A. Teori Keperawatan Dorothea Orem (Penyusun Teori: Orem (1971)) Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu individu memenuhi kabutuhan hidup, memlihara kesehatan dan kesejahteraannya, oleh karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care Defisit Teori. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi, lansia, dan orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas Self Care mereka. Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi kebutuhan dan menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori dari Orem tentang Self Care Deficit of Nursing. Dari teori ini oleh Orem dijabarkan ke dalam tiga teori yaitu ; 1. Self Care Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang sesuai dengan kebutuhan. Perawatan diri sendiri adalah suatu langkah awal yang dilakukan oleh seorang perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan keadaan dan keberadaannya , keadaan kesehatan dan kesempurnaan.Perawatan diri sendiri merupakan aktifitas yang praktis dari seseorang dalam memelihara kesehatannya serta mempertahankan kehidupannya. Terjadi hubungan antar pembeli self care dengan penerima self care dalam hubungan terapi. Orem mengemukakan tiga kategori / persyaratan self care
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
A. Teori Keperawatan Dorothea Orem (Penyusun Teori: Orem (1971))
Menurut Orem, asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa setiap
orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga membantu
individu memenuhi kabutuhan hidup, memlihara kesehatan dan kesejahteraannya,
oleh karena itu teori ini dikenal sebagai Self Care (perawatan diri) atau Self Care
Defisit Teori. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri, sedangkan bayi,
lansia, dan orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas Self Care
mereka.
Teori ini mengacu kepada bagaimana individu memenuhi kebutuhan dan
menolong keperawatannya sendiri, maka timbullah teori dari Orem tentang Self Care
Deficit of Nursing. Dari teori ini oleh Orem dijabarkan ke dalam tiga teori yaitu ;
1. Self Care
Teori self care ini berisi upaya tuntutan pelayanan diri yang sesuai dengan
kebutuhan. Perawatan diri sendiri adalah suatu langkah awal yang dilakukan oleh
seorang perawat yang berlangsung secara continue sesuai dengan keadaan dan
keberadaannya , keadaan kesehatan dan kesempurnaan.Perawatan diri sendiri
merupakan aktifitas yang praktis dari seseorang dalam memelihara kesehatannya
serta mempertahankan kehidupannya. Terjadi hubungan antar pembeli self care
dengan penerima self care dalam hubungan terapi. Orem mengemukakan tiga
kategori / persyaratan self care yaitu : persyaratan universal, persyaratan
pengembangan dan persyaratan kesehatan.Penekanan teori self care secara umum
adalah:
a. Pemeliharaan intake udara
b. Pemeliharaan intake air
c. Pemeliharaan intake makanan
d. Mempertahankankan hubungan perawatan proses eliminasi dan eksresi
e. Pemeliharaan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
f. Pemeliharaan keseimbangan antara solitude dan interaksi social
g. Pencegahan resiko-resiko untuk hidup, fungsi usia dan kesehatan manusia
h. Peningkatan fungsi tubuh dan pengimbangan manusia dalam kelompok sosial
sesuai dengan potensinya.
2. Self Care Deficit
Teori ini merupakan inti dari teori perawatan general Orem, yang
menggambarkan kapan keperawatan di perlukan, oleh karena perencanaan
keperawatan pada saat perawatan yang dibutuhkan.Bila dewasa (pada kasus
ketergantungan, orang tua, pengasuh) tidak mampu atau keterbatasan dalam
melakukan self care yang efektif.Teori self care deficit diterapkan bila ;
a. Anak belum dewasa
b. Kebutuhan melebihi kemampuan perawatan
c. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan tetapi diprediksi untuk masa yang
akan datang, kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan
kebutuhan.
3. Nursing system
Teori yang membahas bagaimana kebutuhan "Self Care" pasien dapat dipenuhi
oleh perawat, pasien atau keduanya.Nursing system ditentukan / direncanakan
berdasarkan kebutuhan "Self Care" dan kemampuan pasien untuk menjalani
aktifitas "Self Care". Orem mengidentifikasikan klasifikasi Nursing System :
a. The Wholly compensatory system
Bantuan secara keseluruhan, dibutuhkan untuk klien yang tidak mampu
mengontrol dan memantau lingkungannya dan berespon terhadap rangsangan.
b. The Partialy compensantory system
Bantuan sebagian, dibutuhkan bagi klien yang mengalami keterbatasan gerak
karena sakit atau kecelakaan.
c. The supportive - Educative system
Dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukannya untuk
dipelajari, agar mampu melakukan perawatan mandiri.
3. Metode bantuan :
Perawat membantu klien dengan menggunakan system dan melalui lima
metode bantuan yang meliputi :
1) Acting atau melakukan sesuatu untuk klien
2) Mengajarkan klien
3) Mengarahkan klien
4) Mensupport klien
5) Menyediakan lingkungan untuk klien agar dapat tumbuh dan berkembang.
4. Keyakinan dan nilai - nilai
Keyakinan Orem's tentang empat konsep utama keperawatan adalah :
a. Klien : individu atau kelompok yang tidak mampu secara terus menerus
memperthankan self care untuk hidup dan sehat, pemulihan dari sakit atau
trauma atu koping dan efeknya.
b. Sehat : kemampuan individu atau kelompoki memenuhi tuntutatn self care
yang berperan untuk mempertahankan dan meningkatkan integritas structural
fungsi dan perkembangan.
c. Lingkungan : tatanan dimana klien tidak dapat memenuhi kebutuhan keperluan
self care dan perawat termasuk didalamnya tetapi tidak spesifik.
d. Keperawatan : pelayanan yang dengan sengaja dipilih atau kegiatan yang
dilakukan untuk membantu individu, keluarga dan kelompok masyarakat
dalam mempertahankan self care yang mencakup integritas struktural, fungsi
dan perkembangan.
