Top Banner

of 36

Analisis Strategi

Jul 21, 2015

Download

Documents

kucing155
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Analisis Strategi (Analisis SWOT) Analisis strategis dilakukan untuk mengetahui strategi yang akan dipakai oleh praktisi usaha peternakan ayam ras petelur ini. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengidentifikasi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threat) yang dapat terjadi dalam usaha peternakan ayam ras petelur tersebut. Kekuatan (Strength) Dua lingkungan yang dihadapi oleh perusahaan mencakup lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Lingkungan internal terdiri atas faktor kekuatan dan kelemahan. Beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan usaha ternak ayam ras petelur, sebagai berikut. 1. Sistem agribisnis peternakan yang sudah mantap, artinya usaha peternakan tidak hanya berada pada tingkat budidaya, tetapi juga adanya industri hulu sebagai penyedia sarana produksi. Dengan demikian

2. 3. 4.

1.

2. 3. 4. 5.

1.

2. 3. 4. 5.

6.

1. 2. 3. 4.

telah terdapat dukungan sarana produksi yang tersedia setiap saat, sehingga tidak ada masalah mengenai penyediaan sarana produksi untuk usaha peternakan ayam ras. Teknologi budidaya ayam ras yang mudah dikuasai oleh masyarakat. Sistem pemasaran tidak menjadi permasalahan, karena telah terbentuk jalur-jalur distribusi sampai ke berbagai lapisan dan pelosok wilayah. Adanya dukungan sumberdaya lahan yang luas dan jumlah tenaga kerja tersedia merupakan kekuatan pegembangan ayam ras petelur secara nasional. Kelemahan (Weakness) Beberapa faktor yang menjadi kelemahan dalam usahaternak ayam ras petelur adalah sebagai berikut. Usaha peternakan ayam ras petelur seringkali dihadapkan pada harga input produksi tinggi, sedangkan harga output produksi yang rendah. Kondisi marjin yang semakin rendah (rasio harga 1 kg telur dengan 1 kg pakan sama dengan 2,5-3 : 1, dibandingkan dengan tahun 80-an dapat mencapai 4-5 : 1), oleh karena rasio harga telur dengan harga pakan yang semakin tinggi. Adanya risiko dan kondisi ketidakpastian yang relatif tinggi baik dari aspek teknis maupun finansial karena produksi sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan sementara keuntungan sangat sensitif terhadap perubahan harga. Adanya permintaan konsumen yang fluktuatif dari hari ke hari karena telur termasuk bahan makanan yang subtitutif. Sifat telur yang merupakan produk yang sifatnya perishable (mudah rusak), sehingga harus dapat dijual atau dikonsumsi segera. Pada umumnya kualitas produk belum mencapai standar internasional, sehingga kemampuan untuk ekspor sangat lemah. Peluang (Opportunities) Lingkungan eksternal yang dihadapi perusahaan berupa peluang dan ancaman. Faktor peluang ini meliputi sebagai berikut. Dukungan pemerintah terhadap usaha peternakan ayam ras yang mempunyai andil besar dalam pemenuhan protein hewani masyarakat dan usaha peternakan dipandang sebagai usaha potensial bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Dukungan pemerintah ini diwujudkan dalam bentuk deregulasi peternakan. Kondisi ekonomi makro Indonesia yang mulai membaik. Dengan adanya pergantian kabinet yang fokus pada perbaikan ekonomi memberikan harapan bagi kepastian usaha dan investasi di dalam negeri. Terdapat kecenderungan selera masyarakat yang semakin menyukai telur ayam ras dari lapisan perkotaan hingga masyarakat pedesaan. Meskipun permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras fluktuatif, tetapi pada saat-saat tertentu permintaan masyarakat terhadap telur ayam ras sangat tinggi, misalnya untuk keperluan hajatan, harihari besar dan sebagainya. Terdapat kecenderungan permintaan telur ayam ras akan selalu ada setiap saat, karena potensi pasar telur ayam ras cukup besar dalam peranannya sebagai bahan baku pembuatan makanan ringan (roti, kue, martabak, dan lain-lain). Potensi pasar ayam ras semakin tinggi, karena sebagai bahan baku untuk industri makanan ringan. Peluang ekspor telur ayam ras kemungkinan akan dapat meningkat, karena beberapa negara mengalami stagnasi khususnya Amerika Serikat yang sedang mengalami krisis intern. Ancaman (Threat) Beberapa faktor ancaman yang perlu diantisipasi dalam usahaternak ayam ras petelur adalah, sebagai berikut. Persaingan negara tetangga khususnya Thailand atau Malaysia yang dapat berproduksi dengan biaya lebih murah dengan perkembangan teknologi yang lebih efisien, karena adanya dukungan pemerintah secara aktif. Kondisi keamaman dalam negeri yang masih rawan menyebabkan ancaman penjarahan dari kelompok masyarakat tertentu masih tinggi. Teknologi yang belum sepenuhnya dapat menciptakan produk bebas residu antibiotik dapat menghambat pemasaran di pasar global, karena dalam WTO diterapkan persyaratan yang ketat dalam hal kesehatan terhadap konsumen. Ancaman perdagangan bebas yang tidak diberlakukannya lagi hambatan tarif untuk bea masuk produk luar negeri dan semakin berkurangnya peranan pemerintah dalam intervensi perdagangan. Hal ini perlu

1.

