1 BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang baik, kondisi ini mendorong suatu industri di Indonesia mulai tumbuh. Seiring dengan ketatnya persaingan di era globalisasi perusahaan berlomba-lomba memasarkan produknya dengan kualitas produk yang terbaik agar menjadi market leader baik dalam bentuk produk ataupun jasa. Untuk dapat mencapai semua itu tidaklah mudah apabila tidak disertai dengan sistem yang baik dalam perusahaan tersebut. Salah satu komponen utama agar produk dapat selalu mendapatkan kepercayaan dan menarik perhatian konsumen adalah kualitas. Demi menghasilkan produk yang berkualitas semua itu didukung dengan adanya keunggulan sistem informasi, manajemen, dan juga teknologi yang telah diterapkan oleh perusahaan. Permasalahan yang akan muncul apabila suatu perusahaan tidak dapat mengontrol kualitas suatu produk dengan baik, yaitu muncul biaya perbaikan terhadap produk cacat, dan berkurangnya tingkat kepercayaan konsumen terhadap produk yang mengakibatkan customer loyalty jadi menurun terhadap suatu produk. Oleh karena itu, perlu suatu inspeksi untuk mengendalikan kualitas dari produk tersebut. Pada saat ini sudah banyak perusahaan yang mengimplementasikan sistem pengendalian kualitas salah satunya adalah PT. PRIMISSIMA yang bergerak di industri tekstil. Pada saat observasi dilakukan di perusahaan, permasalahan yang tampak sering muncul yaitu berada pada bagian weaving yaitu lini yang bertugas untuk memproduksi kain grey. Sering sekali ditemukan kain cacat pada produk akhir, permasalahan ini muncul di bagian loom yang memproduksi kain grey shuttle loom. Berdasarkan permasalahan tersebut, untuk dapat mengatasinya perlu adanya pengendalian kualitas produk bagi perusahaan. Pengendalian kualitas tidak hanya berfokus pada akhir produksi saja, namun harus mencakup ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DI PT. PRIMISSIMA PINANDITO TUR WICAKSONO Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Embed
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67258/potongan/S1-2014-281172-chapter1.pdf · untuk memproduksi kain grey. Sering sekali ditemukan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia sedang mengalami perkembangan yang
baik, kondisi ini mendorong suatu industri di Indonesia mulai tumbuh. Seiring
dengan ketatnya persaingan di era globalisasi perusahaan berlomba-lomba
memasarkan produknya dengan kualitas produk yang terbaik agar menjadi market
leader baik dalam bentuk produk ataupun jasa. Untuk dapat mencapai semua itu
tidaklah mudah apabila tidak disertai dengan sistem yang baik dalam perusahaan
tersebut. Salah satu komponen utama agar produk dapat selalu mendapatkan
kepercayaan dan menarik perhatian konsumen adalah kualitas. Demi
menghasilkan produk yang berkualitas semua itu didukung dengan adanya
keunggulan sistem informasi, manajemen, dan juga teknologi yang telah
diterapkan oleh perusahaan.
Permasalahan yang akan muncul apabila suatu perusahaan tidak dapat
mengontrol kualitas suatu produk dengan baik, yaitu muncul biaya perbaikan
terhadap produk cacat, dan berkurangnya tingkat kepercayaan konsumen terhadap
produk yang mengakibatkan customer loyalty jadi menurun terhadap suatu
produk. Oleh karena itu, perlu suatu inspeksi untuk mengendalikan kualitas dari
produk tersebut.
Pada saat ini sudah banyak perusahaan yang mengimplementasikan sistem
pengendalian kualitas salah satunya adalah PT. PRIMISSIMA yang bergerak di
industri tekstil. Pada saat observasi dilakukan di perusahaan, permasalahan yang
tampak sering muncul yaitu berada pada bagian weaving yaitu lini yang bertugas
untuk memproduksi kain grey. Sering sekali ditemukan kain cacat pada produk
akhir, permasalahan ini muncul di bagian loom yang memproduksi kain grey
shuttle loom. Berdasarkan permasalahan tersebut, untuk dapat mengatasinya perlu
adanya pengendalian kualitas produk bagi perusahaan. Pengendalian kualitas
tidak hanya berfokus pada akhir produksi saja, namun harus mencakup
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
keseluruhan produksi mulai bahan baku hingga barang setengah jadi sampai
barang jadi. Oleh karena itu, pengendalian kualitas harus dilakukan dengan benar
sehingga meminimasi kecacatan produk dan dapat meningkatkan kepuasan
konsumen.
Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengurangi jumlah cacat dan
menghasilkan produk yang baik kualitasnya seperti TQC (Total Quality Control),
TQM (Total Quality Management),ISO 9000 dan juga six sigma. Namun saat ini
metode TQC dan TQM sudah sangat jarang digunakan dikarenakan beberapa
kelemahan dalam metode ini yaitu implementasi menciptakan pemahaman bahwa
masalah kualitas adalah masalahnya departemen quality control, padahal masalah
kualitas biasanya berasal dari ketidakmampuan departemen lain dalam perusahaan
yang sama dan penekanan umumnya pada standar minimum kualitas produk,
bukan pada bagaimana meningkatkan kinerja produk. Pada saat ini rata-rata
industri di Indonesia berada pada level 3-sigma dimana tingkat DPMO (Defect
Per Milion Oppurtunity) yaitu sekitar 66.807. Dari hal tersebut, penelitian ingin
dilakukan agar mengetahui sejauh mana tingkat level sigma pada PT.
PRIMISSIMA saat ini.
Dengan demikian, pada penulisan penelitian ini diusulkan sistem
pengendalian kualitas dengan pendekatan metode six sigma DMAIC (Define,
Measure, Analysis, Improve, dan Control) sebagai teknik yang dapat
mengevaluasi pengendalian dan peningkatan kualitas dengan harapan menuju
tingkat kegagalan nol (zero defect). Six sigma merupakan konsep statistik yang
mengukur suatu proses yang berkaitan dengan cacat atau kerusakan mencapai
enam sigma berarti proses mengahasilkan hanya 3,4 cacat per sejuta kesempatan
(DPMO).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan akan berfokus pada
bagaimana cara pengendalian kualitas di perusahaan dengan tujuan untuk
mengurangi produk cacat. Sehingga, dalam penelitian ini digunakan suatu metode
dalam pengendalian kualitas yaitu dengan metode six sigma dengan menerapkan
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
tahapan DMAIC (Define, Measure, Analysis, Improve, dan Control) untuk dapat
mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan cacat pada suatu produk.
1.3 Asumsi dan Batasan Masalah
Dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan yang diberikan agar penelitian
ini lebih lugas dan fokus. Adapun asumsi dan batasan basalah dalam penelitian ini
yaitu:
1. Penelitian ini dilakukan di PT. PRIMISSIMA, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Penelitian ini menggunakan metode six sigma (DMAIC).
3. Penelitian ini dilakukan pada produk akhir.
4. Penelitian ini menggunakan data atribut.
5. Pada penelitian ini tidak sampai tahap control.
6. Analisis difokuskan pada kain hasil dari shuttle loom.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Mengindentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan suatu produk dapat
mengalami kecacatan.
2. Menganalisis penyebab kecacatan produk dengan metode six sigma (DMAIC)
dengan maksud untuk mengurangi cacat produksi.
3. Memberikan rekomendasi kepada perusahaan dengan menggunakan
pendekatan six sigma sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas produk.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat untuk penulis:
a. Dapat mengaplikasikan sebagian ilmu yang diperoleh di bangku kuliah pada
dunia industri nyata khusunya pada sistem pengendalian kualitas.
b. Mengetahui lebih dalam mengenai kesulitan ataupun permasalahan di dunia
industri dalam pengendalian kualitas produk di perusahaan.
Manfaat bagi organisasi:
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
a. Dari segi perusahaan dapat memberikan informasi cara untuk mengurangi
cacat pada produk.
b. Memberikan gambaran kepada perusahaan mengenai bagaimana cara
mengevaluasi program-program pengendalian kualitas yang telah diterapkan
selama ini.
1.6 Sejarah Perusahaan
PT. Pabrik Cambrics PRIMIISSIMA (disingkat PT. PRIMISSIMA) didirikan
pada tanggal 22 Juni 1971 dengan Notaris R. Soerojo Wongsowidjojo Jakarta No.