5. Tiga kategori self care
Model Orem's menyebutkan ada beberapa kebutuhan self care yang
disebutkan sebagai keperluan self care (self care requisite), yaitu :
Universal self care requisite ; keperluan self care universal dan ada pada setiap
manusia dan berkaitan dengan fungsi kemanusiaan dan proses kehidupan,
biasanya mengacu pada kebutuhan dasar manusia. Universal requisite yang
dimaksudkan adalah :
a. Pemeliaharaan kecukupan intake udara
b. Pemeliharaan kecukupan intake cairan
c. Pemeliharaan kecukupan makanan
d. Pemeliharaan keseimabnagn antara aktifitas dan istirahat
e. Mencegah ancaman kehidupan manusia, fungsi kemanusiaan dan
kesejahteraan manusia.
f. Persediaan asuhan yang berkaitan dengan proses- proses eliminasi.
g. Meningkatkan fungsi human fungtioning dan perkembangan ke dalam
kelompok sosial sesuai dengan potensi seseorang, keterbatasan seseorang dan
keinginan seseorang untuk menjadi normal.
Developmental self care requisite : terjadi berhubungn dengan tingkat
perkembangn individu dan lingkungan dimana tempat mereka tinggal yang
berkaitan dengan perubahan hidup seseorang atau tingkat siklus kehidupan.
Health deviation self care requisite : timbul karena kesehatan yang tidak sehat
dan merupakan kebutuhan- kebutuhan yang menjadi nyata karena sakit atau
ketidakmampuan yang menginginkan perubahan dalam perilaku self care.
F. Tujuan
Tujuan keperawatan pada model Orem"s secara umum adalah :
1. Menurunkan tuntutan self care pada tingkat dimana klien dapat memenuhinya,
ini berarti menghilangkan self care deficit.
2. Memungkinkan klien meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan
self care.
3. Memungkinkan orang yang berarti (bermakna) bagi klien untuk memberikan
asuhan dependen jika self care tidak memungkinkan, oleh karenanya self care
deficit apapun dihilangkan.
4. Jika ketiganya ditas tidak tercapai perawat secara langsung dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan self care klien.
Tujuan keperawatan pada model Orem's yang diterapkan kedalam praktek
keperawatan keluarga / komunitas adalah :
1. Menolong klien dalam hal ini keluarga untuk keperawatan mandiri secara
terapeutik
2. Menolong klien bergerak kearah tidakan-tidakan asuhan mandiri
3. Membantu anggota keluarga untuk merawat anggota keluarganya yang
mengalami gangguan secara kompeten.
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
1. Pengkajian Muskuloskeletala. Anamnesis
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada sistem
muskuloskeletal merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat. Sebagian
masalah sistem muskuloskeletal dapat tergali melalui anamnesis yang baik dan
teratur sehingga seorang perawat perlu meluangkan waktu yang cukup dalam
melakukan anamnesis secara tekun dan menjadikannya kebiasaan pada setiap
pengkajian keperawatan. Dalam melakukan anamnesis seorang perawat perlu
memperhatikan beberapa hal agar proses anamnesis dapat optimal yang meliputi :
1) Ketenangan. Perawat melaksanakan anamnesis dengan bersikap tenang agar
dapat mengorganisasi pikiran dan informasi lengkap tentang apa yang akan
disampaikan atau ditanyakan kepada klien.
2) Mendengar dengan aktif. Perawat mendengarkan dengan penuh minat dan
perhatian.
3) Klarifikasi. Perawat meminta klien untuk mengulang informasi dalam bentuk
atau cara lain yang membantu perawat mengerti maksud klien dengan baik.
4) Memfokuskan. Perawat membantu menghilangkan kesamaran komunikasi
dengan mangajukan pertanyaan evaluasi dan meminta klien untuk melengkapi
data.
5) Konfrontasi. Suatu pendkatan knstruktif yang menginformasikan klien tentang
apa yang dipikirkan atau dirasakan perawat terkait dengan perilaku klien selama
interaksi.
6) Memberi umpan balik.
7) Pemberian informasi.
8) Menyimpulkan
b. Keluhan utama1) Nyeri. Nyeri merupakan gejala yang sering ditemukan pada masalah sistem
muskuloskeletal dan perlu diketahui secra lengkap tentang sifat-sifat nyeri.
Nyeri tulang biasanya digambarkan sebagai nyeri dalam, tumpul yang bersifat
menusuk, sedangkan nyeri otot digambarkan adanya rasa pegal. Nyeri fraktur
bersifat tajam dan menusuk dan dapat dihilangkan dengan imobilisasi, nyeri
tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat spasme otot atau
penekanan pada saraf sensorik. (Muttaqin,2008). Nyeri pada satu titik yang
terus bertambah menunjukkan proses infeksi (osteomielitis), tumor ganas, atau
komplikasi vaskular. Nyeri menyebar terdapat pada keadaan yang menimbulkan
tekanan pada serabut saraf. Nyeri bisa berbeda-beda dan pengakajian maupun
penangan keperawatannya harus dibedakan pula untuk masing-masing klien.
(Muttaqin, 2008).
2) Deformitas. Deformitas atau kelainan bentuk menimbulkan suatu keluhan yang
menyebabkan klien meminta pertolongan layanan kesehatan. Perawat perlu
menanyakan berapa lama keluhan dirasakan, kemana klein pernah meminta
pertolongan sebelum ke rumah sakit, dan apakan ada kelainan/perubahan bentuk
tulang yang menyebabkan perubahan citra diri.
3) Kekakuan/ketidakstabilan sendi. Kekakuan atau ketidakstabilan sendi
merupakan suatu keluhan yang dirasakan klien mengganngu aktivitasnya sehari-
hari dan menyebabkan klien meminta pertolongan kesehatan. Perawat perlu
menanyakan berapa lama keluhan dirasakan serta sejauh mana keluhan
menyebabkan gangguan pada aktivitas klien. (Muttaqien, 2008).
4) Pembengkakan/ benjolan. Keluhan adanya pembengkakan ekstremitas
merupakan suatu tanda adanya bekas trauma yang terjadi pada klien.
Pembengkakan dapat terjadi pada jaringan lunak, sendi atau tulang.
Pembengkakan juga dapat disebabkan oleh infeksi, tumor jinak atau ganas.
(Muttaqien, 2008).
