Top Banner

of 43

ANTIKoagulan pada gagal jantung

Oct 14, 2015

Download

Documents

Erwin Pangiawan

Trial - trial dari warfarin dll
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    1/43

    1

    PENDAHULUAN

    Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan

    penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.1 Diperkirakan hampir limapersen dari pasien yang dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal

    jantung dalam setahun diperkirakan 2,33,7 perseribu penderita pertahun.2 Kejadian gagal

    jantung akan semakin meningkat di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan

    hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard mengakibatkan perbaikan

    harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung.1

    Gagal jantung susah dikenali secara klinis, karena beragamnya keadaan klinis serta

    tidak spesifik serta hanya sedikit tanda tanda klinis pada tahap awal penyakit.

    Perkembangan terkini memungkinkan untuk mengenali gagal jantung secara dini serta

    perkembangan pengobatan yang memeperbaiki gejala klinis, kualitas hidup,penurunan angka

    perawatan, memperlambat progresifitas penyakit dan meningkatkan kelangsungan hidup.1

    Atrial Fibrilasi (AF) adalah aritmia yang paling umum terjadi pada HF, dan

    meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tromboemboli (terutama stroke) dan

    menyebabkan perburukan gejala. Penanganan pasien AF perlu memperhatikan kemungkinan

    faktor penyebab (hipertiroidisme, gangguan elektrolit, hipertensi tidak terkontrol, kelainan

    katup), fakto pencetus (infeksi dada atau eksaserbasi penyakit paru kronis, iskemi miokard),

    dan profilaksis terjadinya tromboemboli. 2

    Prevalensi AF saat ini di negara maju adalah sekitar 1,5-2% pada populasi umum di

    dunia dengan rata-rata usia antara 75 hingga 85 tahun. Aritmia ini dikaitkan dengan

    peningkatan resiko stroke 5 kali lipat dan gagal jantung sebanyak 3 kali lipat. Hospitalisasi

    pasien AF adalah hal yang umum,dan dalam beberapa tahun trakhir ini penanganan yang

    bermakna telah dirancang dan diharapkan mampu menjadi solusi dalam mengatasi AF,diantaranya dengan penggunaan antikoagulan oral Novel, yaitu Dabigatran, Rivaroxaban, dan

    Apixaban.2

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    2/43

    2

    BAB I

    GAGAL JANTUNG

    I.1. DEFINISI SERTA KLASIFIKASI

    Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi mampu

    memompakan darah ke jaringan untuk memenuhi metabolism tubuh walaupun darah balik

    masih normal. Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan

    fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama

    jantung, atau ketidak sesuaian preload dan afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan

    kematian pada pasien.3

    Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan

    penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian

    berdasarkan Killip yang digunakan pada Infark Miokard Akut, klasifikasi berdasarkan

    tampilan klinis yaitu klasifikasi Forrester, Stevenson dan NYHA.3

    A. Klasifikasi fungsional NYHA ( New York Heart Assoaciation )3

    Klasifikasi fungsional gagal jantung berdasakan kelugah sesak nafas menurut New York

    Heart Association dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

    Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik.

    Aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan,

    palpitasi, atau sesak

    Kelas II Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat

    istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan

    kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas

    Kelas III Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan

    saat istirahat tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan

    kelelahan, paplpitasi atau sesak.

    Kelas IV Tidak terdapat batasan aktifitas fisik tanpa keluhan, terdapat

    gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan

    aktivitas

    Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung menurutNew York Heart Association

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    3/43

    3

    B. Klasifikasi ACC / AHA (American College of Cardiology / American College Heart

    Association)3

    Stadium A Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal

    jantung. Tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak

    terdapat tanda atau gejala

    Stadium B Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan

    dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda

    atau gejala

    Stadium C Gagal jantung yang symtomatis berhubungan dengan

    penyakit struktural jantung yang mendasari

    Stadium D Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung

    yang sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah

    mendapat terapi medis maksimal

    Tabel 2. Klasifikasi gagal jantung menurutAmerican College of Cardiology / American

    College Heart Association

    C. Klasifikasi KILLIP7

    Killip Classification and Mortality Rate of Acute MI*

    Class PAO2 Clinical Description Hospital

    Mortality Rate

    1 Normal No clinical evidence of left ventricular (LV)

    failure

    35%

    2 Slightly

    reduced

    Mild to moderate LV failure 610%

    3 Abnormal Severe LV failure, pulmonary edema 2030%

    4 Severely

    abnormal

    Cardiogenic shock: hypotension, tachycardia,

    mental obtundation, cool extremities, oliguria,

    hypoxia

    > 80%

    *Determined by repeated examination of the patient during the course of illness.

    Determined while the patient is breathing room air.

    Modified from Killip T, Kimball JT: Treatment of myocardial infarction in a coronary care unit. A two-yearexperience with 250 patients. The American Journal of Cardiology20:457464, 1967.

    Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung menurut KILLIP

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    4/43

    4

    D. Klasifikasi CSS ( Canadian Cardiovaskular Society)3

    Klasifikasi menurut CCS (Canadian Cardiovascular Society), mengklasifikasikan pasien

    dengan gejala angina dalam beberapa kelompok berdasarkan keparahan dari gejalanya dapat

    dilihat pada Tabel 4.

    Temuan

    klinis

    Tanda Grade

    Tidak ada

    keterbatasan

    aktivitas

    biasa

    Aktivitas fisik biasa (seperti berjalan atau naik tangga)

    tidak menyebabkan angina. Angina dapat terjadi dengan

    pekerjaan berat yang cepat atau lama atau rekreasi.

    I

    sedikit

    keterbatasan

    aktivitas

    biasa

    Angina pektoris dapat terjadi dengan:

    berjalan atau naik tangga dengan cepat;

    mendaki berjalan menanjak, berjalan atau tangga

    setelah makan atau di angin dingin atau di bawah stres

    emosional;

    berjalan dua blok dari tingkat di kecepatan normal dan

    dalam kondisi normal

    menaiki tangga lebih dari biasanya dengan kecepatan

    normal dan dalam kondisi normal

    II

    keterbatasan

    aktivitas

    fisik biasa

    Angina dapat terjadi setelah berjalan pada tingkat 1-2

    blok atau menaiki tangga 1 dalam kondisi normal pada

    kecepatan normal

    III

    tidak mampu

    melakukan

    aktivitas

    fisik

    angina dapat hadir pada saat istirahat IV

    Tabel. 4 Klasifikasi CSS ( Canadian Cardiovaskular Society)

    Klasifikasi Forrester3

    Pasien diklasifikasi secara klinis atas dasar hipoperfusi perifer (sianosis perifer,

    kulit teraba dingin, hipotensi, takikardi, kebingungan, oliguria) dan kongesti paru

    (ronki, foto rontgen toraks abnormal) dan hemodinamik berdasarkan indeks kardiak

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    5/43

    5

    yang terdepresi ( 2.2 L/menit/m2) dan peningkatan tekanan kapiler pulmonal (> 18

    mmHg). Mortalitas sekitar 2.2% pada grup I, 10.1% pada grup II, 22.4% pada grup III,

    dan 55.5% pada grup IV.

    Jadi klasifikasi Forrester:3

    1. Normal (F I): perfusi jaringan normal atau hipoperfusi ringan, dengan indeks kardiak

    2.2 L/menit/m2, serta PCWP (Pulmonary Capillary Wedge Pressure) < 18 mmHg.

    2. Edema pulmonal (F II): perfusi jaringan normal atau hipoperfusi ringan, dengan

    indeks kardiak 2.2 L/menit/m2, serta PCWP > 18 mmHg.

    3. Syok hipovolemik (F III) : hipoperfusi berat, dengan indeks kardiak < 2.2 L/menit/m2,

    serta PCWP < 18 mmHg.

    4. Syok kardiogenik (F IV) : hipoperfusi berat, dengan indeks kardiak < 2.2 L/menit/m2,

    serta PCWP > 18 mmHg.

    1.2. ETIOLOGI

    Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting

    untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri

    koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    6/43

    6

    yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung

    akibat malnutrisi.4

    Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.

    Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner

    pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki

    dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga

    merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung.

    Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga

    dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal

    jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan

    risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan

    gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.

    Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik

    dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya

    aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang

    menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal

    jantung.4

    Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini

    sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal

    jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi

    aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis

    aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).4

    Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan

    kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial

    fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan.4

    Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akutmaupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang

    berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik).

    Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus. Alkohol juga dapat

    menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat obatan juga dapat

    menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus

    seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung

    terhadap otot jantung.4

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    7/43

    7

    1.3. PATOFISIOLOGI

    Pada awal gagal jantung, akibat cardiac output yang rendah, didalam tubuh terjadi aktivitas

    saraf simpatis dan system rennin angiotensin-aldosteron, serta penglepasan arginin

    vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan

    tekanan darah yang adekuat. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri

    yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi

    mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin Angiotensin Aldosteron

    (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk

    memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga5

    Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output

    dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi

    perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat

    menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat

    menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.5

    Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, merupakan

    vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang

    merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan

    merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air

    serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta

    berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.5

    Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng

    memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial

    Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan

    menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide

    (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip denganANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan

    saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain

    natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan

    tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi

    ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide

    pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    8/43

    8

    diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal

    jantung.5

    Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan

    kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan

    gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit

    jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati

    hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid.5

    Walaupun masih kontroversial, dikatakan 3040 % penderita gagal jantung memiliki

    kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan

    disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.5

    I.4. DIAGNOSIS

    I.4.1 Gejala Klinis

    Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti

    sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai.6

    Secara lebih rinci dapat dilihat di Tabel 6 :6

    Gambaran klinis gagal jantung kiri Gambaran klinis gagal jantung kanan

    Gejala :

    1. Penurunan kapasitas aktivitas

    2. Dipsnu (PND)

    3. Letargi atau kelelahan

    4. Penurunan nafsu makan dan

    berat badan

    Tanda :

    1. Kulit lembab2. TD meningkat, rendah atau

    normal

    3. Denyut nadi (takikardi/aritmia)

    4. Pergeseran apeks

    5. Efusi pleura

    Gejala :

    1. Pembengkakan pergelangan

    kaki

    2. Dipsnu (bukan PND)

    3. Nyeri dada

    4. Penurunan aktivitas

    Tanda :

    1. Denyut nadi meningkat2. Peningkatan JVP

    3. Edema

    4. Hepatomegali dan asites

    5. Gerakan bergelombang

    parasternal

    6. S3 atau S4 RV

    7. Efusi pleura

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    9/43

    9

    Tabel 6. Gambaran klinis Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri6

    Selain itu kriteria Firmingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung

    kongestif. Menurut Framingham kriterianya gagal jantung kongestif ada 2 kriteria yaitu

    kriteria mayor dan kriteria minor. Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:6

    Kriteria mayor Kriteria minor

    1) Dispnea nokturnal paroksismal atau

    ortopnea

    2) Peningkatan vena jugularis

    3) Ronchi basah tidak nyaring

    4) Kardiomegali

    5) Edema paru akut

    6) Irama derap S3

    7) Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O

    1) Edema pergelangan kaki

    2) Batuk malam hari

    3) Dyspnea

    4) Hepatomegali

    5) Efusi pleura

    6) Takikardi (>100 x/ menit)

    Diagnosis ditegakkan dari dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan dua kriteria minor

    harus ada di saat bersamaan6

    I.4.2 Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung

    antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan

    radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.6

    Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio

    thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada

    tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran

    cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila

    tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yangmenunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura

    bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.6

    Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh

    penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10%

    kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST

    T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    10/43

    10

    EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal

    jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya.6

    Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal

    jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan

    fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien

    dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak

    yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel

    kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

    mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan

    katup, serta mengetahui risiko emboli.6

    Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab

    susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada

    gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga

    dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan

    adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain

    untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri

    renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin

    converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat

    terjadi proteinuria.6

    Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium

    dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan

    penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada

    gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya

    abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid

    dianjurkan sesuai kebutuhan6

    Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejectionfraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari

    pergerakan dinding.6

    Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi

    ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta

    mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui

    tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta

    pulmonary artery capillary wedge pressure.6

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    11/43

    11

    BAB II

    HEMOSTASIS

    Hemostasis merupakan proses penghentian pendarahan secara spontan pada pembuluh

    darah yang cedera. Dalam proses tersebut berperan faktorfaktor pembuluh darah, trombosit

    dan faktor pembekuan darah. Dalam proses ini pembuluh darah akan mengalami

    vasokonstriksi, trombosit akan beragregasi membentuk suatu sumbat trombosit. Selanjutnya

    sumbat trombosit oleh fibrin yang dibentuk melalui proses pembekuan darah akan

    memperkuat sumbat trombosit yang telah terbentuk sebelumnya.8

    PROSES PEMBEKUAN DARAH

    Darah membeku karena fibrinogen yang larut berubah menjadi fibrin yang tidak larut.

    Pada proses pembekuan darah, beberapa protein dalam sirkulasi berinteraksi dalam rangkaian

    reaksi proteolitik yang berurutan. Pada tiap langkah, satu faktor pembekuan zymogen

    mengalami proteolysis yang terbatas dan menjadi suatu protease yang aktif. Protease ini

    mengakibatkan faktor pembekuan berikutnya sampai akhirnya suatu bekuan fibrin yang padat

    terbentuk. Ada 15 faktor pembekuan darah, adalah sbb:8

    I. Fibrinogen : Protein plasma yang disintesis dalam hati, diubah menjadi fibrin.

    II. Protrombin : Protein plasma yang disintesis dalam hati, diubah menjadi trombin.

    III. Tromboplastin : Lipoprotein yang dilepas jaringan rusak, mengaktivasi faktor VII

    untuk pembentukan trombin.

    IV. Ion kalsium : Ion anorganik dalam plasma, didapat dari makanan dan tulang,

    diperlukan dalam seluruh tahap pembekuan darah.

    V. Proakselerin : Protein plasma yang disintesis dalam hati, diperlukan untuk

    mekanisme ekstrinsik-intrinsik.

    VI. Nomor tidak dipakai lagi : Fungsinya dipercaya sama dengan fungsi faktor V.

    VII. Prokonvertin : Protein plasma yang disintesis dalam hati, diperlukan untuk

    mekanisme intrinsik.

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    12/43

    12

    VIII. Faktor antihemofilik : Protein plasma (enzim) yang disintesis dalam hati

    (memerlukan vitamin K) berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik.

    IX. Plasma tromboplastin : Protein plasma yang disintesis dalam hati (memerlukan

    vitamin K)berfungsi dalam mekanisme intrinsik.

    X. Faktor Stuart-Prower : Protein plasma yang disintesis dalam hati (memerlukan

    vitamin K) berfungsi dalam mekanisme ekstrinsik dan intrinsik.

    XI. Antiseden tromboplastin plasma : Protein plasma yang disintesis dalam hati

    (memerlukan vitamin K) berfungsi dalam mekanisme intrinsik.

    XII. Faktor Hageman : Protein plasma yang disintesis dalam hati berfungsi dalam

    mekanisme intrinsik.

    XIII. Faktor penstabilan fibrin : Protein yang ditemukan dalam plasma dan

    trombosit,hubungan silang filamen-filamen fibrin.

    Hemostasis terdiri dari primer dan sekunder, hemostasis primer terjadi jika terdapat luka pada

    endotel pembuluh darah terutama dengan serat kolagen di dalam dinding pembuluh darah,

    dengan cepatnya platelet mengubah karateristik strukturalnya, kemudian platelet mulai

    berkumpul membentuk secara tidak beraturan dan kemudian melepaskan granul granul

    yang mengandung banyak faktorfaktor aktif. Setelah itu mereka kemudian berkumpul dan

    melekat pada jaringan kolagen dan pada sebuah protein yang dinamakan von Willebrand

    factor yang masuk ke dalam jaringan yang rusak dari plasma, faktor-faktor tersebut

    melepaskan ADP (adhenosin diphosphate) dalam jumlah yang besar dan enzim yang

    dinamakan thromboxane A2.ADP dan tromboxan ini berperan untuk mengaktifkan trombosit

    yang ada disekitarnya, dan menyebabkan trombosit disekitar menjadi aktif. Setelah itu

    trombosit akan melekat satu sama lain membentuk sumbat trombosit, tetapi masih dalam

    keadaan yang tidak stabil. Setelah itu berlanjut ke hemostasis sekunder.8

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    13/43

    13

    Gambar 2.1 Mekanisme Hemostasis8

    Secara Garis besar proses pembekuan darah berjalan melalui 3 tahap :

    8

    1. Aktivasi tromboplastin

    2. Pembentukan thrombin dari protrombin

    3. Pembentukan fibrin dan fibrinogen

    Hemostasis sekunder8

    Pertama-tama dari aktivasi tromboplastin, yang akan mengubah protrombin(faktor II)

    menjadi thrombin (Faktor IIa), terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu mekanisme ekstrinsik dan

    intrinsic.8

    Pada mekanisme ekstrinsik, tromboplastin jaringan(faktor III, berasal dari jaringan yang

    rusak) akan bereaksi dengan faktor VIIa bersama Calsium(Faktor IV) akan mengaktifkan

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    14/43

    14

    faktor X. Faktor Xa bersama-sama faktor Va, ion kalsium dan fosfolipid trombosit akan

    mengubah protrombin menjadi thrombin. Oleh pengaruh thrombin, fibrinogen(Faktor I) akan

    diubah menjadi fibrin monomer(Faktor Ia) yang tidak stabil. Fibrin monomer, atas pengaruh

    faktor XIIIa akan menjadi stabil dan resisten terhadap enzim proteolitik misalnya plasmin.8

    Pada mekanisme intrinsic, semua faktor yang diperlukan untuk pembekuan darah berada

    didalam darah. Pembekuan dimulai bila faktor Hageman(faktor XII) kontak dengan suatu

    permukaan bermuatan negatif, misalnya kolagen subendotel pembuluh darah yang rusak.