31/1971, merupakan patungan antara Pemerintah sebesar 60% dengan gabungan
Koperasi Batik Indonesia sebesar 40%. Pabrik sudah mulai beroperasi sejak 2
Februari 1972, dengan awal produksi mencapai 4 juta yards per tahun dengan
jumlah karyawan sebanyak 252 orang. Perluasan area pabrik perusahaan dimulai
awal bulan Maret 1974 dan mulai berproduksi pada awal tahun 1976. Pada tahun
1976 pencapaian produksi pabrik sudah mencapai 7,5 juta yards per tahun,
bahnkan mengalami peningkatan pada tahun 1979 mencapai 10 juta yards per
tahun dengan jumlah karyawan sebanyak 560 orang.
Untuk meningkatkan kapasitas produksi perusahaan melakukan perluasan
tahap kedua yang dimulai pada bulan Juni 1981 dan perluasan area pabrik selesai
pada tahun 1984. Dengan adanya perluasan area pabrik pencapaian produksi dapat
meningkat mencapai 20 juta yards per tahun dengan jumlah karyawan sebanyak
1050 orang. Perusahaan mempunyai 2 komoditi utama yaitu berupa kain dan
benang. Selain dipasarkan di dalam negeri, produk seperti benang dan kain juga di
ekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Jepang, dan Cina.
1.7 Proses Produksi
Proses produksi dibagi menjadi 2 bagian yaitu proses spinning (pemintalan)
benang yang berasal dari kapas dan proses weaving (tenun) yaitu proses
pertenunan benang menjadi kain. Berikut ini adalah penjelasan masing-masing
proses produksi di pabrik:
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
1.7.1 Proses Spinning
Proses produksi spinning terbagi menjadi 3 tahapan yaitu:
1.7.1.1 Blowing
Pada tahap ini merupakan tahap awal bahan baku yaitu kapas siap untuk
dipintal. Pemasok bahan baku kapas berasal dari luar negeri seperti Brazil,
Australia, Afrika Selatan, maupun Amerika. Pada awalnya kapas masih berbentuk
bale yaitu dalam bentuk kapas press. Tahapan ini sangat berperan penting dalam
membersihkan kapas dari kotoran-kotoran yang melekat pada kapas. Pada tahap
ini terdapat beberapa mesin yang berperan penting terhadap proses bahan baku
kapas diantaranya:
a. Mesin Bale Opener
Memiliki fungsi membuka ataupun mengurai kapas press untuk dikembalikan
kebentuk semula dan pada mesin ini kotoran-kotoran yang melekat pada kapas
dibersihkan agar tidak terbawa pada ke tahapan selanjutnya. Pada mesin ini
kotoran yang besar jatuh dan yang halus akan terhisap oleh suatu fan,
disamping itu kotoran yang berwujud metal akan dihisap oleh suatu magnet
yang terdapat pada mesin.
b. Mesin Waste Opener
Memiliki fungsi yang sama dengan bale opener, namun input ataupun
muatannya berupa sisa-sisa kapas (waste) yang berasal dari tahapan pre-
spinning dan spinning. Bentuk dari sisa kapas tersebut berupa gulungan kapas
(sliver lap) yang masih memilki panjang serat kapas yang memenuhi syarat
untuk diproses lagi.
c. Monocylinder Cleaner
Memilki fungsi untuk membersihkan kotoran yang masih tertinggal, bagian
utama mesin ini adalah cylinder berpaku yang berputar oleh suatu motor.
d. Automixer
Memiliki fungsi untuk mencampur kapas agar kualitas benang dapat lebih
merata. Distribution conveyer berjalan bolak-balik untuk membagi kapas
dalam 40 - 60 lapisan campuran.
e. ERM Cleaner
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
Memliki fungsi untuk membersihkan kotoran dan memisahkanya sebelum di
proses pada mesin carding pada tahapan selanjutya yaitu pre-spinning. Serat-
serat panjang diteruskan ke mesin berikutnya, sedang serat pendek dihisap oleh
fan.