5) Kelemahan otot, keluhan kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum
(misalnya pada panyakit distrofi muscular) atau bersifat local karena gangguan
neurologis pada otot (misalnya pada Morbus Hansen, peroneal paralisis, atau
penyakit poliomyelitis). Yang harus ditanyakan saat mengkaji kelemahan otot
adalah waktu dan sifat kelemahan otot apakah keluhan terjadi secara bertahap
atau tiba-tiba tanpa adanya sebab. Lokasi bagian tubuh yang mengalami
kelemahan otot mengenai seluruh badan atau hanya ektremitas bawah, apakah
keluhan dirasakan sebagian atau seluruhnya. Apakah kelemahan otot disertai
dengan kelainan sensorik, seperti parestesia, hipoestesia, atau hiperestesia.
Apakah adanya riwayat kelemahan otot akibat pengobatan sebelumnya.
(Muttaqien, 2008).
6) Gangguan sensibilitas. Keluhan adanya gangguan sensibilitas muncul apabila
terjadi kerusakan saraf pada upper/lower motor neuron, baik bersifat local
maupun menyeluruh. Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma
atau penekanan pada saraf. Gangguan sensorik sering berhubungan dengan
masalah musculoskeletal. Pembengkakan jaringan lunak atau trauma langsung
terhadap struktur tersebut dapat mengganggu fungsinya. Kehilangan fungsi
dapat terjadi akibat gangguan struktur saraf dan peredaran darah yang terletak
sepanjang musculoskeletal.
7) Gangguan atau hilangnya fungsi. Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi organ
muskuloskeletal merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama.
Gangguan atau hilangnya fungsi baik pada sendi maupun anggota gerak
mungkin disebabkan oleh nyeri, kekakuan sendi, atau kelemahan otot.
Anamnesis yang dilakukan perawat untuk menggali keluhan utama klien adalah
berapa lama keluhan muncul, lokasi atau organ yang mengalami gangguan atau
kehilangan fungsi dan apakah ada keluhan lain yang menyertai.
c. Riwayat kesehatan
1) Identitas klien meliputi nama, usia, alamat, pekerjaan, asuransi kesehatan,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk.
2) Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit sekarang mencakup masalah klien
mulai dari awitan keluhan utama sampai pengkajian.
3) Riwayat penyakit dahulu. Perlu ditanyakan penyakit-penyakit yang dialami
sebelumnya yang kemungkinan mempunyai hubungan dengan masalah klien
sekarang. Riwayat operasi perlu ditanyakan karena kemungkinan ada
hubungannya dengan keluhan sekarang seperi operasi karsinoma prostat,
karsinoma mamae yang dapat bermetastase pada tulang.
4) Riwayat penyakit keluarga. Penelurusan penyakit keluarga sangat penting
karena beberapa penyakit muskuloskeletal dapat berkaitan dengan kelainan
genetik dan dapat diturunkan.
5) Pengkjian psikososial. Pengkajian psikologis klien meliputi klien meliputi
beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi
yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
6) Kemampuan koping. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga
penting dinilai untuk mengetahui respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan perubahan peran klien, serta respons atau pengaruhnya terhadap
kehidupan sehari-hari.
7) Pengkajian sosioekonomispiritual. Bila klien rawat inap, apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien karena perawatan dan pengobatan
memerlukan dana yang tidak sedikit.
8) Pengetian klien tentang masalah kesehatan. Hal ini memperlihatkan tingkat
penerimaan, tingkat intelektual, dan kemampuan untuk melaksanakan perawatan
mandiri klien.
9) Pertimbangan pediatrik.
10) Pertimbangan gerontologik. Perawatan harus melakukan pertimbangan
gerontik.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum. Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu
dicatat adalah kesadaran klien (apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
yang bergantung pada keadaan klien) kesakitan atau keadaan penyakit (akut,
kronis, ringan sedang, berat)
2) B1 (Breathing). Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien
fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan.
3) B2 ( Blood). Inspeksi : tidak ada iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus
tidak teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
4) B3 (Brain).
tingkat kesadaran, biasanya kompos mentis.
Pemeriksaan fungsi serebral. Status mental : observasi penampilan dan
tingkah laku klien.
Pemeriksaan saraf kranial
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan sensorik
5) B4 (Bladder). Kaji keadaan urin yang meliputi warna jumlah dan karakteristik
urine.
6) B5 (Bowel). Inspeksi abdomen ; bentuk datar simetris tidak ada hernia
Pola nutrisi dan metabolisme. Klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C
dan lainnya yang membantu proses penyembuhan tulang.
Pola eliminasi. Untuk klien fraktur femur, klien tidak mengalami gangguan
pola eliminasi
7) B6 (Bone). Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal, baik
fungsi motorik, sendorik maupun peredaran darah.
8) Look. Pada sistem integumen terdapat eritema, suhu disekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema dan nyeri tekan. Apabila terjadi fraktur terbuka
perawat dapat menemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai
kerusakan integritas kulit.
9) Feel. Kaji adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah paha.
10) Move. Setelah dilakukan pemeriksaan feel, pemeriksaan dilanjutkan dengan
menggerakkan ektremitas, kemudian perwat mencatat apakah da keluhan
nyeri pada pergerakan.
Pola akivitas. Karena timbul rasa nyeri, gerak menjadi terbatas. Semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan klien memerlukan banyak
bantuan orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien karena beberapa pekerjaan bersiko terjadinya
fraktur.
Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur mersakan nyeri dan geraknnya
terbatas sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu, dilakukan pengkajian lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan penggunaan obat tidur.
