ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI A NAMNESIS Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting. Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo- anamnesis). Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita perlu menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke ara diagnosa yang tepat”. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI
A NAMNESIS
Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat penyakit merupakan hal yang penting.
Seorang dokter tidak mungkin berkesempatan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya
penderita datang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan kadang-kadang saat
penyakitnya sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada
juga penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi, dalam bentuk serangan. Di
luar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di luar
serangan, sulit bagi dokter untuk menegakkan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan bantuan
laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang menyaksikannya (allo-
anamnesis).
Tidak jarang pula suatu penyakit mempunyai perjalanan tertentu. Oleh karena perjalanan
penyakit sering mempunyai pola tertentu, maka dalam menegakkan diagnosis kita perlu
menggali data perjalanan penyakit tersebut. Suatu kelainan fisik dapat disebabkan oleh
bermacam penyakit. Dengan mengetahui perjalanan penyakit, kita dapat mendekati
diagnosisnya, dan pemeriksaan laboratorium yang tidak perlu dapat dihindari. Tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa: “Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah
jalan ke ara diagnosa yang tepat”.
Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan
penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Pengambilan anamnesis sebaiknya dilakukan di tempat
tersendiri, supaya tidak didengar orang lain. Biasanya pengambilan anamnesis mengikuti 2 pola
umum, yaitu:
1. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang
dideritanya.
2. Pemeriksa (dokter) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya
dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.
Pengambilan anamnesa yang baik menggabungkan kedua cara tersebut diatas.
1
Biasanya wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan,
alamat. Kemudian ditanyakan keluhan utamanya, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang
berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri:
1. Sejak kapan mulai
2. Sifat serta beratnya
3. Lokasi serta penjalarannya
4. Hubungannya dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, sehabis
makan dan lain sebagainya)
5. Keluhan lain yang ada hubungannya dengan keluhan tersebut
6. Pengobatan sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7. Faktor yang membuat keluhan lebih berat atau lebih ringan
8. Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah ringan, datang dalam
bentuk serangan, dan lain sebagainya
Pada tiap penderita penyakit saraf harus pula dijajaki kemungkinan adanya keluhan atau
kelainan dibawah ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Nyeri kepala : Apakah anda menderita sakit kepala? Bagaimana sifatnya, dalam bentuk
serangan atau terus menerus? Dimana lokasinya? Apakah progresif, makin lama makin
berat atau makin sering? Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?
2. Muntah : Apakah disertai rasa mual atau tidak? Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak,
seolah-olah isi perut dicampakkan keluar (proyektil)?
3. Vertigo : Pernahkah anda merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar atau anda
merasa diri anda yang bergerak atau berputar? Apakah rasa tersebut ada hubungannya
dengan perubahan sikap? Apakah disertai rasa mual atau muntah? Apakah disertai tinitus
(telinga berdenging, berdesis)?
4. Gangguan pemglihatan (visus) : Apakah ketajaman penglihatan anda menurun pada satu
atau kedua mata? Apakah anda melihat dobel (diplopia)?
5. Pendengaran : Adakah perubahan pada pendengaran anda? Adakah tinitus (bunyi
berdenging/berdesis pada telinga)?
2
6. Saraf otak lainnya : Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi
(pengeluaran air ludah), lakrimasi (pengeluaran air mata), dan perasaan di wajah?
Adakah kelemahan pada otot wajah? Apakah bicara jadi cadel dan pelo? Apakah suara
anda berubah, jadi serak, atau bindeng (disfonia), atau jadi mengecil/hilang (afonia)?
Apakah bicara jadi cadel dan pelo (disartria)? Apakah sulit menelan (disfagia)?
7. Fungsi luhur : Bagaimana dengan memori? Apakah anda jadi pelupa? Apakah anda
menjadi sukar mengemukakan isi pikiran anda (disfasia, afasia motorik) atau memahami
pembicaraan orang lain (disfasia, afasia sensorik)? Bagaimana dengan kemampuan
membaca (aleksia)? Apakah menjadi sulit membaca, dan memahami apa yang anda baca?
Bagaimana dengan kemampuan menulis, apakah kemampuan menulis berubah, bentuk
tulisan berubah?
8. Kesadaran : Pernahkah anda mendadak kehilangan kesadaran, tidak mengetahui apa yang
terjadi di sekitar anda? Pernahkah anda mendada merasa lemah dan seperti mau pingsan
(sinkop)?
