BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Epilepsi (juga disebut kejang
ayan) ditandai dengan aktivtas berlebihan yang tidak terkendali
dari sebagian atau seluruh sistem saraf pusat. Orang yang mempunyai
faktor predisposisi timbulnya epilepsi akan mendapat serangan bila
nilai basal dari eksitabilitas sistem saraf (atau bagian yang peka
terhadap keadaan epileptik) meningkat diatas nilai ambang
kritisnya. Selama besarnya eksitabillitas tetap dijaga dibawah
nilai ambang ini, maka serangan epilepsi tidak akan terjadi.1,2
Epilepsi adalah kejang yang terjadi tanpa penyebab metabolik yang
reversible. Epilepsy dapat berupa kondisi primer atau sekunder.
Epilepsy primer terjadi secara spontan, biasanya pada kanak-kanak
dan penyebabnya idiopatik. Sedangkan yang sekunder bisa disebabkan
oleh hipoksemia, hipoglikemia, cedera kepala, infeksi, stroke, atau
tumor sistem saraf pusat. Insidensi epilepsi dinegara maju
ditemukan sekitar 50/100.000, sementara dinegara berkembang
mencapai 100/100.000. penderita laki-laki umumya sedikit lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan. Insidensi tertinggi terjadi
pada kanak-kanak dan usia lanjut, cenderung menurun pada dewasa
muda.3
BAB IIPEMBAHASAN2.1 DEFINISI Epilepsi adalah suatu gangguan
cerebral kronik yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang
akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi akibat
lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron otak secara berlebihan
dan paroksismal akibat berbagai macam etiologi.1,2 2.2 EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi. Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami
kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi dinegara berkembang
dibandingkan dengan Negara maju. Insidensi epilepsi di Negara maju
ditemukan sekitar 50/100.000, sementara di Negara berkembang
mencapai 100/100.000. Di Negara berkembang sekitar 80-90%
diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun. Penderita
laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Insidensi tertinggi terjadi pada masa kanak-kanak dan
usia lanjut. Biasanya insidensinya menurun pada dewasa muda.2,3 2.3
ETIOLOGI Berdasarkan penyebabnya epilepsi dibagi menjadi dua tipe
yaitu epilepsi primer dan epilepsi sekunder.2,4,5 Epilepsi primer
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) mungkin diduga terdapat
gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada jaringan
otak yang abnormal. Epilepsi sekunder diketahui penyebabnya
diantaranya sebagai berikut:a.cedera kepalab.infeksi jaringan otak
c. tumor otakd. strokee. hipoglikemik dan hipokalsemif. obat-obatan
dan alcoholg. abnormalitas congenitalh. gangguan degenerativei.
hipoksia pada neonates
2.4 FAKTOR PENCETUS2a. Kurang tidurb. Stress emosionalc.
Infeksid. Perubahan hormonale. Terlalu lelahf. Fotosensitif
terhadap cahayag. Obat-obatanh. alkohol
2.5 PATOFISIOLOGI Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa
diakibatkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak, infeksi otak,
keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak normal
(neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan
mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada
cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan
dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah
pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis.
Perubahan fokus inilah yang bisa menimbulkan bangkitan listrik
diotak.2 Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan
kerusakan anatomi focus di otak. Dari sudut pandang biologi
molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidak seimbangan
sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik
di otak. Keadaan ini bisa disebabkan sekresi neurotransmiter dari
presinaptik tidak terkontrol ke sinaptik yang selanjutnya berperan
pada reseptor n-methyl-D aspartic acid (NMDA) atau -amino 3 -
hydroxyl 5 - methyl 4 - isoxazolepropionic acid (AMPA) di
post-sinaptik. Keterlibatan NMDA receptor (NMDAR) subtipe dari
reseptor glutamat disebut-sebut sebagai patologi terjadinya kejang
dan epilepsy.2 Secara farmakologik, inhibisi terhadap NMDAR ini
merupan prinsip kerja dari obat antiepilepsi. Beberapa penelitian
neurogenetik membuktikan adanya beberapa faktor yang bertanggung
jawab atas bangkitan epilepsi antara lain kelainan pada ligand-gate
(sub unit dari reseptor nikotinik) begitu juga halnya dengan
voltage-gate (kanal natrium dan kalium). Berbicara mengenai kanal
ion maka peran natrium, kalium dan kalsium merupakan ion-ion yang
berperan dalam sistem komunikasi neuron lewat reseptor. Masuk dan
keluarnya ion-ion ini menghasilkan bangkitan listrik yang
dibutuhkan dalam komunikasi sesama neuron. Jika terjadi kerusakan
atau kelainan pada kanal ion-ion tersebut maka bangkitan listrik
akan juga terganggu sebagaimana pada penderita epilepsi. Kanal ion
ini berperan dalam kerja reseptor neurotransmiter tertentu. Dalam
hal epilepsi dikenal beberapa neurotransmiter seperti gamma
aminobutyric acid (GABA) yang dikenal sebagai inhibitorik, glutamat
(eksitatorik), serotonin yang sampai sekarang masih tetap dalam
penelitian kaitan dengan epilepsi, asetilkholin yang di hipokampus
dikenal sebagai yang bertanggung jawab terhadap memori dan proses
belajar.2 Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada
abnormalitas otak adalah hipokampus. Oleh karena setiap serangan
kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka
serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan
kerusakan yang lebih luas.