2. Diagnosa
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (1990,
dalam Carpenito, 1997) diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai
seseorang, keluarga atau masyarakat sebagai akibat dari masalah-masalah kesehatan/
proses kehidupan yang aktual atau risiko.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan intervensi untuk
mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat perawat. Adapun persyaratan dari
diagnosa keperawatan adalah perumusan harus jelas dan singkat dari respons klien
terhadap situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat, memberikan arahan
pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan oleh perawat dan mencerminkan
keadaan kesehatan klien. Menurut Muttaqin, 2008 dalam buku Ajar Asuhan
Keperawatan Klien Gangguan Sitem Muskuloskeletal maslah keperawatan utama
pada klien dengan fraktur femur, baik fraktur terbuka maupn fraktir tertutup adalah :
a. Nyeri
b. Hambatan mobilitas fisik
c. Defisit perawatan diri
d. Risiko tinggi trauma
e. Risiko tinggi infeksi
f. Kerusakan integritas kulit
g. Ansietas
3. IntervensiIntervensi keperawatan merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien.
Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat
mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan
yang di rumuskan dengan tepat memfasilitasi kontinuitas asuhan keperawatan dari
satu perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai
kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten. Rencana
asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh perawat dalam
laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga mencakup kebutuhan klien
jangka panjang (Potter,1997).
TGLNo.
DXTUJUAN RENCANA TINDAKAN
Rasional
Nyeri akut Tujuan:
Nyeri berkurang atau teratasi
Kriteria hasil :
a) Klien melaporkan nyeri
berkurang/terkontrol/hilang/terk
ontrol
b) Klien dapat mendemonstrasikan
teknik mengontrol nyeri
(relaksasi)
c) Klien tidak gelisah
d) Skala nyeri 0-1
e) Klien dapat istirahat dan tidur
dengan tenang
f) TTV normal :
TD= 90-140 mmHg/60-90
mmHg
N = 60-100x/menit
MANDIRI
a) Kaji nyeri dengan skala 0-4
b) Atur posisi mobilisasi pada paha
c) Bantu klien dalam mengidentifikasi
faktor pencetus
d) Jelaskan dan bantu klien terkait
dengan tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan noninvasive
e) Ajarkan relaksasi teknik-teknik
mengurangi ketegangan otot rangka
yang dapatt mengurangi intensitas
nyeri. Tingkatkan relaksasi massase
Nyeri merupakan respon subjektif
yang dapat dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri biasanya diatas
cedera
Imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen
tulang uang menjadi unsur utama
penyebab nyeri bagian luka
Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan,
ketegangan, suhu, distensi kandung
kemih dan berbaring lama
Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan non farmakologi lainnya
efektif dalam mengurangi nyeri
Teknik ini akan melancarkan
peredaran darah sehingga kebutuhan
O2 pada jaringan terpenuhi dan nyeri
S = 36,5-37,5 °C
RR = 12-20x/menit
f) Ajarkan metode distraksi selama
nyeri akut
g) Berikan kesempatan waktu istirahat
bila terasa nyeri dan berikan posisi
nyama, misalnya waktu tidur
belakang tubuh klien dipasang bantal
kecil
h) Tingkatkan pengetahuan tentang
sebab-sebab nyeri dan hubungkan
dengan berapa lama nyeri akan
berlangsung
i) Observasi tingkat nyeri dan respon
motorik klien setelah 1-2 jam setelah
tindakan keperawatan
berkurang
Mengalihkan perhatian klien terhadap
nyeri ke hal-hal lain yang
menyenangkan
Istirahat merelaksasi semua jaringan
sehingga akna meningkatkan
kenyamanan
Pengetahuan tentang sebab-sebab
nyeri membantu mengurangi nyeri.
Hal ini dapat membantu
meningkatkan kepatuhan klien
terhadap rencana terapeutik
Dengan pengkajian optimal, perawat
akan mendapatkan data yang objektif
untuk mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan intervensi
j) Kaji TTV tiap 8 jam
KOLABORASI
a) Kolaborasi pemberian analgesic
b) Pemasangan skin traksi atau traksi
tulang
c) Operasi pemasangan fiksasi
internal
yang tepat
Nadi mengindikasikan keadaan cemas
atau nyeri yang dirasakan klien
Analgesik memblok lintasan nyeri
sehingga nyeri akan berkurang
Traksi yang efektif akan memberikan
dampak pada penurunan pergeseran
fragmen tulang dan memberikan
posisi yang baik untuk penyatuan
tulang
Fiksasi internal dapat membantu
imobilisasi fraktur femur sehingga
pergerakan fragmen tulang berkurang
TGLNo.
DXTUJUAN RENCANA TINDAKAN
Rasional
Hambatan
mobilitas
fisik
Tujuan:
Klien dapat melaksanakan aktivitas
fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
- Klien dapat ikut serta dalam
program latihan
- Meningkatnya kekuatan otot
- Tidak mengalami kontraktur
- Klien mampu mobilisasi dengan
alat bantu berjalan
- Tidak mengalami kontraktur
MANDIRI:
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
adanya peningkatan kerusakan. Kaji
secara teratur fungsi motorik
Mengetahui tingkat kemampuan klien
dalam melakukan aktivitas
Atur posisi mobilisasi pada paha
Imobilisasi yang adekuat dapat
mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama
penyebab nyeri pada paha
Ajarkan klien melakukan latihan gerak
aktif pada ekstremitas yang tidak sakit
Gerakan aktif memberikan massa,
tonus, dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan
pernapasan
Bantu klien melakukan latihan ROM dan
perawatan diri sesuai toleransi
Untuk mempertahankan fleksibilitas
sendi sesuai kemampuan
Latih klien untuk isometric, quadriceps
dan ankle pump
Menguatkan tonus otot
KOLABORASI:
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk
latihan fisik klien
Kemampuan mobilisasi ekstremitas
dapat ditingkatkan dengan latihan
fisik dan tim fisioterapi
TGLNo.
