ASKEP EPILEPSI
A. DEFINISIEpilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang
yang terjadi berulang- ulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang
mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski,
1988).Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik
kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan
dan bersifat reversibel (Tarwoto, 2007).Epilepsi adalah gangguan
kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam
serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan
listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).Epilepsi adalah sindroma otak
kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi
klinik dan laboratorik.Epilepsi adalah gejala komplek dari gangguan
fungsi otak berat yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang.
(Brunner & Sudarth)B. ETIOLOGIMasalah dasarnya diperkirakan
dari gangguan listrik (disritmia) pada sel saraf pada salah satu
bagian otak, yang menyebaban sel ini mengeluarkan muatan listrik
abnormal, berulang dan tidak terkontrol (Bruner &
Sudarth)Menurut Mansjoer, Arif, etiologi dari epilepsy adalah :
Idiopatik ; sebagian besar pada anak adalah epilepsi idiopatik.
Faktor herediter ; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter
yang disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose,
neurofibromatosis, hipoglikemia, hipoparatiroidisme, fenilketonuria
Faktor genetic ; pada kejang demam dan breath holding spell
Kelainan congenital otak ; atrofi, poresenfali, agenesis korpus
kolosum Gangguan metabolic; hipernatremia, hiponatremia,
hipokalesemia, hipoglikemia Infeksi; radang yang disebabkan bakteri
atau virus pada otak dan selaputnya, Trauma; kontusio serebri,
hematoma subaraknoid, hematoma subdural. Neoplasma otak dan
selaputnya Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen
Keracunan; timbale (Pb), kamper, fenotiazin, air. Lain-lain;
penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenarasi
serebral.
C. KLASIFIKASI Berdasarkan penyebabnya1. epilepsi idiopatik :
bila tidak di ketahui penyebabnya2. epilepsi simtomatik : bila ada
penyebabnya Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitana.
Epilepsi partial (lokal, fokal)1) Epilepsi parsial sederhana, yaitu
epilepsi parsial dengan kesadaran tetap normal Dengan gejala
motorik :- Fokal motorik tidak menjalar: epilepsi terbatas pada
satu bagian tubuh saja- Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai
dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut
juga epilepsi Jackson.- Versif : epilepsi disertai gerakan memutar
kepala, mata, tuibuh.- Postural : epilepsi disertai dengan lengan
atau tungkai kaku dalam sikap tertentu- Disertai gangguan fonasi :
epilepsi disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu Dengan gejala somatosensoris atau
sensoris spesial (epilepsi disertai halusinasi sederhana yang
mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo).-
Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk
jarum.- Visual : terlihat cahaya- Auditoris : terdengar sesuatu-
Olfaktoris : terhidu sesuatu- Gustatoris : terkecap sesuatu-
Disertai vertigo Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom
(sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi,
dilatasi pupil). Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)-
Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata,
kata atau bagian kalimat.- Dimensia : gangguan proses ingatan
misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau
sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa
lalu, merasa seperti melihatnya lagi.- Kognitif : gangguan
orientasi waktu, merasa diri berubah.- Afektif : merasa sangat
senang, susah, marah, takut.- Ilusi : perubahan persepsi benda yang
dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.- Halusinasi kompleks
(berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu
fenomena tertentu, dll.2) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang
disertai gangguan kesadaran. Serangan parsial sederhana diikuti
gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru
menurun.- Dengan gejala parsial sederhana A1-A4. Gejala-gejala
seperti pada golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.-
Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul
dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka
berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang
kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll. Dengan
penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak
permulaan kesadaran.- Hanya dengan penurunan kesadaran- Dengan
automatisme3) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan
umum (tonik-klonik, tonik, klonik). Epilepsi parsial sederhana yang
berkembang menjadi bangkitan umum. Epilepsi parsial kompleks yang
berkembang menjadi bangkitan umum. Epilepsi parsial sederhana yang
menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.b. Epilepsi umum1) Petit mal/ Lena (absence)
Lenakhas (tipical absence)Pada epilepsi ini, kegiatan yang sedang
dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat
memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya
epilepsi ini berlangsung selama menit dan biasanya dijumpai pada
anak.- Hanya penurunan kesadaran- Dengan komponen klonik ringan.
Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai pada kelopak mata atas,
sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.- Dengan komponen
atonik. Pada epilepsi ini dijumpai otot-otot leher, lengan, tangan,
tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.- Dengan komponen
klonik. Pada epilepsi ini, dijumpai otot-otot ekstremitas, leher
atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi melengkung
ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.- Dengan
automatisme- Dengan komponen autonom. Lenatak khas (atipical
absence)Dapat disertai:- Gangguan tonus yang lebih jelas.-
Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.2) Grand Mal
MioklonikPada epilepsi mioklonik terjadi kontraksi mendadak,
sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot,
seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada
semua umur. KlonikPada epilepsi ini tidak terjadi gerakan
menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di
lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
TonikPada epilepsi ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya
menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan
dan ekstensi tungkai. Epilepsi ini juga terjadi pada anak. Tonik-
klonikEpilepsi ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang
terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura,
yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu epilepsi. Pasien mendadak
jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku
berlangsung kira-kira menit diikutti kejang kejang kelojot seluruh
tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas
menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas.
Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah
kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun
dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar
dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.AtonikPada
keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar.
Epilepsi ini terutama sekali dijumpai pada anak.
c. Epilepsi tak tergolongkanTermasuk golongan ini ialah
bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik,
mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan
yang mendadak berhenti sederhana.
D. PATOFISIOLOGIOtak merupakan pusat penerima pesan (impuls
sensorik) dan sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls
motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya
tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf
yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps
terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan
norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain
yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps. Bangkitan
epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang
dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan
menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya
dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak
dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain
pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan
hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang
lain dan dengan demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang
disertai penurunan kesadaran.Selain itu, epilepsi juga disebabkan
oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah
mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium
ke intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar
membrane sel itu masuk ke dalam membran sel sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini
menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik
atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.Kejang terjadi akibat
lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan
patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan
yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks
serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi
di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat
membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :1) Instabilitas membran sel
saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.2)
Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan,
hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang
disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam
gama-aminobutirat (GABA).4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron.
Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan
segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya
kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik
sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik.
Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis
jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama
dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses
berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena
pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
berlebihan) selama aktivitas kejang.Secara umum, tidak dijumpai
kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti histopatologik menunjang
hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural.
Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan.
Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di
antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap
asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus
tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.
E. MANIFESTASI KLINISa)Manifestasi klinik dapat berupa
kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaanb)Kelainan gambaran EEGc)Bagian tubuh yang kejang
tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogend) Dapat
mengalamiaurayaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium
bau-bauan tidak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu,
sakit kepala dan sebagainya)e)Napas terlihat sesak dan jantung
berdebarf)Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringatg)Satu
jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala
sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar,
bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan
normalh) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara
automatik, dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut
setelah episode epileptikus tersebut lewati)Di saat serangan,
penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara
tiba- tibaj)Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula
tungkainya menendang- menendangk) Gigi geliginya terkancingl) Hitam
bola matanya berputar- putarm) Terkadang keluar busa dari liang
mulut dan diikuti dengan buang air kecilDi saat serangan,
penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran
menghilang dan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada
respon terhadap rangsangan baik rangsang pendengaran, penglihatan,
maupun rangsang nyeri. Badan tertarik ke segala penjuru. Kedua
lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya
menendang-nendang. Gigi geliginya terkancing. Hitam bola mata
berputar-putar. Dari liang mulut keluar busa. Napasnya sesak dan
jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran
keringat. Terkadang diikuti dengan buang air kecil. Manifestasi
tersebut dimungkinkan karena terdapat sekelompok sel-sel otak yang
secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan
listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa
dikarenakan oleh adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun
perubahan biokimiawi pada sel-sel di otak sendiri atau pada
lingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan
antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada otak,
berkurangnya aliran darah atau zat asam akibat penyempitan pembuluh
darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor. Perubahan yang
dialami oleh sekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang
keladi terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.
