1 ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN CINA DI PASAR AMERIKA SERIKAT TAHUN 2001-2008 (PENDEKATAN RCA DAN CMS) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Menyusun Skripsi Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Oleh : RYAN RENJANA F1107520 FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
64
Embed
ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TEKSTIL DAN …...Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
ANALISIS DAYA SAING EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK
TEKSTIL INDONESIA DIBANDINGKAN DENGAN CINA
DI PASAR AMERIKA SERIKAT TAHUN 2001-2008
(PENDEKATAN RCA DAN CMS)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk
Menyusun Skripsi Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Oleh :
RYAN RENJANA
F1107520
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor
lain dalam sebuah perekonomian menuju kemajuan. Produk-produk industri
dinilai selalu memiliki nilai tukar yang tinggi atau lebih menguntungkan serta
menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan produk-produk
sektor lain (Dumairy, 1997:227). Hingga saat ini, sektor industri telah
memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan ekspor dibandingkan
dengan sektor-sektor lainnya. Ini memberikan arti bahwa kontribusi pertumbuhan
nasional dari sektor industri masih sangat besar. Dengan demikian, apabila kinerja
pada sektor industi ini mengalami gangguan, maka secara tidak langsung
perekonomian nasional juga ikut terganggu.
Seperti yang sudah terangkum dalam tabel 1.1, jumlah ekspor yang paling
besar selama periode tahun 2001 hingga tahun 2008 adalah pada sektor industri.
Tabel 1.1 Nilai Ekspor Non Migas Indonesia (menurut sektor) tahun 2001-2008 (US$ juta)
Periode 2001-2002 merupakan periode awal, dimana kinerja ekspor
Tekstil dan Produk Tekstil mengalami defisit, terbukti nilai komoditi ekspor
pakaian jadi turun senilai US$ 140,39 juta (-7,22 persen). Penurunan nilai ekspor
komoditi pakaian jadi tersebut diakibatkan karena walaupun terjadi peningkatan
38
pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 36,55 juta (26,03 persen), hal ini
menjadi tidak berarti karena penurunan yang sangat signifikan terjadi pada efek
daya saing yang turun menekan senilai US$ 150,31 juta (-107,06 persen). Selain
itu, permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat juga sedang turun (efek
komposisi komoditi turun dengan proporsi sebesar 18,97 persen atau senilai US$
26,63 juta).
Pada periode 2002-2003 kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil
membaik, hal ini tercermin dari meningkatnya nilai ekspor pakaian jadi senilai
US$ 132,08 juta (7,32 persen). Ternyata peningkatan nilai ekspor komoditi
pakaian jadi tersebut lebih disebabkan karena peningkatan pada efek pertumbuhan
impor senilai US$ 154,22 juta (116,76 persen). Efek daya saing hanya
memberikan kontribusi sebesar 7,00 persen atau senilai US$ 9,25 juta. Namun,
permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat (efek komposisi komoditi)
sedang menurun senilai US$ 31,39 juta (-23,76 persen).
Kemudian pada periode 2003-2004 kinerja ekspor Tekstil dan Produk
Tekstil terus membaik, bahkan secara umum nilai ekspornya meningkat. Telihat
dari peningkatan nilai ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat. Nilai ekspornya
meningkat sebesar US$ 314,72 juta (16,25 persen). Hal ini diakibatkan oleh efek
pertumbuhan impor (meningkat sebesar US$ 326,58 juta) lebih berperan daripada
efek daya saing (meningkat sebesar US$ 193,73 juta) dalam memberikan
kontribusi terhadap peningkatan ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat.
Sementara itu, efek komposisi komoditi menjadi satu-satunya efek negatif
(menurun sebesar US$ 205,59 juta).