1.7.1.2 Pre-Spinning
1.7.1.2.1 Proses carding
Pada tahapan ini merupakan proses awal untuk mengubah bentuk kapas
menjadi gulungan yang rapi (sliver) yang dikenal dengan proses carding, pada
proses ini serat kapas akan dibersihkan dan dipisahkan. Pada proses ini sudah
sudah kapas sudah memiliki nomor benang atau dikenal dengan sebutan nomor
benang (NE), pada proses carding NE benang sebesar 0,130. Beberapa mesin
yang berperan penting dalam proses carding yaitu:
a. Flock feeder
Mesin ini adalah bagian akhir dari proses blowing, memiliki fungsi untuk
membersihkan kapas dengan silinder yang berpaku.
b. Mesin Carding
Memiliki fungsi sebagai pengurai kapas, kemudian membersihkan kapas yang
terakhir dan memisahkan serat-serat yang pendek. Pada mesin ini berkas kapas
diurai kedalam bentuk serat-serat individu tanpa merusak berkas kapas,
selanjutnya melakukan distribusi serat-serat individu kepada bentuk seperti
jaringan serat-serat panjang atau dikenal dengan sebutan web. Pada akhirnya
serat-serat panjang tersebut akan berubah bentuk menjadi draftable sliver
(sumbu panjang).
1.7.1.2.2 Proses Drawing
Setelah selesai pada proses carding kemudian akan masuk ke proses
selanjutnya yaitu proses drawing. Proses ini bertujuan untuk meratakan serat,
karena serat hasil dari mesin carding sudah tidak rata lagi. Pada proses ini terjadi
peregangan kapas dengan tujuan penutupan serat-serat kapas agar menghasilkan
kapas yang berkualitas baik, selain itu dilakukan perangkapan 8 sliver hasil dari
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
proses carding dengan tujuan menutupi serat-serat kapas yang kurang baik
dikarenakan pada proses carding akan menghasilkan sliver dengan kualitas yang
berbeda-beda, sehingga dengan proses perangkapan diharapkan akan
menghasilkan sliver dengan serat kapas yang baik. Di proses ini juga terjadi
puntiran semu yang mengkibatkan kapas memiliki puntiran, disebut puntiran
semu dikarenakan mudah untuk diurai kembali. Terdapat 2 passage pada proses
ini yaitu passage 1 dan passage 2, passage 1 dengan NE sebesar 0,130 dan
passage 2 dengan NE 0,133.
1.7.1.2.3 Proses Roving
Pada proses ini berfungsi untuk mengubah bentuk sliver kapas menjadi roving.
Pembentukan roving dibantu menggunakan mesin flyer dengan mengaitkan sliver
pada mesin flyer kemudian sliver dililitkan pada sebuah bobin yang merupakan
wadah bagi sliver yang sudah terlilit sehingga menjadi roving. Roving yang
dihasilkan pada proses ini memiliki panjang 11,25 meter yang berasal dari 1 meter
sliver, sedangkan NE pada roving akan meningkat menjadi 1,12.
1.7.1.3 Spinning
1.7.1.3.1 Ring-spinning
Pada proses ini dikenal dengan proses pengecilan bahan dikarenakan benang
sudah mulai dipintal pada mesin spinning sehingga akan mengubah bentuk roving
menjadi benang. Benang akan mendapatkan perlakuan seperti puntiran permanen
sehingga diameter akan semakin kecil dan nilai NE benang akan semakin besar
menjadi 40, apabila sudah dilakukan puntiran permanen maka benang sudah tidak
akan terurai.
Benang yang dipintal pada proses ini masih menghasilkan benang yang tebal
maupun tipis dikarenakan adanya slub (kotoran) yang terikut selama proses
ataupun saat proses tidak berjalan dengan baik. Proses ini akan menghabiskan
waktu 5 - 6 jam.
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
1.7.1.3.2 Winding
Pada proses ini dikenal dengan proses mengubah gulungan yang berasal dari
bobin ring-spinning ke dalam bentuk cones. Proses winding berfungsi untuk
menyeleksi benang tipis dan benang besar yang terbawa saat proses sebelumnya,
benang tipis dan benang besar secara otomatis akan terbuang selama proses ini.
Untuk dapat menyeleksi benang mesin winding dilengkapi dengan sebuah sensor
yang akan memotong secara otomatis dengan air splacher sehingga akan
menghasilkan benang dengan kualitas yang baik. Pada umumnya berat cones
benang di proses ini mencapai 1,95 kg.