2.6 KLASIFIKASI EPILEPSI Ada dua klasifikasi epilepsi yang
direkomendasikan oleh International League Against Epilepsy (ILAE)
yaitu pada tahun 1981 menetapkan klasifikasi epilepsi berdasarkan
jenis bangkitan (tipe serangan epilepsi):1,2,3,4 1. Serangan
parsial a. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik), yaitu
dengan gejala motorik, sensorik, otonom dan gejala psikis:1,2
Motorik: dapat menyebabkan perubahan pada aktivitas otot , seperti
gerakan involunter otot-otot salah satu anggota gerak, wajah,
rahang bawah (menguyah), pita suara (vokalisasi). Sensorik :
menyebabkan perubahan perasaan . orang dengan kejang sensori
mungkin mencium atau merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak ada
disitu, mendengar bunyi berdetak, berdering atau suara seseorang
ketika suara sebenarnya tidak ada, atau merasakan sensasi seperti
ditusuk jarum atau mati rasa. Kejang mungkin terasa sangat
menyakitkan pada beberapa pasien. Mereka akan merasa seperti
berputar. Autonomic: kejang ini menyebabkan perubahan pada bagian
sistem saraf yang secara otomatis mengendalikan fungsi tubuh.
Kejang ini biasanya meliputi perasaan tidak nyaman pada perut,
dada, kepala, perubahan pada denyut jantung dan pernafasan
meningkat. Psikis: kejang ini merubah cara berpikir seseorang,
perasaan dan pengalaman akan sesuatu. Mereka mungkin bermasalah
dengan memori, kata yang terbalik saat berbicara, ketidakmampuan
untuk menemukan kata yang tepat atau bermasalah dalam memahami
percakapan atau tulisan. b. Serangan parsial kompleks (kesadaran
terganggu), yaitu serangan parsial sederhana diikuti dengan
gangguan kesadaran diawal serangan. c. Serangan umum sederhana -
Parsial sederhana menjadi tonik-klonik - Parsial kompleks menjadi
tonik-klonik - Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi
tonik-klonik
2. Serangan umum a. Absans (Lena), yaitu jenis serangan yang
jarang, umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja.
Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang
sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan
memandang jauh ke depan atau mata berputar keatas dan tangan
melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Kejadiannya cuma beberapa
detik (sekitar 5-10 detik) dan bahkan sering tidak disadari.