2. 3. 4. 5. 6.

diwaspadai dengan membanjirnya produk-produk luar negeri yang cenderung over supply, sehingga akan mengganggu kestabilan harga di dalam negeri. Strategi Bisnis Langkah selanjutnya untuk merumuskan strategi adalah mengkombinasikan analisis faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan kombinasi strategi yang dapat dipilih oleh perusahaan dalam menjalankan usahanya, sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Usaha peternakan ayam ras petelur akan berhasil apabila dilakukan dengan strategi-strategi berikut ini. Marjin yang tipis dan sifatnya sangat sensitif terhadap perubahan harga harus diimbangi dengan sistem produksi yang sangat efisien. Dukungan pemerintah diperlukan dalam membuat kebijakan yang memihak industri ayam khususnya yang ditangani masyarakat kecil, misalnya dalam hal pembebasan PPN dan pajak baik dalam hal input produksi (pakan, bibit, obat-obatan dan peralatan) maupun hasil produksi. Sifat permintaan ayam ras masih cenderung berfluktuasi sehingga perencanaan usaha dengan pertimbangan faktor waktu. Karakteristik produk ayam ras petelur bersifat perishable (mudah rusak) sehingga diperlukan perencanaan usaha yang sangat cermat dan teliti dan dukungan teknologi penyimpanan. Bagi pengusaha mandiri harus dapat menjalin kerjasama dengan perusahaan besar yang biasanya menguasai sarana produksi yang berwawasan lingkungan. Pengembangan peternakan skala besar perlu dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat untuk menghindari masalah sosial yang mungkin terjadi di masyarakat. Membangun sistem agribisnis peternakan yang secara terintegrasi dari hulu sampai hilir dan membangun jaringan distribusi yang mantap serta meningkatkan kualitas produk untuk menghadapi ancaman perdagangan bebas.

Publikasi >> Panduan Petunjuk Teknis BrosurPerformans Ayam Kalosi di Sulawesi Selatan

Pendahuluan Ayam buras merupakan salah satu komoditas andalan dari sub sektor peternakan yang diunggulkan dalam program peningkatan produksi dan ekspor dua kali lipat (Grateks- 2) oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sulawesi Selatan. Perkembangan populasi ayam buras di Sulawesi Selatan dari tahun 1995- 1997 hanya mengalami kenaikan rata- rata 0,09% pertahun (Sensus Pertanian Non Tanaman Pangan, 1998), namun data populasi ternak dari Dinas Peternakan menunjukkan bahwa pertumbuhan ayam buras dari tahun 1998 sampai 2000 mengalami kenaikan sebesar 3,56%. Selain itu populasi ayam ras mengalami peningkatan sebesar 11,23% pada periode tersebut (Dinas Peternakan, 2000) Peternakan ayam buras, baik di Indonesia secara umum maupun di sulawesi selatan pada khususnya masih bertumpu pada peternakan rakyat skala kecil, sehingga eksistensi ternak tersebut mempunyai arti yang cukup strategis bagi pertumbuhan perekonomian di pedesaan. Karena itu ayam buras menjadi bagian integral dalam system usaha tani karena produksinya dapat langsung dimanfaatkan petani baik sebagai bahan pangan maupun untuk di jual untuk menambah pendapatan keluarga. Dalam pasca krisis ekonomi, walaupun harga pakan cenderung meningkat, pemeliharaan ayam buras skala kecil masih bisa bertahan walaupun harga pakan relatif mahal, karena para keluarga tani cenderung memanfaatkan bahan lokal yang murah, antara lain dedak padi ataupun jagung serta beberapa jenis limbah rumah tangga. Dalam kondisi krisis ekonomi, dimana harga pupuk buatan meningkat terus dari tahun ketahun, sementara harga beberapa produk pertanian terutama komodotas pangan mengalami stagnasi, telah mempengaruhi nisbah pupuk dengan produk