39
Kebijakan penghapusan kuota bagi negara-negara yang terlibat dalam
perdagangan Tekstil dan Produk Tekstil mulai diberlakukan tanggal 1 Januari
2005. Kebijakan ini berpeluang memberikan dampak positif bagi negara-negara
pengekspor Tekstil dan Produk Tekstil, termasuk Indonesia. Terbukti, pada
periode 2004-2005 peningkatan nilai ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat lebih
besar dari periode-periode sebelumnya (2001-2004), yaitu sebesar US$ 566,46
juta (16,25 persen). Peningkatan nilai ekspor komoditi pakaian jadi lebih
diakibatkan oleh efek daya saing yang memberikan kontribusi terbesar dalam
peningkatan nilai ekspor tersebut, yaitu sebesar 77,23 persen atau senilai US$
437,50 juta. Impor pakaian jadi Amerika Serikat juga sedang tumbuh, terlihat dari
efek pertumbuhan impor yang mendorong dengan proporsi 53,92 persen atau
senilai US$ 305,40 juta. Namun efek komposisi komoditi kembali memberikan
dampak negatif, dengan penurunan sebesar 31,15 persen atau senilai US$ 176,44
juta.
Peningkatan nilai ekspor Tekstil dan Produk Tekstil terus bertambah,
terbukti pada periode 2005-2006 nilai ekspor pakaian jadi meningkat senilai US$
658,75 juta (23,38 persen). Ternyata hal ini lebih disebabkan karena peningkatan
pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 303,68 juta (46,10 persen). Efek daya
saing memberikan kontribusi sebesar 84,52 persen atau senilai US$ 556,77 juta.
Namun, permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat (efek komposisi
komoditi) sedang menurun senilai US$ 201,70 juta (-30,62 persen).
Pada periode 2006-2007 kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil masih
cukup baik, hal ini terbukti dengan nilai pertumbuhan ekspor pakaian jadi senilai
US$ 106,75 juta (3,07 persen). Ternyata hal ini lebih disebabkan karena
40
peningkatan pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 177,61 juta (166,38
persen). Efek daya saing memberikan kontribusi sebesar 26,09 persen atau senilai
US$ 27,85 juta. Sedangkan permintaan pakaian jadi Indonesia di Amerika Serikat
(efek komposisi komoditi) memberikan efek negatif senilai US$ 98,71 juta (-
92,47 persen).
Pada periode 2007-2008 kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil masih
memberikan efek positif, meskipun nilai pertumbuhan ekspor pada periode ini
merupakan nilai pertumbuhan terkecil dibandingan dengan periode-periode
sebelumnya, yaitu sebesar US$ 64,84 juta (1,81 persen). Walaupun terjadi
peningkatan pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 262,24 juta (404,44
persen) dan pada efek daya saing yang memberikan kontribusi senilai US$ 165,51
juta (255,26 persen). Hal ini menjadi tidak bereti karena penurunan yang sangat
signifikan terjadi pada efek komposis komoditi yang turun menekan sebesar US$
362,91 juta (-559,70 persen).
Berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan rata-rata ekspor pakaian
jadi Indonesia ke Amerika Serikat pada periode 2001-2008 adalah sebesar US$
243,31 juta atau sbesar 9,97 persen. Dimana efek pertumbuhan impor rata-rata
memerikan konribusi sebesar US$ 223,75 (123,62 persen), sedangkan efek
komposisi komoditi rata-rata memberikan kontribusi sebesar US$ -157,62 juta (-
112,01 persen), dan efek daya saing rata-rata memberikan kontribusi sebesar US$
177,18 juta atau sebesar 88,39 persen.
Jadi berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan ekspor pakaian jadi
Indonesia ke Amerika Serikat periode 2001-2008 berdasarkan urutannya lebih
dipengaruhi oleh efek pertumbuhan impor kemudian efek daya saing atau efek
41
pangsa makro dari Amerika Serikat. Sedangkan efek komposisi komoditi atau
efek pangsa mikro kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekspor pakaian jadi Indonesia.
Tabel 4.1 Hasil Analisis CMS Pakaian Jadi Indonesia di Pasar Amerika
Serikat (US$ juta)
Periode
Efek
Pertumbuhan
Impor
Efek
Komposisi
Komoditi
Efek Daya
Saing
Pertumbuhan
Ekspor
Indonesia
Keterangan
2001-
2002
36,55
-26,03%
-26,63
18,97%
-150,31
107,06%
-140,39
-7,22%
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia turun dikarenakan efek daya saing yang turun menekan, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Indonesia masih rendah. Oleh karena itu, yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas ekspor pakaian jadi Indonesia.