b. Mioklonik, yaitu muncul akibat adanya gerakan involunter
sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya
hanya berlangsung sejenak. jenis ini biasanya terjadi pada pagi
hari, setelah bangun tidur dengan ciri khas pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba dan hanya berlangsung sejenak berupa
gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang
berulang dan terjadinya cepat.1,2c. Klonikkejang klonik dapat
berbentuk fokal, unilateral, bilateral, dengan permulaan fokal dan
multifocal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung
1-3 detik terlokalisasi, tidak disertai gangguan kesadaran dan
biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.3,4
d. Tonik berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi.e. Atonik , jenis serang ini jarang
terjadi. Gejala serangan ini adalah pasien tiba-tiba kehilangan
kekuatan otot, jatuh, tapi bisa segera kembali. f. Tonik-klonik/
grang mal , merupakan bentuk paling banyak terjadi, gejala serangan
ini adalah pasien pasien tiba-tiba jatuh disertai dengan teriakan
atau jeritan, pernafasan berhenti sejenak dan seluruh tubuh menjadi
kaku. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik
yang disertai dengan relaksasi), sehingga selama serangan grand mal
dengan tungkai tetap dalam sikap lurus, namun secara ritmik terjadi
fleksi ringan dan ekstensi kuat pada semua persendian anggota
gerak. Kejang berlangsung beberapa puluh detik sampai 2 menit. Pada
saat serangan penderita tidak sadar, bisa mengigit lidah atau
bibirnya sendiri dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan
penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa
lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.1 3. Serangan epilepsi
yang tidak terklasifikasi merupakan jenis serangan yang tidak
didukung oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk
serangan epilepsi pada neonatus misalnya: gerakan ritmis pada mata,
gerakan mengunyah dan berenang.2,6,7
2.7 MANIFESTASI KLINISa. Kejang parsial simpleks dimulai dengan
muatan listrik dibagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas
di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau
kelainan psikis yang abnormal, tergantung pada daerah otak yang
terkena. Jika terjadi pada daerah otak yang mengendalikan gerakan
otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami
sentakan. Jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah
dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan
atau sangat tidak menyenangkan.1,3,8b. Kejang parsial (psikomotor)
kompleks dimulai dengan hilang nya kontak penderita dengan
lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah,
menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa
tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tidak berarti, tidak mampu
memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan.
Kebingungan berlangsung beberapa menit dan diikuti dengan
penyembuhan total.3c. Kejang tonik-klonik (grand mal) biasanya
dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang
terbatas. Muatan listrik segera menyebar kedaerah otak lainnya dan
menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi. Pada kejang
ini terdapat dua tahap, yaitu tahap klonik atau kaku diikuti tahap
klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasanya
didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum
serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang,
telinga berdengung. Pada tahap klonik pasien dapat: kehilangan
kesadaran, kehilangan keseimbangan, dan jatuh karena otot yang
meregang, berteriak tanpa alasan yang jelas, mengigit pipi bagian
dalam atau lidah. Pada fase klonik: terjadi kontraksi otot yang
berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang
tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin
akan merasa lemas, letih, ataupun ingin tidur setelah serangan
semacam ini.1 d. Kejang petit mal dimulai pada masa kanak-kanak,
biasanya sebelum usia 5 tahun. Penderita hanya menatap, kelopak
matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30
detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi
tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak- nyentak.42.8 DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsy didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik
dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis.2,6,7a. Anamnesis harus
dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis (auto dan
alloanamnesis), meliputi: Pola/bentuk serangan Lama serangan Gejala
sebelum, selama dan paska serangan Frekuensi serangan Ada/ tidaknya
penyakit lain yang diderita sekarang Usia saat serangan terjadinya
pertama Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan Riwayat
penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya Riwayat penyakit epilepsy
dalam keluargab. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat
adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsy
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan
congenital, gangguan neurologic fokal atau difus. pemeriksaan fisik
harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan
umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. pada anak-anak
pemeriksan harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran anggota tubuh dapat menunjukkan awal
gangguan pertumbuhan otak unilateral. Pada Pemeriksaan neurologis
gejala defisit unilateral atau bilateral dapat ditemukan.
Hemiparesis bahkan adanya hanya spastisitas, hiper-refleksia tendon
atau babinski positif sesisi sudah memberikan pengarahan yang
berharga bagi penilaian epilepsy umum fokal. Selain itu bagian lain
dari pemeriksaan adalah memeriksa fungsi mental seperti kemampuan
untuk mengingat kata, nama objek, dan melakukan perhitungan.c.
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua
pasien epilepsy dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsy. Hasil EEG
dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi structural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan adanya kelainan
genetic atau metabolic. Rekaman EEG dikatakan abnormal jika:a.
Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak.b. Irama gelombang tidak teratur, irama
gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang
delta.c. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak
normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksismal. Pemeriksaan radiologis yang
dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT
scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomic akan tampak lebih
rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri
serta untuk membantu terapi pembedahan.2.9 PENATALAKSANAAN Obat
anti epilepsy merupakan terapi utama pada manajemen epilepsy.