pertanian tanaman pangan (gabah) yang nilainya kian membesar. Nisbah tersebut pada tahun 1985 nilainya hanya 0,74, pada tahun 1999 telah mencapai 1,50. Data tersebut memberikan indikasi bahwa pada tahun 1985 petani hanya menjual 0,74 kg gabah untuk membeli 1kg urea, sedangkan pada tahun 1999, petani harus menjual 1,5kg gabah untuk memperoleh 1kg urea. Dalam kondisi tersebut, kotoran ayam (ayam buras maupun ayam ras) dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti untuk digunakan sebagai pupuk organik, yang dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap penggunaan pupuk buatan. Pada umumnya produktivitas ayam buras lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras karena faktor genetisnya. Di lain pihak, ayam ras walaupun produksi telurnya tinggi, tetapi sebagian konsumen telur di Sul Sel lebih memilih telur ayam kampung. Nataamijaya et al (1994), melaporkan bahwa keberadaan jenis ayam lokal mempunyai tampilan produktivitas yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena itu seleksi (Grading up) terhadap jenis ayam lokal dengan ayam introduksi diharapkan dapat meningkatkan produksi telur selain dapat memfasilitasi pasar dengan telur ayam buras sesuai preferensi petani. Kondosi tersebut yang memotivasi Pemda SulSel yang dimotori oleh gubernur Sulsel H.Z.B Palaguna, telah memberi perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan ayam buras dengan memperbaiki performans ayam buras yang ada dengan cara Grading up (Menyilangkan dengan ayam introduksi dan ayam buras unggul). Ide tersebut telah diaktualisasikan dalam wujud nyata dalam bentuk kemitraan antara CV. Fauna Mulya Jaya dengan Dinas Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan dalam suplay DOC ayam buras yang telah diperbaiki mutu genetiknya yang diberi nama kalosi lotong, kalosi pute dan karame pute.Proses Grading up dapat dilihat pada lampiran 1,2 dan 3. Pasokan Kalosi Lotong, Kalosi Pute, dan Karame Pute Dalam periode 5 tahun terakhir (tahun1997 sampai juli 2001), CV. Fauna Mulya Jaya sebagai penghasil DOC telah memasok bibit ayam (DOC) Jenis kalosi lotong, kalosi pute dan karame pute kepada para peternak sebanyak 158.173 ekor ke seluruh kabupaten di Sul sel, bahkan keluar propinsi (Sultra).Harga DOC di CV. Fauna Mulya Jaya saat ini (mulai mei 2001) adalah Rp. 3.500 per ekor, sementara harga DOC ayam ras adalah Rp. 5.500 per ekor, sehingga peternak dapat memperoleh DOC dengan harga yang terjangkau. Jumlah pasoka DOC ke Propinsi tetangga (Kolaka, Sultra) sebanyak 1.606 ekor, yang terkirim pada tahun 1999.

Tabel 1. Suplai DOC ayam kalosi lotong, kalosi pute, dan karame pute dari CV.Fauna Mulya Jayadari 1997 sampai juli 2001.Jumlah DOC (Box) Kabupaten/ No Kotamadya I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2 Makassar Maros Pangkep Barru Pare-Pare Sidrap Pinrang Soppeng Wajo Bone 1997 3 4,00 5,00 6,00 5,00 8,00 8,00 9,00 1998 4 6,00 45,00 6,00 5,00 12,00 15,00 12,00 10,00 21,00 1999 5 29,00 1,00 4,00 55,00 6,00 4,80 34,00 14,10 2000 2001*) Jumlah 6 51,00 2,00 9,18 24,48 27,54 21,42 81,00 13,26 7 93,10 12,22 7,65 5,10 27,60 57,48 1,43 8 183,10 65,22 25,18 89,48 19,65 61,64 73,82 182,48 10,43 48,36

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Luwu Luwu Utara Polmas Majene Gowa Takalar Jeneponto Bantaeng Bulukumba Sinjai Selayar Enrekang Tana Toraja Mamuju Kolaka Jumlah Box Ekor

1,00 25,00 10,00 38,00 16,00 10,00 145,00 14.500

19,00 12,00 35,00 10,00 18,00 14,00 10,00 10,00 20,00 20,00 10,00 5,00

2,00 3,50 2,50 48,00 2,00 72,00 17,00 8,00 7,00 3,00 1,00 13,00 315,00 326,90 31.500 32,690

2,04 15,30 23,46 6,12 12,24 24,78 74,46 24,48 11,22 8,16 432,14 43,214

1,02 3,06 11,20 3,06 2,08 40,60 1,02 79,46 8,16 3,37 2,02 3,06 362,69 36,269

1,02 5,10 48,50 42,02 70,70 110,84 55,80 277,92 27,00 66,64 38,22 34,53 13,02 15,00 16,06 1581,73 158,173

*) Sampai Juli 2001 Harga jual perekor DOC Rp. 3.500, ditempat penyalur/produsen

Tabel 2. Data produksi DOC dan Populasi Ayam kalosi tahun 2000 dan 2001 di CV. Fauna Mulya Jaya

Produksi Bulan DOC (ekor) Layer Glower Tahun 2000 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total Tahun 2001 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli 3,366 3,264 3,570 3,774 3,672 3,774 3,060 4,284 4,284 3,978 3,876 5,227 1,985 2,205 2,001 1,950 1,868 2,688 2,452 2,190 2,770 2,549 2,520 2,610 1,076 1,005 2,275 2,149 2,165 2,285 2,720 1,894 1,624 1,390 1,800 1,524 Populasi Ayam

47,353 27,788 21,907 5,386 5,342 5,355 3,204 5,610 5,912 4,100 2,440 2,630 3,000 3,125 2,480 2,300 2,500 2,844 2,271 2,500 -