DXTUJUAN RENCANA TINDAKAN
Rasional
Resiko tinggi
infeksi
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi selama
perawatan
Kriteria hasil :
- Klien mengenal faktor-faktor
resiko
- Klien mengenal tindakan
pencegahan faktor resiko
infeksi
- Klien menunjukkan dan
mendemonstrasikan teknik
untuk meningkatkan
lingkungan yang aman
MANDIRI:
Kaji dan pantau luka setiap hari
Mendeteksi secara dini
gejala-gejala inflamasi
yang mungkin timbul
sekunder akibat adanya
luka
Lakukan perawatan luka secra steril setiap
2 hari seklai (GV/2 hari)
Teknik perawatan steril
dapat mengurang
kontaminasi kuman
Pantau atau batasi kunjungan Mengurangi kontak infeksi
dari orang lain
Bantu perawatan diri dan keterbatasan
aktivitas sesuai toleransi. Bantu program
latihan
Menunjukkan kemmapuan
secara umum, kekuatan
otot dan merangsang
- TTV normal :
TD= 90-140 mmHg/60-90
mmHg
N = 60-100x/menit
S = 36,5-37,5 °C
RR = 12-20x/menit
- Leukosit normal
- Sedimen urine normal
- Tanda-tanda infeksi lokal (-)
- Bunyi napas vesikuler
pengembalian secara
umum
KOLABORASI:
Berikan antibiotik sesuai indikasi Satu atau beberapa agens
diberikan yang bergantung
pada sifat patogen dan
infeksi yang terjadi
TGL No. TUJUAN RENCANA TINDAKAN Rasional
DX
Ansietas Tujuan:
Ansietas hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Klien mengenal
perasaan/ansietas
- Klien dapat mengidentifikasi
penyebab atau faktor yang
mempengaruhi kecemasan
- Klien menyatakan ansietas
berkurang atau hilang
MANDIRI:
Kaji tanda verbal dan nonverbal ansietas,
damping klien dan lakukan tindakan jika
pasien melakukan perilaku merusak
Reaksi verbal atau
nonverbal dapat
menujukkan agitasi,
marah dan gelisah
Hindari konfrontasi
Konfrontasi dapat
meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama
dan mungkin
memperlambat
penyembuhan
Mulai lakukan tindakan unutk
mengurangi ansietas, Beri lingkungan
yang tenang dan suasana perlu istirahat
Mengurangi rangsangan
eksternal yang tidak perlu
Tingkatkan kontrol sensasi klien Kontrol sensasi klien
dalam mengurangi
ketakutan dengan cara
memberikan informasi
tentang keadaan,
menekankan
pengharagaab terhadap
sumber-sumber koping .
Orientasikan klien terhadap tahap-tahap
prosedur operasi dan aktivitas yang
diharapkan
Orientasi, tahap-tahap
prosedur operasi dapat
mengurangi ansietas
Beri kesempatan klien untuk
mengungkapkan ansietas
Dapat menghilangkan
ketegangan terhadap
kekhawatiran yang tidak
diekspresikan
Berikan privasi kepada klien dan orang
terdekat
Member waktu untuk
mengekspresikan
perasaan, menghilangkan
ansietas perilaku adaptasi.
Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih
klien untuk melakukan
aktivitas dan pengalihan
perhatian (misalnya:
membaca) akan
mengurangi perasaan
terisolasi
Lakukan persiapan operasi : latihan
isometrik, teknik batuk efektif,
manajemen nyeri
Meningkatkan kekuatan
otot dan menghindari
penumpukan sekret
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Defisit
perawatan diri
Tujuan : perawatan diri klien dapat
terpenuhi
KH :
Klien dapat menunjukkan
perubahan gaya hidup untuk
kebutuhan merawat diri
Mampu melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan
tingkat kemampuan
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan
dalam skala 0-4 untuk melakukan aktivitas
hidup sehari-hari.
Membantu dalam mengantisipasi
dan merencanakan pertemuan
untuk kebutuhan individual
Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien
dan bantu bila perlu
Hal ini dilakukan untuk mencegah
frustasi dan menjaga harga diri
klien
Ajak klien untuk berpikir positif terhadap
kelemahan yang dimilikinya. Berikan klien
motivasi dan izinkan klien melakukan tugas
Klien memerlukan empati.
Perawat perlu mengetahui
perawatan yang konsisten dalam
dan berikan umpan balik positif atas tugasnya. menangani klien. Intervensi
tersebut dapat meningkatkan harga
diri memandirikan klien dan
mengajurkan klien untuk
mencoba.
Rencanakan tindakan untuk mengurangi
pergerakan pada sisi paha yang sakit, sperti
tempatkan makanan dan peralatan dekat
dengan klien
Klien akan lebih mudah
mengambil peralatan yang
diperlukan karena lebih dekat
dengan lengan yang sehat.
Identifikasi kebiasaan BAB. anjurkan minum
dan meningkatkan latihan
Meningkatkan latihan dapat
membantu mencegah konstipasi.
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Resiko tinggi
trauma
Tujuan : risiko trauma tidak terjadi
KH :
Klien mau berpartisipasi dalam
pencegahan trauma.
Pertahankan imobilisasi pada daerah paha Meminimalkan rangsang nyeri
akibat gesekan antara fragmen
tulang dan jaringan lunak
disekitarnya.
Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan Mencegah perubahan posisi
Traksi dapat efektif
dilaksanakan.
bantal atau gulungan selimut untuk
mempertahankan posisi netral
dengan tetap mempertahankan
kenyamanan dan keamanan
Pantau traksi :
Keadaan kontratraksi
Kesinambungan traksi
Tali traksi tulang
Pemberat traksi
Kontratraksi harus dipertahankan
agar traksi tetap efektif. Umunya,
berat badan klien dan pengaturan
posisi tempat tidur mampu
memberikan kontratraksi.
Traksi harus berkesinambungan
agar reduksi dan imobilisasi
fraktur efektif
Traksi skelet tidak boleh terputus
karena akan memudahkan trauma
pada tulang.
Pemberat tidak boleh diambil
kecuali bila dimaksudkan
intermiten. Setiap faktor yang
mengurangi tarikan atau
mengubah garis resultan tarikan
harus dihilangkan. Pemberat harus
tergantung bebas dan tidak boleh
terletak pada tempat tidur atau
lantai.
Posisi anatomis paha klien Tubuh klien harus dalam keadaan
sejajar dengan pusat tempat tidur
ketika traksi dipasang.
Kolaborasi :
Pemberian oabat antibiotik Antibiotik bersifat
bakterisidal/bakteriostatik untuk
membunuh/menghambat
perkembangan kuman.
Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera
jaringan (peradangan lokal/sistemik, seperti
peningkatan nyeri, edema , demam)
Menilai perkembangan masalah
klien.
4. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Perry &
Potter, 1997).
5. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya. (Perry dan
Potter, 1997).Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
a. Tujuan tecapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
c. Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk
mengkaji secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa,
tindakan, dan faktor-faktor lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak
tercapainya tujuan.
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah nyeri teratasi,
terpenuhinya pergerakan/mobilisasi fisik, terhindar dari resiko cidera, risiko infeksi
pasca operasi, dan anesteso berkurang. ( Muttaqin, 2008).
Fase Rehabilitasi
Setelah klien menjalani berbagai penatalaksanaan untuk mengembalikan fungsinya,
program rehabilitasi harus dilaksanakan agar gangguan yang pernah terjadi dapat
dikembalikan pada fungsi asal secara optimal.
Walau tidak terlihat langsung pada pelaksanaan program rehabilitasi, perawat perlu
mengenal program rehabilitasi agar mampu melakukan pendiidkan dan memeberi
informasi kepada klien ketika pulang dari rumah sakit. ( Muttaqien, 2008).
Rehabilitasi menurut WHO ialah refungsional pengembangan kemampuan
seseorang, baik fisik, mental, sosial, maupun psikologis di dalam masyarakat. Pengertian
yang lebih luas adalah serangkaian upaya terkoordinasi yang bersifat medis, sosial,
edukasional, dan vokasional untuk melatih seseorang ke arah tercapainya kemampuan
fungsional yang optimal dengan tujuan mengupayakan klien dapat mencapai kondisi fisik
yang maksimal, dapat melakukan pekerjaan yang dulu dikerjaannya, dan menjadikan klien
sebagai anggota masyarakat yang mandiri. rehabilitasi medis dilakukan pada klien dengan
atau tanpa kecacatan. Rehabilitasi harus dimulai dari awal sebelum, selama dan sesudah
suatu tindakan dilakukan dan diteruskan samapai tercapai fungsi maksimal atau menjadi
normal bila memungkinkan. (Muttaqin, 2008)
Rehabilitasi pada fungsi muskuloskeletal mempunyai tujuan meliputi :
Mempertahankan fungsi otot dan sendi
Mencegah atrofi otot, adhesi, dan kekauan sendi
Mencegah terjadinya komplikasi seperti dekubitus, trombosis vena, dan
infeksi saluran kemih.
Menurut Rasjad dalam Muttaqin (2008), sebelum rehabilitasi dimulai, perlu dilakukan
penilaian ( assessment yang meliputi beberapa hal :
1. Penilaian fungsi, terdiri atas:
2. Penilaian mobilitas klien. Penting untuk penilaian fungsi anggota gerak bawah.
3. Penilaian aktivitas sehari-hari (activities of daily living, ADL), misalnya
berpakaian, ke toilet, makan mempergunakan tranportasi.
4. Penilaian psikologis meliputi personalitas dan status mental klien.
5. Penilaian sosial tentang perumahan, faktor ekonomi, serta bantuan yang
dibutuhkan.
6. Penilaian vokasional : pendidikan, training sebelumnya, pekerjaan.
Penilaian Mobilitas
Tingkat 0 : normal
Tingkat I : keterbatasan ringan, dapat menggunakan transportasi umum
Tingkat II : dapat menyebrang jalan, tetapi tidak dapat menggunakan transpotasi
umum
Tingkat III : dapat menggunakan tangga tetapi tidak dapat menyebrang jalan
Tingkat IV : tidak dapat mempergunakan tangga
Tingkat V : hanya dapat bergerak dari satu ruangan ke ruangan lain dengan
bantuan seseorang.
Tingkat VI : hanya dapat menggunakan kursi roda atau tempat tidur saja.
Pada klien dengan masalah muskuloskeletal, biasanya terdapat gangguan fungsi
dalam melakukan pergerakan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Peran perawat
dalam menjelaskan kepada klien tentang guna dan fungsi alat bantu diperlukan untuk
memahami penggunaannya. Disini diperlukan pengetahuan mengenai anatomi dan
fisiologi sistem muskuloskeletal yang baik dari perawat agar proses pembelajaran dapat
berjalan optimal. Pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan bagian tubuh
yang mengalami gangguan, mengurangi beban tubuh, membantu untuk berjalan, stabilisasi
sendi, atau mencegah deformitas yang bertambah berat (Muttaqien, 2008).
A. Ambulasi
1. Definisi Ambulasi
Ambulasi merupakan latihan yang dilakukan dengan hati-hati tanpatergesa-gesa
untuk memperbaiki sirkulasi dan mencegah flebotrombosis.
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasienpasca
operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempattidur dan
mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien.
2. Manfaat
Pelaksanaan ambulasi dini pada pasien akan memberikan efek positifterhadap
sistem tubuh. Menurut Asmadi (2008) manfaat ambulasi adalah:
Mencegah dampak immobilisasi pasca operasi meliputi:
- Sistem integumen;kerusakan integritas kulit seperti abrasi, sirkulasi darah
yang lambat yangmenyebabkan terjadinya atrofi otot dan perubahan turgor
kulit
- Sistemkardiovaskuler; penurunan kardiak reserve, peningkatan beban kerja
jantung,hipotensi ortostatik, phlebotrombosis,
- sistem respirasi; penurunan kapasitas vital,penurunan ventilasi volunter
maksimal, penurunan ventilasi/ perfusi setempat,mekanisme batuk yang
menurun, sistem pencernaan; anoreksia, konstipasi,penurunan metabolisme
- sistem perkemihan; menyebabkan perubahan padaeleminasi urine, infeksi
saluran kemih, hiperkalsiuria,
- sistem muskuloskeletal;penurunan massa otot, osteoporosis, pemendekan
serat otot, sistem neurosensoris;kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan
saraf pada bagian distal, nyeri yanghebat
Depresi,
Perubahan tingkah laku, perubahan siklus tidur, perubahan kemampuan
pemecahan masalah.