    Reaksi tersebut dipercepat dengan pembentukan kompleks antara faktor XII, faktor

    Fitzgerald dan prekalikrein. Faktor XIIa selanjutnya akan mengaktivasi faktor XI, dan faktor

    XIa bersama ion kalsium mengaktifasi faktor IX. Faktor IX aktif, bersama-sama faktor VIII,

    ion kalsium dan fosfolipid akan mengaktifkan faktor X. Setelah itu urutan mekanisme

    pembekuan darah selanjutnya sama seperti yang terjadi pada mekanisme ekstrinsik.8

    Gambar 2.2 Mekanisme Hemostasis Sekunder 9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    15/43

    15

    BAB III

    Antikoagulan Pada Gagal Jantung

    Warfarin

    Antikoagulan oral merupakan antagonis vitamin K. dimana Vitamin K merupakan kofaktor

    yang berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah II, VII, IX, X yaitu dalam mengubah

    residu asam glutamate menjadi residu asam gama- karboksiglutamat.Untuk berfungsivitamin

    K mengalami siklus oksidasi dan reduksi di hati.9

    Antikoagulan oral merupakann antagonis vitamin K. Faktor koagulasi II, VII, IX,X

    dan Protein antikoagulan C dan S di sintesis utama di Hati dan secara biologi tidak aktif

    sampai 9-13 residu asam glutamate berkarboksilasi untuk membentuk the residu gama-

    karboksiglutamat. Reaksi dekarbosi precursor protein ini membutuhkan CO2, O2 , penurunan

    vitamin K dan di katalisasi oleh glutanyl carboxylase . Karboksilasi secara langsung

    bergabung dengan oksidasi epoxide vitamin K.9

    Siklus Vitamin K dan mekanisme kerja warfarin9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    16/43

    16

    Warfarin terdiri dari R warfarin dan S warfarin, dimana S warfarin lebih aktif.

    Dengan memblok reduktase epoxide vitamin K yang di lakukan oleh gen VKORC1

    (Vitamin K epoxide reductase complex subunit 1), warfarin menghambat konversi oksidasi

    epoxide vitamin K menjadi bentuk terreduksi, vitamin K hydroquinone. Penghambatan

    vitamin K ini terjadi karena penurunan vitamin K menjadi cofactor dari glutamyl

    carboxylase yang mengkatalisis proses karboksilasi, dimana menconversi prozymogen

    menjadi zymogen sehingga dapat mengikat Ca2+ dan dapat berinteraksi dengan permukaan

    anion phospolipid. S Warfarin di metabolism oleh CYP2C9.Polimorphishm genetic umum

    pada enzim ini dapat mempengaruhi metabolism warfarin. Polimorf di C1 subunit of vitamin

    K reductase ( VKORC1) juga dapat mempengaruhi kepekaan inhibisi yang di lakukan

    warfarin, sehingga memerlukan peningkatan dosis warfarin. 9

    Farmakokinetik9:

    Mula kerja biasanya sudah terdeteksi di plasma dalam 1 jam setelah pemberian.

    Kadar puncak dalam plasma: 2-8 jam.

    Waktu paruh : 20-60 jam; rata-rata 40 jam.

    Bioavailabilitas: hampir sempurna baik secara oral, 1M atau IV.

    Metabolisme: ditransformasi menjadi metabolit inaktif di hati dan ginjal.

    Ekskresi: melalui urine clan feses.

    Farmakodinamik9:

    99% terikat pada protein plasma terutama albumin.

    Absorbsinya berkurang hila ada makanan di saluran cerna.

    Indikasi :

    Untuk profilaksis dan pengobatan komplikasi tromboembolik yang dihubungkan

    dengan fibrilasi atrium dan penggantian katup jantung ; serta sebagai profilaksis terjadinya

    emboli sistemik setelah infark miokard (FDA approved). Profilaksis TIA atau stroke

    berulang yang tidak jelas berasal dari problem jantung. 9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    17/43

    17

    Kontraindikasi .

    Semua keadaan di mana resiko terjadinya perdarahan lebih besar dari keuntungan

    yang diperoleh dari efek anti koagulannya, termasuk pada kehamilan, kecenderungan

    perdarahan atau blood dyscrasias dll.

    9

    Interaksi obat :

    Warfarin berinteraksi dengan sangat banyak obat lain seperti asetaminofen, beta

    bloker, kortikosteroid, siklofosfamid, eritromisin, gemfibrozil, hidantoin, glukagon,

    kuinolon, sulfonamid, kloramfenikol, simetidin, metronidazol, omeprazol, aminoglikosida,

    tetrasiklin, sefalosporin, anti inflamasi non steroid, penisilin, salisilat, asam askorbat,

    barbiturat, karbamazepin dll. 9

    Efek samping

    Perdarahan dari jaringan atau organ, nekrosis kulit dan jaringan lain, alopesia,

    urtikaria, dermatitis, demam, mual, diare, kram perut, hipersensitivitas dan priapismus. 9

    Untuk usia di bawah 18 tahun belum terbukti keamanan dan efektifitasnya. Hati- hati

    bila digunakan pada orang tua.Tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena dapat

    melewati plasenta sehingga bisa menyebabkan perdarahan yang fatal pada janinnya.Dijumpaipada ASI dalam bentuk inaktif, sehingga bisa dipakai pada wanita menyusui.9

    Dosis :

    Dosis inisial dimulai ,dengan 2-5 mg/hari dan dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari. Obat

    diminum pada waktu yang sama setiap hari. Dianjurkan diminum sebelum tidur agar dapat

    dimonitor efek puncaknya di pagi hari esoknya. Lamanya terapi sangat tergantung pada

    kasusnya.Secara umum, terapi anti koagulan harus dilanjutkan sampai bahaya terjadinya

    emboli dan trombosis sudah tidak ada.Pemeriksaan waktu protrombin barns dilakukan setiap

    hari begitu dimulai dosis inisial sampai tercapainya waktu protrombin yang stabil di batas

    terapeutik.Setelah tercapai, interval pemeriksaan waktu protrombin tergantung pada penilaian

    dokter dan respon penderita terhadap obat.Interval yang dianjurkan adalah 1-4 minggu.9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    18/43

    18

    Heart Failu re Long-Term Anti thrombotic Study(HELAS),11

    - 197 pasien diberi warfarin, aspirin atau plasebo secara acak.

    - Hasilnya tidak ada perbedaan signifikan pada kelompok tersebut dalam insiden emboli

    Pada Warfarin/Aspirin Study in Heart Failure(WASH), 11

    - Studi saat ini adalah open-label, acak, percobaan dikontrol membandingkan ada

    terapi antitrombotik, aspirin (300 mg / hari), dan warfarin (target rasio

    normalisasi internasional 2.5) pada pasien dengan gagal jantung dan disfungsi

    sistolik ventrikel kiri yang membutuhkan terapi diuretik

    - 279 pasien diberikan warfarin, aspirin, atau plasebo secara acak.

    - Hasilnya tidak terdapat perbedaan signifikan pada kelompok dalam hasil akhir

    tingkat kematian, stroke atau infark miokardial.

    - Namun, tingkat perawatan di rumah sakit lebih tinggi pada pasien yang

    mendapatkan aspirin.

    The Warfarin and Antiplatelet Therapy in Chronic Heart Failu re tri al(WATCH)11

    - Merupakan penelitian paling besar dan paling baru.

    - Penelitian ini melibatkan 1587 pasien yang diberikan warfarin, aspirin, atau clopidogrel

    secara acak, dengan periode tindak lanjut rata-rata 1,9 tahun.

    - Hasil percobaan ini, yang telah diakhiri lebih awal karena kesulitan dalam rekrutmen,

    memperlihatkan bahwa terdapat pengurangan angka stroke iskemik dengan warfarin

    dibandingkan dengan aspirin tetapi diperoleh peningkatan angka perawatan di rumah sakit

    untuk gagal jantung lebih tinggi pada kelompok aspirin dibandingkan dengan kelompokwarfarin

    The Warfarin Aspir in Reccur rent Stroke Study (WARSS)12

    Aspirin meningkatkan efek anti koagulan. Efek samping antiplatelet aspirin dapat

    meningkatkan kemungkinan pendarahan pada mukosa lambung. Efek antikoagulan warfarin

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    19/43

    19

    ditingkatkan aspirin jika penggunaan aspirin 3 gram/hari. Berdasarkan penelitian penggunaan

    aspirin 500 mg/hari dan mengkonsumsi antioagulan 3-5x sehari resiko pendarahan meningkat

    terutama di GI tetapi dengan 100mg/hari dan mengkonsumsi warfarin 2-4x sehari resiko

    pendarahan hanya kecil dan meningkatkan prothrombin times. Dosis rendah aspirin 75

    mg/hari dan intensitas rendah warfarin (INR=1,5) kemungkinan pendarahan kecil sampai

    menengah lebih besar daripada pemberian aspirin dosis rendah saja atau warfarin intenstas

    rendah saja. Pada stroke iskemik tidak ada perbedaan dalam tingkat pendarahan ketika

    penggunaan jangka pendek aspirin ditambah warfarin atauheparin dibandingkan dengan

    penggunaan antikoagulan saja12

    .