2002-
2003
154,22
116,76%
-31,39
-23,76%
9,25
7,00%
132,08
7,32%
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia naik disebabkan oleh peningkatan efek pertumbuhan impor, artinya permintaan pakaian jadi Indonesia meningkat di pasar Amerika Serikat.
2003-
2004
326,58
103,77%
-205,59
-65,32%
193,73
61,55%
314,72
16,25%
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia naik disebabkan oleh peningkatan efek pertumbuhan impor, artinya permintaan pakaian jadi Indonesia meningkat di pasar Amerika Serikat.
2004-
2005
305,40
53,92%
-176,44
-31,15%
437,50
77,23%
566,46
25,17%
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Indonesia baik.
2005-
2006
303,68
46,10%
-201,70
-30,62%
556,77
84,52%
658,75
23,38%
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Indonesia baik.
2006-
2007
177,61
166,38%
-98,71
-92,47%
27,85
26,09%
106,75
3,07% Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia naik disebabkan oleh peningkatan
42
efek pertumbuhan impor, artinya permintaan pakaian jadi Indonesia meningkat di pasar Amerika Serikat.
2007-
2008
262,24
404,44%
-362,91
-559,70%
165,51
255,26%
64,84
1,81%
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Indonesia naik disebabkan oleh peningkatan efek pertumbuhan impor, artinya permintaan pakaian jadi Indonesia meningkat di pasar Amerika Serikat.
Rata-
rata
223,75
123,62%
-157,62
-112,01%
177,18
88,39%
243,31
9,97%
Pertumbuhan ekspor pakaian jadi Indonesia ke Amerika Serikat berdasarkan urutannya lebih dipengaruhi oleh efek pertumbuhan impor kemudian efek daya saing. Sedangkan efek komposisi komoditi kurang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekspor pakaian jadi Indonesia.
Sumber: Situs Resmi Perdagangan Komoditi Internasional (www.comtrade.un.org) (diolah penulis).
2. Analisis CMS Cina
Secara umum, prestasi kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina ke
Amerika Serikat jauh lebih baik daripada prestasi kinerja ekspor Tekstil dan
Produk Tekstil Indonesia ke Amerika Serikat.
Pada periode 2001-2002 terjadi peningkatan pertumbuhan ekspor Tekstil
dan Produk Tekstil, dimana pertumbuhan ekspor komoditi pakaian jadi Cina
meningkat sebsar 8,42 persen atau senilai US$ 413,57 juta. Peningkatan ini
ternyata lebih disebabkan oleh efek daya saing yang berkekuatan mendorong
dengan proporsi 93,94 persen atau senilai US$ 388,52 juta. Selain itu, efek
pertumbuhan impor juga berpengaruh positif dengan proporsi 22,33 persen atau
dengan kekuatan menekan sebesar 16,27 persen atau senilai US$ 67,29 juta.
Pada periode 2002-2003 Cina kembali mengalami peningkatan ekspor
Tekstil dan Produk Tekstil. Pada komoditi pakaian jadi, peningkatan yang terjadi
43
sebesar 23,13 persen atau senilai US$ 1,232 milyar. Hal ini lebih disebabkan oleh
efek daya saing yang memberikan kontribusi positif dengan proporsi sebesar
70,56 persen atau senilai US$ 869,21 juta. Selain itu, efek pertumbuhan impor
juga mendorong dengan proporsi 36,96 persen atau senilai US$ 455,28 juta.
Sebaliknya, efek komposisi komoditi menekan dengan proporsi -7,52 persen atau
sebesar US$ 92,65 juta.
Peningkatan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina ke Amerika Serikat
terus berlangsung pada periode 2003-2004. Peningkatan ekspor pakaian jadi
sebesar 17,58 persen atau senilai US$ 1,153 milyar pada periode ini lebih
disebabkan oleh dorongan pada efek pertumbuhan impor dengan proporsi 95,97
persen atau senilai US$ 1,11 milyar, kemudian efek daya saing mendorong
dengan proporsi 64,44 persen atau senilai US$ 742,79 juta. Sementara itu, efek
komposisi komoditi memberikan pengaruh negatif dengan kekuatan menekan
sebesar 60,41 persen atau senilai US$ 696,34 juta.