9. Motorik : Adakah bagian tubuh anda yang menjadi lemah, atau lumpuh (tangan, lengan,
kaki, tungkai)? Bagaimana sifatnya, hilang-timbul, menetap atau berkurang? Apakah
gerakan anda menjadi tidak cekatan? Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas
badan yang abnormal dan tidak dapat anda kendalikan (khorea, tremor, tik)?
10. Sensibilitas : Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau
ekstremitas? Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar? Dimana
tempatnya? Adakah rasa tersebut menjalar?
11. Saraf otonom : Bagaimana buang air kecil (miksi), buang air besar (defekasi), dan nafsu
seks (libido) anda? Adakah retensio atau inkontinesia urin atau alvi?
Disamping data yang bersifat saraf ini, perlu juga dujajaki adanya keluhan lain, yang
bukan merupakan keluhan saraf dalam arti kata sempit, namun mungkin ada hubungannya
dengan kelainan saraf yang sedang diderita. Misalnya, kelianan jantung, paru, tekanan darah
tinggi dan diabetes mellitus.
3
K ESADARAN
Seseorang disebut sadar bila ia sadar terhadap diri dan lingkungannya. Orang normal
dapat berada dalam keadaan : sadar, mengantuk, atau tidur. Bila tidur maka dapat dibangunkan
oleh rangsang, misalnya nyeri, bunyi atau gerak. Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seorang
dokter melakukan inspeksi, konversasi, dan bila perlu memberikan rangsang nyeri.
Inspeksi, perhatikan apakah pasien berespons secara wajar terhadap stimulus visual,
auditoar, dan taktil yang ada disekitarnya.
Konversasi, Apakah pasien memberikan reaksi wajar terhadap suara konversasi, atau
dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang disampaikan dengan suara yang
kuat?
Nyeri, bagaimana respons pasien terhadap rangsang nyeri?
Tingkat kesadaran dibagi menjadi beberapa yaitu:
Normal : kompos mentis
Somnolen : keadaan mengantuk. Kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang.
Somnolen disebut juga sebagai letargi. Tingkat kesadaran ini ditandai oleh mudahnya
pasien dibangungkan, mampu memberi jawaban verbal dan menangkis rangsang nyeri.
Sopor (stupor) : Kantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, namun kesadarannya segera menurun lagi. Ia masih dapat mengikuti suruhan
yang singkat dan masih terlihat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri pasien tidak
dapat dibangunkan sempurna. Reaksi terhadap perintah tidak konsisten dan samar. Tidak
dapat diperoleh jawaban verbal dari pasien. Gerak motorik untuk menangkis rangsang
nyeri masih baik.
Koma : Tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali terhadap rangsang
nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
Delirium, Penderita delirium menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan
yang abnormal dari aktivitas psikomotor dan siklus tidur – bangun yang terganggu. Pada keadaan
- Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di “motor end plate”
Perkusi otot
32
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung
hanya 1 atau 2 detik saja
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat pada
pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk)
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena
kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
Tonus otot
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas
tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut. Pada orang
normal terdapat tahanan yang wajar
Flaksid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN)
Hipotoni : tahanan berkurang
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan, ini dijumpai pada
kelumpuhan UMN
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
Kekuatan otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
o Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa
menahan gerakan ini
o Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh
menahan
Cara menilai kekuatan otot:
o 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total
o 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan
yang harus digerakkan oleh otot tersebut
o 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi)
33
o 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
o 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang
diberikan
o 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)
Sindrom Lower Motor Neuron, gejala :
o Flaksid
o Atoni
o Atrofi disertai fasikulasi
o Klonus (-)
o Reflek patologis (-)
o Reflek fisiologis: hiporefleksia/arefleksi (tidak adanya reflex)
o Ada gangguan sensoris, tropik, autonom
Sindrom Upper Motor Neuron, gejala :
o Spastik
o Hipertonia
o Atrofi (-), fasikulasi (-)
o Klonus/kontraksi & relaksasi otot bergantian dengan cepat (+)
o Refleks patologis (+)
o Hiperreflexia
o Tak ada gangguan sensoris, tropik, autonom
Kelumpuhan bukanlah merupakan kelainan yang harus ada pada tiap gangguan gerak.
Pada gangguan gerak oleh kelainan di sistem ekstrapiramidal dan serebelar, kita tidak
mendapatkan kelumpuhan.