    Meta analisis dari empat penelitian yang melibatkan hampir 900 pasien menyimpulkan

    bahwa penggunaan kombinasi antikoagulan oral dan aspirin (100-500 mg sehari) secara

    signifikan mengurangi angka kematian dan komplikasi emboli pada pasien dengan katup

    jantung prostetik, meskipun cara ini sebagian diimbangi oleh peningkatan episode

    perdarahan. Namun secara keseluruhan manfaat mungkin melebihi masalah.12

    Studi lain di 677 pasien dibandingkan natrium warfarin 1,25 mg sehari saja, warfarin natrium

    1,25 mg setiap hari dengan 300mg aspirin/hari, 300mg/hari aspirin dan dosis warfarin

    disesuaikan untuk pencegahan stroke pada atrial fibrilasi. Dampak buruk secara signifikan

    tidak ditemukan.12

    Mekanisme :

    aspirin memiliki efek langsung pada lapisan perut dan dapat menyebabkan perdarahan

    gastrointestinal juga menurunkan agregasi platelet dan memperpanjang waktu perdarahan,

    yang semuanya tampaknya akan menjelaskan beberapa episode perdarahan. Selain itu pada

    dosis besar (2-4x sehari) aspirin saja diketahui memiliki efek hypoprothrombinnaemic

    langsung, yang reversibel oleh vitamin K. Efek aspirin bisaaditif dengan efek anti koagulan.12

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    20/43

    20

    Management :

    pasien harus diberitahu bahwa aspirin mungkin ada dalam obat flu, demam, analgetik

    antipiretik, dan demam. Ingatkan pula mungkin tertulis sebagai asam asetilsalisilatsehingga

    dapat menghindari pemakaian bersamaan dengan warfarin.Parasetamol dapat digunakansebagai pengganti aspirin sebagain analgetik12

    Kesimpulan :

    Pada kelompok warfarin, INR berada di kisaran terapeutik 2,0-3,5 sebesar 63% dari total

    waktu perawatan. Kami menetapkan target INR atas yang digunakan dalam percobaan yang

    melibatkan pasien dengan atrial fibrilasi, karena antara percobaan yang melibatkan pasien

    yang telah memiliki infark miokard, orang-orang dengan target INR lebih tinggi dan nilai-

    nilai menunjukkan keunggulan warfarin atas aspirin, sedangkan dengan target INR lebih

    rendah dan kurang bermanfaat.11

    Heparin

    Heparin umumnya diekstrak dari mukosa usus babi, yang banyak terdapat dalam sel mast,

    dan mungkin berisi sedikit glikosaminoglikan lainnya. Meskipun heterogenitas dalam

    komposisi antara preparat heparin berbeda, aktivitas biologisnya tetaplah sama (150 USP

    unit/mg). A USP unit mencerminkan kuantitas dari heparin yang dapat mencegah 1 mL

    bekuan dari plasma citrate yang diambil dari domba selama 1 jam setelah penambahan 0,2 Ml

    dari 1%% CaCl2. Meskipun di Amerika Utara secara tradisional potensi heparin telah diukur

    di unit USP.Di Eropa potensi heparin diukur dengan menggunakan anti-factor Xa assay.

    Assay ini memonitoring aktivitas dari faktor Xa yang ditambahkan ke plasma citrate manusia

    dengan mensintetis faktor Xa-directed substrat yang berubah warna ketika diurai oleh enzim.

    Semakin tinggi konsentrasi heparin dalam sampel, semakin berkurang factor Xa residualyang dapat dideteksi.Untuk menentukan potensi heparin, aktivitas faktor Xa residual dalam

    sampel dibandingkan dengan yang terdeteksi di kontrol yang mengandung konsentrasi yang

    dikenal sebagai standar heparin internasional. Ketika dinilai dengan cara ini, potensi heparin

    dinyatakan dalam satuan internasional per mg.9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    21/43

    21

    Derivative heparin yang sekarang digunakan meliputi low-molecular-weight heparins

    (LMWHs) dan fondaparinux.Gambaran yang membedakan derivatif ini dari heparin

    diuraikan dalam tabel 30-1. Beberapa preparat LMWH telah ada dipasaran (misalnya,

    daltaparin [FRAGMIN], enoxaparin [LOVENOX], tinzaparin [INNOHEP]), tetapi semua

    berat molekul fragmen heparin berkisar antara 1-10 kDa (dengan rata-rata 5 kDa, 17 unit

    sakarida). Preparat LMWH berbeda dari heparin dan, pada tingkat yang lebih rendah, satu

    sama lain berdasarkan sifat-sifat pharmacokinetic mereka. Potensi LMWH dinilai dengan

    anti-factor Xa assays, yang mana menggunakan standar LMWH internasional untuk tujuan

    referensi.9

    Tabel. 3.1 Perbandingan antara Heparin, LMWH, dan Fondaparinux9

    Berbeda dengan heparin dan LMWHs, yang mana derivate biologicalnya berasal dari

    jaringan hewan, fondaparinux (ARIXTRA) adalah sintetik five-saccharide analog dari

    pentasaccharide alami yang ditemukan dalam heparin dan LMWHs dan memediase interaksi

    mereka dengan antithrombin. Fondaparinux memiliki sifat pharmacokinetic yang unik yang

    membedakannya dari LMWH.Potensi dari fondaparinux juga dinilai dengan anti-Xa assay.9

    Mekanisme

    Heparin, LMWHs dan fondaparinux tidak memiliki aktivitas antikoagulan

    intrinsik. Sebaliknya, agen ini mengikat antithrombin dan mempercepat laju yang mana

    itu menghambat berbagai koagulasi protease. Antithrombin adalah glikosilasi, satu

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    22/43

    22

    rantai polipeptida terdiri dari 432 asam amino residual (Olson dan Chuang, 2002).

    Disintesis di hati, sirkulasi antithrombin dalam plasma berkisar antara 2,6 M.

    Antithrombin menghambat dari aktivasi faktor koagulasi yang terlibat dalam jalur

    intrinsik dan jalur umum tetapi memiliki sedikit aktivitas terhadap faktor VIIa.

    Antithrombin adalah suicide substrate untuk protease ini; inhibisi terjadi ketika

    protease menyerang ikatan Arg-Ser peptide dalam lingkaran pusat reaktif dari

    antithrombin dan menjadi stabil 1:1 kompleks.9

    Heparin berikatan dengan antithrombin melalui pentasaccharide spesifik yang

    terdiri dari 3-O-sulfated glukosamin residual (gambar 30-4). Struktur ini terjadi pada

    30% molekul heparin dan berkurang di endogen heparan sulfate molekul.

    Glikosaminoglikan lain (misalnya, dermatan sulfat, kondroitin-4-sulfate, and

    kondroitin-6-sulfate) kurangnya ikatan sktruktur antithrombin ini tidak dapat

    mengaktifkan antithrombin. 9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    23/43

    23

    Pentasaccharide mengikat antithrombin sehingga menginduksi perubahan konformasi pada

    antithrombin yang menjadikan situs reaktif lebih mudah diakses oleh protease target (gambar

    30-5).9

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    24/43

    24

    Perubahan konformasi ini mempercepat laju dari inhibisi faktor Xa setidaknya dua

    kali lipat tetapi tidak berpengaruh pada tingkat inhibisi trombin.Untuk meningkatkan tingkat

    inhibisi trombin dengan antithrombin, heparin berfungsi sebagai catalytic template dimana

    keduanya baik sebagai inhibitor dan mengikat protease.Hanya molekul heparin terdiri dari 18

    atau lebih unit sakarida (berat molekul > 5400 Da) yang cukup panjang untuk menjembatani

    antithrombin dan trombin secara bersamaan.Dengan berat molekul 15.000 Da, sebagian besar

    rantai heparin cukup lama untuk menjalani peran ini. Akibatnya, katalisis heparin pada

    tingkat faktor Xa dan trombin ke tingkat yang sama, seperti yang diungkapkan oleh anti-

    factor Xa-anti-factor IIa (trombin) rasio 1:1. Sebaliknya, setidaknya setengah dari molekul

    LMWH (berat molecular 5000 Da, 17 unit sakarida) terlalu pendek untuk menjembatani

    fungsi dan tidak mempunyai efek pada tingkat inhibisi trombin oleh antithrombin. Karena

    molekul-molekul yang pendek ini masih menginduksi perubahan konformasi pada

    antithrombin yang mempercepat inhibisi dari faktor Xa, LMWHs memiliki aktivitas anti-

    factor Xa yang lebih besar daripada aktivitas anti-IIa, dan tingkat rasio berkisar antara 3:1-2:1

    tergantung pada preparat. Fondaparinux, analog dari pentasaccharide pada heparin atau

    LMWHs yang memediasi interaksi mereka dengan antithrombin, hanya memiliki aktivitas

    anti-factor Xa karena terlalu pendek untuk menjembatani antithrombin dengan trombin

    (gambar 30-5).9

    Heparin, LMWHs dan fondaparinux berperan dalam mode katalitik. Setelah mengikat

    antithrombin dan melakukan pembentukan kompleks kovalen antara antithrombin dan target

    protease, heparin, LMWH, atau fondaparinux berdisosiasi dari kompleks dan kemudian dapat

    mengkatalisasi molekul-molekul antithrombin lainnya.9

    Ketika konsentrasi heparin dalam plasma adalah 0.1-1 unit/mL, trombin, faktor IXa,

    dan faktor Xa dapat terhambat dengan cepat (t1/2 < 0.1s) oleh antithrombin.Efek ini

    memperpanjang masa APTT (telah dibahas sebelumnya) dan thrombin time (yaitu, waktu

    yang dibutuhkan plasma untuk membeku ketika eksogen trombin ditambahkan); PT

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    25/43

    25

    dipengaruhi ke tingkat yang lebih rendah.Faktor Xa berikatan dengan trombosit pada

    kompleks prothrombinase dan trombin berikatan dengan fibrin yang keduanya dilindungi dari

    inhibisi oleh antithrombin yang ada didalam heparin atau LMWH.Dengan demikian, heparin

    dan LMWHs dapat menginduksi terjadinya inhibisi dari faktor Xa dan trombin hanya setelah

    mereka telah berdifusi dari ikatan-ikatan ini.9

    Platelet faktor 4, protein kationik dilepaskan dari granular selama aktivasi

    platelet, mengikat heparin dan mencegah berinteraksi dengan antithrombin. Fenomena

    ini mungkin membatasi aktivitas dari heparin di sekitar platelet yang kaya akan

    thrombin. Karena LMWH dan fondaparinux memiliki afinitas yang lebih rendah

    terhadap platelet faktor 4, agen ini mungkin menyimpan aktivitas mereka di sekitar

    thrombin untuk tingkat yang lebih besar daripada heparin.9

    LMWH

    Struktur

    LMWH merupakan glikosaminoglikan yang terdiri atas rantai-rantai residu selang- seling

    dari D-glycosamine dan glycuronic atau iduronic acid. 9 Berbagai jenis LMWH dapat

    dibentuk melalui proses degradasi yang berbeda-beda meliputi enoxaparin (eliminasi

    chemical ), tinzaparin (eliminasi enzymatic ), dalteparin (nitrous acid depolymerization),

    dan ardeparin (oxidative cleavage).13

    Mekanisme Kerja

    Efek antikoagulan UFH dan LMWH melalui aktivasi AT. Susunan pentasakarida terdistribusi

    secara acak sepanjang molekul UFH dan LMWH den berinteraksi dengan AT endogen.