Peningkatan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil ke Amerika Serikat yang
dialami oleh Cina pada periode 2004-2005 cukup signifikan. Ternyata dengan
diberlakukannya kebijakan penghapusan kuota mulai tanggal 1 Januari 2005
membawa dampak positif bagi negara-negara produsen Tekstil dan Produk Tekstil
termasuk Cina. Pada komoditi pakaian jadi, peningkatan ekspornya sebesar 77,62
persen atau senilai US$ 5,984 milyar. Hal lebih disebabkan oleh efek daya saing
yang memberikan kontribusi sebesar 92,62 persen atau senilai US$ 5,543 milyar.
Kemudian efek pertumbuhan impor juga memberikan kontribusi positif dengan
proporsi sebesar 17,48 persen atau senilai US$ 1,046 milyar. Namun efek
44
komposisi memberikan pengaruh negatif dengan kekuatan menekan sebesar 10,10
persen atau seilai US$ 604,42 juta.
Kemudian pada periode 2005-2006 peningkatan ekspor Tekstil dan Produk
Tekstil Cina masih cukup baik. Pada komoditi pakaian jadi, peningkatan
ekspornya sebesar 18,81 persen atau senilai 2,576 milyar. Hal ini disebabkan oleh
efek daya saing yang memberikan kontribusi sebesar 80,76 persen atau senilai
US$ 2.081 milyar. Kemudian efek pertumbuhan impor juga memberikan
kontribusi positif dengan proporsi sebesar 57,30 persen atau senilai US$ 1,476
milyar. Namun efek komposisi memberikan efek pengaruh negatif dengan
kekuatan menekan sebesar 38,06 persen atau senilai US$ 980,48 juta.
Pada periode 2006-2007 kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina
masih meningkat. Pada komoditi pakaian jadi, peningkatan yang terjadi sebesar
15,50 persen atau senilai US$ 2,520 milyar. Hal ini lebih disebabkan oleh efek
daya saing yang memberikan kontribusi positif dengan proporsi sebesar 85,35
persen atau senilai US$ 2,151 milyar. Selain itu, efek pertumbuhan impor juga
mendorong dengan proporsi 32,98 persen atau senilai US$ 831,41 juta.
Sebaliknya, efek komposisi komoditi memberikan efek pengaruh negatif dengan
proporsi 18,33 persen atau sebesar US$ 462,08 juta.
Pada periode 2007-2008 kinerja ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Cina
mengalami penurunan, dimana nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina turun
sebesar 1,20 persen atau senilai US$ 224,28 juta. Walaupun terjadi peningkatan
pada efek pertumbuhan impor senilai US$ 1,375 milyar (613,29 persen), hal ini
menjadi tidak berarti karena penurunan yang sangat signifikan terjadi pada efek
komposisi komoditi yang turun menekan senilai US$ 1,903 milyar atau sebesar
45
848,72 persen. Efek daya saing memberikan kontribusi senilai US$ 303,74 juta
(135,43 persen), dimana efek daya saing pada periode ini merupakan nilai efek
daya saing paling rendah diantara periode-periode sebelumnya.
Berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan rata-rata ekspor pakaian
jadi Cina ke Amerika Serikat pada periode 2001-2008 adalah sebesar US$ 1,950
milyar atau sbesar 22,84 persen. Dimana efek pertumbuhan impor rata-rata
memerikan konribusi sebesar US$ 911,86 (-50,04 persen), sedangkan efek
komposisi komoditi rata-rata memberikan kontribusi sebesar US$ -686,68 juta
(99,72 persen), dan efek daya saing rata-rata memberikan kontribusi sebesar US$
1,725 milyar atau sebesar 50,32 persen.
Jadi berdasarkan hasil kalkulasi CMS, pertumbuhan ekspor pakaian jadi
Cina ke Amerika Serikat periode 2001-2008 berdasarkan urutannya lebih
dipengaruhi oleh efek daya saing kemudian efek pertumbuhan impor atau efek
pangsa makro dari Amerika Serikat. Sedangkan efek komposisi komoditi atau
efek pangsa mikro kurang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekspor pakaian jadi Cina.