Gangguan yang ditimbulkan sistem ekstrapiramidal
o Gangguan pada tonus otot
o Gerakan otot abnormal yang tdk dpt dikendalikan
34
o Gangguan pada kelancaran gerakan otot volunter
o Gangguan gerak-otot asosiatif
Gangguan yang ditimbulkan serebelum :
o Gangguan sikap dan tonus
o Ataksia/gangguan koordinasi gerakan
o Dismetria/gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya/tepat pada
tempat yang dituju
o Tremor intensi. tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunter dan menjadi
lebih nyata ketika gerakan hampir mencapai tujuannya
o Tiga fungsi penting dari serebelum adalah keseimbangan pengatur tonus otot dan
pengelola serta pengkoordinasi gerakan volunteer
Gait
Hemiplegik gait (Pada penderita hemiplegia, gaya jalan dengan kaki yang lumpuh
digerakkan secara sirkumduksi)
Spastik/ Scissors gait (Pada paraparese tipe spastik, Jalannya seperti menggunting karena
kedua kaki tidak dapat difleksi dan kedua lutut bertemu )
Tabetic gait (gaya jalan pada pasien tabes dorsalis)
Steppage gait (Jalannya lurus tidak bisa dorsofleksi kaki (ada drop foot) maka penderita
berjalan dengan mengangkat lututnya lebih tinggi, pada paraparese flaccid/paralisis n.
peroneus)
Waddling gait (gaya berjalan dengan pantat & pinggang bergoyang berlebihan khas
untuk kelemahan otot tungkai proximal misal otot gluteus)
Parkinsonian gait (gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai
berfleksi sedikit pada sendi lutut & panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan
jangkauan yang pendek-pendek)
35
Refleks
Refleks fisiologis
1. Biseps
Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m. biseps
brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku
Respons : fleksi lengan pada sendi siku.
Afferent : n. musculucutaneus (C5-6)
Efferenst : n. musculucutaneus (C5-6)
2. Triseps
Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku
dan sedikit pronasi.
Respons : extensi lengan bawah disendi siku
Afferent : n. radialis (C 6-7-8)
Efferenst : n. radialis (C 6-7-8)
3. KPR
Stimulus : ketukan pada tendon patella
Respons : ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m. quadriceps emoris.
Efferent : n. femoralis (L 2-3-4)
Afferent : n. femoralis (L 2-3-4)
4. APR
36
Stimulus : ketukan pada tendon Achilles
Respons : plantar fleksi kaki karena kontraksi m. gastrocnemius
Efferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
Afferent : n. tibialis ( L. 5-S, 1-2 )
5. Periosto-radialis
Stimulus : ketukan pada periosteum ujung distal os radii, posisi lengan setengah fleksi
dan sedikit pronasi
Respons : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.
Brachioradialis
Afferent : n. radialis (C 5-6)
Efferenst : n. radialis (C 5-6)
6. Periosto-ulnaris
Stimulus : ketukan pada periosteum proc. styloigeus ulnea, posisi lengan setengah fleksi
& antara pronasi – supinasi.
Respons : pronasi tangan akibat kontraksi m. pronator quadrates
Afferent : n. ulnaris (C8-T1)
Efferent : n. ulnaris (C8-T1)
Ref l eks Pa to log i s
Banyak macam rangsang yang dapat digunakan untuk membangkitkannya,
misalnya menggores telapak kaki bagian lateral, menusuk atau menggores dorsum
kaki atau sisi lateralnya, memberi rangsang panas atau rangsang listrik pada kaki,
menekan pada daerah interossei kaki, mencubit tendon Achilles, menekan tibia,
fibula, otot betis, menggerakkan patela ke arah distal, malah pada keadaan yang
hebat, refleks dapat dibangkitkan dengan jalan menggoyangkan kaki, menggerakkan
kepala dan juga bila menguap.
37
Refleks Babinski. Untuk membangkitkan refleks Babinski, penderita disuruh
berbaring dan istirahat dengan tungkai diluruskan.Kita pegang pergelangan kaki supaya kaki
tetap pada tempatnya.Untuk merangsang dapat digunakan kayu geretan atau benda yang agak
runcing. Goresan harus dilakukan perlahan, jangan sampai mengakibatkan rasa nyeri, sebab
hal ini akan menimbulkan refleks menarik kaki (flight reflex). Goresan dilakukan pada
telapak kaki bagian lateral, mulai dari tumit menuju pangkal jari. Jika reaksi positif, kita
dapatkan gerakan dorso fleksi ibu jari, yang dapat disertai gerak mekarnya jari-jari lainnya .
