WORKING PAPER IN ECONOMICS ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA (Studi Kasus : Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia) Oleh : Mohammad Hanif 1) Desember 2012 1) Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana FE-UI Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis semata
Analisis Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Indonesia (studi kasus : Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia)
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
WORKING PAPER IN ECONOMICS
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN
INDONESIA (Studi Kasus : Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia)
Oleh :
Mohammad Hanif1)
Desember 2012
1) Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana FE-UI Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis semata
ABSTRAK
Paper ini bertujuan untuk melakukan analisis peran sektor pertanian terhadap perekonomian
Indonesia. Ada empat hal yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu (1) Menganalisis kontribusi
sektor pertanian terhadap perekonomian nasional dalam hal penciptaan nilai tambah (added
value), output sektor produksi (production output), pendapatan rumah tangga (household
induced income), dan keterkaitan dengan sektor lainnya (other linkage sector), (2) Menganalisis
kontribusi sektor pertanian terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, (3) Menganalisis
dampak kebijakan pemerintah di sektor pertanian dalam meningkatkan nilai tambah, output,
pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional, dan (4) Menganalisis Sub-sektor manakah dari
sektor pertanian yang memiliki peran strategis terhadap perekonomian nasional ke depan.
Data yang digunakan berdasarkan publikasi terakhir Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)
Indonesia yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan rincian matriks ukuran
105x105. Data SNSE ini selanjutnya dimodifikasi dan disimplifikasi sesuai tujuan penelitian.
Penulis menggunakan Angka Pengganda (Accounting Multiplier) SNSE, Dekomposisi matriks,
dan Structural Path Analysis (SPA) untuk mengukur peran sektor pertanian terhadap
perekonomian nasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki kontribusi besar dalam
menciptakan nilai tambah (added value), kenaikan output sektor produksi, kenaikan
pendapatan rumah tangga, dan mendorong pertumbuhan sektor lainnya dalam perekonomian
nasional. Namun demikian, hasil sektor ini lebih banyak dinikmati oleh pengusaha dan
golongan atas dibandingkan buruh tani. Berdasarkan analisis dekomposisi dan jalur struktural
sektor pertanian memiliki hubungan erat dengan sektor lainnya seperti sektor Industri makanan,
minuman, dan tembakau; sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen; dan sektor
Perdagangan. Injeksi kebijakan pemerintah pada sektor pertanian dan sektor lain yang
berhubungan erat, menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah pada sektor pertanian khususnya
pada sektor tanaman pangan memiliki kontribusi besar dalam meningkatkan nilai tambah,
output, pendapatan rumah tangga, dan PDB Nasional. Sedangkan kebijakan pemerintah pada
sektor yang berhubungan erat dengan sektor pertanian juga berkontribusi namun dengan
tingkat yang lebih rendah dibandingkan sektor pertanian. Hasil analisis menyeluruh,
menunjukkan bahwa sektor pertanian tanaman pangan merupakan sub-sektor pertanian yang
memiliki potensi dan peran strategis terhadap perekonomian nasional ke depan.
Keywords :
Sektor Pertanian, Struktur Perekonomian Indonesia, Added Value, Distribusi Pendapatan Rumah
Tangga, Output Sektor Produksi, Product Domestic Bruto (PDB), Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE),
dan telekomunikasi (baris/kolom 46); sektor jasa penunjang angkutan, dan
pergudangan (baris/kolom 47); dan sektor margin pengangkutan (baris/kolom 53);
4. Menggabungkan 24 baris/kolom pada neraca komoditas impor (baris/kolom 78-101)
menjadi 1 baris/kolom saja dengan cara melakukan operasi penambahan matriks;
selanjutnya baris/kolom impor ini dipindahkan dari neraca endogen ke neraca eksogen.
5. Menggabungkan baris/kolom 1 dengan baris/kolom 3 pada neraca faktor produksi
menjadi baris/kolom tenaga kerja pertanian desa; dan baris/kolom 2 dengan baris/kolom
4 pada neraca faktor produksi menjadi baris/kolom tenaga kerja pertanian kota;
6. Menggabungkan baris/kolom 5, 7, 9, 11, 13, dan 15 pada neraca faktor produksi
menjadi baris/kolom tenaga kerja non pertanian desa; dan menggabungkan baris/kolom
6, 8, 10, 12, 14, dan 16 pada neraca faktor produksi menjadi baris/kolom tenaga kerja
non pertanian kota;
7. Menggabungkan sektor produksi :
Sektor pertambangan batubara, biji logam, dan minyak bumi (baris/kolom 33) dan
sektor pertambangan dan penggalian lainnya (baris/kolom 34) menjadi sektor
pertambangan dan penggalian;
Sektor restoran (baris/kolom 43) dan sektor perhotelan (baris/kolom 44) menjadi
sektor hotel dan restoran;
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 12
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Sektor bank dan asuransi (baris/kolom 48) dan sektor real estate dan jasa
perusahaan (baris/kolom 49) menjadi sektor keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan;
Sektor pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, film, dan jasa sosial
lainnya (baris/kolom 50) dan sektor jasa perseorangan, rumah tangga dan jasa
lainnya (baris/kolom 51) menjadi sektor jasa-jasa;
Hasil akhir dari pengolahan ini adalah SNSE Indonesia tahun 2008, dengan rincian matriks
38 x 38 yang terdiri atas kelompok neraca endogen yang terbagi dalam 3 blok yaitu blok
neraca faktor produksi sebanyak 5 neraca, blok neraca institusi sebanyak 10 neraca, dan
blok neraca sektor produksi sebanyak 18 neraca. Sedangkan neraca eksogen terbagi dalam
5 neraca yaitu neraca impor, kapital, pajak tidak langsung, subsidi, dan luar negeri atau rest
of world (ROW). Selengkapnya struktur hasil modifikasi SNSE dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Struktur hasil modifikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (Matriks 38x38)
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Kode SNSE
Desa 1
Kota 2
Desa 3
Kota 4
5
6
7
Golongan Bawah 8
Bukan Angkatan Kerja 9
Golongan Atas 10
Golongan Bawah 11
Bukan Angkatan Kerja 12
Golongan Atas 13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
Impor
Neraca Kapital
Pajak Tdk Langsung
Subsidi
Luar Negeri (ROW)
Konstruksi
Perdagangan
Hotel & Restoran
Pengangkutan & Telekomunikasi
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit
Industri Kayu & Barang dari kayu
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan Barang dari logam dan industri lainnya
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen
Listrik, Gas, dan Air Minum
Perusahaan
Pemerintah
INSTITUSI
SEKTOR PRODUKSI
Pertanian Tanaman Pangan
Pertanian Tanaman lainnya
Peternakan dan hasil-hasilnya
Kehutanan dan Perburuan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Rumah Tangga
PertanianBuruh
Pengusaha
Bukan Pertanian
Pedesaan
Perkotaan
Tenaga Kerja
URAIAN
FAKTOR PRODUKSI
Pertanian
Non Pertanian
Bukan Tenaga Kerja
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 13
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Aplikasi Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) merupakan
sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Kumpulan
neraca tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neraca endogen
dan kelompok neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca endogen dibagi dalam
tiga blok, yaitu blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi, dan blok neraca kegiatan
(aktivitas) produksi (Tabel 3.2).
Tabel 3.2 Kerangka Dasar SNSE
Sumber : SNSE Indonesia, 2008
Untuk mengubah bentuk tabel SNSE diatas menjadi suatu struktur model, secara skematik
ditunjukkan pada tabel 3.3 berikut (Pyatt dan Round, 1979) :
Tabel 3.3 Struktur Model SNSE
PENERIMAAN PENGELUARAN
TOTAL NERACA ENDOGEN NERACA EKSOGEN
NERACA EKSOGEN
... (1) X ... (3) ...(4)
NERACA EKSOGEN
.. .(2) R ... (5) ..(6)
TOTAL
...(7)
...(8)
.... (9)
.... (10)
...(11)
Sumber : Pyatt dan Round, 1979
Faktor Produksi Institusi Sektor Produksi
T13 X1 Y1
Alokasi nilai
tambah ke faktor
produksi
Pendapatan Faktor
produksi dari Luar
Negeri
Pendapatan Faktor
Produksi
T21 T22 X2 Y2
Alokasi
pendapatan faktor
produksi ke
institusi
Transfer antar
institusi
Transfer dari Luar
Negeri
Pendapatan
Institusi
T32 T33 X3 Y3
Permintaan Akhir Permintaan Antara Ekspor & Investasi Output (masukan)
L1 L2 L3 R YX
Alokasi
pendapatan faktor
produksi ke Luar
Negeri
Tabungan &
Transfer ke Luar
Negeri
Impor, pajak tidak
langsung (neto)Transfer Lainnya
Penerimaan Luar
Negeri
Y1' Y2' Y3' YX'
Pengeluaran faktor
produksi
Pengeluaran
InstitusiInput (Keluaran)
Pengeluaran Luar
Negeri
TOTAL
TOTALNERACA EKSOGEN
NER
ACA
EKSO
GEN
0
Institusi
Sektor Produksi
0
PENGELUARAN
0 0
Faktor Produksi
NERACA ENDOGENPENERIMAAN
NER
ACA
EN
DO
GEN
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 14
Studi Kasus : SNSE Indonesia
X adalah matriks injeksi dari neraca eksogen. Sedangkan N adalah matriks transaksi antar blok didalam neraca endogen yang dapat ditulis sebagai berikut (mengacu pada tabel 3.2) :
, matriks N menunjukkan adanya transaksi antara neraca endogen
seperti T13, T21, dan T32 dan transaksi dalam neraca sendiri yaitu T22 dan T33. Hubungan
transaksi antara neraca endogen dapat digambarkan sebagai berikut (Thorbecke, 1976) :
Gambar 3.3 Hubungan antara Prinsiple SAM/SNSE Account
(pers. 1) atau
merupakan matriks bujur sangkar yang menunjukkan kecenderungan rata-rata
pengeluaran, dihitung berdasarkan perbandingan antara pengeluaran sektor j untuk sektor
ke i dengan total pengeluaran ke j ( j = 1,2...n).