Tabel 4.2 Hasil Analisis CMS Pakaian Jadi Cina di Pasar Amerika Serikat
(US$ juta)
Periode
Efek
Pertumbuhan
Impor
Efek
Komposisi
Komoditi
Efek Daya
Saing
Pertumbuhan
Ekspor
Indonesia
Keterangan
2001-
2002
92,34
22,33%
-67,29
-16,27%
388,52
93,94% 413,57
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Cina baik.
2002-
2003
455,28
36,96%
-92,65
-7,52%
869,21
70,56% 1231,84 Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing,
46
artinya kualitas ekspor pakaian jadi Cina baik.
2003-
2004
1106,14
95,97%
-696,34
-60,41%
742,79
64,44% 1152,59
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek pertumbuhan impor, artinya permintaan pakaian jadi Cina meningkat di pasar Amerika Serikat.
2004-
2005
1046,17
17,48%
-604,42
-10,10%
5542,70
92,62% 5984,44
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Cina baik.
2005-
2006
1476,20
57,30%
-980,48
-38,06%
2080,67
80,76% 2576,39
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Cina baik.
2006-
2007
831,41
32,98%
-462,08
-18,33%
2151,09
85,35% 2520,42
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek daya saing, artinya kualitas ekspor pakaian jadi Cina baik.
2007-
2008
1375,48
-613,29%
-1903,50
848,72%
303,74
-135,43% -224,28
Nilai komoditi ekspor pakaian jadi Cina naik disebabkan oleh peningkatan efek pertumbuhan impor, artinya permintaan pakaian jadi Cina meningkat di pasar Amerika Serikat.
Rata-
rata
911,86
-50,04%
-686,68
99,72%
1725,53
50,32%
1950,71
22,84%
Pertumbuhan ekspor pakaian jadi Cina ke Amerika Serikat berdasarkan urutannya lebih dipengaruhi oleh efek daya saing kemudian efek pertumbuhan impor. Sedangkan efek komposisi komoditi kurang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekspor pakaian jadi Indonesia.
Sumber: Situs Resmi Perdagangan Komoditi Internasional (www.comtrade.un.org) (diolah penulis).
Dari hasil analisis Constant Market Share di atas, terlihat bahwa efek daya
saing pakaian jadi Indonesia lebih rendah dari efek daya saing pakaian jadi Cina
dalam memberikan kontribusi ekspor. Efek daya saing dan efek pertumbuhan
impor Amerika Serikat adalah efek yang paling menentukan dalam
peningkatan/penurunan ekspor Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia dan Cina di
47
pasar Amerika Serikat dibandingkan efek komposisi komoditi. Namun jika dilihat
dari dari rata-rata selama periode 2001-2008, efek yang memberikan kontribusi
terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT Indonesia ke AS adalah efek
pertumbuhan impor. Sedangkan bagi Cina, efek yang memberikan kontribusi
terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT ke AS adalah efek daya saing
Berdasarkan hasil analisis CMS, kinerja pertumbuhan ekspor Tekstil dan
Produk Tekstil Indonesia masih rendah dibandingkan ekspor Tekstil dan Produk
Tekstil Cina. Kondisi tersebut disebabkan karena daya saing TPT Indonesia masih
rendah dibandingkan daya saing TPT Cina di pasar Amerika Serikat dalam
memberikan kontribusi ekspor. Hal ini dapat dilihat dari efek yang memberikan
kontribusi terbesar dalam pertumbuhan ekspor TPT Indonesia adalah efek
pertumbuhan impor, sedangkan efek pertumbuhan impor sangat dipengaruhi oleh
efek daya saing. Artinya efek pertumbuhan impor TPT Indonesia dan Cina
dipengaruhi oleh efek daya saing, dimana negara yang memiliki daya saing yang
baik yang akan mengalami pertumbuhan permintaan akan ekspor komoditi TPT.
B. Posisi Daya Saing Industri Tekstil Dan Produk Tekstil Indonesia
Dibandingkan Dengan Cina Di Pasar Amerika Serikat Dengan
Pendekatan RCA
1. Analisis RCA Indonesia
Daya saing suatu negara pada suatu produk atau komoditi dapat diestimasi
melalui keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif. Analisis
keunggulan komparatif pada penelitian ini menggunakan analisis RCA (Revealed
Comparative Advantage). Nilai RCA merupakan gambaran dari kinerja ekspor
48
suatu komoditi. Nilai RCA yang lebih besar dari satu dianggap memiliki kinerja
ekspor yang baik. Komoditi dengan nilai RCA lebih dari satu tersebut dapat
dikatakan memiliki keunggulan komparatif sehingga disarankan untuk terus
dikembangkan dengan melakukan spesialisasi pada komoditi tersebut.