Tadi telah dikemukakan bahwa cara membangkitkan refleks patologis ini bermacam-
macam, di antaranya dapat disebut:
Cara Chaddock : rangsang diberikan dengan jalan menggoreskan bagian lateral
maleolus
Cara Gordon : memencet (mencubit) otot betis
Cara Oppenheim : mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior, Arah
mengurut ke bawah (distal).
Cara Gonda : memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian melepaskannya
sekonyong-konyong
Schaefer : memencet (mencubit) tendon Achilles
Klonus
Kita telah mempelajari bahwa salah satu gejala kerusakan pyramidal ialah adanya
hiperfleksi.Bila hiperfleksi ini hebat dapat terjadi klonus.Klonus ialah kontraksi ritmik dari otot,
yang timbul bils otot diregangkan secara pasif. Klonus merupakan reflex regang otot yang
meninggi dan dapat dijumpai pada lesi supranuklir(UMN , pyramidal ). Ada orang normal yang
mempunyai hiperfleksi fisiologis ; pada mereka ini dapat terjadi klonus, tetapi klonusnya
berlangsung singkat dan disebut klonus abortif. Bila klonus berlangsung lama ,hal ini dianggap
patologis. Klonus dapat dianggap sebagai rentetan reflex regang otot, yang dapat disebabkan
oleh lesi pyramidal.
Pada lesi piramidal (UMN (uppermotorneuron) supranuklir) kita sering
mendapatkan klonus di pergelangan kaki, lutut dan pergelangan tangan.
38
Klonus kaki.
Klonus ini dibangkitkan dengan jalan meregangkan otot gastroknemius.
Pemeriksa menempatkan tangannya di telapak kaki penderita, kemudian telapak kaki ini
didorong dengan cepat (dikejutkan) sehingga terjadi dorso fleksi sambil seterusnya
diberikan tahanan enteng.Hal mengakibatkan teregangnya otot betis.Bila ada klonus,
maka terlihat gerakan ritmik (bolak-balik) dari kaki, yaitu berupa plantar fleksi dan
dorso ieksi secara bergantian.
Klonus patela.
Klonus ini dibangkitkan dengan jaian meregangkan otot kuadriseps femoris.Kita
pegang patela penderita, kemudian didorong dengan kejutan (dengan cepat) ke arah distal
sambil diberikan tahanan enteng. Biia terdapat klonus, akan terlihat kontraksi ritmik otot
kuadriseps yang mengakibatkan gerakan bolak-balik dari patela. Pada pemeriksaan ini
tungkai harus diekstensikan serta dilemaskan.
Refleks dan gejala patoiogis lain yang perlu diketahui.
Refleks Hoffman Tromrner.
Kita telah mendiskusikan refleks fleksor jari-jari.Pada orang normal, refleks ini biasanya
tidak ada atau enteng saja; karena ambang refleks tinggi.Akan tetapi, pada keadaan patologik,
ambang refieks menjadi rendah dan kita dapatkan refleks yang kuat. Refleks inilah yang
merupakan dasar dari refleks Hoffman-Trommer, dan refleks lainnya, misalnya refleks
Bechterew.
Dalam beberapa buku, refleks Hoffman-Trommer ini masih dianggap sebagai refleks
patoiogis dan disenafaskan dengan refleks Babinski, padahal mekanisme refleks fleksor jari-jari
sama sekali lain dari reflex Babinski .ia merupakan regleks regang otot, jadi sama seperti reflex
kuadriseps dan reflex regang otot lainnya. Reflex Hoffman-trommer positif dapat disebabkan
oleh lesi pyramidal, tetapi dapat pula disebabkan oleh peningkatan reflex yang melulu
fungsional. Akan tetapi bila reflex pada sisi kanan berbeda dari yang kiri, maka hal ini dapat
dianggap sebagai keadaan patologis.
39
Simetri penting dalam penyakit saraf.Kita mengetanui bahwa simetri sempurna memang
tidak ada pada tubuh manusia. Akan tetapi, banyak pemeriksaan neurologi didasarkan atas
anggapan, bahwa secara kasar kedua bagian tubuh adalah sama atau simetris. Tiap refleks tendon
dapat meninggi secara bilateral, namun hal ini belum tentu berarti adanya lesi piramidal. Lain
halnya kalau peninggian refleks bersifat asimetris !!!