    LMWH mengandung susunan pentasakarida lebih sedikit daripada UFH. Pentasakarida

    berikatan AT memicu perubahan konformasi di dalam molekul AT dan mempercepat

    interaksinya dengan thrombin dan Factor-Xa. Perbedaan utama antara UFH dan LMWH

    adalah pada mekanisme inhibisi terhadap Factor-Xa dan thrombin. Kebanyakan rantai UFH

    mengandung paling sedikit 18 sakarida dan membentuk kompleks ternary dengan AT dan

    thrombin. Berbeda dengan UFH, kompleks LMWH dan AT mengikat Factor-Xa dan

    mengkatalisis inaktivasinya. Jadi, LMWH memperlihatkan aktivitas lebih tinggi terhadap

    Factor-Xa daripada Factor-IIa, dimana UFH menginaktivasi keduanya. Selain itu, UFH dan

    LMWH memicu pelepasan penghambat Tissue Factor dari endotelium yang cedera,

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    26/43

    26

    meningkatkan efek inhibisinya pada Factor-Xa dan Factor-VIIa dan juga berkontribusi

    terhadap aktivitas antikoagulan endogen.14

    LMWH diberikan secara subkutan satu atau dua kali sehari. LMWH menghasilkan efek

    antikoagulan yang lebih dapat diprediksi daripada UFH dan memiliki waktu paruh lebih

    panjang serta bioavailabilitas lebih baik, dihubungkan dengan penurunanikatannya pada

    protein plasma, endotelium, dan makrofag. Eliminasinya bergantung pada dosis. Dalam hal

    ini tidak diperlukan pemeriksaan laboratorium, kecuali pada pasien yang mengalami

    insufisiensi ginjal dan memiliki berat badan terlalu tinggi atau rendah. Selain itu, LMWH

    berikatan pada trombosit lebih sedikit dibandingkan UFH dan memiliki afinitas lebih lemah

    pada sel endotel dan von Willebrand factor. Oleh karena itu, LMWH kurang berpengaruh

    pada trombosit dan sel endotel sehingga pendarahan yang ditimbulkan lebih kecil

    dibandingkan dengan UFH. Walaupun pasien yang diterapi dengan LMWH tidak

    memerlukan pengawasan, aktivitas Antifactor-Xa plasma seharusnya diperiksa pada pasien-

    pasien tertentu (usia tua, hamil, obesitas, dan dengan penyakit ginjal berat). Aktivitas

    Antifactor-Xa biasanya diperiksa menggunakan chromogenic assay yang tersedia secara

    komersial.14

    Indikasi dan Kontraindikasi

    LMWH mulai diberikan pada saat hemostasis primer terjadi. Pada pasien trauma LMWH

    diberikan dalam waktu 36 jam sesudah terjadi trauma. Kontraindikasi langsung pemberian

    LMWH meliputi: (1) Perdarahan intrakranial, (2) Perdarahan tidak terkontrol yang masih

    berlangsung, (3) Cedera medula spinalis inkomplit yang dihubungkan dengan hematoma

    spinal. 10Berbagai jenis LMWH memiliki perbedaan indikasi yang diterima oleh Food and

    Drug Administration (FDA) sebagai profilaksis DVT berdasarkan berbagai bukti klinis yang

    mendukung. Tabel 3 memperlihatkan bahwa, enoxaparin diindikasikan paling luas sebagai

    profilaksis dan terapi DVT. Tinzaparin diindikasikan sebagai terapi tetapi tidak sebagai

    profilaksis DVT pada beberapa kelompok pasien. Dalteparin diindikasikan sebagai

    profilaksis namun tidak sebagai terapi DVT.15

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    27/43

    27

    Enoxaparin merupakan jenis LMWH yang menjadi pilihan terapi farmakologis untuk

    profilaksis DVT pada pasien dengan trauma mayor. Keamanan dan efikasi enoxaparin

    bergantung pada kondisi klinis pasien. Gagal ginjal, obesitas, penggunaan vasopresor dan

    perubahan volume distribusi (perubahan berat badan lebih dari 10 kg sesudah pemberian)

    merupakan faktor predisposisi pasien mengalami perubahan farmakokinetik. Pada populasi

    ini disarankanmelakukan evaluasi terhadap kadar Antifactor-Xa. Levine dan rekan-rekannya

    melaporkan insiden trombosis 6,3% pada saat kadar Antifactor-Xa lebih dari 0,1 IU/mL dan

    18,8% pada saat levelnya 0,05 IU/mL. Hasil penelitian ini dipergunakan sebagai dasar

    pemberian profilaksis untuk mencegah DVT yaitu kadar Antifactor-Xaantara 0,1-0,3 IU/mL.

    Kadar Antifactor-Xa biasanya diperiksa 4 jam sesudah pemberian enoxaparin dosis ketiga.

    Hass dan rekan- rekannya melakukan penelitian mengenai farmakokinetikenoxaparin 30 mg

    secara subkutan dua kali sehari pada pasien trauma multipel menemukan bahwa hanya 9,5%

    pasien mengalami kenaikkan kadar Antifactor-Xa lebih dari 0,1 IU/mL sesudah 12 jam

    pemberian terapi. Hasil ini mengindikasikan bahwa dosis enoxaparin terstandarisasi tidak

    memperlihatkan efikasi yang baik untuk mencegah DVT pada semua pasien trauma

    multipel.16

    Penggunaan dalteparinsebagai profilaksis DVT pada pasien trauma mengalami peningkatan.

    Sebuah pusat penelitian mengevaluasi pemberian dalteparin 5.000 IU subkutan seharipada

    743 pasien dengan risiko tinggi melaporkan bahwa rata-rata DVT proksimal dan PE non-fatal

    berturut-turut 3,9% dan 0,8%. Data awal pada cedera medula spinalis memperlihatkan bahwa

    pemberian dalteparin 5.000 IU subkutan sehari dan enoxaparin 30 mg subkutan dua kali

    sehari sama-sama memberikan proteksi dari DVT dan risiko pendarahan. 16

    Komplikasi

    Komplikasi perdarahan dari pemberian LMWH sebagai profilaksis DVT bervariasi dari

    penurunan kadar hemoglobin sementara sampai perdarahan yang memerlukan intervensi

    (angiografi dan pembedahan). LMWH dikatakan meningkatkan insiden perdarahan mayor

    pada saat digunakan sebagai profilaksis DVT. Hal ini didukung oleh penelitian Geerts dan

    rekan-rekannya yang melakukan observasi pada pasien yang mendapatkan UFH mengalami

    episode perdarahan lebih sedikit dibandingkan LMWH (berturut-turut 0,6% vs 2,9%) namun

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    28/43

    28

    tidak signifikan. Perdarahan diperkirakan mayor pada saat hemoglobin turun 2 g/dL atau

    lebih, atau transfusi lebih dari 2 unit packed red blood cell (PRC). 18

    LMWH dan UFH secara langsung dibandingkan pada tiga publikasi. Green dan rekan-

    rekannya menemukan insiden perdarahan non-fatal dari pemberian LMWH dan UFH

    berturut-turut 0% dan 9,5%. Mereka juga melaporkan 2 pasien (9%) meninggal karena PE

    masif pada kelompok UFH. Keseluruhan insiden (perdarahan atau trombosis) adalah 0% pada

    kelompok LMWH dan 34% pada kelompok UFH. Geerts dan rekan- rekannya menemukan

    rata-rata perdarahan dari LMWH dan UFH berturut-turut 2,9% dan 0,6%. Mereka tidak

    menemukan adanya perdarahan fatal. Pada penelitian Spinal Cord Injury

    Thromboprophylaxis Investigators, rata-rata perdarahan untuk pemberian LMWH dan UFH

    berturut-turut 2,6% dan 5,3%. Dengan menggunakan analisis regresi, mereka

    mengidentifikasi umur lebih dari 50 tahun, kadar hemoglobin rendah dan pemberian

    profilaksis antikoagulan jangka pendek merupakan faktor prediksi mengalami perdarahan

    mayor. 17

    Protamine sulphate secara efektif melawan efek antikoagulan dari UFH, namun hanya

    memiliki efek parsial pada LMWH. Diperkirakan 60% (utamanya aktivitas antifactor Xa)

    dari efek LMWH dinetralisis oleh protamine sulphate. Pemberian infus protamine sulphate

    seharusnya tidak melebihi dosis maksimum yaitu 50 mg. Pemberian dosis ulangan protamine

    sulphate seharusnya dipertimbangkan pada saat perdarahan berlanjut dan tidak bergantung

    pada hasil antifactor Xa plasma atau kadar aPTT yang memanjang. Fresh Frozen Plasma

    (FFP) dan/atau rekombinan Factor VIIa efektif melawan efek antikoagulan LMWH dan

    seharusnya diberikan pada pasien yang tidak stabil dengan perdarahan berat atau perdarahanpasca operasi.14

    Heparin Induced Thrombocytopenia (HIT) merupakan agregasi trombosit yang dimediasi

    imun sampai terjadi trombositopenia yang memiliki asosiasi kuat dengan terbentuknya

    trombosis arterial dan vena. HIT secara khas terjadi antara hari 4 dan 14 dari terapi heparin.