F. PEMERIKSAAN DISGNOSTIKa) CT Scan dan Magnetik resonance
imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal,
serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi
simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak
jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelasb)
Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
seranganc) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar
alkohol darah.- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam
darah- menilai fungsi hati dan ginjal- menghitung jumlah sel darah
putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi).-Pungsi
lumbalutnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak.
G. PENATALAKSANAANManajemen Epilepsi :a) Pastikan diagnosa
epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsib)
Melakukan terapi simtomatikc) Dalam memberikan terapi anti epilepsi
yang perlu diingat sasaran pengobatan yang dicapai,
yakni:-Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas
serangan.-Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan
syaraf pusat yang normal.-Penderita dapat memiliki kualitas hidup
yang optimal.Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab
serangan. Jika penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme
(hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini
biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.Pengendalian epilepsi
dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada empat
obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik.
Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.Cara menanggulangi kejang epilepsi :1. Selama
Kejanga) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton
yang ingin tahub) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkanc)
Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda
berbahaya.d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya
kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.e)
Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara
giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi
klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut
penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.f)
Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi
atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi
aneh seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada
aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di
telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya
berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan
untuk langsung beristirahat atau tidur.g) Bila serangan
berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.2. Setelah Kejanga)
Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.b)
Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.c) Biasanya terdapat periode
ekonfusi setelah kejang grand mald) Periode apnea pendek dapat
terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejange) Pasien pada
saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkunganf) Beri
penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat.g) Jika pasien mengalami
serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menangani
situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembuth) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini
penting untuk pemberian pengobatan oleh dokter.Penanganan terhadap
penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi
penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang
penderita epilepsi.
F. PENCEGAHANUpaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas
harus ditingkatkan untuk pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi
muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsi
(konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot yang keras dan
terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat,
yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan
sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan
yang tinggi dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya
dapat hidup aman, tetapi juga mengembangkan pencegahan epilepsi
akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko tinggi (tenaga
kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna
obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan
dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera
akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.Program skrining untuk mengidentifikasi
anak gangguan kejang pada usia dini, dan program pencegahan kejang
dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara
bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana
pencegahan ini.
KONSEP KEPERAWATANA. PENGKAJIANa. Identitas klien meliputi :
nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk
rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis.b. Keluhan utama:Klien masuk dengan kejang, dan disertai
penurunan kesadaranc. Riwayat penyakit:Klien yang berhubungan
dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai
serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor
presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang
labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya
kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa
menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau
mengkonsumsi alcohol. Klien mengalami gangguan interaksi dengan
orang lain / keluarga karena malu ,merasa rendah diri, ketidak
berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu waspada/berhati-hati
dalam hubungan dengan orang lain.- Riwayat kesehatan- Riwayat
keluarga dengan kejang- Riwayat kejang demam- Tumor intrakranial-
Trauma kepala terbuka, stroked. Riwayat kejang :- Bagaimana
frekwensi kejang.- Gambaran kejang seperti apa- Apakah sebelum
kejang ada tanda-tanda awal.- Apakah ada kehilangan kesadaran atau
pingsan- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.- Apakah
pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.Pada tahap ini
perawat mengumpulkan semua informasi termasuk tentang riwayat
kejang. Hal-hal yang perlu dikaji antara lain: Riwayat kesehatan
yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-sosial-spiritual.