Total

34,909 13,675 12,415

Performans Ayam Kalosi Bobot Badan Performans berbagai jenis ayam ditinjau dari segi bobot badan nampak bahwa ayam kampung (ayam sayur), dan ayam kedu hitam, pertumbuhan yang diukur dari segi bobot badan lebih lambat dibandingpertumbuhan harian ayam kalosi, terutama jenis karame pute. Pada umur 3 bulan ayam kampung baru mencapai 708 g, dan ayam kedu hitam 595 g (keduanya belum memenuhi standar sebagai ayam potong), dilain pihak ayam kalosi baik kalosi lotong, kalosi pute, maupun karame pute telah mencapai bobot 800; 850 dan 900g berturut- turut bahkan dengan komposisi pakan yang baik dan kondisi suhu agak dingin, ayam karame pute dapat mencapai bobot sekitar 0,95 kg/ekor. Variasi bobot badan dari berbagai jenis ayam dapat dilihat pada tabel 3. Gambar berikut menunjukkan perbedaan performans ayam kampung umur 38 hari, disbanding ayam karame pute umur 33 hari, yang mana ayam karame pute(kanan) tampak lebih besar dibanding ayam kampung (gambar 1). Permintaan ayam potong dari jenis ayam buras di Makassar cukup tinggi (umur sekitar 3 bulan). Informasi yang diperoleh dari Dinas Peternakan (Amir Hamid, 2001 ; komunikasi pribadi) menunjukkan bahwa kebutuhan ayam potong (buras) di Makassar sekitar 1.350 ekor/hari yaitu : dirumah makan ayam goreng sulawesi sekitar 700 ekor/hari, ayam goreng nusantara (200 ekor/hari), Ratu muda (400 ekor/hari) dan Dewi shinta sekitar 50 ekor per hari, belum termasuk beberapa rumah makan lainnya yang belum terdatakan. Pada umur tersebut ayam kalosi lotong, kalosi pute dan karame pute sudah dapat dijual dengan harga Rp. 12.500 sampai 15.000 per ekor untuk ayam betina, dan Rp. 17.500 sampai Rp. 20.000 per ekor untuk ayam jantan (tergantung dari bobot badan, jarak desa dari ibukota kabupaten dan musim penjualan). Menjelang hari raya harganya bahkan lebih tinggi dari hari-hari penjualan biasa. Apabila yam jantan kalosi lotong dan pute serta karame pute tersebut dipelihara sampai 6-7 bulan, harganya dapat mencapai Rp. 35.000 per ekor. Dengan demikian untuk memenuhi permintaan pasar akan kebutuhan ayam potong jenis buras, usaha ayam potong jenis karame pute sangat prospektif untuk dikembangkan. Analisis usaha dalam unit usaha 100 ekor ayam potong dapat dilihat pada table 4. Keuntungan yang dicapai sebesar Rp. 586.040 per ekor, dengan interval pemeliharaan setiap bulan, agar setiap bulan penjualan potong dapat dilakukan secara berkesinambungan. Alokasi tenaga kerja perhari dalam pemeliharaan seratus ekor ayam tersebut hanya sekitar 2 jam.

Tabel 3. Bobot badan berbagai jenis ayam lokal dan grading Up ayam lokal serta ayam ras dan jenis ayam betina umur 4 -16 minggu

Umur Ayam

Bobot Badan (gram) Kalosi lotong1) Kalosi pute1) Karame pute1) Ayam sayur (kampung2) Kedu Hitam2) Ayam Ras2) 230 250 265 148 165 250 535 550 557 370 313 686 800 925 850 1100 900 1130 708 932 575 765 914 1200

4 minggu (1 bulan) 8 minggu (2 bulan) 12 minggu (3 bulan) 16 minggu (4 bulan)

Sumber :

1). Data dikutip dari CV. Fauna Mulya Jaya (1996) 2). Data dikutip dari Sujionohadi dan Setiawan (1997)Kegiatan A Biaya Investasi Rp 2.000.000 Satu unit kandang untuk ayam sampai umur 3 bulan dengan daya tahan 5 tahun (6mx2mx1m) Total A Rp 2.000.000 B Modal Kerja / Biaya Produksi Harga 100 ekor DOC Pakan pada umur 1 hari sampai 3 Bulan @ 2,5 kg/ekor (100 x 2,5kg x Rp 1.049/kg) Rp 10.810 Biaya obat- obatan/ vaksin dan Vitamin selama 3 bulan (94 x Rp 115) Rp 99.900 Biaya penyusutan kandang selama bulan @ Rp 33.300/ bulan Biaya tenaga kerja @ Rp 50.000/bulan Total B C Penerimaan Rp 756.000 Penjualan 60% ayam betina (56 ekor) @ Rp 13.500 Rp 703.000 Penjualan 40 % ayam jantan (38 ekor) @ Rp 18.500 Total C Rp 1.459.000 D Pendapatan ( 3 bulan ) C - D Rp Produksi Telur Produksi telur rata- rata per tahun sekitar 170 butir untuk kalosi lotong, 180 butir untuk kalosi pute dan 160 butir untuk karame pute. Produksi telur tersebut masih lebih tinggi dibanding ayam kampung yang hanya mencapai 115 586.040 Rp 150.000 Rp 872.960 Rp 350.000 Rp 262.250 Biaya

butir/tahun (yang digunakan sebagai pembanding). Produksi telur ayam ras dapat mencapai 259 butir/tahun dan ayam kedu 215 butir/tahun, tetapi tidak digunakan sebagai pembanding (tabel 5). Ayam tersebut diperbaiki mutu genetiknya hanya untuk meningkatkan jumlah telur ayam kampung (lokal) tetapi performans telur tetap seperti telur ayam buras (ayam kampung). Ayam ras, kedu hitam, dan ayam bangkok antara lain telah digunakan sebagai donor untuk dapat meningkatkan produktivitas telurnya.