Matriks Pengganda dan Dekomposisi Pengganda
Pada model SNSE, analisis multiplier dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu matriks
Neraca Pengganda (Accounting multiplier) dan Pengganda Harga tetap (Fixed price
multiplier). Analisis matriks pengganda SNSE pada prinsipnya sama dengan pengganda
pada matriks invers Leontief dalam model Input-Output. Jika pada accounting multiplier
menggunakan pendekatan rata-rata pengeluaran maka pada pengganda harga tetap
menggunakan pendekatan pengeluaran marginal (expenditure propensity) berdasarkan
asumsi harga konstan (Pyatt dan Round, 1979). Pada dasarnya antara matriks pengganda
dan pengganda harga tetap tidak jauh berbeda.
Production Activities
T33
Institution, inc
household income
distribution
T22
Factors, factorial
Income Distribution
T32 T13
T21
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 15
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Berdasarkan tabel 3.3 pada persamaan 4, dimana dan dengan melakukan
operasi matematis diperoleh :
... (12)
dimana merupakan matriks accounting multiplier.
menunjukkan pengaruh perubahan sebuah sektor terhadap sektor lainnya melalui
keseluruhan sistem SNSE. Sedangkan menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan
yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor yang lain.
Matriks diatas dapat kita dekomposisi menjadi beberapa komponen yang
menggambarkan kontribusi dari berbagai mekanisme efek yang dihasilkan dari adanya
keterkaitan yang terjadi antara neraca endogen. Adapun proses dekomposisi sebagai
berikut (Pyatt dan Round, 1979) :
Matriks diatas dapat didekomposisi menjadi matriks dengan ukuran yang sama
dengan (:
(Tabel 3.3 pers. 4) dapat ditulis kembali berdasarkan dekomposisi matriks
diatas yaitu :
... (13)
dengan
Kalikan dengan pada kedua sisi pers.12 dan substitusikan pada (pers.13) diatas,
sehingga diperoleh :
... (14)
Dengan cara yang sama, kalikan kedua sisi pers.12 dengan dan subsitusikan pada
(pers.14) diatas, sehingga diperoleh :
.... (15)
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 16
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Dengan membandingkan hasil pers.15 dengan pers.12 menunjukkan bahwa pers.15
merupakan dekomposisi dari accounting multiplier ke dalam tiga matriks terpisah. Secara
umum, untuk dekomposisi ke k, dirumuskan :
, namun dalam penelitian ini peneliti
memutuskan untuk menggunakan hingga dekomposisi ketiga (pers.15).
Jika ; ;
maka diperoleh :
atau secara aditif dapat ditulis :
Secara berurutan matriks , , dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pertama, disebut transfer multiplier, menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca pada
dirinya sendiri, dimana :
;
sehingga diperoleh :
Kedua, disebut open loop multiplier atau cross effect, menunjukkan pengaruh langsung
dari satu blok neraca ke blok neraca lain, dimana :
; pada pers.13 diatas dapat ditulis :
;
dengan : ,
, ,
sehingga diperoleh :
Ketiga, disebut close loop multiplier, yang menunjukkan pengaruh dari satu blok neraca
ke blok neraca lain, untuk kemudian kembali pada blok neraca semula, dimana :
merupakan matriks diagonal yang diagonal utamanya secara berurutan dari kiri atas ke
kanan bawah berisi :
;
;
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 17
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Structural Path Analysis (SPA)
Menurut Defourny dan Thorbecke (1984) metode dekomposisi yang konvensional tidak
mampu untuk menguraikan multiplier kedalam transaksi komponennya atau untuk
mengidentifikasi transaksi dengan menyertakan suatu keterkaitan secara berurutan.
Dekomposisi multiplier yang konvensional hanya mampu menguraikan pengarauh-pengaruh
dalam dan antara nerace endogen saja. Dengan Structural path analysis (SPA) kita bisa
melacak interaksi dalam suatu perekonomian yang dimulai dari suatu sektor tertentu dan
berakhir pada sektor tertentu lainnya. Metode SPA mampu menunjukkan bagaimana
pengaruh transmisi dari satu sektor ke sektor lainnya secara bersambungan.
Didalam SPA, masing-masing elemen pada multiplier SNSE dapat didekomposisi kedalam
pengaruh langsung (direct influence), total (total influence), dan global (global influence).
Jadi, pada dasarnya SPA adalah sebuah metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi
seluruh jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor
lainnya dalam suatu sistem sosial ekonomi.
Ada beberapa cara yang ditempuh suatu sektor untuk mentransmisikan pengaruhnya ke
sektor lain. Suatu sektor bisa jadi mengirimkan pengaruhnya secara langsung kepada suatu
sektor, atau bisa pula mengirimkan pengaruhnya melalui sektor-sektor lain untuk kemudian
sampai ke sektor tujuan. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya tersebut dapat melalui
jalur dasar (elementary path) atau sirkut (circuit). Disebut jalur dasar apabila jalur tersebut
melalui sebuah sektor tidak lebih dari satu kali.Jika melalui lebih dari satu kali maka disebut
sirkuit.
Pengaruh Langsung
Pengaruh langsung (direct influence) dari ke menunjukkan perubahan
pendapatan atau produksi disebabkan oleh perubahan satu unit , selama pendapatan
atau produksi pada titik lain tidak mengalami perubahan. Pengaruh langsung dapat diukur
sepanjang jalur dasar berikut :
a. Pengaruh langsung dari ke sepanjang jalur dasar (
, dimana merupakan elemen dari matriks kecenderungan rata-rata
pengeluaran . Matriks ini disebut matriks pengaruh langsung yang dapat diinterpretasi
sebagai pengaruh langsung dari sektor ke .
b. Pengaruh langsung sepanjang jalur dasar (
Misalkan, diberikan jalur dasar, berikut ini :
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 18
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Gambar 3.4 Jalur dasar (elementary path)
dimana :
Pengaruh Total
Pengaruh total dari ke adalah perubahan yang dibawa dari ke baik melalui jalur dasar
maupun sirkuit yang menghubungkannya. Pengaruh total merupakan perkalian antara
pengaruh langsung (ID) dan pengganda jalur path multiplier (Mp). Misalkan, diberikan jalur
dasar, dan ada tambahan sirkuit (dari ke melalui dua putaran) :
Gambar 3.5 Jalur dasar (elementary path) dan tambahan sirkuit
Berdasarkan gambar 3.5 dari ke adalah pengaruh langsung dan pengaruh akibat
transmisi balik dari ke yang melalui dua putaran yang menghasilan efek
pada transmisi balik dari ke . Proses ini menghasilkan serangkaian dampened
impulse. Adapun pengaruh total sepanjang jalur p adalah :
Berdasarkan persamaan matematis diatas, sisi sebelah kanan menunjukkan adanya
pengaruh langsung dan path multiplier Mp ( ).
Pengaruh Global
Pengaruh global dari ke mengukur keseluruhan pengaruh pada pendapatan atau
produksi yang disebabkan oleh satu unit perubahan . Pengaruh global (IG) sama dengan
pengaruh total (IT) sepanjang jalur dasar yang saling berhubungan pada titik dan .
Pengaruh global diturunkan dari bentuk penyederhaan model SNSE sebelumnya :
i
x y
j
axi
ayx
ajy
i
x y
j
axi
ayx
ajy
axy
z
axz azy
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 19
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Misalkan merupakan elemen dari matriks accounting multiplier , yang dapat
mengaruh total dari injeksi eksogen pada variabel endogen . Sehingga :
dan matriks disebut matriks pengaruh global.