Aktivitas/IstirahatData Subyektif : Keadaan umum lemah, lelah,
menyatakan keterbatasan aktifitas, tidak dapaat merawat diri
sendiri.Data Obyektif : Menurunnya kekuatan otot/otot yang lemah
Peredaran darahData Obyektif : Data yang diperoleh saat serangan
yaitu; hipertensi, denyut na dimeningkat, cyanosis. Setelah
serangan tanda-tanda vital dapat kembali normal atau menurun,
disertai nadi dan pernapasan menurun. EliminasiData Subyektif :
Tidak dapat menahan BAB/BAKData Obyektif : Saat serangan terjadi
peningkatan tekanan pada kandung kemih dan otot spincter, setelah
serangan dalam keadaan inkontinentia otot-otot kandung kemih dan
spincter rileks. Makanan/cairanData Subyektif : Selama aktivitas
serangan makanan sangat sensitiveData Obyektif : Gigi/gusi
mengalami kerusakan selama serangan, gusi hiperplasia/bengkak
akibat efek samping dari obat dilantin. PersyarafanData Subyektif :
Selama serangan; ada riwayat yeri kepala, kehilangan
kesadaran/pinsan, kehilangan kesadaran sesaat/lena, klien menangis,
jatuh, disertai komponen motorik seperti kejang tonik-klonik,
mioklonik, tonik, klonik, atonik. Klien menggigit lidah, mulut
berbuih, ada incontinentia urine dan faeces, bibir dan muka berubah
warna (biru), mata/kepala menyimpang pada satu posisi dan beberapa
gerakan terjadi dimana lokasi dan sifatnya berubah pada satu posisi
atau keduanya.Sesudah serangan; klien mengalami lethargi, bingung,
otot sakit, gangguan bicara, nyeri kepala. Ada perubahan dalam
gerakan misalnya hemiplegi sementara, klien ingat/tidak terhadap
kejadian yang dialaminya. Terjadi perubahan kesadaran/tidak,
pernafasan, denyut jantung. Ada cedera seperti luka memar, geresan
dll.Riwayat sebelum serangan; lamanya serangan, frekuensi serangan,
ada factor prepitasi (suhu tinggi, kurang tidur, emosional labil),
pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran.
Pernah mengkonsumsi obat-obatan tertentu/alcohol. Ada riwayat
penyakit yang sama dalam keluarga. Interaksi sosialData Subyektif :
Terjadi gangguan interaksi dengan orang lain/keluarga karena malu
Konsep diriData Subyektif : Merasa rendah diri, ketidak berdayaan,
tidak mempunyai harapan.Data Obyektif : Selalu waspada/berhati-hati
dalam hubungan dengan orang lain. Kenyamanan/NyeriData Subyektif:
Sakit kepala, nyeri otot/punggung, nyeri abnormal paroksismal
selama fase iktalData Obyektif :Tingkah laku yang waspada,
gelisah/distraksi dan perubahan tonus otot.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN1) Resiko cedera b.d aktivitas kejang
yang tidak terkontrol (gangguan keseimbangan).2) Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva3) Isolasi sosial b.d rendah
diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit epilepsi
dalam masyarakat4) Ketidakefektifan pola napas b.d dispnea dan
apnea5) Intoleransi aktivitas b.d penurunan kardiac output,
takikardia6) Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pada nervus
organ sensori persepsi7) Ansietas b.d kurang pengetahuan mengenai
penyakit8) Resiko penurunan perfusi serebral b.d penurunan suplai
oksigen ke otak
C. RENCANA KEPERAWATANNoDIAGNOSA KEPERAWATANTUJUAN &KRITERIA
HASIL ( NOC )INTERVENSI( NIC )
1Domain 11Kelas 2Kode NDX 00031
BersihanJalanNapasTidakEfektif
Definisi :Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan
jalan nafas
Batasan Karakteristik : Dispneu,Penurunan suara nafas Orthopneu
Cyanosis Kelainan suara nafas (rales, wheezing) Kesulitan berbicara
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada Mata melebar Produksi sputum
Gelisah Perubahan frekuensi dan irama nafas
Faktor-faktor yang berhubungan: Lingkungan : Merokok,
menghirupasaprokok, perokokpasif-POK, infeksi Fisiologis :
disfungsi neuromuscular, hyperplasia dindingbronkus,
alergijalannafas, asma Obstruksijalannapas :spasmejalannafas,
sekresitertahan, banyaknya mucus, adanyajalannafasbuatan,
sekresibronkus, adanyaeksudat di alveolus,
adanyabendaasingdijalannafas. NOC
:Setelahdilakukantindakankeperawatanselama 3 x 24 jam
ketidakefektifanbersihanjalannapasteratasi.KriteriaHasil :
Mendemonstrasikanbatukefektifdansuaranafas yang bersih,
tidakadasianosisdandyspneu ( mampumengeluarkan sputum,