Tabel 5. Perbandingan produksi telur berbagai jenis ayam (ras dan bukan ras)Jenis Ayam Ayam sayur (kampung2) 151 184 55 115 12-15 43,6

Keterangan Umur pertama bertelur (... hari) Produksi 40%(hari) Puncak produksi (%) Produksi telur rata- rata (butir/tahun) Jumlah telur/periode Berat telur (g)

Kalosi lotong1) 135-150 190 60 170 15 - 18 47 - 49

Kalosi pute1) 135-150 180 60 180 15-20 47 - 49

Karame pute1) 135-150 180 60 160 15 - 18 47 - 49

Kedu Hitam2) 138 166 75 215 44,7

Ayam Ras2) 150 174 87 159 62,6

Sumber : 1). Data dikutip dari CV. Fauna Mulya Jaya 2). Data dikutip dari Sujiono Hadi dan Setiawan

Gambar 1. Performans ayam kampung (kiri) umur 38 hari dengan karame pute umur33 hari di Banyora, Kabupaten Bantaeng, 2001.Analisa Usaha Ayam Petelur Kalosi Lotong, Kalosi Pute dan Karame Pute ( 100 ekor ) Kegiatan Tahap I A Biaya Investasi Rp 2.000.000 Satu unit kandang untuk ayam sampai umur 3 bulan dengan daya tahan 5 tahun (6mx2mx1m) Biaya/Penerimaan

Total A B Modal Kerja / Biaya Produksi Harga 100 ekor DOC (sudah divaksin) Pakan pada umur 1 hari sampai 2 Bulan @ 2 kg/ekor (100 x 2 kg x Rp 2.840/kg)

Rp 2.000.000 Rp 350.000 Rp 568.000

Rp 534.990 Pakan umur 2 bln - 6 bln @ 0,085 kg/ekor (100 x 0,085 kg x Rp 1.049/kg x 60 hari) Rp 3.209.940 Pakan layer ( 100 x 0,085 kg x Rp 1.049 x 30 harix 12 bulan **) Biaya vaksin II ( 1 x ) 100 ekor x Rp 100 Biaya vaksin III ( 1 x ) 100 ekor x Rp 100 Biaya vaksin IV ( 3 x/thn ) 100 ekor x Rp 100 x 3 Biaya tenaga kerja ( 1 org x Rp 50.000 x 18 ) Biaya Obat-obatan Rp 180.000 dan vitamin ( 100 x Rp 100 x 18 ) Rp 10.000 Rp 10.000 Rp 30.000 Rp 900.000

Biaya penyusutan kandang Rp 599.994 ( 18 bln x Rp 33.333 ) Total B C Penerimaan *) Rp 12.960.000 Penjualantelur rata-rata 60% HD (100 x 0,6 x Rp 600 x 30 hari x 12 bulan) Total C D Pendapatan Pada 1 thn Produksi C -B E Pendapatan/bulan pada periode satu tahun produksi Rp 6.095.026 Rp 507.920 Rp 12.960.000 Rp 6.864.974

*) Rata-rata produksi 60% HD, dan produksi normal mulai diperhitungkan pada umur 6 bulan

**) umur 6 - 18 bulan

Gambar 2. Performans ayam kalosi pute serta bentuk dan warna telurnya

Gambar 3. Performans ayam karame pute serta bentuk dan warna telurnya

Gambar 4. Populasi ayam kalosi pute (jantan dan betina) sebagai penghasil telur bibit di peternakan CV. Fauna Mulya Jaya

Gambar 5. Cara pemeliharaan ayam kalosi lotong di Desa Banyora Kab. Bantaeng

Gambar 6.Cara pemeliharaan ayam karame pute Didesa Banyora Kab. Bantaeng

Gambar 7. Performans ayam kalosi lotong serta bentuk dan warna telurnya.

a.

b

Gambar 8.bagian a dan b. Cara pemeliharaan ayam kalosi sebagai ayam potong didesa Banyora Kab. Bantaeng Kegiatan Tahap II A Biaya produksi selama 6 bln dengan biaya pakan layer pada umur 18 sampai 24 bulan ( 100 ekor x 0,085 kg x Rp 1.049 x 30 hari x 6 bln ) Biaya Vafsin 1 x (100 ekor x Rp 100) Biaya tenaka kerja (Rp 50.000 x 6 bln x 1 orang Biaya obat-obatan dan vitamin (100 ekor x Rp 100 x 6 bln) Biaya penyusutan kandang (6 bln x Rp 33.333) B Penerimaan Penjualan telur dengan rata-rata produksi 40% HD (100 ekor x 0,4 x Rp 600 x 30 hr x 6 bln) Total B C Pendapatan pada 6 bln produksi tahap II B - A Rp 2.145.030/6 bln Rp 357.500/bln Tahap III Rp 1.604.970 A Biaya produksi selama 6 bln dengan biaya pakan layer pada umur 24 sampai 30 bln (100 ekor x 0,085 kg x Rp 1.049 x 30 hr x 6 bln) Biaya vaksin 1 x ( 100 ekor x Rp 100) Rp 10.000 Biaya Tenaga kerja (Rp 50.00 x 6 bln x 1org) Rp 300.000 Biaya obat-obatan dan vitamin (100 ekor x Rp 100 x 6 bln) Rp 60.000 Biaya penyusutan kandang (6 bln x Rp 33.333) Rp 200.000 Total A Rp 2.174.970/6 bln B Penerimaan Penjualan telur dengan rata-rata produksi 30% HD (100 ekor x 0,3 x Rp 600 x 30 hr x 6 bln) Rp 3.240.000 Penjualan Ayam afkir (0,9 x 100 x Rp 25.000) Rp 2.250.000 Total B Rp 5.490.000 C Pendapatan pada 6 bln (produksi tahap III (terakhir) B - A Rp 3.015.030/6 bln Rp 502.500/bln Analisis usaha ternak ayam petelur menunjukkan bahwa pendapatan bervariasi antar umur produksi. Pada satu tahun produksi (umur 6-18 bulan)pendapatan yang diperoleh Rp. 507.920/ bulan, pada 6 bulan berikutnya (tahap 2) yaitu umur 18 sampai 24 bulan Rp. 307.500/ bulan, dan pada tahap ke tiga umur 24 sampai 30 bulan hanya Rp. 127.500/ bulan tanpa ayam afkir. Dengan memperhitungkan ayam afkir pada tahap ketiga, pendapatan yang dicapai dapat mencapai Rp. 502. 500/ bulan (tabel 6). Performans ayam kalosi, baik kalosi lotong, kalosi pute, maupun karame pute dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : Rp 10.000 Rp 300.000 Rp 60.000 Rp 200.000 Total A Rp 2.174.970/6 bln Rp 4.320.000 Rp 4.320.000 Rp 1.604.970 Biaya/Penerimaan