Misalkan, diberikan jalur dasar, , ditambah sirkuit (dari ke melalui dua
putaran) dan dua buah jalur dasar dari ke dan :
Gambar 3.6 Jalur dasar dan tambahan sirkuit serta dua jalur dasar lainnya
Pengaruh global sepanjang jalur ke pada gambar 3.6 adalah :
Berdasarkan pembahasan diatas, bahwa SPA membuktikan sebagai suatu perangkat yang
mampu untuk mengidentifikasi keterkaitan-keterkaitan yang paling penting didalam model
SAM yang sangat kompleks. Kesulitan dalam model SAP ini adalah ketika kita ingin
menghitung jalur dasar dalam jumlah yang besar, perhitungannya lebih rumit dan kompleks.
Dengan menggunakan perangkat komputer, kesulitan ini dapat diatas dan diselesaikan
dengan baik.
i
x y
j
axi
ayx
ajyaxy
z
axz azy
asi
s
ajs
v
avi ajv
avv
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 20
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Simulasi Kebijakan
Simulasi kebijakan ditujukan untuk mengetahui seberapa besar dampak dari suatu
peningkatan atau penurunan atas suatu permintaan terhadap suatu sektor sebagai akibat
perubahan faktor eksogen (misalnya pengeluaran pemerintah, tarif, pajak, kenaikan upah
dan sebagainya), sehingga terlihat kebijakan seperti apa yang paling optimal dan efektif
untuk mencapai sasaran atau target yang ditetapkan.
Kebijakan yang akan disimulasikan dalam model SNSE ditujukan untuk dapat melihat
bagaimana dampak atau pengaruh injeksi dari kebijakan pemerintah di sektor pertanian
terhadap pendapatan faktor produksi, pendapatan rumah tangga, dan pendapatan sektor
produksi serta dampaknya terhadap PDB Nasional. Adapun skenario simulasi kebijakan
yang akan disimulasikan terdiri dari 8 (delapan) kebijakan pemerintah, yaitu sebagai berikut :
1. Simulasi 1 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman pangan. Injeksi sebesar 1 triliun.
2. Simulasi 2 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman lainnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
3. Simulasi 3 :
Peningkatan produksi sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
4. Simulasi 4 :
Peningkatan produksi sektor kehutanan dan perburuan. Injeksi sebesar 1 triliun.
5. Simulasi 5 :
Peningkatan produksi sektor perikanan. Injeksi sebesar 1 triliun.
6. Simulasi 6 :
Pengembangan industri makanan dan minuman sebagai industri pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.
7. Simulasi 7 :
Subsidi harga produksi ke produsen pupuk, dikenakan injeksi sebesar 1 triliun pada
sektor industri kimia, pupuk, dan hasil dari tanah liat dan semen.
8. Simulasi 8 :
Pengembangan sektor perdagangan khususnya yang terkait dengan pemasaran bahan
mentah maupun olahan hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 21
Studi Kasus : SNSE Indonesia
IV. GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA
Berdasarkan struktur perekonomian Indonesia (Tabel 4.1), sektor industri pengolahan
menempati urutan tertinggi dalam berkontribusi pada PDB Nasional. Sedangkan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran berada pada urutan ketiga. Sektor pertanian, menempati
posisi ketiga besar dengan kontribusi terbesar berasal dari sektor pertanian tanaman
pangan. Tingginya kontribusi sektor pertanian tanaman pangan tidak terlepas dari daya
dukungnya dalam menyediakan kebutuhan esensial bagi kehidupan masyarakat maupun
sebagai penyedia bahan baku industri. Secara keseluruhan, sektor pertanian menyumbang
13.20% dari total PDB Nasional tahun 2010 dengan trend kontribusi yang terus menurun
setiap tahun. Namun demikian, daya serap tenaga kerja pada sektor ini sangat tinggi. Pada
tahun 2010, sektor ini mampu menyerap 40.50% dari total Angkatan Kerja. Sebaliknya,
sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran hanya mampu
menyerap tenaga kerja masing-masing 10.80% dan 18.40%. Kondisi ini menunjukkan
bahwa struktur perekonomian Indonesia bersifat dualistik, dimana penyumbang terbesar
pendapatan nasionalnya adalah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran, namun dari segi penyerapan tenaga kerja justru disumbangkan oleh sektor
pertanian.
Tabel 4.1 PDB Atas Harga Konstan, tahun 2007 – 2010 dan Tenaga Kerja (Juta jiwa)
Sektor Produksi PDB NASIONAL (%) TENAGA KERJA
2007 2008 2009 2010 Jumlah % TK
Pertanian : 13.80 13.70 13.60 13.20 43.83 40.50
a. Tanaman Pangan 6.80 6.80 6.80 6.50 26.73 24.70
b. Tanaman Lainnya 2.20 2.20 2.10 2.00 12.44 11.50
c. Peternakan 1.70 1.70 1.70 1.70 2.16 2.00
d. Kehutanan 0.80 0.80 0.80 0.70 0.43 0.40
e. Perikanan 2.20 2.20 2.20 2.20 2.06 1.90
Pertambangan dan Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bersih
9.40 9.00 9.10 8.90 3.35 3.10
Industri Pengolahan 27.40 26.80 26.20 25.80 11.69 10.80
Konstruksi 6.20 6.30 6.40 6.50 5.74 5.30
Perdagangan, Hotel & Restoran 17.30 17.50 16.90 17.30 19.91 18.40
Pengangkutan dan Komunikasi 7.20 8.00 8.80 9.40 5.52 5.10
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
9.40 9.50 9.60 9.60 1.19 1.10
Jasa-jasa 6.40 9.30 9.40 9.40 16.99 15.70
PDB Nasional 100.00 100.00 100.00 100.00 108.21 100.00
Sumber : BPS, Sensus Penduduk 2010
Adapun struktur perdagangan Indonesia terangkum pada tabel 4.2. Kolom pertama
menunjukkan derajat kecenderungan ekspor diantara sektor produksi. Sektor industri
pengolahan memiliki derajat kecenderungan ekspor lebih tinggi dibanding sektor lainnya.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 22
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Berdasarkan dekomposisi sektor industri pengolahan, terlihat bahwa sektor industri
pemintalan, tekstil, pakaian dan kulit menjual sekitar 19.10% dari total outputnya ke luar
negeri, diikuti sektor industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen yang menjual
sekitar 14.70% dari total outputnya, dan sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan
dan barang dari logam sebesar 12.50%. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian
juga memiliki derajat kecenderungan ekspor yang tinggi dimana sekitar 17.40% dari total
outputnya dijual ke luar negeri.
Tabel 4.2 Struktur Perdagangan Indonesia
Sektor Produksi Xi/Yi Mi/Yi Ei/E Mi/M
Pertanian Tanaman Pangan 0.10 1.40 0.10 1.40
Pertanian Tanaman lainnya 5.40 2.30 1.60 0.90
Peternakan dan hasil-hasilnya 0.10 1.10 0.00 0.70
Kehutanan dan Perburuan 0.40 0.80 0.00 0.10
Perikanan 0.90 0.80 0.30 0.30
Pertambangan dan Penggalian 17.40 1.70 16.80 2.40
Listrik, Gas Dan Air Minum 0.00 2.40 0.00 0.80
Industri makanan dan minuman 9.50 2.20 13.80 4.50
Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit
19.10 5.60 8.10 3.50
Industri Kayu & Barang Dari Kayu 12.10 2.60 3.10 1.00
Industri Kertas, Percetakan, AlatAngkutan dan Barang Dari Logam
dan Industri 12.50 11.40 23.20 30.30
Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat dan Semen
14.70 9.10 23.70 21.40
Kontruksi 0.00 6.20 0.00 14.90
Perdagangan, Restoran dan Perhotelan 1.10 1.20 2.60 4.40
Pengangkutan dan Komunikasi 4.10 4.30 4.00 6.10
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
1.60 2.00 1.20 2.20
Jasa-jasa 1.40 3.30 1.50 5.10
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Sebaliknya, sektor pertanian memiliki derajat kecenderungan ekspor yang relatif rendah,
yaitu berkisar 0.10-5.40%, artinya dari seluruh jumlah output yang dihasilkan sektor
pertanian, hanya 0.10-5.40% yang diekspor sedangkan sisanya (94.60-99.90%) dipasok
untuk kebutuhan di dalam negeri. Derajat kecenderungan ekspor di sektor pertanian,
tertinggi adalah sektor pertanian tanaman lainnya yang menjual sekitar 5.40% dari total
outputnya ke luar negeri sedangkan terendah adalah sektor pertanian tanaman pangan dan
sektor peternakan dan hasil-hasilnya yang masing-masing menjual sekitar 0.10% dari total
outputnya ke luar negeri. Ini berarti peranan sektor pertanian, khususnya sektor pertanian
tanaman pangan dan sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dalam kegiatan perekonomian
domestik cenderung lebih besar dibandingkan dengan sektor industri pengolahan dan sektor
pertambangan dan penggalian yang lebih mengutamakan outputnya untuk ekspor.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 23
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Pada sisi impor (kolom kedua), sektor pertanian merupakan sektor yang relatif rendah
derajat kecenderungan impornya yaitu berkisar antara 0.80-2.30%. Ini berarti bahwa sektor
pertanian hanya menggunakan input impor sekitar 0.80-2.30% dari seluruh input yang
dipakai. Dari nilai ini dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian memiliki pengaruh lebih
besar terhadap kenaikan produksi domestik dibandingkan sektor industri pengolahan.