mampubernafasdenganmudah, tidakada pursed lips ) Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal) Mampumengidentifikasikandanmencegah factor yang
dapatmenghambatjalannafas
NIC :Airway suction Pastikankebutuhan oral / tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Informasikanpadakliendankeluargatentang suctioning Minta klien
nafas dalam sebelum suction dilakukan. Berikan O2 dengan
menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal Gunakan
alat yang steril sitiap melakukan tindakan Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal Monitor status oksigenpasien Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suksion Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Identifikasipasienperlunyapemasanganalatjalannafasbuatan
Pasang mayo bila perlu Lakukanfisioterapi dada jikaperlu
Keluarkansekretdenganbatukatausuction Auskultasisuaranafas,
catatadanyasuaratambahan Lakukansuctionpada mayo
Berikanbronkodilator bila perlu
BerikanpelembabudaraKassabasahNaClLembab
Aturintakeuntukcairanmengoptimalkankeseimbangan. Monitor respirasi
dan status O2
2Domain 4Kelas 4Kode NDX 00032Ketidakefektifan pola napas
berhubungan dengan :
Ansietas Posisi tubuh Deformitas tulang Deformitas dinding dada
Penurunan energi dan keletihan Hiperventilasi Sindrom hipoventilasi
Kerusakan musculoskeletal Imaturasi neurologis Disfungsi
neuromuscular Obesitas Nyeri Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot pernapasan Cedera medulla spinalisBatasan
karakteristik :Subjektif Dispnea Napas pendekObjektif Perubahan
ekskursi Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripod) Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital Napas dalam (dewasa Vt 500 ml pada saat
istirahat, bayi 6-8 ml/kg) Peningkatan diameter anterior posterior
Napas cuping hidung Ortopnea Fase ekspirasi memanjang Pernapasan
bibir mencucu Kecepatan respirasi : Usia dewasa 14 tahun atau lebih
: s11 atau > 24 (kali per menit) Usia 5-14:25 Usia 1-4:30 Bayi:
60 Takipnea Rasio waktu Penggunaan otot bantu asesorius untuk
bernapas Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam
ketidak efektifan pola napas tidak terjadi, dengan kriteria hasil :
Klien akan menunjukan pola pernapasan efektif ; status pernapasan :
ventilasi tidak terganggu, yang di buktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem,berat,sedang,ringan,
tidak ada gangguan) : Kedalam inspirasi dan kemudahan bernapas
Ekspansi dada simetris Menunjukkan tidak adanya gangguan status
pernapasan : ventilasi, yang di buktikan oleh indicator berikut
(sebutkan 1-5) : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, tidak ada
Sgangguan ): Penggunaan otot aksesorius Suara napas tambahan Pendek
nafas Klien akan menunjukkan pernapasan optimal ada saat terpasang
ventilator mekanis. Klien akan mempunyai kecepatan dan irama
pernapasan dalam batas normal Klien akan mempunyai fungsi paru
dalam batas normal untuk klien. Klien akan meminta bantuan
pernapasan saat di butuhkan Klien akan mampu menggambarkan rencana
untuk perawatan di rumah Klien akan mengidentifikasi factor
(misalnya, allergen) yang memicu ketidak efektifan pola nafas dan
tindakan yang dapat di lakukan untuk menghindarinya Pantau adanya
pucat dan sianosis Pantau efek obat pada status pernapasan Tentukan
lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga Kaji kebutuhan insersi
jalan napas Pemantauan pernapasan (NIC) : Pantau
kecepatan,irama,kedalaman dan upaya pernapasan Perhatikan
pergerakan dada, amati kesimetrisan,penggunaan otot-otot bantu,
serta retraksi otot supraklavikular dan interkosta Pantau
pernapasan yang berbunyi, seperti mendengkur Pantau pola pernapasan
: bradipnea; takipnea; hiperventilasi; pernapasan kussmaul;
pernapasan cheyne stokes; dan pernapasan apneastik, pernapasan biot
dan pola ataksik Perhatikan lokasi trakea Auskultasi suara napas,
perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya suara
napas tambahan Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas Catat
perubahan pada SaO2, SvO2,CO2 akhir tidal dan nilai gas darah
arteri (GDA), jika perluHubungkan dan dokumentasikan semua data
hasil pengkajian (misalnya sensori, suara napas pola napas, GDA,
sputum, dan efek obat pada klien) Bantu klien untuk menggunakan