Tujuan pengobatan epilepsy dengan obat antiepilepsi adalah
menghindari terjadinya kekambuhan dengan efek buruk yang minimal
(yang dapat ditoleransi).Prinsip-prinsip terapi obat
antiepilepsi2,3 Menentukan diagnosis yang tepatDiagnosis yang tepat
sangat penting pada epilepsy. Pasien yang terdiagnosis epilepsy
mempunyai beberapa konsekuensi. Penderita epilepsy akan meminum
obat dalam jangka waktu lama yang berakibat pada kemungkinan adanya
efek yang merugikan akibat obat antiepilepsi. Menentukan kapan
dimulainya terapi dengan obat antiepilepsiSalah satu kesulitan yang
dihadapi seorang dokter dalam merawat pasien dengan serangan
epilepsy adalah memutuskan kapan dimulainya pengobatan. Setelah
kejang pertama, langkah pertama untuk menilai pengobatan adalah
menilai resiko terjadinya bangkitan selanjutnya. Jika bangkitan
merupakan bangkitan non epileptic, pengobatan harus ditujukan pada
faktor penyebab yang mendasari. Jika bangkitan hipoglikemik pada
anak maka diterapi dengan glukosa, bangkitan karena putus alcohol
dapat dikontrol paling baik dengan perubahan perilaku adiktif dan
jika bangkitan karena masalah psikogenik dapat diatasi dengan
konselin yang tepat. Terapi bangkitan epilepsy ditentukan oleh
penilaian dua hal, resiko pengobatan dan manfaat pengobatan.
Setelah kejang lebih dua kali atau lebih maka diperlukan pengobatan
untuk mengatasi kejangnya, kecuali pada serangan-serangan tertentu
seperti kejang akibat putus alcohol, penyalah gunaan obat, kejang
akibat penyakit akut seperti demam tinggi, dehiderasi,
hipoglikemik, karena trauma, dan kejang akibat non epileptic
lainnya, maka sebaiknya ditangani sesuai dengan kausanya.
Memilih obat yang paling sesuai
Tabel 1. Jenis obat pada berbagai tipe serangan epilepsi.2Tipe
seranganFirst- lineSecond- lineThird line
Parsial simplek & kompleks dengan atau tanpa general
sekunder
Tonik klonik
Mioklonik
Absence
Atonik
Tonik KarbamazepineFenitoinFenobarbitalGabapentin
Asam valproatKarbamazepineFenitoin
Asam valproat
Asam valproatLamotrigin
Asam valproat
Asam valproatFenitoinFenobarbitalAsam
valproatLevetiracetamPregabalin
Lamotrigin
TopiramatLevetiracetamZonisamid
etosuksimid
lamotrigintopiramat
clonazepamclobazamPirimidonVigabtrinTiagabin
TopiramatLevetiracetam
LamotriginClobazamFenobarbital
Levetiracetamzonisamid
felbamat
Karakteristik pasienDalam pengobatan dengan obat antiepilepsi
karakteristik pasien harus dipertimbangkan secara individu.hal-hal
yang perlu dipertimbangkan adalah: efek buruk obat, dosis yang
tepat, harga, pola hidup dan usia pasien. Suatu obat antiepilepsi
mungkin efektif pada pasien tertentu namun jika ada kontra indikasi
atau terjadi reaksi yang tidak bisa ditoleransi maka sebaiknya
pergantian obat dilakukan.
Tabel 2. Obat-obat anti epilepsy beserta dosisnya:2,5,6obatDosis
mg/kg/hariKadar dalam serum (range, ug/ml)Waktu paruh
(jam)Indikasi
Asam valproat
Fenitoin
Karbamazepine
Fenobarbital
Klonazepam
Pirimidon
Dewasa: 5-15Anak: 10-30
Dewasa: 300Anak : 5
Dewasa: 1000 2000Anak: 15-25
Dewasa: 2-3Anak: 3-5
Dewasa:1,5 (max 20)Anak: 0,01-0,03 (max 0,25-0,5)
Dewasa = anak 10-2550-100
10-20
4-12
10-40
0,02-0,008
5-1214
24
12
96
30
12Semua
Parsial dan kejang umum
Parsial & kejang umum
Parsial dan kejang umum
Absence & mioklonik
Parsial & kejang umum
Pemberian obatPenggantian obat antiepilepsi pertama dilakukan
jika:a) Jika serangan terjadi kembali meskipun obat antiepilepsi
pertama sudah diberikan dengan dosis maksimal yang dapat
ditoleransi, maka obat antiepilepsi kedua harus segera dipilih.b)
Jika terjadi reaksi pada obat pertama baik efek samping, reaksi
alergi ataupun efek merugikan lainnya yang tidak dapat ditoleransi
oleh pasien. Terapi dengan obat kedua harus dimulai dengan gambaran
sebagai berikut: pertama, dosis dari obat kedua harus dititrasi
sampai pada range dosis yang direkomendasikan. Obat yang pertama
harus diturunkan secara bertahap selama 1-3 minggu. Setelah obat
pertama diturunkan, dosis obat kedua (monoterapi) harus dinaikkan
sampai serangan terkontrol atau dengan efek samping yang minimal.