Besarnya ekspor impor dalam perdagangan internasional berpengaruh besar terhadap
kondisi cadangan devisa negara Indonesia. Kondisi ini ditunjukkan oleh nilai pada kolom 3
dan 4. Pada kolom 3, menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan
penting dalam pemasukan devisa, dimana kontribusi terbesar berasal dari industri kimia,
pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (23.70%) dan industri kertas, percetakan, alat
angkutan dan barang dari logam (23.20%) dari total ekspornya. Sedangkan sektor pertanian
relatif rendah peranannya dalam pemasukan devisa negara. Namun, dengan melihat
besarnya peranan sektor industri makanan, minuman, dan tembakau terhadap cadangan
devisa (13.80%), menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah pada produk hasil pertanian
akan berpengaruh pada kualitas ekspor (nilai tambah) pada sektor industri makanan,
minuman, dan tembakau.
Sedangkan kolom 4, menunjukkan besarnya devisa yang digunakan oleh masing-masing
sektor dalam perdagangan internasional. Sektor industri kertas, percetakan, alat angkutan
dan barang dari logam nampak menggunakan devisa negara paling besar (30.30%), diikuti
oleh industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat dan semen (21.40%) dan sektor
Perdagangan, Restoran dan Perhotelan (14.90%). Artinya, jika komponen impor Indonesia
pada sektor-sektor ini lebih besar dibandingkan eskpornya maka sektor-sektor ini justru
membuat devisa negara berkurang cukup signifikan. Sedangkan sektor pertanian juga
secara relatif rendah (0.10-1.40%) dalam penggunaan input impor sehingga penggunaan
devisa oleh sektor ini cukup rendah. Selain itu, kandungan impor yang rendah pada sektor
industri makanan, minuman dan tembakau menunjukkan potensi yang besar bagi produksi
domestik sektor pertanian untuk lebih didayagunakan sebagai komponen utama dalam
produksi di sektor industri ini.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 24
Studi Kasus : SNSE Indonesia
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Pengganda (Multiplier)
Salah satu jenis analisis umum yang dapat digunakan untuk menganalisis keterkaitan antar
variabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah analisis pengganda. Analisis ini
mencoba melihat dampak yang akan terjadi terhadap variabel-variabel endogen tertentu
apabila terjadi perubahan pada neraca eksogen, seperti terjadinya peningkatan produktivitas
di sektor pangan, adanya ekspansi ekspor di sektor industri atau adanya peningkatan
transfer pendapatan dari pemerintah kepada kelompok rumah tangga yang berpendapatan
rendah.
Dalam penelitian ini akan digunakan empat jenis nilai pengganda, yaitu pengganda nilai
tambah (value added multiplier), pengganda produksi (production multiplier), pengganda
rumah tangga (household income multiplier),dan pengganda keterkaitan dengan sektor lain
(other-sectoral lingkages multiplier). Tabel 5.1 berisi hasil perhitungan nilai pengganda
tersebut untuk masing-masing sektor produksi.
Tabel 5.1. Koefisien Pengganda SNSE Indonesia tahun 2008
Sektor produksi Nilai
Tambah
Output
Bruto
Rumah
Tangga Keterkaitan
Pertanian Tanaman Pangan 2.10 8.16 1.75 4.53
Pertanian Tanaman Lainnya 1.92 7.71 1.53 4.18
Peternakan dan Hasil-Hasilnya 1.89 8.69 1.49 4.15
Kehutanan dan Perburuan 1.76 6.82 1.26 3.93
Perikanan 1.81 7.38 1.31 4.05
Pertambangan dan Penggalian 1.62 5.66 1.03 3.71
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau 1.74 8.25 1.34 3.83
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit 1.53 7.31 1.11 3.41
Industri Kayu dan Barang dari Kayu 1.71 7.84 1.26 3.80
Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan
Barang Dari Logam dan Industri Lainnya 1.33 6.46 0.96 2.96
Industri Kimia, Hasil dari Tanah Liat, Semen 1.46 6.20 1.00 3.27
Listrik, Gas, dan Air Minum 1.58 5.54 0.97 3.62
Konstruksi 1.45 6.77 1.03 3.25
Perdagangan 1.82 8.57 1.44 3.99
Hotel dan Restoran 1.93 8.68 1.54 4.21
Pengangkutan dan Telekomunikasi 1.61 7.06 1.19 3.57
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 1.66 6.20 1.10 3.76
Jasa-Jasa 1.85 7.40 1.47 4.04
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Hasil analisis pengganda terhadap SNSE Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa
kontribusi sektor pertanian terhadap nilai tambah cukup tinggi dibandingkan sektor lainnya.
Bahkan kontribusi sektor tanaman pangan terhadap penciptaan nilai tambah dalam
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 25
Studi Kasus : SNSE Indonesia
perekonomian Indonesia merupakan yang paling tinggi, yang diindikasikan melalui angka
pengganda nilai tambah terbesar yaitu 2.10 diikuti sektor hotel dan restoran (1.93), dan
sektor pertanian tanaman lainnya (1.92).
Besaran nilai tambah pada sektor pertanian khususnya pada sektor tanaman pangan
memberi makna apabila sektor ini diinjeksi sebanyak Rp.1 miliar akan memberikan dampak
terhadap kenaikan penerimaan tenaga kerja dan modal sebesar Rp.2.10 miliar. Arti yang
sama juga berlaku untuk nilai-nilai pengganda sektor pertanian lainnya ataupun sektor non-
pertanian.
Angka pengganda produksi pada sektor pertanian tertinggi terjadi pada sektor pertanian –
peternakan dan hasil-hasilnya. Kontribusi sektor ini terhadap output produksi nasional
mencapai tertinggi dibandingkan sektor lainnya. Sedangkan sektor pertanian terbesar
berikutnya adalah sektor tanaman pangan. Angka pengganda pada sektor peternakan dan
hasil-hasilnya sebesar 8.69. Nilai ini menggambarkan jika ada injeksi pada sektor ini
sebesar Rp.1 milyar, maka diperkirakan penerimaan total produksi dalam perekonomian
akan bertambah sebesar Rp. 8.69 milyar, yang terdistribusi pada perubahan pendapatan
sektor sendiri sebesar Rp.3.63 milyar dan pendapatan sektor-sektor produksi lain sebesar
Rp. 5.06 milyar. Arti yang sama juga berlaku untuk nilai pengganda sektor-sektor yang lain.
Sektor produksi lain yang memiliki angka penganda produksi yang tinggi adalah sektor
pertanian tanaman pangan (8.16), hotel dan restoran (8.68), dan sektor perdagangan (8.57).
Seperti halnya agka pengganda pada nilai tambah, sektor pertanian juga memiliki angka
pengganda rumah tangga yang paling tinggi, khususnya pada sektor tanaman pangan yang
mencapai 1.75, yang dapat diartikan bila dilakukan injeksi pada neraca eksogen di sektor
pertanian tanaman pangan sebesar Rp.1 miliar akan berdampak pada kenaikan penerimaan
rumah tangga sebesar Rp.1.75 miliar. Sektor yang juga memiliki angka pengganda rumah
tangga cukup tinggi adalah sektor pertanian tanaman lainnya (1.53) dan sektor hotel dan
restoran (1.53).
Selanjutnya, berdasarkan angka pengganda tingkat keterkaitan suatu sektor produksi
dengan sektor produksi lainnya. Sektor pertanian memiliki tingkat keterkaitan yang tinggi
dengan sektor pendukung lainnya (backward linkage) dengan angka pengganda terbesar
terjadi pada sektor pertanian tanaman pangan, yaitu sebesar 4.53. Sektor produksi lain yang
juga memiliki tingkat keterkaitan yang juga tinggi adalah sektor hotel dan restoran (4.21).