    Berpotensi menimbulkan kejadian fatal, jika tidak terdeteksi dini, meliputi tromboemboli, PE

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    29/43

    29

    dan perdarahan. Diagnosis HIT terdiri dari klinis (trombositopenia) dan deteksi serum

    (antibodi HIT).18

    III.3. Novel oral anticoagulants (NOACs)Terdapat dua kelas NOACs untuk pencegahan stroke pada AF: oral direct thrombin

    inhibitor (dabigatran) dan oral direct factor Xa inhibitors (rivaroxaban, apixaban) . Berbeda

    dengan VKAs, yang menghambat pembentukan beberapa faktor koagulasi aktif vitamin K

    (faktor II, VII, IX, dan X), obat ini menghambat satu langkah di proses koagulasi.19

    III.3.1. Dabigatran etexilate

    Percobaan RELY (Randomized Evaluation of Long-term anticoagulant

    therapy with dabigatran etexilate) merupakan seuatu percobaan prospektif, random,

    terbuka, fase III yang membandingkan 2 dosis dabigatran etexilate secara blind [110

    mg b.i.d. (D110) atau 150 mg b.i.d.(D150)] dengan warfarin dengan penyesuaian

    dosis, dengan tujuan INR 2.0-3.0.Untuk kemanjurannya dalam mencegah stroke dan

    emboli sistemik, D150 lebih baik dibandingkan dengan warfarin, dengan tidak adaperbedaan yang signifikan pada tingkat keamanan perdarahan. D110 tidak lebih buruk

    dibandingkan warfarin, dengan kejadian perdarahan mayor 20% lebih rendah.

    Tingkat kejadian stroke hemoragik dan perdarahan inrakranial pada kedua dosis

    dabigatran lebih rendah dibandingkan warfarin, namun perdarahan saluran cerna

    meningkat secara signifikan pada penggunaan D150.20

    Terdapat peningkatan yang tidak signifikan (28 %) pada infark miokard

    dengan penggunaan kedua dosis dabigatran. Terdapat penurunan signifikan kejadian

    stroke iskemik, serta penurunan semua penyebab kematian lainnya dengan D150 (p-

    value 0,051) dan penurunan yang signifikan pada kematian akibat penyakit vaskular

    (p-value 0,04). Sebuah analisis post-hoc melaporkan adanya pengaruh usia, dimana

    pasien dengan usia 75 tahun memiliki tingkat perdarahan yang sama dengan

    penggunaan warfarin maupun D110, dengan kecenderungan perdarahan yang lebih

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    30/43

    30

    tinggi dengan D150, bagaimanapun juga, perdarahan intrakranial lebih rendah dengan

    penggunaan kedua dosis dabigatran.20

    Tingkat keamanan dan kemanjuran dabigatran konsisten pada semua tingkatan

    resiko menurut CHADS2.Penggunaan VKA sebelumnya tidak mempengaruhi

    keuntungan kedua dosis dabigatran dibandingkan dengan Warfarin. Kekhawatiran

    akan sedikit peningkatan kejadian MI karena penggunaan dabigatran telah mendorong

    analisis lebih lanjut dimana tidak ada keuntungan pada pasien rawat inap angina atau

    revaskularisasi dengan penggunaan dabigatran. Sebuah meta analisis dari 7 studi

    mengenai dabigatran terhadap lebih dari 30.000 pasien menunjukkan peningkatan

    signifikan (33%) kejadian MI, tapi penurunan 11% pada semua penyebab kematian

    ketika dabigatran dibandingkan dengan warfarin. Bagaimanapun juga, ini

    menunjukkan efek protektif warfarin terhadap MI yang lebih baik.19

    Sesuai dengan hasil RELY, dabigatran etexilate telah disetujui oleh Food and

    Drug Administration (FDA) dan the European Medicines Agency (EMA), serta di

    banyak negara di seluruh dunia untuk pencegahan stroke dan emboli sistemik20

    III.3.2. Rivaroxaban

    Percobaan double-blind ROCKET-AF3 menguji secara acak 14,264 pasien AFdengan resiko tinggi dengan pengobatan rivaroxaban 20mg o.d (15mg/hari pada

    pasien dengan klirens kreatinin 30-49mL/min) atau warfarin. Populasi pada

    percobaan adalah pasien dengan resiko stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    percobaan NOACs lainnya.20

    Rivaroxaban tidak lebih buruk dibandingkan warfarin untuk tujuan primer

    pencegahan stroke dan emboli sistemik, dan analisis perprotokol saat penatalaksanaan

    menunjukkan kelebihan secara statistik (Penurunan RR 21%, p-value 0,015), namun

    dengan menggunakan analisa konvensional, rivaoxaban tidak lebih baik (p-value

    0,12).20

    Tidak ada penurunan tingkat kematian akibat stroke iskemik, melainkan

    penurunan signifikan stroke hemoragik dan perdarahan intrakranial. Faktor keamanan

    adalah gabungan antara peradarahan mayor dan perdarahan klinis non-mayor, dimana

    tidak ada perbedaan yang siginifikan antara penggunaan rivaroxaban dan warfarin,

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    31/43

    31

    namun rivaroxaban mampu menurunkan angka perdarahan yang fatal akibat

    perdarahan saluran cerna dan perdarahan yang membutuhkan tranfusi.20

    Penghentian dini pengobatan lebih sering pada rivaroxaban (23,9%)

    dibandingkan warfarin (22,4%). Rivaroxaban telah disetujui oleh FDA dan EMA

    untuk pencegahan stroke pada AF non-valvular.20

    III.3.3. Apixaban

    Percobaan AVERROES menguji secara acak 5599 pasien AF yang merupakan

    kandidat yang tidak cocok atau menolak penggunaan terapi VKA. Percobaan

    dilakukan secara doble-blind menggunakan apixaban [5mg b.i.d dengan penyesuaian

    dosis hingga 2,5mg b.i.d untuk pasien 80 tahun, berat 60kg, atau dengan kreatinin

    serum 1,5mg/dL (133mmol/L)] atau aspirin (81-324mg/hari, dengan 91%

    mengkonsumsi 162mg/hari). Setelah followup selama 1,1 tahun, percobaan

    dihentikan lebih awal karena penurunan signifikan (55%) pada pencegahan stroke dan

    emboli sistemik dengan apixaban dibandingkan aspirin, dengan tidak ada perbedaan

    yang signifikan pada kejadian perdarahan atau perdarahan intrakranial.20

    Apixaban sedikit lebih baik ditoleransi, dengan angka penghentian permanen

    pada studi terapi sebanyak 20,5%/tahun pada grup aspirin , dan 17,9%/tahun pada

    grup apixaban selama 2 tahun (p-value 0,03).20

    Percobaan ARISTOTLE dilakukan secara random, double-blind,fase III,

    membandingkan apixaban [5mg b.i.d dengan penyesuaian dosis hingga 2,5mg b.i.d

    untuk pasien 80 tahun, berat 60kg, atau dengan kreatinin serum 1,5mg/dL

    (133mmol/L) dan warfarin dengan penyesuaian dosis untuk tujuan INR 2.0-3.0 pada

    18.201 pasien AF non-valvular. 20

    Terdapat penurunan signfikan pada kejadian stroke dan emboli sistemik, yaitu

    21% dengan apixaban dibandingkan dengan warfarin, dengan penurunan perdarahanmayor sebesar 31%dan penurunan signifikan 11% pada semua penyebab kematian

    (namun bukan kematian akibat kardiovaskular). Tingkat stroke perdarahan dan

    perdarahan intrakranial lebih rendah dengan penggunaan apixaban. Kejadian

    perdarahan saluran cerna hampir sama pada kedua terapi. Apixaban memiliki

    toleransi lebih baik dibandingkan warfarain dengan penghentian sedikit lebih awal

    (25,3% vc 27,5%). Penggunaan apixaban belum mendapatkan persetujuan dari FDA

    maupun EMA.20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    32/43

    32

    Diambil dari kepustakaan 20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    33/43

    33

    Diambil dari kepustakaan 20

    III.3.4. Penggunaan NOACs

    Sejauh ini, uji coba NOACs menunjukkan efek yang tidak lebih buruk

    dibandingkan VKAs, dengan keamanan yang lebih baik, dan secara konsisten

    menurunkan angka kejadian perdarahan intrakranial.Berdasarkan hal ini, pedoman ini

    kini menyarankan penggunaan NOACs dibandingkan VKAs untuk pasien AF non-

    valvular. Karena pengalaman penggunaan obat-obat ini masih terbatas, kepatuhan yang

    ketat terhadapa dosis yang dianjurkan dan pengawasan pasca penjualan obat ini sangat

    dianjrukan.20

    Dengan tidak adanya percobaan dari orang ke orang, maka tidak pantas untuk

    menentukan NOAcs mana yang paling baik, mengingat heterogenitas dari beberapa

    macam percobaan.Analisis perbandingan tidak langsung tidak menunjukkan perbedaan

    yang mendalam pada tingkat kemanjuran masing-masing NOACs, namun perdarahan

    didapatkan lebih sedikit pada penggunaan dabigatran 110mg b.i.d dan

    apixaban.Karakteristik pasien, toleransi obat, dan harga menjadi hal yang patut

    dipertimbangkan.20

    Beberapa data mengenai harga obat telah dipublikasikan pada sarana kesehatan, dan

    dabigatran memiliki harga yang paling sesuai pada hampir seluruh pasien, kecuali pada

    mereka yang sangat terkontrol INRnya. Selain itu masih ada kekhawatiran untuk

    penggunaan NOACs pada pasien usia lanjut dengan berbagai penyulit, polifarmasi,

    masalah kepatuhan,dll.20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    34/43