Kemurnian Genetik Pada saat pertama ayam kalosi di luncurkan, posisi persilanga berada pada F4, artinya pengaruh gen dari ayam ras yang menentukan potensi telur masih tinggi kontribusinya. Namun demikian ukuran dan bobot telur masih bervariasi, sehingga persilangan masih dilanjutkan hingga mencapai F6. Dengan persilangan yang dilakukan terus-menerus, menyebabkan kontribusi gen ras yang mempengaruhi potensi telur kian berkurang, karena itu produksi telur/ ekor/ tahun tidak sebanyak pada turunan F4, tetapi penampilan telur baik ukuran ataupun warna lebih seragam dan mirip ayam kampung. Pasokan DOC dari CV. Fauna Mulya Jaya perlu terus dilakukan, dan ditingkat kabupaten perlu upaya pemurnian genetik (memisahkan jenis ayam yang tidak dikehendaki) agar tidak menurunkan mutu genetik ayam pada tahap generasi berikutnya (tabel 7).

Tabel 7. Performans kalosi lotong, kalosi pite, dan karame pute pada kelompok inti Lappadata Bunga Mawar Desa Sama Enre Kabupaten Sinjai, 2001.No 1 2 3 4 5 6 Jenis Ayam Kalosi Lotong Kalosi Pute Karame Pute Ayam Kampung Jumlah Telur/ 3mg 15 15 15 10 Sistem Pemeliharaan Kandang campur Kandang campur Kandang campur Dilepas Sifat Mengeram (%) 30 20 20 Biaya Pakan/ekor (Rp/Kg) 1.330 1.330 1.330 750 Produksi Telur/ ekor/tahun 166 171 161 110 Sifat Kanibal *** ** * Jenis Pengamatan

Sumber : Data Primer (Dinas Peternakan, 2001)Keterangan : Produksi telur per ekor untuk kalosi lotong sebenarnya cukup baik, namun adanya sifat mengeram dan kanibal yang tinggi, maka produksi telur kurang dan kurang sesuai dalam kandang campuran, sebaiknya system battry atau paruhnya dipotong. Berdasarkan Pengalaman petani, pemberian hijauan juga dapat menekan sifat kanibal. Umur Ternak Umur ternak cukup besar pengaruhnya terhadap produktivitas telur. Produktivitas telur, pada umur > 2 tahun (kasus di desa Banyora, Kab. Bantaeng) hanya mencapai 26,5 % HD(Tabel 8) dilain pihak pada umur ternak sekitar 9 bulan, produktivitasnya dapat mencapai 63% kalau hanya dihitung dari ayam betina, dan 59 % apabila dihitung dari total ayam jantan dan betina (Tabel 9). Variasi produktivitas telur akibat perbedaan umur ternak menyebabkan variasi dalam pendapatan peeternak (Rp. 196.800/ bln) dengan jumlah ternak 53 ekor umur lebih dari 2 tahun (Tabel 8), dipihak lain pemeliharaan ayam hanya 22 ekor dapat memberikan pendapatan sebesar Rp. 331.812/ bln (Tabel 9). Walaupun pendapatan cenderung menurun, peternak masih tetap mempertahankan ternaknya karena merasa masih menguntungkan.

Tabel 8. Analisa Usaha Ternak Ayam Buras Kalosi Pada Sistem Pemeliharaan Semi Intensif di Kab. Bantaeng (produksi telur bibit, 2001)Kegiatan A Biaya Produksi Biaya pakan + Obat obatan Biaya/Penerimaan Rp 115.000/bln

Biaya penyusutan kandang Total B Penerimaan Penjualan Telur bibit (316 x Rp 1.000) C Pendapatan Bersih (B-A) D Biaya per ekor per hari E Rata-rata produksi per populasi Catatan : Setiap sore sekitar 2-3 jam ayam tersebut dilepas makan rumput, sehingga biaya pakan cukup efisien. Umur ternak > 2 thn Nilai rata-rata per 53 ekor induk Harga telur bibit Rp 1.000/butir