Proses ini harus dilanjutkan sampai monoterapi dengan dua atau tiga
obat primer gagal. Setelah proses tersebut dilakukan baru
politerapi dipertimbangkan.2 Penghentian pengobatanPenghentian
pemberian obat antiepilepsi dilakukan secara bertahap dapat
dipertimbangkan setalah 2 tahun bebas serangan. Syarat umum
penghentian obat antiepilepsi adalah sebagai berikut:2 Penghentian
obat antiepilepsi dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan. Harus dilakukan secara
bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan Bila digunakan lebih dari satu obat
antiepilepsi, maka penghentian dimulai dari satu obat antiepilepsi
yang bukan utama.
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIENNama: Ny. SUmur: 42 tahun Alamat: Dsn
PontianakPekerjaan: IRTAgama:IslamStatus Perkawinan: Sudah
menikahNo. RM: 038153Tanggal Masuk: 02-02-2015Ruang/Kelas: Poli
syaraf
B. ANAMNESIS: I. Keluhan Utama: kejang sejak 1 hari sebelum
masuk poli klinik RSUD BangkinangII. Riwayat Penyakit Sekarang:
pasien kejang sejak 1 hari yang lalu. Pasien tiba-tiba kejang saat
sedang beristirahat. Kejang umumnya seluruh tubuh tapi lengan kanan
yang lebih kuat, dengan durasi 1 menit, frekuensi kejang dalam satu
hari 1 X, Saat kejang pasien sadar, mata mendelik, lidah tidak
tergigit, mulut tidak berbuih. setelah kejang pasien terlihat
bingung dan kelelahan. Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada.
Kejang muncul secara tiba-tiba, biasanya pada saat pasien
tertidur.
III. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien sudah 1 tahun ini mengalami
kejang, kejang 1 bulan sekali tapi pasien tidak pernah berobat ke
dokter. Kejang demam (-) Trauma kepala (-)
IV. Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang samaV. Riwayat Pribadi dan Sosial: Pasien
sebagai ibu rumah tangga
C. PEMERIKSAAN FISIKI. Pemeriksaan UmumKeadaan umum:
baikKesadaran: composmentisTinggi badan: 157Berat badan: 54 kgTanda
Vital Tekanan darah: 120/80 mmHg Frekuensi nadi: 80 x/menit
Frekuensi Pernafasan: 20 x/menit Suhu: 36,3 oCRambut: warna hitam,
lebat, sukar dicabutKelenjar Getah Bening Leher: tidak diperiksa
Aksila: tidak diperiksa Inguinal: tidak diperiksaKepalaMata:
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterikHidung: Sekret tidak
ada, deviasi septum tidak ada.Mulut: Bibir kering (-).Telinga:
Serumen (+)Thoraksa. Paru-paruInspeksi: simetris kiri-kananPalpasi:
fremitus kanan=kiriPerkusi: sonorAuskultasi: vesikuler N, ronkhi
(-), wheezing (-) b. JantungInspeksi: ictus cordis tidak
terlihatPalpasi: Ictus cordis teraba. Thrill tidak ada.Perkusi:
Batas Jantung: Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis
dekstra Batas jantung kiri : SIC V 1 jari medio linea midclavicula
sinistraAuskultasi: bunyi jantung murni, irama regular, bising
(-)
AbdomenInspeksi: datarAuskultasi: bising usus (normal)Palpasi:
hepar dan lien tidak terabaPerkusi: timpaniEkstremitasSuperior:
Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada, tidak ada
kelemahan.Inferior: Akral hangat, edema tidak ada, sianosis tidak
ada. Tidak ada kelemahan
Status NeurologisA. Tanda Rangsang Selaput Otak:Kaku Kuduk:
negatifBrudzinski I: negatifBrudzinski II: negatifKernig Sign:
negatifB. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:Pupil:
isokorRefleks cahaya:+/+
C. Pemeriksaan Saraf Kranial:
N.I (N. Olfactorius)PenciumanKanan Kiri