Cara membangkitkan refleks Hoffman-trommer: Tangan penderita kita pegang pada
pergelangan dan jari-jarinya disuruh fleksi-entengkan. Kemudian jari tengah penderita kita
jepit di antara telunjuk dan jari-tengah kita.Dengan ibu-jari kita "gores-kuat" (snap) ujung jari
tengah penderita.Hal ; ini mengakibatkan fleksi jari telunjuk, serta fleksi dan aduksi ibu jari,
bila refleks positif. Kadang juga disertai fleksi jari lainnya,Reflex massa, reflex automatisme
spinal. Kita telah mengetahui bahwa bila reflex Babinski cukup hebat, kita dapatkan dorso fleksi
jari-jari, fleksi terdapat juga kontraksi tungkai bawah dan atas, dan kadang-kadang terdapat juga
kontraksi tungkai yang satu lagi. Daerah pemberian rangsang pun bertambah luas.Hal dernikian
dapat kita jurnpai pada iesi transversal medula spinalis, dan disebut refleks automatisme spinal
Hal mi dapat ditimbulkan oleh berbagai macam rangsang, misalnya goresan rangsang nyeri dan
lain sebagainya.
Bila refleks lebih hebat lagi, didapatkan juga kontraksi otot dinding perut, adanya miksi
dan defekasi, keluarnya keringat, refleks eriterna dan refleks pilomotor.Keadaan dernikian
disebut juga sebagai refleks massa dan Riddoch Hal dernikian didapatkan pada Iesi transversal
yang komplit dan medula spinalis, setelah fase syoknya lampau.
Refleks genggam {grasp reflex).Refleks genggam mempakan hal normal pada bayi
sampai usia kira-kira 4 bulan. Pada orang normal, bila telapak tangan digores kita tidak
mendapatkan gerakan fleksi jari-jari, tetapi kadang-kadang terjadi fleksi enteng (ambang refleks
ini tinggi).
Dalam keadaan patologis, misainya pada Iesi di lobus frontalis didapatkan reaksi (fleksi
jari) yang nyata.Penggoresan telapak tangan mengakibatkan tangan digenggamkan, dan
menggenggam alat yang d.gunakan sebagai penggores. Hal ini dinamai refleks genggam Refleks
genggam terdiri dari fleksi ibu jari dan jari lainnya, sebagai jawaban terhadap rangsang taktil,
40
misalnya bila pemeriksa meraba telapak tangan pasien atau menyentuh atau menggores tangan
pasien di antara ibu jari dan telunjuknya.
Kadang-kadang refleks ini dernikian hebatnya, sehingga bila kita menjauhkan tangan kita
yang tadinya didekatkan, tangan pasien mengikutinya, "seolah-olah kena tenaga maknit".Hal ini
dinamakan refleks menjangkau (groping reflex).
Untuk membangkitkan refleks genggam dapat dilakukan ha! berikut Penderita dtsuruh
mem-fleksi-entengkan jari-jari tangannya. Kemudian kita sentuh kulit yang berada di antara
telunjuk dan ibu jari dengan ujung ketok-refieks. Bila refleks menggenggam positif ujung ketok-
refleki ini akan digenggamnya.
Gejala leri
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut :
Kita pegang lengan bawah pasien yang disupinasikan serta difleksikan sedikit. Kemudian
kita tekukan dengan kuat ( fleksi ) jari-jari serta pergelangannya. Pada orang normal, gerakan ini
akan diikuti oleh fleksi lengan bawah dan lengan atas, dan kadang-kadang juga disertai aduksi
lengan atas. Reflex ini akan negative bila terdapat lesi pyramidal. Tidak adanya reflex ini
dinyatakan sebagai gejala leri positif.