Rp 5.000/bln Rp 120.000/bln Rp 316.000/bln Rp 196.000/bln Rp 75,47 26,5% HD

Tabel 9. Analisa Usaha Ayam Kalosi Pada Sistem Pemeliharaan Semi Intensif di Banyora Bantaeng, 2001 Kegiatan A Biaya Produksi Biaya pakan + Obat obatan Biaya penyusutan kandang Total B Penerimaan Penjualan Telur Konsumsi Penjualan Telur bibit Total Penerimaan C Pendapatan Bersih D Biaya per ekor per hari E Rata-rata produksi telur (% HD) Catatan : Biaya Produksi dari total Ayam (17 + 5 ) Umur ternak 9 bln Ternak tidak pernah dilepas, tetapi diberi makan adlibitum Biaya/Penerimaan Rp 35.188/bln Rp 5.000/bln Rp 40.188/bln Rp 72.000/bln Rp 300.000/bln Rp 372.000/bln Rp 331.812/bln Rp 78.8 59-63 %

Kualitas Pakan Kualitas pakan juga sangat menentukan produksi telur. Pada kadar protein yang sama, tetapi dengan komposisi ransom yang berkualitas (ransum I ), produksi telur dapat mencapai 65,4%, sedangkan ransum II (pengurangan konsentrat sampai 6,5%) dapat menurunkan produksi telur sampai 4,3% dan penggunaan prebiotik starbio dapat meningkatkan produksi telur 3,8% (tabel 10).

Tabel 10. Pengaruh pemberian Probiotik Starbio pada Ransum Layer (umur 1 thn)

Formula Ransum

Komposisi (%) Konsentrat Jagung Giling Dedak halus = 22,1 % = 11,1 % = 66,6 %

Kadar Protein Kasar (%)

Ransum I (Introduksi ) (R1) Probiotik Starbio = 0,25 % Produksi Telur Biaya Pakan = 65 ,4 % = Rp 120,2 hari

14

Konsentrat Jagung giling Dedak halus Ransum II ( R2)

= 16,6 % = 33,3 % = 50,0 % 14

Probiotik Starbio = 0,25 % Produksi telur Biaya pakan = 61,2 % = 125,8 hari

Konsentrat Jagung Giling Ransum III (R3 Dedak halus Probiotik Starbio Produksi Telur Biaya Pakan

= 16,6 % = 33,3 % = 50,0 % 14 =0% = 57 ,4 % = Rp 124,2 hari

Sumber : Umar Abduh et al (2001) Tabel 10. Pengaruh pemberian Probiotik Starbio pada Ransum Layer (umur 3 thn)Formula Ransum Komposisi (%) Konsentrat Jagung Giling Ransum I (Introduksi ) (R1) Dedak halus = 50,0 % = 16,6 % = 33,6 % 14,5 Kadar Protein Kasar (%)

Feed Suplemen (4 hari) = 0,25 g/ltr %

Produksi Telur

= 31 ,4 %

Konsentrat Jagung Giling Ransum II ( R2) Dedak halus

= 16,6 % = 33,6 % = 50,0 % 14,5

Feed Suplemen (4 hari) = 0,25 g/ltr % Produksi Telur = 37,2 %

Konsentrat Jagung Giling Ransum III (R3 Dedak halus

= 16,6 % = 33,6 % = 50,0 % 14,5

Feed Suplemen (4 hari) = 0 g/ltr % Produksi Telur = 30,0 %

Sumber : Umar Abduh et al (2001)Kemitraan Kesulitan utama dalam beternak ayam adalah jaminan pasokan sarana (pakan, vaksin, obat- obatan dan vitamin/feed supplement) dan pemasaran produksi. Studi kasus yang diperoleh dari Kabupaten Bantaeng menunjukkan bahwa para peternak ayam telah menjalin kemitraan dengan RMMC Kabupaten Bantaeng dalam hal pasokan sarana yang diantar langsung kedesa. Pemeliharaan ayam dengan skala kecil (yang ada hanya 30-50 ekor) tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh sarana karena setiap usaha dipedesaan, terkonsentrasi dalam satu desa (misalnya di desa Banyora) sehingga lebih efisien. Pemasaran produksi baik sebagai ayam potong ataupun telur juga tidak mengalami kesulitan karena para pedagang ayam potong ataupun telur telah menjalin kemitraan dengan para peternak skala kecil yang dibina oleh Dinas Peternakan setempat, sehingga resiko kegagalan pasar dapat teratasi, dan para peternak skala kecil memperoleh kemudahan dalam mengakses sarana yang diperlukan dalam memasarkan produksinya secara optimal. Pihak RMMC kabupaten bantaeng juga membantu menyiapkan pakan berupa jagung giling selain konsentrat, dan sarana yang diperlukan lainnya dengan harga yang terjangkau, serta melakukan bimbingan yang cukup intensif tentang cara budidaya yang optimal, sehingga para peternak dapat menghasilkan telur dengan kualitas yang standar baik sebagai telur konsumsi maupun sebagai telur bibit (untuk ditetaskan di RMMC). Kesimpulan Ayam kalosi baik kalosi lotong, kalosi pute, maupun karame pute produktivitasnya cukup tinggi dibanding ayam buras lokal baik dari segi produksi telur ataupun bobot badan sebagai ayam potong, namun ada variasi antara ketiga jenis ayam kalosi tersebut.