Angka pengganda pada sektor tanaman pangan menunjukkan bahwa apabila terjadi
kenaikan neraca eksogen di sektor ini sebesar sebesar Rp.1 miliar maka penerimaan pada
sektor-sektor produksi yang lain juga akan meningkat sebesar Rp. 4.53 miliar. Arti yang
sama juga berlaku untuk nilai-nilai pengganda sektor-sektor yang lain.
Dampak pembangunan sektoral terhadap nilai tambah pada Tabel 5.1 dapat dirinci lebih
lanjut pada tabel 5.2 berikut.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 26
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Tabel 5.2. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Nilai Tambah
Sektor Produksi
TK
Petani
Desa
TK
Petani
Kota
TK Non
Tani Desa
TK Non
Tani Kota Modal
Nilai
Tambah
Pertanian Tanaman Pangan 0.80 0.10 0.19 0.41 0.59 2.10
Pertanian Tanaman Lainnya 0.63 0.07 0.18 0.38 0.65 1.92
Peternakan dan Hasil-
Hasilnya 0.47 0.07 0.21 0.45 0.69 1.89
Kehutanan dan Perburuan 0.31 0.07 0.18 0.36 0.84 1.76
Perikanan 0.31 0.09 0.18 0.39 0.85 1.81
Pertambangan dan
Penggalian 0.12 0.02 0.17 0.33 0.99 1.62
Industri Makanan, Minuman
dan Tembakau 0.35 0.05 0.22 0.45 0.68 1.74
Industri Permintalan, Tekstil,
Pakaian dan Kulit 0.15 0.02 0.19 0.46 0.71 1.53
Industri Kayu dan Barang dari
Kayu 0.17 0.03 0.28 0.47 0.76 1.71
Industri Kertas, Percetakan,
Alat Angkutan dan Barang
dari Logam dan Industri
Lainnya
0.11 0.02 0.17 0.40 0.63 1.33
Industri Kimia, Hasil dari
Tanah Liat, Semen 0.13 0.02 0.17 0.37 0.76 1.46
Listrik, Gas, dan Air Minum 0.12 0.02 0.13 0.31 1.01 1.58
Konstruksi 0.13 0.02 0.21 0.39 0.71 1.45
Perdagangan 0.17 0.03 0.31 0.67 0.65 1.82
Hotel dan Restoran 0.33 0.05 0.26 0.63 0.65 1.93
Pengangkutan dan
Telekomunikasi 0.15 0.02 0.23 0.51 0.70 1.61
Keuangan, Persewaan, dan
Jasa Perusahaan 0.13 0.02 0.14 0.44 0.93 1.66
Jasa-Jasa 0.21 0.03 0.28 0.68 0.64 1.85
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Berdasarkan Tabel 5.2, secara umum sektor pertanian tanaman pangan memiliki dampak
yang paling besar terhadap faktor produksi tenaga kerja dibanding sektor lainnya yakni
sebesar 2.10. Pada sektor ini, faktor produksi tenaga kerja pertanian yang menerima
pendapatan terbesar dari investasi di sektor pertanian tanaman pangan adalah tenaga kerja
petani perdesaan dengan angka pengganda sebesar 0.80, sedangkan petani perkotaan
memiliki angka pengganda sebesar 0.01. Selain pengaruh terbesar pada tenaga kerja
pertanian pedesaan, pengaruh besar lainnya adalah terhadap faktor modal. Ini menunjukkan
bahwa penerimaan di sektor ini sebagian besar juga terserap pada pemiliki modal. Jika
sektor tanaman pangan sebesar Rp.1 miliar maka pendapatan tenaga kerja petani
perdesaan akan meningkat sebesar Rp.797 juta, petani perkotaan meningkat sebesar Rp.
99 juta, dan modal meningkat sebesar Rp.590 juta. Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 27
Studi Kasus : SNSE Indonesia
pertanian tanaman pangan lebih bersifat pada karya. Sebaliknya, pada sektor pertanian
lainnya lebih bersifat pada modal (ditunjukkan oleh angka multiplier yang lebih tinggi). Sektor
yang bersifat pada modal juga terjadi pada sektor industri dan jasa.
Sedangkan dampak pembangunan sektoral terhadap pendapatan rumah tangga pada Tabel
5.1 dapat dirinci lebih lanjut dalam kelompok-kelompok rumah tangga seperti pada tabel 5.3
berikut.
Tabel 5.3. Dampak Peningkatan Pendapatan Sektoral terhadap Penerimaan Rumah tangga
Dampak Injeksi Terhadap Neraca Lain I Ma1-I (Ma2-I)Ma1
(Ma3-I)Ma2Ma1
Ma
RT buruh tani
0.05 0.03 0.08
RT pengusaha pertanian
0.16 0.15 0.31
RT bukan pertanian pedesaan golongan bawah
0.07 0.08 0.15
RT bukan pertanian pedesaan golongan bukan angkatan kerja
0.03 0.03 0.06
RT bukan pertanian pedesaan golongan atas
0.08 0.09 0.17
RT bukan pertanian perkotaan golongan bawah
0.09 0.12 0.21
RT bukan pertanian perkotaan golongan bukan angkatan kerja
0.03 0.04 0.07
RT bukan pertanian perkotaan golongan atas
0.11 0.14 0.25
TK pertanian
0.22 0.18 0.40
TK nonpertanian
0.20 0.36 0.56
Pertanian Tanaman Pangan
0.03
0.33 0.36
Pertanian Tanaman lainnya
0.02
0.09 0.11
Peternakan dan hasil-hasilnya
0.01
0.20 0.20
Kehutanan dan Perburuan
0.00
0.01 0.01
Perikanan 1 0.93
0.14 2.06
Pertambangan dan Penggalian
0.03
0.07 0.10
Industri Makanan, Minuman dan Tembakau
0.09
0.60 0.68
Industri Permintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit
0.01
0.09 0.10
Industri Kayu & Barang dari kayu
0.01
0.04 0.04
Industri Kertas, Percetakan, Alat angkutan dan Barang dari logam dan industri lainnya
0.06
0.33 0.38
Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen
0.13
0.30 0.43
Listrik, Gas, dan Air Minum
0.02
0.04 0.06
Konstruksi
0.03
0.04 0.06
Perdagangan
0.84
0.52 1.36
Hotel & Restoran
0.01
0.17 0.19
Pengangkutan & Telekomunikasi
0.13
0.30 0.43
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan
0.12
0.23 0.35
Jasa-jasa
0.03
0.41 0.44
total produksi 1 2.47
3.91 7.38
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Sektor perikanan merupakan sektor terakhir dari komponen sektor pertanian primer. Seperti
halnya sektor pertanian lainnya, injeksi pada sektor ini akan sebagian besar akan
meningkatkan penghasilan rumah tangga pengusaha pertanian dibandingkan buruh tani.
Peningkatan penghasilan buruh tani, dibandingkan sektor lainnya cukup rendah. Ini
menunjukkan bahwa usaha pertanian di sektor perikanan lebih banyak menguntungkan para
pemiliki modal baik dari kalangan pengusaha pertanian maupun bukan pertanian dari
golongan atas di perkotaan. Berdasarkan keterkaitan sektor, sektor perikanan dapat
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 37
Studi Kasus : SNSE Indonesia
mendorong meningkatnya output sektor perdagangan dan sektor industri kimia dan hasil
dari tanah liat, semen, serta sektor pengangkutan dan telekomunikasi.
Berdasarkan tabel dekomposisi diatas pada seluruh sektor pertanian, multiplier terhadap
rumah tangga pengusaha dan golongan atas mendapatkan porsi yang besar. Sedangkan
pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan buruh tani walaupun meningkat namun
dengan porsi yang kecil. Ini menunjukkan bahwa pembangunan sektor pertanian lebih
banyak menguntungkan pengusaha dan golongan atas pemilik modal dibandingkan buruh
tani itu sendiri. Selain itu, melalui teknik dekomposisi kita juga bisa mengindentifikasi
pengaruh injeksi pada suatu sektor dan sektor lainnya. Pada injeksi yang dilakukan pada
sektor pertanian, dampaknya akan dirasakan segera pada sektor yang bersangkutan namun
dengan daya respons yang berbeda-beda antar sektor pertanian. Misalkan pada sektor
pertanian tanaman lainnya dan peternakan. Injeksi Rp.1 miliar akan menciptakan output
diatas Rp.1 miliar pada sektor ini dan tentunya pengaruh sektor lain karena backward
linkage akan memberikan pengaruh yang jauh lebih besar. Selain itu, dampak injeksi juga
berpengaruh dalam mendorong sektor yang lain. Berdasarkan analisis dekomposisi, injeksi
pada sektor pertanian akan memberikan stimulus yang cukup besar dalam mendorong
sektor lain khususnya sektor perdagangan dan agro industri (industri makanan, minuman
dan tembakau, industri kertas, dan industri kimia).