SubyektifNormalNormal
Obyektif dengan bahanNormal Normal
N.II (N. Opticus)Penglihatan KananKiri
Tajam penglihatanNormalNormal
Lapang pandangNormal Normal
Melihat warnaNormal Normal
FunduskopiTidak dinilaiTidak dinilai
N.III (N. Occulomotorius)Kanan Kiri
Bola mataNormal Normal
Ptosistidak adatidak ada
Gerakan bulbus NormalNormal
Strabismustidak adatidak ada
Nistagmustidak adatidak ada
Ekso/Endophtalmustidak adatidak ada
Pupil : Bentuk Refleks cahaya Rrefleks akomodasi Refleks
konvergensiNormalPositifNormalNormalNormalPositifNormalNormal
N. IV (N. Trochlearis)Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawahNormalNormal
Sikap bulbusNormalNormal
Diplopiatidak adatidak ada
N. V (N. Trigeminnus)Kanan Kiri
Motorik : Membuka mulut Menggerakkan rahang Menggigit
MengunyahNormalNormalBisa BisaNormalNormalBisaBisa
Sensorik : Divisi Optalmika Refleks kornea Sensibilitas Divisi
Maksila Refleks masseter Sensibilitas Divisi Mandibula
Sensibilitas
NormalTidak dinilai
Normal Tidak dinilai
Tidak dinilai
NormalTidak dinilai
Normal Tidak dinilai
Tidak dinilai
N. VI (N. Abduscen)KananKiri
Gerakan mata lateralNormalNormal
Sikap bulbusNormalNormal
DiplopiaTidak adaTidak ada
N. VII (N. Facialis)Kanan Kiri
Raut wajahNormalNormal
Sekresi air mataTidak dinilaiTidak dinilai
Fisura palpebraNormalNormal
Menggerakkan dahiNormal Normal
Menutup mataNormalNormal
Mencibir/bersiulNormal Normal
Memperlihatkan gigiNormal Normal
Sensasi lidah 2/3 depanNormalNormal
HiperakusisTidak adaTidak ada
N. VIII (N. Vestibulocochlearis)Kanan Kiri
Suara berbisikNormal Normal
Detik arlojiTidak dinilaiTidak dinilai
Renne testTidak dinilaiTidak dinilai
Webber testTidak dinilaiTidak dinilai
Scwabach test : Memanjang MemendekTidak dinilaiTidak
dinilaiTidak dinilaiTidak dinilai
Nistagmus : Pendular Vertikal Siklikal Pengaruh posisi
kepalaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak adaTidak
adaTidak ada
N. IX (N. Glossopharingeus)Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakangNormal Normal
Refleks muntah/Gag reflekPositif Positif
N. X (N. Vagus)KananKiri
Arkus faringNormalNormal
UvulaNormalNormal
MenelanBisaBisa
ArtikulasiNormal Normal
SuaraNormal Normal
Nadi80 x/menit 80 x/menit
N. XI (N. Assesorius)KananKiri
Menoleh ke kanan NormalNormal
Menoleh ke kiriNormalNormal
Mengangkat bahu ke kananNormalNormal
Mengangkat bahu ke kiriNormalNormal
N. XII (N. Hipoglossus)KananKiri
Kedudukan lidah di dalamNormalNormal
Kedudukan lidah dijulurkanNormal Normal
TremorTidak adaTidak ada
FasikulasiTidak adaTidak ada
AtrofiTidak adaTidak ada
D. Pemeriksaan KoordinasiCara berjalanNormalDisatriaTidak
ada
Romberg testNegatifDisgrafiaTidak ada
AtakasiaTidak adaSupinasi-pronasiNormal
Rebound phenomenTidak adaTes jari-hidungNormal
Tes tumit-lututnegatifTes hidung-hidungNormal
E. Pemeriksaan Fungsi MotorikA. Berdiri dan BerjalanKanan
Kiri
Gerakan spontanNormal Normal
TremorTidak adaTidak ada
AtetosisTidak adaTidak ada
MioklonikTidak adaTidak ada
KhoreaTidak adaTidak ada
Ekstremitas SuperiorInferior
Kanan Kiri KananKiri
Gerakan Normal NormalNormalNormal
Kekuatan 555555555555
Trofi NormotrofiNormotrofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
F. Pemeriksaan SensibilitasSensibilitas taktilNormal
Sensibilitas nyeriNormal
Sensibilitas termisTidak dinilai
Sensibilitas kortikalTidak dinilai
Stereognosis Normal
Pengenala 2 titikNormal
Pengenalan rabaanNormal