    34

    Tidak ada NOACs yang memiliki antidote spesifik.Dabigatran dan apixaban digunakan

    sehari 2 kali, dan beberapa interaksi obat telah dibuktikan.Pasien dengan gangguan ginjal

    berat dieksklusi dari percobaan, dan secara spesifik, dabigatran memiliki klirens tinggi

    melalui ginjal.20

    Pada CHA2DS2-vasc 1, apixaban dan kedua dosis dabigatran memiliki

    keuntungan klinis,sementara pada pasien dengan CHA2DS2-vasc 2, ketiga NOACs

    lebih baik dibandingkan warfarin, terlepas dari resiko perdarahan. Ketika beralih dari

    VKA menjadi NOACs, INR harus dibiarkan pada angka 2.0 sebelum memulai NOAC,

    yang semuanya memiliki efek antikoagulan yang cepat . Ketika beralih dari NOAC ke

    VKA, VKA harus dimulai setelah periode sesuai dengan fungsi ginjal, sebagai contoh

    pada penggunaan dabigatran, overlaping selama 2-3 hari diperlukan, karena VKA

    membutuhkan beberapa hari untuk mencapai efek terapeutik.20

    Kepatuhan terhadap pengobatan sangatlah penting, terutama karena obat-obat ini

    memiliki waktu paruh yang singkat, sehingga pasien akan berada pada keadaan tanpa

    perlindungan antikoagulasi jika satu dosis obat terlewat. 20

    Semua obat ini dikeksresikan melalui ginjal, terutama dabigatran.Dengan

    demikian, penilaian terhadap fungsi ginjal adalah wajib bagi semua pasien yang

    mengkonsumsi NOACs, terutama yang mengkonsumsi dabigatran.Normalnya, penilaian

    fungsi ginjal harus dilakukan setiap tahun pada pasien dengan fungsi ginjal normal (CrCl

    80 mL/min), atau gangguan ginjal ringan (CrCl 50-79 mL/min), dan mungkin 2-3 kali

    pertahun pada pasien dengan gangguan ginjal moderate (i.e. creatinine clearance 3049

    mL/min).Darbigatran juga dapat menyebabkan dyspepsia, yang mungkin dapat diatasi

    dengan mengkonsumsi obat bersama makanan atau dengan penggunaan bersama poton

    pump inhibitor.20

    Pasien yang mengkonsumsi NOACs tidak memerlukan penyesuaian dosis

    berdasar uji koagulasi tertentu (berbeda dengan INR pada VKAs). Tidak terdapat testkoagulasi spesifik yang dapat digunakan untuk memeriksan adanya efek antikoagulan.

    Untuk dabigatran, waktu pembekuan ecarin dan waktu pembekuan trombin merupakan

    tes yang bermanfaat, dan secara langsung mencerminkan refleks inhibisi trombin.

    Bagaimanapun juga, activated partial thromboplastin time (aPTT) dapat juga digunakan

    meskipun korelasinya tidak linear, terutama pada konsentrasi tinggi, dan ini dapat

    digunakan sebagai perkiraan kasar dari efek entikoagulan. Sebuah estimasi yang lebih

    baik akan efek antikoagulan untuk penghambat faktor Xa oral adalah anti-Xa assay.20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    35/43

    35

    NOAC tidak memiliki antidote spesifik, sehingga penanganan perdarahan

    diperlukan, mengingat waktu paruh obat yang singkat (5-7jam). Suatu studi menyarankan

    normalisasi test koagulasi dengan konsentrat kompleks protrombin non-aktif yang

    diberikan kepada individu sehat dan muda yang mengkonsumsi rivaroxaban, namun tidak

    ada efek pada dabigatran. Studi lain menemukan bahwa dosis rendah FEIBA

    membalikkan aktivitas antikoagulan dari rivaroxaban dan dabigatran. Bagaimanapun

    juga, kurangnya normalisasi dari tes koagulasi tidak selalu berkorelasi dengan tidak

    adanya efek anti hemoragik, yang tampak pada model percobaan hewan. Manajemen

    perioperatif adalah pertimbangan lain yang penting. Mengingat onset dan offset yang

    cepat dari dabigatran etexilate, tidak ada terapi antara dengan LMWH heparin yang

    diperlukan pada sebagian besar tindakan, meskipun hal ini tergantung pada pertimbangan

    resiko stroke/tromboembolisme vs perdarahan . Setelah operasi,NOAC dapat digunakan

    sesaat setelah hemostasis efektif telah tercapai. Efek NOAC akan tampak pada beberapa

    jam setelah dosis pertama.20

    Data yang ada menunjukkan bahwa kardioversi eletif dapat dilakukan dengan

    aman pada dabigatran dengan persyaratan pengobatan antiokagulan prekardioversi selama

    3 minggu, selama kardioversi, dan 4 minggu setelah kardioversi dilakukan. Kepatuhan

    minum obat sangat penting pada penggunaan antikoagulan di sekitar waktu kardioversi,

    tidak seperti INR pada VKA, tidak ada cara yang mudah untuk menilai efek terapeutik

    antikoagulan. Pada pasien dengan resiko stroke atau resiko tinggi terjadi rekurensi, OAC

    harus dilanjutkan, apakah dengan VKA atau NOAC.Belum ada data yang dipublikasikan

    mengenai kardioversi dengan rivaroxaban atau apixaban.20

    Pasien yang mengkonsumsi NOAC dapat timbul dengan sindrom koroner akut

    (ACS) dan atau menjalani intervensi koroner perkutan (PCI).Seiring penggunaan terapi

    antiplatelet dengan NOAC meningkatkan resiko perdarahan, seperti pada kasus yang

    mengkombinasikan OAC dengan antiplatelet.Pada pasien AF dengan resiko stroke, danterlepas dari skor HAS-BLED, OAC masih memberikan manfaat (menurunkan kematian

    dan peristiwa kegagalan jantung) namun dengan perdarahan yang meningkat.Dengan

    tidak adanya data yang kuat, pada pasien AF dengan ACS atau PCI, rekomendasi

    berdasarkan konsensus pada pengelolaan pasien harus diikuti, seperti yang ditemukan

    dalam pedoman ESC tahun 2010. Dengan demikian, dibutuhkan 3 periode terapi (OAC +

    aspirin + klopidogrel), diikuti dengan kombinasi OAC ditambah dengan obat antiplatelet

    tunggal, dan setelah 1 tahun, pengelolaan dapat menggunakan OAC tunggal pada pasien

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    36/43

    36

    stabil, dimana OAC dapat berupa VKA dengan dosis yang disesuaikan atau NOAC. Yang

    perlu dicatat, bahwa satu-satunya percobaan dimana klopidogrel bukan merupakan

    kontraindikasi adalah RE-LY, sehingga data tentang terapi triple dengan NOAC (ketika

    diberikan pada dosis pencegahan stroke) sangat terbatas.20

    Pasien yang mengkonsumsi darbigatran dapat tampak dengan ACS, dan terdapat

    sedikit peningkatan pada kejadian MI dengan penggunaan dabigatran dibandingkan

    warfarin.Klinisi yan bersangkutan mempertimbangkan penggunaan VKA atau alternatif

    NOAC.Terdapat suatu bukti yang mendukung hal ini, karena efek relatif dabigatran vs

    walfarin pada MI konsisten pada pasien dengan atau tanpa riwayat MI atau

    CAD.Meskipun penggunaan rivaroxaban dosis rendah (2,5mg atau 5mg b.i.d) telah

    menunjukkan beberapa keuntungan pada ACS, tidak ada data tentang ACS yang

    berkaitan dengan dosis rivaroxaban untuk antikoagulan pada pasien AF. Apixaban

    digunakan dengan dosis pencegahan stroke (5mg b.id) pada kasus ACS , dikombinasikan

    dengan aspirin plus klopidogrel, berkaitan dengan tidak adanya penurunan pada kejadian

    kardiovaskular namun suatu perdarahan mayor. Pasien dengan AF dan keadaan vaskular

    yang stabil (tidak ada revaskularisasu selama 12 bulan,baik arteri koroner maupun

    perifer), dapat dikelola dengan OAC tunggal, baik berupa VKA dengan dosis yang

    diseusiakn ataupun NOAC. Pada pasien stable, tidak dibutuhkan penggunaan aspirin

    secara bersamaan, dimana dapat meningkatkan resiko perdarahan berat, termasuk ICH.20

    Pasien yang mengkonsumsi dapat pula merupakan pasien stroke iskemik akut.

    Jika aPTT memanjang pad a pasien yang mengkonsumsi dabigatran (atau PT pada

    rivaroxaban), maka dapat diasumsikan pasien tersebut memiliki daya antikoagulasi dan

    trombolisis tidak dimulai. Mengingat bahwa darbigatran 150mg b.i.d memiliki efek

    signifikan dalam menurunkan stroke iskemik maupun hemoragik, pasien stroke iskemik

    akut yang seharusnya diberikan rivaroxaban atau apixaban (tidak ada data yang

    melaporkan mana yang lebih menurunkan stroke iskemik,dibandingkan dengan warfarin),klinisi dapat mempertimbangan pemberian dabigatran 150mg b.i.d sebagai gantinya.