Gejala mayer
Pasien disuruh mensupinasikan tangannya, telapak tangan ke atas , dan jari-jari difleksi
kan serta ibu jari difleksikan dan diabduksikan. Tangannya kita pegang , kemudian dengan
tangan yang satu lagi kitatekukkan jari 3 dan 4 pada falang proksimal dan menekannya pada
telapak tangan (fleksi). Pada orang normal, ha! ini mengakibatkan aduksi dan oposisi ibu jari
disertai fleksi pada persendian metakarpofalangeai, dan ekstensi di persendian interfalang ibu
jari. Jawaban demikian tidak didapatkan pada lesi piramidal, dan tidak adanya jawaban ini
disebut sebagai gejala Mayer positif
PEMERIKSAAN SENSORIK
41
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit di antara pemeriksaan
neurologik yang lain karena sangat subjektif. Sehubungan dengan pemeriksan fungsi sensorik
maka beberapa hal berikut ini harus dipahami dulu:
Kesadaran penderita harus penuh dan tajam. Penderita tidak boleh dalam keadaan lelah,
kelelahan akan mengakibatkan gangguan perhatian serta memperlambat waktu reaksi
Prosedur pemeriksan harus benar-benar dimengerti oleh penderita, karena pemeriksaan
fungsi sensorik benar-benar memerlukan kerja sama yang sebaik-baiknya antara pemeriksa
dan penderita. Dengan demikian cara dan tujuan pemeriksaan harus dijelaskan kepada
penderita dengan istilah yang mudah dimengerti olehnya
Kadang-kadang terlihat adanya manifestasi obyektif ketika dilakukan pemeriksaan anggota
gerak atau bagian tubuh yang dirangsang, misalnya penderita menyeringai, mata berkedip-
kedip serta perubahan sikap tubuh
Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga meliputi perbedaan-
perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian harus dicatat gradasi atau tingkat
perbedaannya
Ketajaman persepsi dan interpretasi rangsangan berbeda pada setiap individu, pada tiap
bagian tubuh, pada individu yang sama tetapi dalam situasi yang berlainan. Dengan demikian
dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya.
Azas simetris: pemeriksaan bagian kiri harus selalu dibandingkan dengan bagian kanan. Hal
ini untuk menjamin kecermatan pemeriksaan.
Pemeriksaan ini harus dikerjakan dengan sabar (jangan tergesa-gesa), menggunakan alat
yang sesuai dengan kebutuhan/ tujuan, tanpa menyakiti penderita, dan penderita tidak boleh
dalam keadaan tegang.
1. Prinsip umum
Mencari defisit sensibilitas (daerah-daerah dengan sensibilitas yang abnormal, bisa
hipestesi, hiperestesi, hipalgesia atau hiperalgesia)
Mencari gejala-gejala lain di tempat gangguan sensibilitas tersebut, misalnya atrofi,
kelemahan otot, refleks menurun/negative, menurut distribusi dermatom.
42
Keluhan-keluhan sensorik memiliki kualitas yang sama, baik mengenai thalamus, spinal,
radix spinalis atau saraf perifer. Jadi untuk membedakannya harus dengan distribusi
gejala/keluhan dan penemuan lain
Lesi saraf perifer sering disertai berkurang atau hilangnya keringat, kulit kering,
perubahan pada kuku dan hilangnya sebagian jaringan di bawah kulit
Penilaian fungsi sensorik dimulai dari anamnesis karena gejala disfungsi sensorik
kadang-kadang mendahului kelainan objektif pada pemeriksaan klinis.Selain itu, gejala
pasien dapat mengarahkan Anda ke bagian tubuh tertentu, atau jenis fungsi sensorik yang
memerlukan perhatian lebih.
Daerah dan modalitas yang akan diuji bergantung pada jenis gangguan sensorik yang
disimpulkan dari gejala dan riwayat pasien. Namun, harus dipikirkan apakah pola penyakit
sesuai dengan suatu distribusi dermatomal atau neuropati perifer, Modalitas sensasi adalah
sentuhan ringan, nyeri, suhu, jetaran, dan propriosepsi.Pertama, periksa apakah pasien dapat
merasakanrangsangan dan memahami prosedur pemeriksaan dengan memeriksa bagian yang
Anda ketahui sensasinya normal. Kemudian, ikuti pola dermatomal , Bila distrtbusi gangguan
sensorik menyerupai sarung tangan atau kaus kaki, mulailah pemeriksaan dari ujung jari
tangan atau kaki, dan terus naik sampaididapatkan batas sensorik.
Sentuhan ringan; diperiksa dengan ujung kapas yang ditempelkan ke satu titik dengan
mata pasien tertutup. Jangan menggoreskan kapas ke kulit karena sensasi ini dapat
dihantarkan oleh serabut nyeri.
Nyeri: sebaiknya diuji dengan lidi yang patah atau neuro-tip yang dirancang khusus
(berujung tajam). Pemakaian jarum suntik sebaiknya dihindari karena mudah menembus
kutit dan dapat menimbulkan infeksi.
Sensasi getaran: biasanya berkurang atau hilang pada usia lanjut; namun, uji Ini
bemianfaat pada pasien yang dicurigai mengidap neuropati sensorik perifer. Uji sensasi
getaran terbaik adalah menggunakan garpu tala C128 Hz di ekstrcmitas atas, ekstremitas
bawah, dan badan.