3. Persiapan Ambulasi
Persiapan latihan fisik yang diperlukan pasien hingga memilikikemampuan
ambulasi, antara lain:
a. Latihan otot-otot quadriceps femoris dan otot-otot gluteal:
1) Kerutkan otot-otot quadriceps sambil berusaha menekan daerahpopliteal.
Seolah-olah ia menekan lututnya ke bawah sampai masukkasur sementara
kakinya naik ke atas. Hitung sampai hitungan kelima.Ulangi latihan ini 10-15
kali.
b. Latihan untuk menguatkan otot-otot ekstremitas atas dan lingkar bahu:
1) Bengkokkan dan luruskan lengan pelan-pelan sambil memegang berattraksi
atau benda yang beratnya berangsur-angsur ditambah danjumlah
pengulangannya. Ini berguna untuk menambah kekuatan ototekstremitas atas.
2) Menekan balon karet. Ini berguna untuk meningkatkan kekuatangenggaman.
3) Angkat kepala dan bahu dari tempat tidur kemudian rentangkantangan sejauh
mungkin.
4) Duduk di tempat tidur. Angkat tubuh dari tempat tidur, tahan selama beberapa
menit(Asmadi, 2008).
4. Alat yang Digunakan Untuk Ambulasi
Alat bantu yang digunakan untuk ambulasi adalah:
a. Kruk
Kruk membantu klien berjalan dengan “menggunakan alat bantu kruk” dan
“melakukan range of motion” merupakan suatu tindakan yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan klien dalam mobilisasi.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak bebas.Pergerakan
atau mekanika tubuh merupakan koordinasi dari sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf dalam mempertahankan keseimbangan, postur tubuh, dan kesejajaran
tubuh selama beraktivitas sehari-hari.Sedangkan imobilisasi adalah suatu keadaan
ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
Kruk dapatdigunakan sementara ataupun permanen, terbuat dari logam dan
kayu, misalnyaConventional, Adjustable dan Lofstrand. Kruk biasanya digunakan
pada pasien fraktur hip dan ekstremitas bawah. Jika fraktur memerlukan
penggunaan alat bantu jalan, perawat dapat menunjukkan alat yang paling sesuai
dan cara jalannya untuk mendukung kesembuhan optimal dan aman.
Membantu klien berjalan menggunakan kruk
Postur jalan normal adalah kepala tegak, vertebra servikal, torakal,
lumbal sejajar, pinggul dan lutut berada dalam keadaan fleksi yang sesuai,
dan lengan bebas berayun bersama dengan kaki.Kruk dapat digunakan secara
temporer, seperti pada setelah kerusakan ligament di lutut.Kruk dapat
digunakan permanen, seperti klien paralis ekstremitas bawah.Kruk terbuat
dari kayu atau logam.Ada dua tipe kruk, kruk lofstrand dengan pengatur
ganda atau kruk lengan bawah dan kruk aksila terbuat dari kayu.
Kruk lengan bawah memiliki sebuah pegangan tangan dan pembalut
logam yang pas mengelilingi lengan bawah.Pembalut logam dan pegangan
tangan diatur agar sesuai dengan ketinggian klien.Kruk aksila mempunyai
garis permukaan yang seperti bantalan pada bagian atas, berada tepat di
bawah aksila.Pegangan tangan berbentuk batang yang dipegang setinggi
telapak tangan untuk menyokong tubuh.Kruk ini lebih umum digunakan.
Kruk harus diukur panjang yang sesuai, dan klien harus diajarkan
menggunakan kruk mereka dengan aman, mencapai kestabilan gaya berjalan,
naik turun tangga, dan bangkit dari duduk. Pengukuran kruk meliputi tiga
area: tinggi klien, jarak antara bantalan kruk dengan aksila, dan sudut fleksi
siku. Pengukuran berikut, dengan klien berada pada posisi supine atau
berdiri.Ketika berjalan dengan kruk, berat badan klien perlu disokong oleh
bahu dan lengan, bukan di bawah lengan. Siku harus ditekuk
Latihan jalan dilakukan secara bertahap, yaitu :
1) Non Weight Bearing, Adalah berjalan dengan tungkai tidak diberi beban (
menggantung ). Dilakukan selama 3 minggu setelah di operasi.
2) Partial Weight Bearing, Adalah berjalan dengan tungkai diberi beban
hanya dari beban tungkai itu sendiri. Dilakukan bila callus telah mulai
terbentuk ( 3 – 6 minggu ) setelah operasi.
3) Full Weight Bearing, Adalah berjalan dengan beban penuh dari tubuh.
Dilakukan setelah 3 bulan pasca operasi dimana tulang telah terjadi
konsolidasi secara kuat.
Persiapan alat
Menyediakan kruk yang digunakan (kruk aksila).
Goniometer
Melakukan pengukuran kruk yang meliputi area tinggi klien, jarak antara
bantalan kruk dengan aksila, dan sudut fleksi siku
Pengukuran dilakukan dengan satu dari dua metode berikut, dengan klien
berada pada posisi supine atau berdiri.
Pada posisi telentang-ujung kruk berada 15cm di samping tumit klien.
Tempatkan ujung pita pungukur dengan lebar tiga sampai empat jari(4-5cm)
dari aksila dan ukur sampai tumit klien.
Pada posisi berdiri-posisi kruk dan ujung kruk berada 14-15 cm di samping
dan 14-15 cm di depan kaki klien. Dengan motede lain, siku harus
direfleksikan 15 sampai 30 derajat. Fleksi siku harus diperiksa dengan
goniometer.
Lebar bantalan kruk harus 3-4 lebar jari di bawah aksila.
Tempat berjalan, seperti lorong rumah sakit atau taman yang dilengkapi
dengan tempat latihan untuk berjalan.