Analisis Jalur Struktural (Structural Path Analysis)
Structural path analysis (SPA) dapat menjelaskan bagaimana alur dampak itu terjadi dari
satu aktifitas ke aktifitas yang lain. Melalui SPA kita dapat melakukan identifikasi seluruh
jaringan yang berisi jalur yang menghubungkan pengaruh suatu sektor pada sektor lainnya
dalam suatu sistem sosial ekonomi. Pengaruh dari suatu sektor ke sektor lainnya dapat
melalui sebuah jalur dasar (elementary path) atau sirkuit (circuit). Selain itu, pengaruh yang
diukur bukan hanya mencakup pengaruh langsung, namun juga pengaruh tidak langsung,
pengaruh total dan pengaruh global.
Dalam menganalisis sektor pertanian dalam perekonomian nasional digunakan perangkat
lunak MATS (matrix account transformation system) yang mampu menghasilkan
perhitungan sangat lengkap. Namun, tidak semua output hasil perhitungan MATS
ditampilkan dalam pembahasan ini, mengingat banyak sekali jalur yang telah diukur. Peneliti
hanya berfokus pada transmisi sektor pertanian terhadap nilai tambah, pendapatan rumah
tangga, dan dalam mendorong sektor lainnya.
Dalam menganalisis SPA, peneliti menggunakan angka persentase pengaruh global (GE)
sebagai patokan untuk melakukan pembahasan SPA. Hal ini karena GE sudah memuat
keseluruhan hasil pengukuran SPA yaitu diperoleh dengan menghitung persentase dari
pengaruh total terhadap pengaruh global. Sementara pengaruh total diperoleh dari hasil
perkalian antara pengaruh langsung (direct effect) dengan path multiplier. Dengan demikian,
persentase GE telah mencakup seluruh perhitungan dari analisis SPA ini.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 38
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Gambar 5.1 Jalur dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan ke Faktor Produksi
Berdasarkan Gambar 5.1 Tenaga Kerja Pertanian di desa menerima pengaruh global paling
tinggi dari sektor pertanian tanaman pangan dibandingkan faktor produksi lainnya yakni
sebesar 0.798 yang sama dengan nilai multiplier-nya (Tabel 5.11). Pengaruh langsung yang
diterima faktor produksi ini dari setiap kenaikan neraca eksogen di sektor pertanian tanaman
pangan adalah sekitar 0.302 atau sekitar 94.4%. Sedangkan bukan tenaga kerja, menerima
transmisi efek multiplier terkuat kedua yaitu sebesar 0.594. Pengaruh langsung terhadap
faktor produksi ini mencapai 0.020.
Tabel 5.11 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Pertanian
Tanaman Pangan ke Faktor Produksi
Jalur Awal
Jalur Tujuan
Pengaruh Global
Jalur Dasar
Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total
% GE
16 1 2 3 4 5
0.798 0.099 0.191 0.414 0.594
16, 1 16, 2
16, 29, 3 16, 29, 4
16, 5
0.302 0.035 0.005 0.009 0.020
2.489 2.371 8.663 9.597 2.800
0.752 0.083 0.039 0.086 0.056
94.4 84.0 20.4 20.7 9.5
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan : (16) Sektor Pertanian Tanaman Pangan, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, dan (5) Bukan Tenaga Kerja
SPA mencoba menguraikan sebaran efek yang ditimbukan oleh dampak injeksi sektor
pertanian tanaman pangan ke faktor produksi Tenaga Kerja Pertanian di Desa sebagai
berikut (Tabel 5.12).
Pertanian Tanaman
Pangan
TK Pertanian Desa
TK Pertanian Kota
TK Non Pertanian Kota
TK Non Pertanian
Desa
Bukan Tenaga Kerja
Perdagangan
0.302
0.035
0.005
0.009
0.020
94.4%
84.0%
20.4%
20.7%
9.5%
0.090
0.050
0.099
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 39
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Tabel 5.12 Jalur Dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan ke TK Pertanian di Desa
Jalur Pengaruh
Global Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total
% GE
16, 1 16, 17, 1 16, 18, 1
0.798 0.302 0.002 0.002
2.489 5.153 5.355
0.752 0.013 0.010
94.4 1.6 1.2
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan : (16) Sektor Pertanian Tanaman Pangan, (17) Pertanian Tanaman Lainnya, (18) Peternakan dan hasil-hasilnya, dam (1) TK Pertanian di Desa.
Tabel 5.12 menjelaskan bahwa jalur dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan juga melalui
sektor pertanian lainnya yaitu sektor Tanaman lainnya dan Peternakan. Pengaruh total
sektor ini mencapai 0.752 atau 94.4% dari Pengaruh global terjadi pada jalur dasar
langsung dari sektor pertanian tanaman pangan ke TK Pertanian di Desa.
Adapun transmisi efek dari sektor pertanian lainnya terhadap faktor produksi (nilai tambah)
dapat dilihat pada Tabel 5.13 berikut ini.
Tabel 5.13 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Pertanian
lainnya ke Faktor Produksi
Jalur Awal
Jalur Tujuan
Pengaruh Global
Jalur Dasar Pengaruh Langsung
Pengganda Jalur
Pengaruh Total
% GE
17 1 2 3 4 5
0.632 0.073 0.183 0.376 0.652
17, 1 17, 2 17, 3
17, 29, 4 17, 5
0.215 0.022 0.009 0.003 0.053
2.602 2.221 2.492 9.368 2.652
0.560 0.048 0.023 0.032 0.140
88.6 66.5 12.8 8.4 21.5
18 1 2 3 4 5
0.470 0.073 0.215 0.450 0.685
18, 1 18, 2
18, 29, 3 18, 29, 4
18, 5
0.115 0.020 0.006 0.012 0.062
2.722 2.352 8.631 9.615 2.775
0.312 0.046 0.054 0.118 0.172
66.4 62.8 25.0 26.3 25.1
19 1 2 3 4 5
0.312 0.066 0.184 0.355 0.843
19, 1 19, 2 19, 3
19, 29, 4 19, 5
0.079 0.023 0.019 0.007 0.214
2.330 1.933 2.180 8.271 2.327
0.184 0.044 0.041 0.059 0.497
59.0 66.9 22.4 16.7 59.0
20 1 2 3 4 5
0.309 0.091 0.177 0.387 0.851
20, 1 20, 2
20, 29, 3 20, 29, 4
20, 5
0.074 0.035 0.007 0.013 0.197
2.519 2.123 7.934 8.855 2.507
0.186 0.073 0.053 0.118 0.495
60.1 80.9 30.1 30.4 58.1
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan : (17) Pertanian Tanaman lainnya, (18) Peternakan dan hasil-hasilnya, (19) Kehutanan dan Perburuan, (20) Perikanan, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, dan (5) Bukan Tenaga Kerja
Berdasarkan efek multiplier dari seluruh sektor pertanian, pengaruh terbesar pada faktor
produksi (nilai tambah) terjadi pada faktor produksi TK Pertanian di Desa dan Bukan Tenaga
Kerja. Besarnya daya serap nilai tambah pada tenaga kerja Pertanian di desa menunjukkan
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 40
Studi Kasus : SNSE Indonesia
bahwa peningkatan pembangunan di sektor ini berkontribusi dalam menambah pendapatan
secara langsung pada petani sehingga petani semakin sejahtera. Namun, perlu dilihat juga
bahwa pembangunan di sektor ini juga memberikan keuntungan yang besar pada bukan
tenaga kerja yaitu pemilik modal. Ini disebabkan karena kondisi lahan pertanian yang
sebagian besar dikuasai oleh para pemilik modal (Rahardi, 2006).
Sedangkan hasil analisis SPA berdasarkan jalur transmisi dari sektor pertanian ke
pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini.
Tabel 5.14 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Pertanian ke
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 41
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Sumber : SNSE Indonesia, 2008 (diolah)
Keterangan : (16) Sektor Pertanian Tanaman Pangan, (17), (17) Pertanian Tanaman lainnya, (18) Peternakan dan hasil-hasilnya, (19) Kehutanan dan Perburuan, (20) Perikanan, (29) Perdangan, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, (5) Bukan Tenaga Kerja, (6) Buruh Pertanian, (7) Pengusaha Pertanian, (8) Golongan Bawah di Desa, (9) Bukan Angkatan Kerja di Desa, (10) Golongan Atas di Desa, (11) Golongan Bawah di Kota, (12) Bukan Angkatan Kerja di Kota, (13) Golongan Atas di Kota.
Berdasarkan Tabel 5.14 diatas, efek multiplier seluruh sektor pertanian ke rumah tangga
memiliki pengaruh kuat pada rumah tangga pengusaha dan golongan atas di Kota. Ini
menunjukkan bahwa pembangunan di sektor ini lebih banyak dinikmati oleh para pengusaha
atau pemilik modal. Misalkan, adanya peningkatan penerimaan di sektor pertanian pangan
hanya berdampak 11.8% pada peningkatan pendapatan rumah tangga buruh tani,
sedangkan dampak terhadap pendapatan rumah tangga pengusaha mencapai 58.3%.
Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakseimbangan distribusi pendapatan rumah
tangga di Indonesia. Hasil analisis ini memberikan kesimpulan yang sama dengan analisis
dekomposisi multiplier.
Adapun analisis berdasarkan jalur dasar dari setiap sektor pertanian terhadap rumah tangga
berikut ini.
Gambar 5.2 Jalur dasar Sektor Pertanian Tanaman Pangan ke Rumah Tangga
Pertanian Tanaman
Pangan
Buruh Pertanian
Pengusaha Pertanian
Golongan Bawah di
Desa
BAK di Desa
Golongan Atas di Desa
Golongan Bawah di
KotaBAK di Kota
Golongan Atas di Kota
Perdagangan
TK Pertanian di Desa
TK Non-Pertanian di
Kota
0.020
0.032
0.067
0.570
0.085
0.087
0.191
0.424
0.3590.116
0.099
0.090
0.001
0.003
0.004
0.058
0.026
0.026
0.172
43.8%
78.5%
38.0%
66.0%
61.1%
15.7%
14.0%
15.1%
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 42
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa transmisi sektor pertanian tanaman pangan ke rumah
tangga melalui TK pertanian di Desa dan TK non-pertanian di Kota. Dimana, variabel TK
pertanian di Desa menjadi perantara rumah tangga di Desa (buruh tani hingga golongan
atas). Sedangkan TK non-pertanian di Kota menjadi perantara bagi jalur rumah tangga di
Kota. Berbeda dengan jalur ke rumah tangga di Desa, jalur ke rumah tangga di Kota
sebelum mencapai tenaga kerja non-pertanian, jalur ini melalui sektor perdagangan terlebih
dahulu. Berdasarkan analisis jalur dasar, pengaruh langsung terbesar pada transmisi sektor
pertanian tanaman pangan ke rumah tangga terjadi pada pengusaha yakni sebesar 0.172
sedangkan buruh tani hanya menerima 0.020. Hal ini jelas bahwa penerimaan rumah tangga
dari sektor pertanian tanaman pangan masih dinikmati oleh para pengusaha atau pemilik
modal di sektor pertanian.
Berikut transmisi jalur dari keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lainnya (backward
linkage) berdasarkan efek multiplier terbesar pada output sektor pertanian dan selanjutnya
pada pendapatan rumah tangga. Ada tiga sektor pendukung yang dapat mendorong sektor
pertanian untuk terus bertumbuh dan meningkatkan pendapatan rumah tangga yaitu sektor
Industri makanan dan minuman, Sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen, dan
Sektor perdagangan (Tabel 5.15).
Tabel 5.15 Pengaruh Global, Pengaruh Langsung, dan Pengaruh Total pada Sektor Industri
Makanan dan Minuman, Sektor Industri Kimia, hasil dari tanah liat, semen, dan Sektor Perdagangan
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 43
Studi Kasus : SNSE Indonesia
(22) Industri Makanan, Minuman dan Tembakau, (26) Industri kimia, hasil dari tanah liat, semen, (29) Perdagangan, (16) Pertanian Tanaman Pangan , (14) Perusahaan, (15) Pemerintah, (1) TK Pertanian di Desa, (2) TK Pertanian di Kota, (3) TK Non-Pertanian di Desa, (4) TK Non-Pertanian di Kota, (5) Bukan Tenaga Kerja, (6) Buruh Pertanian, (7) Pengusaha Pertanian, (8) Golongan Bawah di Desa, (9) Bukan Angkatan Kerja di Desa, (10) Golongan Atas di Desa, (11) Golongan Bawah di Kota, (12) Bukan Angkatan Kerja di Kota, (13) Golongan Atas di Kota.
Berdasarkan Tabel 5.15, menunjukkan bahwa sektor Industri makanan dan minuman,
memiliki pengaruh terbesar pada rumah tangga pengusaha dengan pengaruh global
sebesar 0.324. Pengaruh langsung sektor ini pada penghasilan rumah tangga sebesar
0.019 yang dapat dijelaskan melalui jalur dasar 22,16,1,7. Sektor industri makan dan minum
memberi pengaruh global paling rendah pada pendapatan rumah tangga buruh tani yakni
sebesar 0.070 dengan pengaruh lansung 0.002. Pengaruh langsung ini melalui jalur
22,16,2,6. Berdasarkan jalur dasar hasil transmisi sektor industri makanan dan minimum ke
rumah tangga, menunjukkan bahwa transmisi ini juga mendorong peningkatan sektor
pertanian tanaman pangan sebelum akhirnya berujung pada peningkatan penghasilan
rumah tangga.
Pada jalur transmisi sektor Industri kimia, hasil dari tanah liat dan semen pada rumah tangga
terlihat bahwa rumah tangga golongan atas di kota menerima pengaruh global paling besar
yaitu sebesar 0,225 dengan pengaruh langsung sebesar 0,020 yang dihasilkan melalui jalur
dasar (26,4,13). Sektor ini juga memberikan pengaruh pada peningkatan pendapatan buruh
tani namun pengaruhnya sangat kecil yakni sebesar 0.043 dengan pengaruh langsung
sebesar 0,001 melalui jalur dasar (26,5,14,15,6). Berdasarkan transmisi ini, sebelum
mencapai rumah tangga buruh tani transmisi di sektor ini juga melalui institusi swasta dan
pemerintah. Kondisi ini tidak terlepas pada subsidi pupuk yang dilakukan pemerintah pada
swasta sehingga petani dapat menjangkau pupuk dengan harga yang relatif terjangkau dan
pada akhirnya dapat meningkatkan penghasilan buruh tani. Sektor industri ini sebagian
besar berpengaruh langsung pada faktor produksi (nilai tambah) khususnya pada
pendapatan rumah tangga non-pertanian di Kota. Sedangkan pengaruhnya dalam
mendorong sektor pertanian dan kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga
pertanian cukup rendah.
Seperti halnya sektor industri kimia, transmisi sektor perdagangan pada rumah tangga juga
sebagian besar terjadi pada rumah tangga non-pertanian di Kota. Sedangkan pengaruhnya
pada sektor pertanian dan pendapatan rumah tangga petani cukup rendah.
Dari hasil analisis SPA diatas, peneliti dapat mengidentifikasi transmisi pengaruh dari sektor
pertanian ke nilai tambah (faktor produksi) dan pendapatan rumah tangga. Walaupun
pengaruh terbesar banyak diserap oleh rumah tangga pengusaha namun buruh tani tetap
memperoleh pengaruh walau dengan proporsi yang jauh lebih kecil. Disamping itu, dengan
melakukan trace backward multiplier terdapat indikasi adanya pengaruh dari sektor lain
terhadap output pertanian yaitu sektor Industri makanan dan minuman. Sektor ini
mempengaruhi pendapatan rumah tangga, dengan terlebih dahulu mendorong peningkatan
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 44
Studi Kasus : SNSE Indonesia
pendapatan sektor pertanian tanaman pangan. Sedangkan sektor industri kimia dan
perdagangan mempengaruhi pendapatan rumah tangga pertanian secara langsung melalui
penggunaan faktor produksi. Pengaruh sektor ini dalam mendorong sektor pertanian dan
selanjutnya meningkatkan pendapatan rumah tangga pertanian cukup rendah.
Untuk mengetahui dampak ketiga sektor ini terhadap sektor pertanian dalam meningkatkan
nilai tambah, pendapatan rumah tangga, output dan PBD Nasional dilakukan melalui teknik
simulasi berupa injeksi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan sektor pertanian.
Hasil simulasi Kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan Sektor Pertanian
Berikut adalah hasil simulasi dampak kebijakan Pemerintah terhadap sektor pertanian
melalui injeksi pada sektor pertanian secara langsung dan sektor terkait dengan sektor
pertanian (berdasarkan analisis matriks dekomposisi SNSE dan jalur struktural (SPA).
Dimana simulasi dilakukan dengan 8 (delapan) skenario kebijakan pemerintah, yaitu :
1. Simulasi 1 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman pangan. Injeksi sebesar 1 triliun.
2. Simulasi 2 :
Peningkatan produksi sektor pertanian tanaman lainnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
3. Simulasi 3 :
Peningkatan produksi sektor peternakan dan hasil-hasilnya. Injeksi sebesar 1 triliun.
4. Simulasi 4 :
Peningkatan produksi sektor kehutanan dan perburuan. Injeksi sebesar 1 triliun.
5. Simulasi 5 :
Peningkatan produksi sektor perikanan. Injeksi sebesar 1 triliun.
6. Simulasi 6 :
Pengembangan industri makanan, minuman, dan tembakau sebagai industri pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.
