukan pada 75%
kasus, tetapi hubungannya dengan keaktifan penyakit kurang kuat. Serum C reactive
protein (CRP) lebih baik digunakan sebagai petanda keaktifan penyakit. Kadang-kadang,
ditemukan peninggian IgA. Faktor rematoid dan ANA selalu negatif. Cairan sendi memberikan
gambaran sama pada inflamasi. Anemia normositik-normositer ringan ditemukan pada 15%
kasus. Pemeriksaan HLA - B27 dapat digunakan sebagai pembantu diagnosis.
H. Pemeriksaan Radiologi
Kelainan radiologis yang khas pada SA dapat dilihat pada sendi aksial, terutama pada sendi
sakroiliaka, diskovertebral, apofisial, kostovertebral, dan kostotransversal. Perubahan pada sendi
S2 bersifat bilateral dan simetrik, dimulai dengan kaburnya gambaran tulang subkonral, diikuti
erosi yang memberi gambaran mirip pinggir perangko pos. Kemudian, terjadi penyempitan celah
sendi akibat adanya jembatan interoseus dan osilikasi. Setelah beberapa tahun, terjadi ankilosis
yang komplit. Beratnya proses sakroilitis terdiri dari 5 tingkatan berdasarkan radiologis, yaitu
tingkat 0 (normal), tingkat 1 (tepi sendi menjadi kabur), tingkat 2 (tingkat 1 ditambah adanya
sclerosis periartikuler, jembatan sebagian tulang atau pseudo widening, tingkat 3 (tingkat 2
ditambah adanya erosi dan jembatan tulang), serta tingkat 4 (ankilosa yang lengkap). Akan
terlihat gambaran squaring (segi empat sama sisi) pada kolumna vertebra dan osifikasi bertahap
lapisan superfisial anulus fibrosus yang akan mengakibatkan timbulnya jembatan di antara badan
vertebra yang disebut sindesmofit. Apabila jembatan ini sampai pada vertebra servikal, akan
membentuk bamboo spine. Keterlibatan sendi panggul memperlihatkan adanya penyempitan
celah sendi yang konsentris, ketidakteraturan subkhondral, serta formasi osteofit pada tepi luar
permukaan sendi, baik pada asetabulum maupun femoral. Akhirnya, terjadi ankilosis tulang dan
pada sendi bahu memperlihatkan penyempitan celah sendi dengan erosi.
I. Diagnosis
Agak sulit menegakkan diagnosis dini SA sebelum timbulnya deformitas yang ireversibel.
Diagnosis SA dapat ditegakkan berdasarkan Kriteria New York 1984 yang dimodifikasi
Kriteria klinis:
1. Keterbatasan gerak vertebra lumbal terhadap bidang frontal dan sagital.
2. Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak hilang dengan
istirahat.
3. Penurunan ekspansi dada.
Kriteria radiologis:
1. Sakroilitis bilateral tingkat
2. Sakroilitisunilateraltingkat.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan minimal 1 kriteria radiologis ditambah 1 kriteriaklinis
Pemeriksaan B27 tidak hanya berguna sebagai penunjang diagnosis, tetapi juga bermanfaat
dalam diagnostik awal sebelum timbulnya kelainan radiologis. Beberapa studi menunjukkan
kelompok B27 dengan gejala khas SA tanpa kelainan radiologis (sakroilitis) sebagian besar
memperlihatkan kelainan radilogis setelah beberapa tahun kemudian.
J. Perawatan :
1. Menghilangkan nyeri
2. Mengurangi inflamasi
3. Latihan fisik untuk perbaikan kekuatan otot, dan memelihara postur tubuh. Latihan fisik
penting dilakukan karena penyakit ini cenderung terjadi kelainan berupa fleksi spinal yang
progresif. Oleh karena itu, otot-otot ekstensor spinal harus diperkuat.
a. Penderita dianjurkan tidur terlentang menggunakan kasur yang agak keras dengan sebuah
bantal tipis. Menggunakan bantal yang tebal atau beberapa bantal sebaiknya dihindari. Pada pagi
hari, mandi air hangat, diikuti latihan fisik untuk penguatan otot-otot belakang (sesuai dengan
petunjuk dokter atau dokter fisioterapi). Hal ini sebaiknya dilakukan di rumah secara teratur.
Tidur tengkurap selama beberapa menit dilakukan beberapa kali dalam sehari merupakan
tindakan yang bermanfaat dalam menjaga pergerakan ekstensi spinal.
b. Berenang merupakan latihan fisik yang terbaik selama otot-otot masih boleh menahan dalam
keadaan ekstensi. Fusi spinal merupakan komplikasi dari spondilitis. Karena itu, postur harus
dipertahankan dan menghindari terjadinya kontraktur dalam posisi fleksi dari bahu dan lutut.