Prosedur
1. Gaya berjalan empat titik
a. Kaji toleransi aktifitas, kekuatan, nyeri, koordinasi, kemampuan
fungsional, dan penyakit serta cedera
b. Menjelaskan prosedur kepada klien dan keluarga
c. Memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak rintangan di jalan
klien
d. Menentukan tempat istirahat klien setelah latihan
e. Minta klien berdiri dengan posisi tripod, sebelum kruk berjalan
f. Atur kesejajan kaki dan tubuh klien
g. Klien memposisikan kruk pertama kali lalu memposisikan kaki yang
berlawanan (mis. Kruk kanan dengan kaki kiri)
h. Klien mengulangi urutan cari ini dengan kruk dan kaki yang lain.
2. Pada gaya berjalan tiga titik
Berat badan di topang pada kaki yang tidak sakit dan kemudian di kedua
kruk, dan urutan ini dilakukan berulang-ulang.Kaki yang sakit tidak
menyentuh tanah selama berjalan ditahap awal.Secara bertahap klien
mulai menyentuh, dan menopang berat badan secara penuh pada kaki
yang sakit.
3. Gaya berjalan dua titik
Gaya berjalan memerlukan sebagian penopang berat disetiap kaki. Setiap
kruk digerakkan secara bersamaan dengan kaki yang berlawanan
sehingga gerakan kruk sama dengan lengan.
Mengajarkan berjalan menggunakan kruk di tangga
1. Menggunakan modifikasi gaya berjalan tiga titik
2. Klien berdiri didasar tangga dan memindahkan berat badan ke kruk
3. Kaki yang tidak sakit maju di antara kruk dan tangga
4. Kemudian berat dialihkan dari kruk ke kaki yang tidak sakit
5. Klien meluruskan kedua kruk di tangga
Evaluasi
1. Penggunaan mobilitas dan persendian klien meningkat
2. Menggunakan alat mobilisasi dengan tepat
3. Klien memperlihatkan cara yang lebih relaks
4. Klien mengatakan dan mendemontrasikan prinsip penggunaan kruk yang
ama
b. Canes (tongkat) adalah alat yang ringan,mudah dipindahkan, setinggi pinggang,
terbuat dari kayu atau logam, digunakanpada pasien yang mengalami kelemahan
pada satu kaki, terdiri dari dua tipe yaitu:single straight-legged dan quad cane
c. walker adalah suatu alat yang sangatringan, mudah dipindahkan, setinggi
pinggang, terbuat dari pipa logam, danmempunyai empat penyangga yang kokoh
(Potter & Perry, 2006)
Terapi Latihan Pada Keadaan Immobilisasi Yang Lama
Terapi latihan adalah latihan yang terdiri gerakan tubuh atau bagian tubuh
tertentuuntuk mengatasi gangguan atau memperbaiki fungsi. Prinsip umum resep
terapi latihan yaitupemilihan jenis latihan, urutan latihan, jumlah latihan, lama
istirahat di antara setiap setlatihan, intensitas latihan, pemanasan dan pendinginan.
Bed-rest adalah istirahat di tempattidur yang ditandai dengan berkurangnya
pergerakan tubuh, pembatasan gerak fisik danpergerakan yang terbatas.
Perubahan yang terjadi akibat bed-rest yang lama yaitu:
1) perubahanmetabolisme,
2) ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
3) gangguan dalam perubahan nutrisi,
4) perubahan paru,
5) perubahan kardiovaskuler serta perubahan otot.
Hipostatik pneumonia, pencegahan dengan merubah posisi setiap 2 jam,
termasukposisi menegakkan dada, latihan nafas dalam. Hipotensi ortostatik,
pencegahan penderitadisuruh melakukan posisi duduk terlebih dahulu, kemudian baru
berdiri, harus dilakukansecara bertahap.Pembentukan trombus, pencegahan dengan
latihan tungkai dan kaki aktifmaupun pasif.Minimal yang harus dilakukan adalah
“ankle pumping exercise”.
ankle pumping exercise yaitu latihan menggerak-gerakkan pergelangan kaki: fleksi
(dorsifleksi) dan ekstensi (plantarfleksi) aktifsecara maksimal. Gangguan pada otot,
melakukan kegiatan berpindah tempat dan latihanjalan menggunakan tongkat
ketiak.Atropi, latihan isometrik dilakukan dengan kerja ototmelawan tahanan atau
beban yang tidak bergerak, atau menahan suatu obyek pada suatuposisi statik.
Pencegahan terjadinya kontraktur sendi ialah dengan menggerakkan sendi
(baikpasif maupun yang aktif) kesegala arah bidang geraknya masing-masing (latihan
luas geraksendi). Untuk penderita dengan kelumpuhan otot “flaccid” cukup 10-15 kali
gerakan,dikerjakan 1 kali sehari, untuk tiap bidang gerak, misalnya: fleksi-ekstensi.
Osteoporosis, latihannya dynamic axial compression exercise, bisa dilakukan di
tempat tidur.
B. Latihan Isometrik
Latihan isometrik atau isometrik adalah jenis latihan kekuatan di mana sendi
sudut dan otot panjang tidak berubah selama kontraksi (dibandingkan dengan
konsentris atau eksentrik kontraksi, disebut dinamis/isotonik gerakan). Isometrik
dilakukan dalam posisi statis, menjadi dinamis melalui rentang gerak .keuntungan
latihan isometrik adalah sebagai berikut:
1. Latihan dapat dilakukan dalam posisi apa saja (berdiri, duduk, dan tidur)
2. Tidak memerlukan alat yang khusus dan mahal
3. Tidak memerlukan waktu yang terlalu lama
4. Dapat mengembangkan kekuatan pada setiap sendi yang diperlukan
5. Tidak akan menimbulkan sakit otot
6. Pada saat harus istirahat karena cedera, latihan isometrik tetap dapat
dilakukan sehingga kondisi kekuatan otot tidak menurun.
1) Traksi
Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain
untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.
Tujuan dari traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau
spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan
mmpercepat penyembuhan. Ada dua tipe utama dari traksi : traksi
skeletal dan traksi kulit, dimana didalamnya terdapat sejumlah
penanganan.
Prinsip traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada
bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan
yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut dengan
countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hokum ketiga. Traksi
dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim
splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire,
dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal.
Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya
tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada