Top Banner
Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 26 41 Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun 2008-2013. 26 ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008-2013 Tripitono Adi Prabowo Universitas Trunojoyo Madura Abstract This study analyzes the financial performance of the province of East Java in 2008 until 2013. Through a quantitative approach, this study describes the degree of fiscal decentralization, fiscal independence and activity ratios East Java provincial budget in 2008 until 2013. The results showed that: the performance of financial management of East Java Province has been very good, although the ratio of expenditure activity showed a dominance ratio of indirect expenditure on direct spending. Thus, the recommendation to the Government of East Java are: 1)To accelerate SKPD and other related agencies to increase revenue, 2)Provide a planning on budgeting for autonomous regions based on the needs of real people in East Java and in accordance with the mission and the mission of the Governor and Deputy Governor of East Java, 3)To increase the ratio of direct expenditure to total expenditure. Keywords: financial performance, Fiscal Decentralization, Fiscal Self-Reliance, Activity Ratio PENDAHULUAN Amanat konstitusi dalam peru- bahan UUD 1945 menyebutkan, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahtera- an masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat untuk mencapai kemandirian daerah dan masyarakat. Dalam kerangka itulah seharusnya pelaksanaan kebijakan otonomi daerah dipahami, bukan justru hanya menjadi fenomena pemindahan kekuasaaan politik dari pusat ke daerah, yang melahirkan raja-raja kecil dengan keinginan untuk dilayani bukan melayani, serta kepentingan menumpuk kekayaan pribadi. Dalam sejarah NKRI, setidaknya ada 7 undang-undang yang mengatur pemerintahan daerah, dari UU Nomor 1 tahun 1945 sampai UU Nomor 32 tahun 2004. Pasca reformasi 1998, rakyat menuntut adanya desentralisasi yang lebih luas dan nyata bagi daerah, sehingga lahirlah UU nomor 22 tahun 1999 dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta UU nomor 25 tahun 1999 dan UU nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah. Secara filosofis, empat undang-undang tersebut lahir sebagai euforia kebebasan pasca lengsernya rezim orde baru yang otoritarian, baik melalui kelembagaan yang represif, depolitisasi masyarakat, dominasi militer dan birokrasi maupun sentralisasi kekuasaan (Syaukani, et.al., 2002). Dengan demikian, undang- undang tersebut bertujuan untuk
16

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

26

ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHPROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2008-2013

Tripitono Adi PrabowoUniversitas Trunojoyo Madura

AbstractThis study analyzes the financial performance of the province of East Java in

2008 until 2013. Through a quantitative approach, this study describes the degree offiscal decentralization, fiscal independence and activity ratios East Java provincialbudget in 2008 until 2013. The results showed that: the performance of financialmanagement of East Java Province has been very good, although the ratio ofexpenditure activity showed a dominance ratio of indirect expenditure on directspending. Thus, the recommendation to the Government of East Java are: 1)Toaccelerate SKPD and other related agencies to increase revenue, 2)Provide a planningon budgeting for autonomous regions based on the needs of real people in East Javaand in accordance with the mission and the mission of the Governor and DeputyGovernor of East Java, 3)To increase the ratio of direct expenditure to totalexpenditure.

Keywords: financial performance, Fiscal Decentralization, Fiscal Self-Reliance,Activity Ratio

PENDAHULUAN

Amanat konstitusi dalam peru-bahan UUD 1945 menyebutkan,pemerintah daerah berwenang untukmengatur dan mengurus sendiri urusanpemerintahan menurut asas otonomi dantugas pembantuan. Pemberian otonomiluas kepada daerah diarahkan untukmempercepat terwujudnya kesejahtera-an masyarakat melalui peningkatanpelayanan, pemberdayaan dan peranserta masyarakat untuk mencapaikemandirian daerah dan masyarakat.Dalam kerangka itulah seharusnyapelaksanaan kebijakan otonomi daerahdipahami, bukan justru hanya menjadifenomena pemindahan kekuasaaanpolitik dari pusat ke daerah, yangmelahirkan raja-raja kecil dengankeinginan untuk dilayani bukanmelayani, serta kepentingan menumpukkekayaan pribadi.

Dalam sejarah NKRI, setidaknyaada 7 undang-undang yang mengaturpemerintahan daerah, dari UU Nomor 1tahun 1945 sampai UU Nomor 32 tahun2004. Pasca reformasi 1998, rakyatmenuntut adanya desentralisasi yanglebih luas dan nyata bagi daerah,sehingga lahirlah UU nomor 22 tahun1999 dan UU nomor 32 tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah, serta UUnomor 25 tahun 1999 dan UU nomor 33tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan Antara Pemerintah Pusat DanPemerintahan Daerah. Secara filosofis,empat undang-undang tersebut lahirsebagai euforia kebebasan pascalengsernya rezim orde baru yangotoritarian, baik melalui kelembagaanyang represif, depolitisasi masyarakat,dominasi militer dan birokrasi maupunsentralisasi kekuasaan (Syaukani, et.al.,2002). Dengan demikian, undang-undang tersebut bertujuan untuk

Page 2: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

27

memberikan jawaban atas berbagaiproblem penataan kekuasaan antarapusat dengan daerah, demi mewujudkankemandirian daerah dan masyarakat.

Dengan demikian penyelenggara-an otonomi daerah harus dipahamisebagai hak, yaitu hak masyarakatdaerah untuk mengatur dan mengelolakepentingannya sendiri serta mengem-bangkan potensi dan sumber daya untukmemberdayakan masyarakat, me-numbuhkan prakarsa dan kreativitas,meningkatkan peran serta masyarakat,serta mengembangkan peran dan fungsilembaga-lembaga pemerintahan didaerah (Mardiasmo, 2004). Untukmewujudkan hal itu, maka implementasikebijakan desentralisai harus disertaidengan penguatan kapasitas fiskalpemerintah daerah.

Kemandirian fiskal dapat dilaku-kan dengan menggali sumber-sumberkeuangan, khususnya untuk memenuhikebutuhan pembiayaan pemerintahandan pembangunan di daerahnya melaluipeningkatan Pendapatan Asli Daerah(PAD) (Radianto, 1997). Dengan demi-kian, ketergantungan pemerintah daerahterhadap pemerintah pusat akansemakin kecil dan peran PAD menjadisemakin besar. Upaya penguatankapasitas fiskal tersebut dituangkandalam Anggaran Pendapatan DanBelanja Daerah (APBD) atau kebijakankeuangan daerah yang disusun setiaptahun anggaran. Berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentangpemerintah daerah, APBD didefinisikansebagai rencana operasional keuanganpemerintah daerah, yang meng-gambarkan perkiraan pengeluaran untukmembiayai kegiatan-kegiatan danproyek-proyek daerah serta meng-gambarkan perkiraan penerimaan dansumber-sumber penerimaan daerahdalam satu tahun anggaran.

Secara konseptual keuangandaerah memuat semua hak dan

kewajiban yang dapat dinilai denganuang, demikian pula segala sesuatu baikberupa uang maupun barang yang dapatdijadikan kekayaan daerah sepanjangbelum dimiliki/ dikuasaii oleh negaraatau daerah yang lebih tinggi sertapihak-pihak lain sesuai dengan ke-tentuan perundang-undangan yangberlaku (Mamesah, dalam Halim, 2004).Dengan demikian, kajian terhadapkinerja pengelolaan keuangan daerahdaerah menjadi urgen dilakukan padasetiap pemerintahan daerah.

Beberapa penelitian terdahuluterkait kinerja keuangan daerahmenyebutkan bahwa pada periode tahun2000-2002. Apabila dilihat dari indika-tor kinerja PAD, secara umum provinsi-provinsi di Kawasan Barat Indonesia(KBI) mempunyai kemampuankeuangan lebih baik jika dibandingprovinsi-provinsi di Kawasan TimurIndonesia (KTI). Selain itu, Provinsiyang mempunyai sumberdaya alammelimpah tidak serta merta memilikikinerja PAD yang baik. Namun, kajiantersebut menunjukkan bahwa terjadipeningkatan PAD di seluruh Propinsidalam era otonomi daerah (Bappenas,2003).

Kajian serupa juga dilakukan diKabupaten Ngawi pada tahun 2003 dantahun 2004, hasilnya menyebutkanbahwa tingkat kemandirian fiskalKabupaten Ngawi relatif rendah denganketergantungan fiskal yang masihtinggi. Selain itu, pengelolaan PAD-nyadikategorikan tidak efektif, meski daritingkat efisiensinya dikatakan efisien(Sudrajat, 2005). Sedangkan kajianterhadap evaluasi kinerja keuangandaerah Pemerintah Provinsi NusaTenggara Barat tahun 2003 sampaitahun 2007 yang dilakukan I Dewa GdeBisma dan Hery Susanto (2010)menujukkan bahwa; ketergantungankeuangan daerah masih sangat tinggidan tingkat kemandirian daerah sangat

Page 3: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

28

kurang. Namun demikian, efektifitaspengelolaan APBD-nya sudah sangatefektif, meski efisiensi pengelolaanAPBD-nya tergolong tidak efisien.

Berdasarkan landasan teorits danpraktis tersebut maka analisis terhadapkinerja keuangan daerah menjadi sangaturgen untuk dilakukan. Sehingga,pertanyaan yang diajukan penelitian iniadalah Bagaimana Kinerja KeuanganPemerintah Provinsi Jawa Timur tahun2008 sampai tahun 2013?. Melaluirumusan masalah tersebut, penelitian inibertujuan memperoleh gambaranmengenai kinerja keuangan daerahPemerintah Provinsi Jawa Timur,mengetahui dan menjelaskan tingkatdesentralisasi fiskal Provinsi JawaTimur, mengetahui dan menjelaskanrasio keuangan dan efektivitas APBDProvinsi Jawa Timur tahun anggaran2008 sampai tahun 2013.