G. Sistem RefleksRefleks FisiologisKanan Kiri
Kornea NormalNormal
Berbangkis NormalNormal
Laring Tidak dinilaiTidak dinilai
Masseter Normal Normal
Dinding perut
Atas NormalNormal
Bawah NormalNormal
Tengah NormalNormal
Biseps ++++
Triseps ++++
APR++++
KPR++++
BulbokavernosusTidak diperiksaTidak diperiksa
Kremaster Tidak diperiksa
Sfingter Tidak diperiksa
Refleks PatologisKananKiri
Lengan
Hoffman-TromnerNegatif Negatif
Tungkai
BabinskiNegatifNegatif
Chaddoks NegatifNegatif
Oppenheim NegatifNegatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer NegatifNegatif
Klonus kakiNegatif Negatif
3. Fungsi Otonom Miksi: Normal Defekasi: Normal Sekresi
keringat: Normal
4. Fungsi LuhurKesadaranTanda Demensia
Reaksi bicaraBaik Reflek glabellaTidak ada
Fungsi intelekBaik Reflek snoutTidak ada
Reaksi emosiBaik Reflek menghisapTidak ada
Reflek memegangTidak ada
Refleks palmomentalTidak ada
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan
Rencana Pemeriksaan Tambahan : EEG CT SCAN Pemeriksaan
Elektrolit
E. MASALAHDiagnosis Diagnosis Klinis: Epilepsi parsial fokal
Diagnosis Topik: Korteks cerebri Diagnosis Etiologi: Teratogenik
Diagnosis Sekuder: Tidak minum obatF. PEMECAHAN
MASALAHTerapiUmum/Suportif: Makan makanan yang bergizi Minum obat
secara teratur kontrol kembali ke poli syaraf
Khusus: Asam Valproat 5 mg 1 x 1 tab (anti epilepsi)
Carbamazepin 200 mg 3 x 1 tab (anti epilepsi)
BAB IVDISKUSINy. S 42 tahun mengeluh kejang sejak 1 hari yang
lalu. Pasien tiba-tiba kejang saat sedang beristirahat. Kejang
umumnya seluruh tubuh tapi lengan kanan yang lebih kuat, dengan
durasi 1 menit, frekuensi kejang dalam satu hari 1 X, Saat kejang
pasien sadar, mata mendelik, lidah tidak tergigit, mulut tidak
berbuih. setelah kejang pasien terlihat bingung dan kelelahan.
Demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Kejang muncul secara
tiba-tiba, biasanya pada saat pasien tertidur. Pada riwayat
penyakit dahulu pasien sudah 1 tahun ini mengalami kejang, kejang 1
bulan sekali tapi pasien tidak pernah berobat ke dokter.Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis kooperatif
dengan GCS (E4M6V5), vital sign dalam batas normal, dengan
pemeriksaan neurologis dalam batas normal.Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik, gejala klinis yang dialami oleh
pasien menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981,
keluhan pasien termasuk dalam kejang parsial simpleks umumya
kesadaran pasien baik dan dimulai dengan muatan listrik dibagian
otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut.
Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang
abnormal, tergantung pada daerah otak yang terkena. Jika terjadi
pada daerah otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka
lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan. Jika terjadi
pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan
mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak
menyenangkan. Pemberian Asam valproat bertujuan menurunkan ambang
kejang dengan cara kerja aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan
ambang konduktan kalsium (T) dan kalium. Asam valproat merupakan
pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absence, kejang
mioklonik, dan kejang tonik-klonik. Dosis penggunaan asam valproat
10-15 mg/kg/hari. Efek samping dari asam valproat adalah gangguan
pencernaan (