Penderita dianjurkan setiap saat tegak, seolah-olah tumit, bokong, pundak, bahu, dan belakang
kepala selalu bersandar pada dinding.
c. Manuver lain yang perlu dilakukan adalah bernapas dalam dan gerakan fleksi lumbal yang
isometrik. Posisi postur tubuh harus diperhatikan setiap saat. Kursi dengan sandaran yang keras
dianjurkan, tetapi diutamakan lebih banyak berjalan dari pada duduk.
K. Pengobatan
Pengobatan dengan obat anti-inflamasi nonsteroid (AINS) untuk mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, dan memperbaiki kualitas hidup penderita. Indometasin 75--150 mg
perhari (Areumakin, Benocid, Dialorir, Confortid) memegang rekor terbaik. Apabila penderita
tidak mampu mentolerir efek samping seperti gangguan lambung atau gangguan SSP berupa
sakit kepala dan pusing, maka AINS yang lain dapat dicoba.
Penderita yang tidak responsif dengan indometasin atau AINS yang baru lainnya dapat dicoba
dengan fenilbutazon 100-300 mg perhari. Tingginya insidens agranulositosis atau anemia
aplastik akibat efek samping obat ini dibandingkan dengan AINS yang lain perlu disampaikan
pada penderita. Jumlah eritrosit dan lekosit harus selalu dimonitor.
Preparat emas dan penisilamin telah digunakan pada penderita dengan poliatritis perifer.
Publikasi studi klinik terakhir dari sulfasalazin 2--3 gr perhari (Sulcolon tab. 500 mg)
menunjukkan adanya perbaikan, baik nyeri maupun kelainan spinal.
Bila keluhan sangat mengganggu dalam kegiatan sehari-hari dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan artroplasti atau koreksi deformitas spinal. Tindakan ini sangat berguna untuk
mengurangi keluhan akibat deformitas tersebut.
L. Prognosis
Prognosis dari SA sangat bervariasi dan susah diprediksi. Secara umum, penderita lebih
cenderung dengan pergerakan yang normal daripada timbulnya restriksi berat. Keterlibatan
ekstraspinal yang progresif merupakan determinan penting dalam menentukan prognosis.
Beberapa survei epidemiologis menunjukkan bahwa apabila penyakitnya ringan, berkurangnya
pergerakan spinal yang ringan, dan berlangsung dalam 10 tahun pertama maka perkembangan
penyakitnya tidak akan memberat. Keterlibatan sendi-sendi perifer yang berat menunjukkan
prognosis buruk. Sebagian besar penderita dengan SA memperlihatkan keluhan serta
perlangsungan yang ringan dan dapat dikontrol sehingga dapat menjalankan tugas dan kehidupan
sosial dengan baik.
Secara umum, wanita lebih ringan dan jarang progresif serta lebih banyak
memperlihatkan keterlibatan sendi-sendi perifer. Sebaliknya, bamboo spine lebih sering terlihat
pada pria. Terdapat dua gambaran yang secara langsung berpengaruh terhadap morbiditas,
mortalitas, dan prognosis. Keduanya dianggap sebagai akibat dari trauma, baik yang tidak
disadari maupun trauma berat. Awalnya, terjadi lesi destruksi pada salah satu diskovertebra,
biasa terjadi pada segmen spinal yang bisa dilokalisir, dan ditandai dengan nyeri akut atau
berkurangnya tinggi badan yang mendadak. Skintigrafi dan tomografi tulang memperlihatkan
kelainan, baik elemen anterior maupun posterior. Imobilisasi yang tepat dan diperpanjang dapat
memberikan penyembuhan pada sebagian besar kasus. Komplikasi kedua yang menyusul trauma
berat maupun yang ringan berupa fraktur yang dapat menyebabkan koropresi komplit atau
inkomplit.
I.2 Spondilitis Tuberculosis
A. Defenisi
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis
di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )
Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif oleh
mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus ditempat
lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi,
sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).
Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis.
Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra
C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus
vertebra (Mansjoer, 2000).
Penyakit Pott adalah osteomielitis tuberculosis yang mengenai tulang belakang. (Brooker. 2001)
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa
merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh
mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis yang muncul pada tulang belakang merupakan tuberkulosis sekunder yang
biasanya berasal dari tuberkulosis ginjal. Berdasarkan statistik, spondilitis tuberkulosis atau
Pott’s disease paling sering ditemukan pada vertebra torakalis segmen posterior dan vertebra
lumbalis segmen anterior (T8-L3), coxae dan lutut serta paling jarang pada vertebra C1-2.