Berdasarkan hasil estimasi RCA dapat diketahui bahwa Indonesia
mempunyai keunggulan komparatif yang cukup baik pada komoditi pakaian jadi
di pasar Amerika Serikat, terlihat dari nilai RCA yang selalu lebih dari satu
selama periode 2001 - 2005, yaitu dengan kisaran angka 4,456 sampai dengan
6,176.
Nilai RCA Indonesia di pasar Amerika Serikat untuk komoditi pakaian
jadi pada tahun 2001 yaitu 4,452, kemudian menurun menjadi 4,292 pada tahun
2002. Pada tahun 2003 nilai RCA Indonesia meningkat menjadi 4,799.
Peningkatan nilai RCA Indonesia terus berlangsung hingga tahun 2008, yaitu
sebesar 5,158 pada tahun 2004, 6,162 pada tahun 2005, 7,140 pada tahun 2006,
7,314 pada tahun 2007 dan 7,320 pada tahun 2008.
49
Tabel 4.3 Keunggulan Komparatif Pakaian Jadi Indonesia di Pasar Amerika
Indeks RCA Cina sebesar 1,006 (lebih dari satu). Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan kinerja ekspor TPT dibandingkan tahun lalu.
Sumber: Situs Resmi Perdagangan Komoditi Internasional (www.comtrade.un.org) (diolah penulis).
Keterangan :
- Nilai RCA > 1 berarti komoditi pakaian jadi Indonesia memiliki keunggulan
komparatif (diatas rata-rata dunia).
- Nilai RCA < 1 berarti komoditi pakaian jadi Indonesia keunggulan
komparatifnya dibawah rata-rata dunia.
- Indeks RCA berkisar antara nol sampai tak hingga. Jika nilai indeks RCA
sama dengan satu berarti kinerja ekspor TPT Indonesia di pasar AS tahun
sekarang sama dengan tahun lalu.
Walaupun nilai RCA Cina lebih rendah dari nilai RCA Indonesia, namun
bila dilihat dari volume ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat, Cina selalu jauh
58
lebih tinggi dari Indonesia. Rendahnya nilai RCA Cina jika dibandingkan dengan
Indonesia lebih dikarenakan rendahnya kontribusi ekspor pakaian jadi terhadap
total ekspor Cina ke Amerika Serikat. Rata-rata kontribusi pakaian jadi terhadap
total ekspor Cina ke Amerika Serikat hanya 8 persen per tahun. Jika dibandingkan
dengan pakaian jadi Indonesia yang memiliki rata-rata kontribusi sekitar 23 % per
tahun, jelas nilai RCA Indonesia lebih tinggi dari Cina.
Seperti halnya nilai RCA, indeks RCA Cina yang pada umumnya rendah,
bukan menunjukkan pangsa nilai komoditi pakaian jadi Cina yang rendah. Hal ini
terlihat dari selalu bertambanya pangsa nilai dari komoditi pakaian jadi Cina pada
setiap tahunnya.
Analisis lebih spesifik berdasarkan masing-masing periode dapat
dijelaskan sebagai berikut :
▪ Periode 2001-2002 :
Indeks RCA China yang senilai 0,852 (kurang dari satu) bukan
mencerminkan rendahnya daya saing (turunnya pangsa pasar) komoditi
pakaian jadi Cina, tetapi karena peningkatan pangsa pasar pakaian jadi Cina
di pasar Amerika Serikat diikuti oleh peningkatan yang lebih besar pada
pangsa pasar total ekspor Cina di pasar Amerika Serikat. Impor pakaian jadi
Amerika meningkat 0,51 persen. Cina hanya butuh mengekspor senilai US$
4,936 milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun realisasinya
Cina mampu mengekspor hingga US$ 5,324 milyar. Artinya ada bagian
sebayak US$ 0,388 milyar yang berali ke Cina. Diduga telah terjadi peralihan
pangsa pasar dari Indonesia ke Cina, karena pada saat itu Indonesia telah
kehilangan pangsa pasarnya sebanyak US$ 0,15 milyar.