7. Simulasi 7 :
Subsidi harga produksi ke produsen pupuk, dikenakan injeksi sebesar 1 triliun pada
sektor industri kimia, pupuk, dan hasil dari tanah liat dan semen.
8. Simulasi 8 :
Pengembangan sektor perdagangan khususnya yang terkait dengan pemasaran bahan
mentah maupun olahan hasil pertanian. Injeksi sebesar 1 triliun.
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 45
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Adapun hasil simulasi dari delapan skenario kebijakan pemerintah di sektor pertanian,
adalah sebagai berikut :
1. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Pendapatan
Faktor Produksi (Nilai Tambah).
Pada Gambar 5.3, merupakan nilai awal dan distribusi dari pendapatan faktor produksi
(Nilai Tambah). Dari total Rp.5,156,935.21 miliar nilai tambah, terdapat 47.79%
terkonsentrasi pada faktor modal sedangkan tenaga kerja pertanian hanya memperoleh
11.53%.
Gambar 5.3 Nilai awal dan Distribusi Pendapatan Faktor Produksi (Nilai Tambah)
Adapun berdasarkan simulasi kebijakan yang dilakukan, diperoleh peningkatan nilai tambah (%) pada masing-masing faktor produksi sebagai berikut (Gambar 5.4)
Gambar 5.4 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap Peningkatan Nilai Tambah
10.07%
1.46%
13.15%
27.53%
47.79%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
TK Pertanian di Desa
TK Pertanian di Kota
TK-Non Pertanian di
Desa
TK-Non Pertanian di
Kota
Kapital
Rp Miliar % Dist
0.00%
0.02%
0.04%
0.06%
0.08%
0.10%
0.12%
0.14%
0.16%
0.18%
TK Pertanian di Desa
TK Pertanian di Kota
TK-Non Pertanian di
Desa
TK-Non Pertanian di
Kota
Kapital
Sim-1
Sim-2
Sim-3
Sim-4
Sim-5
Sim-6
Sim-7
Sim-8
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 46
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Gambar 5.4 menunjukkan bahwa seluruh simulasi kebijakan dapat meningkatkan
pendapatan faktor produksi (nilai tambah) khususnya pada faktor produksi tenaga kerja
pertanian. Kebijakan pemerintah di sektor tanaman pangan merupakan penyumbang
terbesar dalam peningkatan nilai tambah pertanian. Sedangkan kebijakan di sektor
tanaman lainnya berada diposisi kedua dalam meningkatkan nilai tambah pertanian di
desa. Sedangkan pertanian di kota, posisi kedua justru ditempati oleh hasil kebijakan di
sektor perikanan.
Hasil simulasi kebijakan di sektor industri makanan, minuman, dan tembakau juga
berkontribusi dalam meningkatkan nilai tambah tenaga kerja pertanian. Ini menunjukkan
bahwa sektor ini memiliki hubungan yang kuat dalam mendorong sektor petanian yaitu
dengan memberikan dampak peningkatan pendapatan tenaga kerja pertanian. Namun
demikian, pengaruh kebijakan dalam meningkatkan pendapatan tenaga kerja pertanian
masih lebih rendah dibandingkan kebijakan pemerintah secara langsung di sektor
pertanian. Kondisi ini menggambarkan bahwa pengembangan sektor industri makanan,
minuman dan tembakau di Indonesia belum mampu mentransfer keuntungan yang lebih
baik terhadap perubahan pendapatan tenaga kerja pertanian. Hal yang sama juga
dirasakan pada kebijakan pemerintah di sektor industri kimia maupun perdagangan.
Pada sektor perdagangan, justru kebijakan pemerintah lebih menguntungkan tenaga
kerja non-pertanian. Ini dapat dilihat pada prosentase peningkatan pendapatan tenaga
kerja non-pertanian yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja pertanian.
2. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Pendapatan
Rumah Tangga.
Pada Gambar 5.5, merupakan nilai awal dan distribusi dari pendapatan rumah tangga.
Dari total Rp.3,826,444.58 miliar Pendapatan Rumah Tangga, terdapat 21.64% ada di
golongan atas perkotaan dan 19.12% ada di tangan pengusaha pertanian. Sedangkan
buruh tani hanya memperoleh 4.62% dari total pendapatan rumah tangga.
Gambar 5.5 Nilai awal dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga
4.62%
19.12%
12.92%
4.53%
12.24%
18.57%
6.37%
21.64%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
-
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
Buruh Pertanian
Pengusaha Pertanian
Golongan Bawah di
Desa
Bukan Angkatan Kerja di
Desa
Golongan Atas di Desa
Golongan Bawah di
Kota
Bukan Angkatan Kerja di
Kota
Golongan Atas di Kota
Rp Miliar % Dist
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 47
Studi Kasus : SNSE Indonesia
Adapun berdasarkan simulasi kebijakan yang dilakukan, diperoleh peningkatan
pendapatan (%) pada masing-masing rumah tangga sebagai berikut (Gambar 5.6)
Gambar 5.6 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga
Gambar 5.6 menunjukkan bahwa seluruh simulasi kebijakan dapat meningkatkan
pendapatan rumah tangga. Kebijakan pemerintah di sektor pertanian tanaman pangan
memberikan kontribusi terbesar dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga
pertanian. Sedangkan kebijakan di sektor pertanian tanaman lainnya dan peternakan
juga memberikan pengaruh yang cukup besar. Namun demikian, kebijakan pada tiga
sektor pertanian ini lebih banyak dinikmati oleh pengusaha pertanian dibandingkan buruh
tani sendiri. Hampir seluruh hasil simulasi mengarah pada peningkatan pendapatan yang
lebih tinggi pada pengusaha pertanian. Kecuali hasil kebijakan pemerintah di sektor
perdagangan yang lebih banyak meningkatkan pendapatan rumah tangga non-pertanian
di perkotaan. Artinya, rumah tangga pertanian lebih pada proses pengolahan dan
penjualan langsung ke konsumen pertama yang sebagian besar terdiri dari para tenaga
kerja perkotaan. Mereka memperoleh banyak keuntungan dalam perdagangan dengan
memanfaatkan jalur distribusi atau melalui pembelian yang murah pada petani. Untuk itu,
pemerintah harus dapat melindungi petani melalui penetapan harga dasar atau
memaksimalkan peran badan usaha pemerintah (BULOG) dalam mengakomodasi hasil
pertanian.
Setidaknya, melalui kebijakan pada tiga sektor ini dapat meningkatkan pendapatan buruh
tani dengan tingkat kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan rumah tangga lainnya diluar
pengusaha pertanian. Hal ini sesuai dengan hasil riset terdahulu, bahwa kebijakan di
sektor pertanian sangat efektif untuk mengurangi kemiskinan, walaupun kaum miskin
sendiri menikmati manfaat yang lebih sedikit dari pertumbuhan pertanian (Norton, 2004).
0.00%
0.01%
0.02%
0.03%
0.04%
0.05%
0.06%
0.07%
0.08%
0.09%
Buruh Pertanian
Pengusaha Pertanian
Golongan Bawah di
Desa
Bukan Angkatan
Kerja di Desa
Golongan Atas di Desa
Golongan Bawah di
Kota
Bukan Angkatan
Kerja di Kota
Golongan Atas di Kota
Sim-1
Sim-2
Sim-3
Sim-4
Sim-5
Sim-6
Sim-7
Sim-8
ANALISIS PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 48
Studi Kasus : SNSE Indonesia
3. Dampak Kebijakan Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Peningkatan Pendapatan
Sektor Produksi (Output Sektor).
Pada Gambar 5.7, merupakan nilai awal dan distribusi dari pendapatan sektor produksi
(output produksi). Dari total Rp.22,959,018.57 miliar Pendapatan sektor produksi, hanya
11.47% yang berasal dari sektor pertanian. Sedangkan kontribusi terbesar pada
pendapatan sektor produksi berasal dari sektor industri pengolahan dan perdagangan.
Gambar 5.7 Nilai awal dan Distribusi Pendapatan Sektor Produksi (Output)
Adapun berdasarkan simulasi kebijakan yang dilakukan, diperoleh peningkatan
pendapatan (%) pada masing-masing sektor produksi sebagai berikut (Tabel 5.16).
Tabel 5.16 Simulasi Dampak Kebijakan terhadap Peningkatan Pendapatan Sektor Produksi
Sektor Produksi Sim-1 Sim-2 Sim-3 Sim-4 Sim-5 Sim-6 Sim-7 Sim-8
Tanaman Pangan 0.22% 0.04% 0.05% 0.03% 0.03% 0.07% 0.02% 0.03%
Tanaman lainnya 0.04% 0.51% 0.04% 0.04% 0.03% 0.07% 0.03% 0.03%