Propriosepsi: sensasi posisi sendi harus diperiksa dengan mata pasien tertutup, Sistem
pemeriksaan sensasi posisi sendi di jari tangan dan kaki diperlihatkan di gambar 1.13
43
dan1.14. Jari harus dipisahkan dari jari di sekitarnya dan sendi yang diperiksa digerakkan
ke atas dan ke bawah, Tanyakan arah gerakan jari kepada pasien.
Suhu: jarang diperiksa rutin. Bila diindikasikan, cara termudah adalah mengisi botol
sampel darah atau tabung logam dengan air es atau air hangat. Ikuti skema pemeriksaan
persarafan dermatomal dan neuropati perifer.
Berat, bentuk, ukuran, dan tekstur: koin sangat penting untuk uji ini. Sebuah koin
diletakkan di telapak tangan pasien dengan mata tertutup, dan pasien diminta untuk
menjelaskannya. Berat berbagai koin dapat diban-dingkan dengan meletakkan koin yang
berbeda bersamaan di kedua tangan.
PEMERIKSAAN FUNGSI LUHUR
Dengan fungsi luhur memungkinkan seseorang untuk memberikan respon atau tanggapan
atas segala rangsang/stimulus baik dari luar maupun clan dalam tubuhnya sendiri sehingga dia
mampu mengadakan hubungan intra maupun interpersonal.
Termasuk di dalam fungsi luhur adalah:
1. Fungsi bahasa
2. Fungsi memori (ingatan)
3. Fungsi orientasi (pengenalan)
Pemeriksaan fungsi bahasa
Gangguan fungsi bahasa disebut afasia atau disfasia yaitu kelainan berbahasa akibat kerusakan di
otak, tetapi bukan kerusakan/gangguan persarafan perifer otot-otot bicara, artikulasi maupun
gangguan penurunan inteligensia.
Ada 2 jenis afasia:
1. Afasia motorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak mampu mengeluarkan isi pikirannya.
- Afasia motorik kortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya baik secara
verbal, tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di cortex cerebri dominan.
- Afasia motorik subkortikalis (afasia motorik murni) : Penderita tidak dapat mengeluarkan
isi pikirannya secara verbal namun masih dapat dengan tulisan maupun isyarat. Letak lesi
di subcortex hemispher dominan.
44
- Afasia motorik transkortikalis : Penderita tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya tetapi
masih dapat membeo. Letak lesi ditranskortikalis kartek Broca dan Wernicke.
Cara pemeriksaan:
Mengajak penderita berbicara mulai dari hal yang sederhana sampai hal-hal yang
sukar yang pernah diketahui penderita sebelumnya. Bila tidak bisa disuruh menuliskan
jawaban atau dengan isyarat.
Syarat pemeriksaan:
Penderita dalam keadaan sadar penuh dan bahasa yang dipakai saling dimengerti.
2. Afasia sensorik
Adalah gangguan bahasa dimana penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain
walaupun alat bicara dan pendengarannya baik.
- Afasia sensorik kortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan balk secara verbal,
tulisan, maupun isyarat. Letak lesi di area cortex Wernicke (sensorik).
- Afasia sensorik subkortikalis
Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran orang lain yang disampaikan secara verbal,
sedangkan tulisan dan isyarat dapat dimengerti. Letak lesi di subcortex Wernicke.
- "Buta kata-kata" (word Blindness)
Penderita masih mengerti bahasa verbal namun tidak lagi bahasa visual. Hal ini jarang
terjadi.
Cara pemeriksaan:
Penderita diberi perintah untuk melakukan sesuatu tanpa contoh. Bila tidak bisa baru
diberikan secara tulisan atau isyarat. Syarat pemeriksaan sama dengan afasia motorik.
Gangguan bahasa lainnya
1. Apraksia
Penderita tidak bisa melaksanakan fungsi psikomotor.
Cara: beri perintah untuk melakukan gerakan yang bertujuan misalnya membuka kancing
baju,dll.
45
2. Agrafia
Penderita tidak bisa menulis lagi (tadinya bisa).
Cara: beri perintah untuk menuliskan kata-kata yang didiktekan.
3. Alexia
Penderita tidak bisa lagi mengenali tulisan yang pernah dikenalnya.
Cara: beri perintah untuk membaca tulisan atau kata-kata yang pernah dikenalnya.
4. Astereognosia
Penderita tidak bisa mengenali bentuk benda dengan cara meraba.
Cara: dengan mata tertutup penderita disuruh menyebutkan benda dengan cara merabanya.
5. Abarognosia
Penderita tidak mampu menaksir berat benda yang berada di tangannya (perabaan).