59
▪ Periode 2002-2003 :
Pada periode ini indeks RCA Cina sebesar 0,948. Kondisi ini juga tidak
jauh berbeda pada periode sebelumnya. Walaupun indeks RCA masih
kurang dari satu, namun pangsa pasar pakaian jadi Cina terus meningkat.
Peningkatan pangsa pasar pada periode ini mencapai US$ 0,869 milyar. Cina
cukup mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat sebanyak US$ 5,687
milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun Cina mampu
mengekspor hingga 6,556 milyar. Bila dibandingkan dengan Indonesia,
peningkatan pangsa pasar yang diperoleh Cina lebih besar, karena pada saat
itu Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya sebanyak US$
0,009 milyar.
▪ Periode 2003-2004 :
Peningkatan pangsa pasar dari total ekspor Cina ke Amerika Serikat yang
lebih tinggi dari peningkatan pangsa pasar pakaian jadi Cina ke Amerika
Serikat menyebabkan indeks RCA pakaian jadi Cina hanya bernilai 0,958.
Impor pakaian jadi Amerika Serikat pada periode ini meningkat 6,25 persen.
Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina hanya butuh mengekspor
pakaian jadi senilai US$ 6,966 milyar ke Amerika Serikat. Namun Cina
mampu mengekspor hingga US$ 7,709 milyar. Artinya, ada bagian sebanyak
US$ 0,743 milyar yang beralih ke Cina. Pada periode ini, Indonesia juga
mengalami peningkatan pangsa pasar, namun tidak sebesar yang dialami oleh
Cina, karena Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasar sebesar
USS 0,194 milyar.
60
▪ Periode 2004-2005:
Indeks RCA Cina pada perode ini sebesar 1,463. Hal ini menunjukkan
daya saing pakaian jadi mengalami peningkatan yang cukup besar
(peningkatan pangsa pasar). Bahkan peningkatan pangsa pasar pakaian jadi
tersebut lebih besar dari peningkatan pangsa pasar dari total ekspor Cina ke
Amerika Serikat. Untuk mempertahankan pangsa pasarnya, Cina hanya butuh
mengekspor pakaian jadi sebanyak US$ 8,151 milyar. Namun Cina mampu
mengekspor hingga US$ 13,693 milyar. Berarti ada bagian sebanyak US$
5,542 milyar yang beralih ke Cina. Bila dibandingkan dengan Indonesia,
peningkatan pangsa pasar yang dialami oleh Cina jauh lebih besar, karena
Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya senilai US$ 0,438
milyar.
▪ Periode 2005-2006:
Pada periode ini indeks RCA Cina sebesar 1,018 (masih diatas satu).
Peningkatan pangsa pasar pada periode ini mencapai US$ 2,081 milyar. Cina
cukup mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat sebanyak US$ 14,189
milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun Cina mampu
mengekspor hingga 16,270 milyar. Bila dibandingkan dengan Indonesia,
peningkatan pangsa pasar yang diperoleh Cina lebih besar, karena pada saat
itu Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya sebanyak US$
0,557 milyar.
▪ Periode 2006-2007:
Pada periode ini indeks RCA Cina sebesar 1,037 (meningkat dibandingak
periode sebelumnya). Peningkatan pangsa pasar pada periode ini mencapai
61
US$ 2,151 milyar. Cina cukup mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat
sebanyak US$ 16,639 milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya.
Namun Cina mampu mengekspor hingga 18,790 milyar. Bila dibandingkan
dengan Indonesia, peningkatan pangsa pasar yang diperoleh Cina lebih besar,
karena pada saat itu Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya
sebanyak US$ 0,028 milyar.
▪ Periode 2007-2008:
Pada periode ini indeks RCA Cina sebesar 1,006 (masih diatas satu).