(1,2,3,4)
Tuberkulosis pada vertebra ini sering terlambat dideteksi karena hanya terasa nyeri
punggung/pinggang yang ringan. Pasien baru memeriksakan penyakitnya bila sudah timbul abses
ataupun kifosis.
B.Etiologi
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat
lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human
dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu
disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)
C.Manifestasi Klinis
Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis
pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu
sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-
anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. (Rasjad. 1998)
Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian
diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia
dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang
vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri
spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda
terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50%
kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis,
ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis
(gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang
sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)
Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala,
gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Harus diingat pada
mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama
gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian
posterior tulang juga terlibat. (Harsono,2003)
D.Patofisiologi
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari
TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit
tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui leksus
Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di
bagian depan (anterior vertebral body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan
akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang
jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat
menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus
Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi
penyempitan oleh karenadirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior
vertebra akan menimbulkan kiposis.
Pathways
E.Komplikasi
Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s paraplegia yang
apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus maupun sequester,
atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan bila muncul pada stadium lanjut
disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing)
di atas kanalis spinalis.
Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab paraplegi ini. Paraplegi
yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun sequester membutuhkan tindakan
operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis dan saraf.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal ke dalam
pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra lumbal maka
nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang merupakan cold abscess.
F. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap :leukositosis, LED meningkat
2) Uji mantoux (+) TB
3) Uji kultur : biakan batkeri
4) Biopsi, jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5) Pemeriksaan hispatologis : dapat ditemukan tuberkel
B. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto toraks / X – ray
b) Pemeriksaan foto dengan zat kontras
c) Foto polos vertebra
d) Pemeriksaan mielografi
e) CT scan atau CT dengan mielografi
f) MRI
G.Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut :
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Pengobatan terdiri atas :
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
- Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap
Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat
ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4
bulan (54 kali).
- Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita
dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :
· Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid
1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2
bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
· Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3
kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju
endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta
gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi operasi yaitu:
• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.
Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa
diberikan obat tuberkulostatik.
• Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus
debrideman serta bone graft
• Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan
MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis
tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal,
yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi
spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada
tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.
Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc tulang belakang yang
disebut total treatment (1989).
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya sebagai infeksi
tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan TBC tulang belakang
dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan
dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam masyarakat,
kembali pada pekerjaan dan keluarganya.
H.Dampak Masalah
a) Terhadap Individu.
Sebagai orang sakit, khusus klien spondilitis tuberkolosa akan mengalami suatau perubahan, baik
itu bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang di karenakan baik
itu oleh proses penyakit ataupun pengobatan dan perawatan oleh karena adanya perubahan
tersebut akan mempengaruhi pola - pola fungsi kesehatan antara lain :
1. Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah dan anoreksia, sedangkan
kebutuhan metabolisme tubuh semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan
pada status nutrisinya.
2. Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung menyebabkan klien
membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik
tersebut.
3. Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu terhadap bentuk tubuhnya dan
kadang - kadang mengisolasi diri.
b) Dampak terhadap keluarga.
Dalam sebuah keluarga, jika salah satu anggota keluarga sakit, maka yang lain akan merasakan
akibatnya yang akan mempengaruhi atau merubah segala kondisi aktivitas rutin dalam keluarga
itu.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
II.I Pada Spondilitis Ankylosing
I. Pengkajian
a. Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri pinggang bawah lebih dari 3 bulan, menjadi baik dengan latihan dan tidak hilang dengan
istirahat. Nyeri pinggang biasanya tumpul dan sukar ditentukan lokasinya, dapat unilateral atau
bilateral. Nyeri bilateral biasanya menetap, beberapa bulan kemudian daerah pinggang bawah
menjadi kaku dan nyeri. Nyeri ini lebih terasa seperti nyeri bokong dan bertambah hebat bila
batuk, bersin, atau pinggang mendadak terpuntir. Inaktivitas lama akan menambah gejala nyeri
dan kaku
b. Aktivitas / istrahat
· Spasme otot-otot paravertebra dan hilangnya lordosis vertebra,Menurunnya mobilitas spinal ke
arah anterior dan lateral,Pinggang bagian bawah sukar dibengkokkan bila membungkuk.Pada
stadium lanjut ditemukan keterbatasan gerak vertebra ke semua arah yang dapat dinilai dengan
gerak laterofleksi, hiperekstensi, anterofleksi, dan rotasi.
· Pasien nampak berhati – hati dalam beraktifitas ,punggung selalu dijaga untuk tidak bergerak