Cara: penderita disuruh menaksir berat benda yang berada di tangannya.
6. Agramesthesia
Penderita tidak bisa rnengenal tulisan yang dituliskan di badannya.
Cara: penderita disuruh menyebutkan kata-kata yang dituliskan di badannya dengan mata
tertutup.
7. Asomatognosia
Penderita tidak mampu menunjukkan bagian-bagian tubuhnya kiri atau kanan.
Pemeriksaan fungsi memori
Secara klinis gangguan memori (daya mengingat) ada 3 yaitu:
1. Immediate memory (segera)
2. Short term memory/recent memory (jangka pendek)
3. Long term memory/remote memory (jangka panjang)
Cara pemeriksaan :
1. Immediate memory
Yaitu daya mengingat kembali suatu stimulus yang diterima beberapa detik lalu seperti
mengingat nomor telepon yang baru saja diberikan.
Cara: penderita disuruh mengulang deret nomor yang kita ucapkan. Seperti di bawah ini:
(disebut digit span)
3-7
46
2-4-9
8-5-2-7
2-8-6-9-3
5-7-1-9-4-6
8-1-5-9-3-6-7
dikatakan masih normal jika seseorang dapat mengulang sebanyak 7 digit.
2. Recent memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus yang diterima beberapa menit, jam, hari yang lalu.
Cara: penderita disuruh menceritakan pekerjaan/peristiwa yang dikerjakan/dialami beberapa
menit/jam/hari yang lalu.
3. Remote memory
Yaitu daya mengingat kembali stimulus atau peristiwa yang telah lama berlalu (bertahun-
tahun).
Cara: penderita disuruh menceritakan pengalaman atau teman-teman masa kecilnya.
(Tentunya pemeriksa telah mendapat informasi sebelumnya).
Ketiga pemeriksaan di atas adalah untuk audio memory (yang didengar) sedangkan memori
yang dilihat (visual memory) dapat diperiksa sebagai berikut.
Cara: penderita disuruh mengingat nama-nama benda yang diperlihatkan kepadanya kemudian
benda - benda tersebut disimpan. Beberapa waktu kemudian penderita disuruh mengulang
nama-nama benda tersebut.
Pemeriksaan fungsi orientasi
Secara klinis pemeriksaan orientasi ada 3 yaitu: Personal, tempat, waktu
Cara: penderita disuruh mengenali orang-orang yang berada di sekitarnya yang memang
dikenalnya (seperti istrinya, anak, teman, dll), Penderita juga disuruh mengenali tempat dimana
ia berada atau tempat-tempat lainnya. Penderita juga disuruh menyebutkan waktu/saat penderita
diperiksa seperti siang/malam/sore.
Catatan:
Kesemua pemeriksaan fungsi luhur ini baru dapat diperiksa pada penderita yang mempunyai
kesadaran penuh atau baik dan tidak mengalami gangguan mental, kemunduran inteligen
47
maupun kerusakan organ-organ atau persarafan perifer yang terkait. Harus diingat bahwa
pemeriksaan fungsi luhur adalah pemeriksan fungsi-fungsi cortex cerebri yang terkait.
o Pemeriksaan status mental mini (MMSE)
MMSE merupakan bagian penting dari setiap pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan
ini meliputi evaluasi kualitas dan kuantitas kesadaran, perilaku, emosi, isi pikir, kemampuan
intelektual dan sensorik. Bagian paling sensitif dan penting adalah orientasi waktu, daya
ingat, dan urutan angka. MMSE diperkenalkan sebagai pemeriksaan standar fungsi kognitif
dalam segi klinis maupun penelitian. Penilaian MMSE sangat mudah, nilai maksimum
adalah 30. Nilai kurang dari 24 ditafsirkan sebagai demensia.
Tabel Pemeriksaan status mini mental (MMSE)
No. Tes Nilai maks
ORIENTASI
1 Sekarang (tahun), (musim),(bulan), (tanggal), hari apa? 5
2 Kita berada dimana? (Negara, propinsi, kota, rumah sakit, lantai/kamar) 5
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, atau koin), setiap benda 1 detik, pasien disuruh mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai 1 untuk setiap nama benda yang benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar dan catat jumlah pengulangan
3
ATENSI DAN KALKULASI
4 Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban. Atau disuruh mengeja terbalik kata “WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan; misalnya uyahw = 2 nilai)
5
48
MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
5 Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda di atas 3
BAHASA
6 Pasien disuruh menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2