Peningkatan pangsa pasar pada periode ini mencapai US$ 0,304 milyar. Cina
cukup mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat sebanyak US$ 18,262
milyar untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Namun Cina mampu
mengekspor hingga 18,566 milyar. Bila dibandingkan dengan Indonesia,
peningkatan pangsa pasar yang diperoleh Cina lebih besar, karena pada saat
itu Indonesia hanya mampu meningkatkan pangsa pasarnya sebanyak US$
0,165 milyar.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis Constant Market Share, terlihat bahwa efek daya saing
dan efek pertumbuhan impor adalah efek yang paling menentukan dalam
peningkatan/penurunan ekspor pakaian jadi Indonesia dan Cina di pasar Amerika
Serikat dibandingkan efek komposisi komoditi. Efek daya saing komoditi pakaian
jadi Indonesia lebih rendah dari Cina dalam memberikan kontribusi ekspor.
Berdasarkan hasil analisis CMS, kinerja pertumbuhan ekspor Tekstil dan
Produk Tekstil Indonesia masih rendah dibandingkan ekspor Tekstil dan Produk
Tekstil Cina. Kondisi tersebut disebabkan karena daya saing TPT Indonesia masih
rendah dibandingkan daya saing TPT Cina di pasar Amerika Serikat dalam
memberikan kontribusi ekspor.
Daya saing secara komparatif untuk komoditi pakaian jadi Indonesia lebih
baik dibanding komoditi pakaian jadi Cina, hal ini disebabkan ekspor pakaian jadi
Indonesia ke Amerika Serikat memberikan kontribisi yang cukup besar terhadap
total ekspor Indonesia ke Amerika Serikat. Dari perkembangan indeks RCA
menunjukkan bahwa pangsa pasar Indonesia di Amerika Serikat untuk komoditi
pakaian jadi cenderung berfluktuasi dalam setiap tahunnya, sementara pangsa
pasar Cina di Amerika Serikat cenderung bertambah.
B. Saran
Bagi para pelaku eksportir pakaian jadi Indonesia dalam jangka panjang
harus mampu meningkatkan daya saing produk yang akan diekspor jika tidak
63
ingin terjadi peralihan pangsa pasar ke negara pesaing. Peningkatan daya saing
harus dilakukan dari segi harga maupun kualitas.
Berdasarkan implikasi yang menunjukkan bahwa dengan diberlakukannya
kebijakan penghapusan kuota akan menyebabkan peningkatan ekspor pakaian
jadi, maka penulis menyarankan agar kebijakan tersebut tetap dipertahankan.
Implikasi tersebut juga menjelaskan bahwa penurunan ekspor dan produksi dapat
disebabkan oleh adanya impor ilegal, maka pemerintah harus berusaha sedapat
mungkin untuk dapat mencegah atau mengurangi impor ilegal tersebut. Karena
dengan adanya impor ilegal yang harganya jauh lebih murah, maka dapat
merugikan para produsen domestik. Pemerintah harus lebih memperhatikan
keadaan industri ini, mengingat industri ini mempunyai potensi yang cukup bagus
di masa depan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Deliarnov. 1995. Pengentar Ekonomi Makro. Jakarta. UI Press.
Departemen Perdagangan Indonesia. 2008. Statistik. www.depdag.go.id (30 Desember 2009)
Departemen Perindustrian Indonesia. 1998. Correlation with Harmonize System. Jakarta. Biro Pusat Statistik.
Dumairy. 2001. Perekonomian Indonesia. Jakarta. Erlangga.
Hamdy, Hady. 2001. Ekonomi Internasional – Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Lipsey, dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 1. Jaka Wasana dan Kirbrandoko (Penerjemah). Jakarta. Binarupa Aksara.
Lipsey, dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 2. Jaka Wasana dan Kirbrandoko (Penerjemah). Jakarta. Binarupa Aksara.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI. 1998. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan N0. 558/MPP/Kep/12/1998 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor. Jakarta
Porter, E. Michael. 1995. Competitive Advantage of Nations. United Kingdom. The Macmillan Press. Ltd. Hampshire.
Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar (Penerjemah). Jakarta. Erlangga.
Tambunan, T.H. Tulus. 2001. Industrialisasi Di Negara sedang Berkembang :kasus Indonesia. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Triyoso, Bambang. 1994. Model Ekspor Non Migas Indonesia Untuk Proyeksi Jangka Pendek. Jakarta.
United Nations Statistic Division. 2008. Commodity Trade. www.comtrade.un.org. (30 Desember 2009).