spirometer intensif jika perlu Tenangkan klien selama periode gawat
napas Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode gawat
napas Untuk membantu memperlambat frekuensi pernapasan, bombing
klien menggunakan teknik pernapasan bimbing mencucu dan pernapasan
terkontrol Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk
membersihkan secret Minta klien untuk mengubah posisi, batuk dan
napas dalam setiap Informasikan kepada klien sebelum memulai
prosedur, untuk menurunkan ansietas dan meningkatkan perasaan
kendali Pertahankan oksigen aliran rendah dengan kanula nasal,
masker atau sungkup, uraikan kecepatan aliran Atur posisi klien
untuk mengoptimalkan pernapasan, uraikan posisi Sinkronisasikan
antara pola pernapasan klien dan kecepatan ventilasi Informasikan
kepada klien dan keluarga tentang tekhnik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan, uraikan teknik Diskusikan perencanaan
untuk perawatan di rumah, meliputi pengobatan peralatan
pendukungan, tanda dan gejala komplikasi yang dapat di laporkan,
sumber-sumber komunitas Diskusikan cara menghindari allergen
sebagai contoh : Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding
rumah Tidak menggunakan karpet di rumah Menggunakan filter
elektronik alat perapian dan AC Ajarkan tekhnik batuk efektif
Informasikan kepada klien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok
dalam ruangan Instruksikan kepada klien dan keluarga bahwa mereka
harus memberitahu perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola
pernafasan Konsultasikan dengan ahli terapi pernafasan untuk
memastikan keadekuatan fungsi ventilator mekanis Laporkan perubahan
sensori, bunyi nafas, pola pernafasan, nilai GDA, sputum dan
sebagainya, jika perlu atau sesuaikan protocol. Berikan obat
(misalnya, bronchodilator) sesuai dengan program atau protocol
Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang di
lembabkan sesuai program atau protokol institusi Berikan obat nyeri
untuk mengoptimalkan pola pernafasan
3RESIKO CEDERA
Definsi : Dalam risiko cedera sebagai hasil dari interaksi
kondisi lingkungan dengan respon adaptif indifidu dan sumber
pertahanan.
Faktor resiko : Eksternal - Mode transpor atau cara perpindahan
- Manusia atau penyedia pelayanan kesehatan (contoh : agen
nosokomial) - Pola kepegawaian : kognitif, afektif, dan faktor
psikomotor- Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan
masyarakat, bangunan dan atau perlengkapan) - Nutrisi (contoh :
vitamin dan tipe makanan) - Biologikal ( contoh : tingkat imunisasi
dalam masyarakat, mikroorganisme)- Kimia (polutan, racun, obat,
agen farmasi, alkohol, kafein nikotin, bahan pengawet, kosmetik,
celupan (zat warna kain))Internal- Psikolgik (orientasi afektif) -
Mal nutrisi - Bentuk darah abnormal, contoh :
leukositosis/leukopenia, perubahan faktor pembekuan,
trombositopeni, sickle cell, thalassemia, penurunan Hb,
Imun-autoimum tidak berfungsi. - Biokimia, fungsi regulasi (contoh
: tidak berfungsinya sensoris) - Disfugsi gabungan - Disfungsi
efektor - Hipoksia jaringan - Perkembangan usia (fisiologik,
psikososial) - Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas)
NOC : Risk KontrolKriteria Hasil : Klien terbebas dari cedera
Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku
personal Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada Mampu mengenali perubahan
status kesehatan
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan) Sediakan
lingkungan yang aman untuk pasien Identifikasi kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu pasien Menghindarkan lingkungan yang
berbahaya (misalnya memindahkan perabotan) Memasang side rail
tempat tidur Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjungMemberikan penerangan yang cukup Menganjurkan
keluarga untuk menemani pasien. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bruner & Suddarth, Buku Ajar KMB, Edisi 8 Vol. 2, EGC,
2002, Jakarta.
2. Marlynn E. Doenges dkk., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, 2000, Jakarta.
3. Noer Sjaifoellah, Buku Ajar IPD, Jilid I edisi 3, FK UI,
1996, Jakarta.
4. Corwin E.J; Pathofisiologi, EGC, 2001, Jakarta.
5. Arif Mansjoer dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3
jilid 1, FK-UI, 1996, Jakarta.