1.7.2 Proses weaving
Proses produksi weaving terbagi menjadi 3 tahapan:
1.7.2.1 Weaving preparation
1.7.2.1.1 Proses Hani
Pada tahapan ini merupakan tahapan awal menyiapkan benang lusi (benang
memanjang) dan benang pakan (benang melintang). benang yang disiapkan untuk
proses tenun merupakan benang yang berasal dari cones hasil winding. Benang
dalam bentuk cones tersebut kemudian diletakkan pada sebuah mesin yaitu mesin
warper. Mesin ini berfungsi untuk menggulung benang lusi yang berasal dari 585
benang cones ke dalam sebuah beam dengan panjang 17.700 meter. Pada proses
ini juga bertujuan untuk mengetahui angka putus dari benang tersebut saat proses
hani berlangsung, sehingga dapat mengetahui kekuatan benang. beberapa kejadian
yang mengakibatkan benang tersebut putus antara lain:
a. Pada cone: cone silang, cone lengket, cone bengkok, cone tak rata, cone putus,
cone ribbon, dasar cone putus, pinggiran jelek, empty cone.
b. Benang lemah: sambungan lolos, thin pieces, NE tinggi, lost twist.
c. Benang bebas.
d. Fly waste.
e. Slub.
f. Rami.
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
1.7.2.1.2 Proses Kanji
Proses kanji merupakan proses untuk menambah kekuatan benang, agar
benang tahan gesekan sewaktu ditenun dan bulu-bulu benang tidak mudah keluar.
Pada proses ini dilakukan pelipatan beberapa boom menjadi sebuah boom yang
sekaligus dikanji. Untuk mendapatkan benang yang lebih kuat, benang akan
dicelupkan ke dalam cairan kanji dengan menggunakan mesin kanji. Bahan yang
diperlukan untuk membuat cairan kanji adalah:
a. Compound AT - 8E.
b. Anti jamur.
c. Air.
Bahan tersebut kemudian dimasak ke dalam mixer, untuk dimasak secara
bersamaan sesuai dengan urutan dan juga takaran yang sudah ditentukan. Proses
pengadukan bahan dibutuhkan waktu selama 10 menit serta dipanaskan mencapai
suhu 80o C. Apabila cairan kanji telah siap, kemudian akan dikirim ke size box
yang berfungsi menampung cairan kanji.
1.7.2.1.3 Proses Cucuk
Proses ini merupakan tahap akhir dari preparation, benang yang sudah
melewati proses kanji selanjutnya akan dilakukan proses cucuk. Hasil dari proses
kanji akan menghasilkan benang yang lebih kaku sehingga benang lebih kuat dan
juga tidak mudah putus saat akan ditenun. Pada proses ini mesin cucuk berperan
penting untuk memasukkan benang lusi ke dalam gun, ketang, dan juga sisir.
1.7.2.2 Looming
Looming merupakan tahapan kedua dari proses weaving, pada tahapan ini
benang yang sudah melewati proses cucuk siap untuk ditenun menjadi kain.
Terdapat 2 jenis kain yang dihasilkan dari proses ini yaitu:
a. Kain shuttle loom.
b. Kain air jet loom (AJL).
Jenis kain tersebut berbeda dikarenakan pada kain shuttle loom masih dibantu
dengan menggunakan shuttle atau teropong saat proses tenun berlangsung,
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
sedangkan kain air jet loom dengan menggunakan bantuan tekanan udara saat
proses berlangsung.
1.7.2.3 Grey Finishing
Tahap akhir dari proses weaving adalah grey finishing yaitu berperan penting
sebagai inspeksi hasil akhir dari proses loom. Semua kain yang telah jadi
kemudian di inspeksi dengan tujuan produk yang cacat tidak sampai kepada
pelanggan. Grey finishing bertugas mencukur bulu-bulu serta mengadakan
reparasi pada terhadap cacat yang dihasilkan dari proses sebelumnya. Mesin yang
digunakan untuk melakukan inspeksi yaitu:
a. Mesin cukur
Berfungsi untuk mencukur bulu-bulu pada kain sehingga mudah untuk
dilakukan inspeksi.
b. Mesin inspecting folding
Berfungsi untuk memeriksa kain apabila terdapat cacat dan sekaligus
menggulungnya.
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
1.8 Alur Produksi Benang
Gambar 1.1 Alur Produksi Benang
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
Gambar 1.1 Alur produksi benang (lanjutan)
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
1.9 Alur Produksi Kain
Gambar 1.2 Alur Produksi Kain
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
1.10 Struktur organisasi
Gambar 1.3 Struktur Organisasi Perusahaan
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS INDUSTRI TEKSTIL DENGAN METODE SIX SIGMA (DMAIC) DIPT. PRIMISSIMAPINANDITO TUR WICAKSONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/