    Algoritme pemilihan terapi antotrombotik dan pengelolaan perdarahan pada pasien AF

    yang mengkonsumsi NOAC tarlampir pada gambar.Meskipun NOAC lebih dipilih atas

    dasar klinis, klinisi tetap menyadari bahwa pengalaman klinis dengan agen ini masih

    sangat terbatas, dan informasi lebih lanjut mengenai keefektifan obat ini dalam aplikasi

    klinis masih dibutuhkan.20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    37/43

    37

    Diambil dari kepustakaan 20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    38/43

    38

    Diambil dari kepustakaan 20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    39/43

    39

    Diambil dari kepustakaan 20

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    40/43

    40

    KESIMPULAN

    1. Efikasi pencegahan stroke pada pasien AF dengan aspirin tidak efektif pencegahansekunder, dengan potensi merusak, karena risiko pendarahan besar (dan ICH) dengan

    aspirin tidak berbeda secara signifikan dengan yang OAC, terutama pada orang tua.

    2. Penggunaan terapi antiplatelet (sebagai terapi kombinasi aspirin-clopidogrel ataumonoterapi aspirin bagi mereka yang tidak dapat mentoleransi terapi kombinasiaspirin-clopidogrel) untuk pencegahan stroke pada AF harus terbatas pada beberapa

    pasien yang menolak OAC.

    3. CHA2DS2-VASc skor lebih baik dalam mengidentifikasi truly low-risk' pasiendengan AF dan mungkin lebih baik daripada skor seperti CHADS2 dalam

    mengidentifikasi pasien yang mengalami stroke dan tromboemboli.

    4. HAS-BLED skor berguna untuk membuat informasi penilaian risiko perdarahan danrisiko untuk perdarahan diperbaiki. Pada pasien dengan HAS-BLED skor 3,

    peringatan dan penilaian berkala harus dilakukan, serta upaya untuk memperbaiki

    faktor risiko yang berpotensi untuk perdarahan reversibel. Skor tinggi HAS-BLED

    tidak boleh digunakan untuk mengecualikan pasien dari terapi OAC.5. NOACs menawarkan efektivitas yang lebih baik dan keamanan dibandingkan dengan

    OAC dengan VKAs. Dengan demikian, jika OAC dianjurkan, salah satu NOACs baik

    oral direct thrombin inhibitor (dabigatran) dan oral direct factor Xa inhibitors

    (rivaroxaban, apixaban, dll) harus dipertimbangkan dibandingkan dengan

    menyesuaikan dosis VKA untuk mencapai INR 2-3 untuk kebanyakan pasien dengan

    AF.

    6. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan satu NOAC atas yang lain,meskipun beberapa karakteristik pasien, kepatuhan minum obat dan tolerabilitas, dan

    biaya dapat menjadi pertimbangan penting dalam memilih obat.

  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    41/43

    41

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and epidemiology. BMJ

    2000;320:39-42.

    2. Clyde W. Yancy, Mariell Jessup, Biykem Bozkurt, Javed Butler, Donald E. Casey, Jr, Mark H.

    Drazner, Gregg C. Fonarow, Stephen A. Geraci, Tamara Horwich, James L. Januzzi, Maryl R.

    Johnson, Edward K. Kasper, Wayne C. Levy, Frederick A. Masoudi, Patrick E. McBride, John

    J.V. McMurray, Judith E. Mitchell, Pamela N. Peterson, Barbara Riegel, Flora Sam, Lynne W.

    Stevenson, W.H. Wilson Tang, Emily J. Tsai and Bruce L. Wilkoff. 2013 ACCF/AHA Guideline

    for the Management of Heart Failure: Executive Summary: A Report of the American College

    of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines

    [Circulation. 2013;128:1810-1852; originally published online June 5, 2013]. Available from :

    http://my.americanheart.org/professional/ScienceNews/2013-ACCFAHA-Guideline-for-the-

    Management-of-Heart-Failure_UCM_452902_Article.jsp

    3. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis dan

    tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

    4. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ 2000 ;320:140-7

    5. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure : pathophysiology. BMJ

    2000 ; 320 : 16770

    6. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure : investigatiom. BMJ 2000;320:297-

    300

    7. Killip T, Kimball JT: Treatment of myocardial infarction in a coronary care unit. A two-year

    experience with 250 patients. The American Journal of Cardiology20:457464, 1967 .

    available from :

    http://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artey_diseas

    e/acute_coronary_syndromes_acs.html

    http://my.americanheart.org/professional/ScienceNews/2013-ACCFAHA-Guideline-for-the-Management-of-Heart-Failure_UCM_452902_Article.jsphttp://my.americanheart.org/professional/ScienceNews/2013-ACCFAHA-Guideline-for-the-Management-of-Heart-Failure_UCM_452902_Article.jsphttp://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artey_disease/acute_coronary_syndromes_acs.htmlhttp://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artey_disease/acute_coronary_syndromes_acs.htmlhttp://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artey_disease/acute_coronary_syndromes_acs.htmlhttp://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artey_disease/acute_coronary_syndromes_acs.htmlhttp://www.merckmanuals.com/professional/cardiovascular_disorders/coronary_artey_disease/acute_coronary_syndromes_acs.htmlhttp://my.americanheart.org/professional/ScienceNews/2013-ACCFAHA-Guideline-for-the-Management-of-Heart-Failure_UCM_452902_Article.jsphttp://my.americanheart.org/professional/ScienceNews/2013-ACCFAHA-Guideline-for-the-Management-of-Heart-Failure_UCM_452902_Article.jsp
  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    42/43

    42

    8. Hedi R. Dewoto. Anti Koagulan, Antitrombotik, Trombolitik, dan Hemostatik. In:

    Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

    5th

    eds : 804806.

    9. Weitz JI. Blood Coagulation and AntiCoagulant, Fibrinolytic and AntiPlatelet Drugs.

    In: Brunton L, Chabner B, Knollman B. Goodman and Gilmans the Pharmacologicals

    Basic of Therapeutic, 12TH

    eds. United States: The Mackgraw-Hill Company, 2011:

    849-876.

    10.Camm AJ, Kirchhof P, Lip GYH, Schotten U, Savelieva I, Ernst S, et al. ESC Guidelines

    for the management of atrial fibrillation. European Heart Journal. [updated2010;cited 2013 July 18]. Available from : http://www.escardio.org/guidelines-

    surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdf

    11.Shunichi Homma, M.D., et al. Warfarin and aspirin in patients with heart failure and sinus

    rhythm [citated May 20, 2012]. N Engl J Med 2012; 366:1859-1869May 17, 2012. Available

    from:

    http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1202299#Background=&t=articleBackground

    12.Algra A, van Gijn J. Cumulative meta-analysis of aspirin efficacy after cerebral

    ischaemia of arterial origin. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 1999; 66: 255. From :

    http://stroke.ahajournals.org/content/33/6/1723.full. Diakses : 29 Mei 2014

    13.Fareed B. and Walenga JM. Why differentiate low molecular weight heparins for

    venous thromboembolism?. Thrombosis Journal. 2007;5(8):13

    14.Tsiara S, Pappas K, Boutsis D, dan Laffan M. New Oral Anticoagulants: Should They

    Replace Heparins and Warfarin?. Hellenic J Cardiol. 2011;52 :5267

    15.Geerts WH. Prevention of Venous Thromboembolism in High-Risk Patients. American

    Society of Hematologi. 2006;462466

    http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdfhttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1202299#Background=&t=articleBackgroundhttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1202299#Background=&t=articleBackgroundhttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1202299#Background=&t=articleBackgroundhttp://stroke.ahajournals.org/content/33/6/1723.fullhttp://stroke.ahajournals.org/content/33/6/1723.fullhttp://stroke.ahajournals.org/content/33/6/1723.fullhttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1202299#Background=&t=articleBackgroundhttp://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1202299#Background=&t=articleBackgroundhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-afib-ft.pdf
  • 5/24/2018 ANTIKoagulan pada gagal jantung

    43/43

    43

    16.Fareed J, Adiguzel C. and Thethi I. Differentiation of Parenteral Anticoagulans In The

    Prevention and Treatment of Venous Throboemboli. Thrombosis

    Journal.2007;5(8):13

    17.McMillian WD and Rogers FB. Deep vein thrombosis and pulmonary embolism. In:

    Rabinovici R, Frankel HL, and Kirton O (eds). Trauma, Critical Care and Surgical

    Emergencies. 1st

    . London: Informa Healthcare; 2010.p. 264 - 274

    18.Datta I, Ball CG, Rudmik L, Hameed SM, and Kortbeek JB. Complications related to

    deep venous thrombosis prophylaxis in trauma: a systematic review of the literature.

    Journal of Trauma Management. 2010;4(1):111

    19.McMurray JV, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Dickstein K, Falk V, et al.

    ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure

    2012. European Heart Journal. [updated 2012]. Available from:

    http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-

    guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdf.

    20.Camm AJ, Lip GYH, Caterina RD, Savelieva I, Atar D, Hohnloser SH, et al. 2012 focused

    update of the ESC guidelines for the management of atrial fibrillation. European Heart

    Journal. [updated 2012]. Available from : http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-

    guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdf

    http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines_Focused_Update_Atrial_Fib_FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdfhttp://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/GuidelinesDocuments/Guidelines-Acute%20and%20Chronic-HF-FT.pdf