Ayam kalosi lebih cepat bertelur (135-150 hari) dibanding ayam kampung (paling cepat 150 hari) dan masa bertelur juga cukup panjang. Pada umur 24-30 bulan ayam kalosi masih dapat menghasilkan telur sekitar 30%HD. Pertumbuhan ayam kalosi lebih cepat dibandingkan ayam kampung, pada umur 3 bulan bobot ayam kalosi telah mencapai 900g (karame pute), 850g untuk kalosi pute, dan 800g untuk kalosi lotong, ketiganya cukup prospektif dikembangkan sebagai ayam potong terutama karame pute, selain sebagai ayam petelur. Sebagai ayam petelur, ukuran telur, bentuk, warna kulit telur, dan warna serta ukuran kuning telur ayam kalosi cukup memenuhi selera konsumen yang selama ini telah terbiasa sebagai konsumen telur ayam kampung. Beternak ayam kalosi sebagai ayam potong dapat memberikan pendapatan bersih sebesar Rp. 586.040/ 100 ekor/3 bulan, dan periode pemeliharaan dapat diatur setiap bulan mulai periode starter agar penjualan ayam potong tersebut dapat dilakukan setiap bulan. Selain itu pendapatan bersih pemeliharaan ayam kalosi sebagai ayam petelur dapat bervariasi dari segi umur ayam (masa bertelur). Pada tahun pertama bertelur, pendapatan dapat mencapai Rp. 507.920/ 100 ekor /bulan, menurun sesudah 2 tahun produksi menjadi Rp. 357.505/100 ekor/ bulan. Sebagai usaha sampingan pemeliharaan ayam kalosi 100 ekor /KK tidak terlalu mengganggu alokasi tenaga kerja keluarga, karena setiap harinya hanya memakan waktu sekitar 2 jam/hari. Tetapi sebagai usaha pokok jumlah ternak unggas yang diperlukan minimal 300 ekor/KK.

Tahun Terbit : 2001 BPTP SULAWESI SELATAN

Terakhir Diperbaharui pada Selasa, 06 Desember 2011 16:41

Komoditas JagungDitulis oleh Ir. Amir Syam, MP Selasa, 03 November 2009 15:05

1. Komoditas jagung dapat dikembangkan pada agroekosistem (1) lahan kering, (2) lahan sawah tadah hujan dan (3) lahan sawah irigasi . 2. Komoditas jagung terbagi dua yaitu Jagung hibrida ( ditanam hanya F1)

- Jagung bersari bebas (dapat ditanam dari turunannya). 3. Jagung hibrida lebih rakus menggunakan hara pupuk dibanding jagung komposit - Kebutuhan pupuk jagung hibrida 400-450 kg Urea+100-150 kg KCl+100-150 kg SP-36+50 kg ZA masing-masing per hektoare, sedang jagung komposit kebutuhan pupuknya = 300-350 kg Urea+100 kg KCl+100 SP-36+50 kg ZA/ha.

4. Jagung hibrida lebih tinggi potensi hasilnya (11-12t/ha)dibanding jagung bersari bebas (7-8 t/ha). Dengan demikian kalau harga jagung konsumsi dipasaran Rp 2000/kg, maka jagung hibrida mampu memberikan hasil Rp 19.000.000,- 21.000.000,-/ha sedang jagung komposit memberikan hasil 11.000.000,- -13.000.000,-/ha. Sedang untuk produksi benih jagung komposit mampu memberikan hasil 3-4 t/ha, dengan harga benih/kg ditingkat petani Rp 8000,-, maka jagung komposit mampu memberikan pendapatan sebesar Rp 20.000.000 Rp 28.000.000,-/ha.

5. Kebutuhan benih jagung hibrida dan jagung komposit = 25 kg/ha. 6. Jagung hibirida mempunyai bobot biomas lebih tinggi (70-80 t/ha) dibanding jagung komposit (15-20 t/ha). Dengan demikan, kalau kebutuhan pakan kering/ekor sapi = 6 kg, maka dari biomas jagung hibrida dapat menghidupi 11.667- 13.333 ekor sapi/ 1 kali panen/ha atau 23.334-26.666 ekor sapi/2 kali panen/ ha. Sedang jerami jagung komposit dapat menghidupi 2.500 3.333 ekor sapi/1 kali panen/ha atau 5.000 - 6.666 ekor/2 kali panen/ha atau 7.500-9.999 ekor sapi/3 kali panen/ha.

7. Jagung hibrida mempunyai umur sedikit lebih dalam (95-110 hari) dibanding jagung komposit (85-100 hari). 8. Baik jagung hibrida maupun jagung komposit dapat ditanam dua kali pada lahan sawah tadah hujan setelah padi rendengann asal air tersedia. Bahkan pada lahan kering yang tersedia sumber air jagung dapat ditanam empat sampai lima kali dengan cara tanam relai planting. Waktu tanam dimulai Nopember Pebruari Mei Pebruari (II) (III) (I) panen musim hujan (untuk untuk (untuk jagung produksi produksi konsumsi) benih) benih)

Mei Agustus

panen musim kering ( panen musim kering

Agustus Nopember (IV) panen musim hujan (untuk jagung konsumsi) Jawab Komoditas Jagung

Penanggung (Ir. Amir Syam, MP)

Terakhir Diperbaharui pada Selasa, 06 Desember 2011 09:31