LANDASAN TEORI

Penelitian TerdahuluSebuah penelitian yang

memetakan kemampuan keuanganPemerintahan Provinsi ditinjau darikinerja PAD pada periode tahun 2000-2002, dengan menggunakan ukuranelastisitas, share, growth , pemetaan dananalisis kemampuan keuangan daerahdengan metode kuadran dan metodeindeks. Hasil penelitian ini menunjuk-kan; 1) Indikator kinerja PAD, secaraumum propinsi-propinsi di KawasanBarat Indonesia (KBI) mempunyaikemampuan keuangan lebih baik jikadibanding propinsi-propinsi di KawasanTimur Indonesia (KTI); 2) Propinsiyang mempunyai sumberdaya alammelimpah tidak serta merta memilikikinerja PAD yang baik; 3) Berbagaiupaya telah dilakukan daerah untukmeningkatkan kemampuan keuangandaerah dan mendorong potensi ekonomi

lokal, melalui peningkatan PAD daninvestasi berdasarkan potensi yangdimilikinya; 4) Adanya peningkatanPAD di seluruh Propinsi dalam eraotonomi daerah (Bappenas, 2003).

Selanjutnya kajian tentang kinerjakeuangan pemerintah Kabupaten Ngawitahun 2003 dan tahun 2004, denganmenggunakan Rasio KemandirianKeuangan Daerah, Rasio EfektifitasPAD, Rasio Efesiensi PAD, RasioAktivitas, Debt Service Coverage Ratio(DSCR), dan Rasio Pertumbuhan. Hasilpenelitian tersebut adalah; 1)Kemandirian pemerintah KabupatenNgawi relative rendah danketergantungan terhadap bantuan pihakekstern (bantuan pemerintah pusat)masih tinggi; 2) Kemampuan pemerin-tah Kabupaten Ngawi dalammerealisasikan Pendapatan Asli Daerah(PAD) dikategorikan tidak efektif,karena rasio yang dicapai dibawah100%; 3) Pemerintah Kabupaten Ngawidalam merealisasikan penggunaan danaAPBD untuk mendapatkan PendapatanAsli Daerah (PAD) dapat dikatakanefisien. Hal tersebut ditunjukkan denganbesarnya rasio efisiensi diatas 0%; 4)Pendapatan daerah pemerintah Kabu-paten Ngawi pada tahun anggaran 2003-2004 diprioritaskan untuk mencukupikebutuhan belanja pelayanan publik; 5)Aktivitas penyerapan dana per triwulanpemerintah Kabupaten Ngawi sudahmerata dari triwulan I sampai dengantriwulan IV, tetapi untuk belanja tidaktersangka masih terkonsentrasi padatriwulan terakhir; 6) Pada tahunanggaran 2004 DSCR yang dimilikipemerintah Kabupaten Ngawi > 2,5yaitu sebesar 3,40 dengan maksimalangsuran pokok pinjaman yang dapatdibayar sebesar Rp.26.391.925.280,00;7) Tingkat pertumbuhan pemerintahKabupaten Ngawi tahun anggaran 2003-2004 pada masing-masing komponenmenunjukkan pertumbuhan yang positif.

Page 4: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

29

Tetapi perlu mendapatkan perhatianadalah pos belanja bagi hasil danbantuan keuangan, karena menunjukkantingkat pertumbuhan negatif (Sudrajat,2005)

Sedangkan kajian terhadapevaluasi kinerja keuangan daerahPemerintah Provinsi Nusa TenggaraBarat tahun 2003 sampai tahun 2007yang dilakukan I Dewa Gde Bisma danHery Susanto (2010) menujukkanbahwa; Berdasarkan analisis kinerjakeuangan daerah, secara umum ProvinsiNTB pada Tahun Anggaran 2003- 2007menggambarkan kinerja yang tidakoptimal dalam pelaksanaan otonomidaerah, hal ini ditunjukkan olehindikator kinerja keuangan yang antaralain; 1) Ketergantungan KeuanganDaerah sangat tinggi terhadap Pemerin-tah Pusat sehingga tingkat KemandirianDaerah Sangat Kurang. DesentralisasiFiskal Cukup mengingat ketergantungankeuangan terhadap pemerintah pusatsangat tinggi. Efektifitas pengelolaanAPBD sangat efektif, namun Efisiensipengelolaan APBD menunjukkan hasilTidak Efisien; 2) Dilihat dari indikatorkinerja PAD, secara umum sumbanganPAD (share) terhadap total pendapatandaerah Provinsi NTB TA 2003-2007masih rendah, namun pertumbuhan(growth) PAD tinggi. Kendati tetapterjadi peningkatan pada PAD, namunapabila dibandingkan dengan peningkat-an Belanja, maka proporsi peningkatanPAD sangat kecil; 3) Berdasarkanpengukuran Indeks Kemampuan Ke-uangan (IKK), Provinsi NTB beradapada skala indeks 0,54 selanjutnyadiklasifikasikan menurut Kriteria Ting-kat Kemampuan Keuangan Daerahadalah Provinsi dengan kemampuankeuangan Tinggi. Tingginya tingkatkemampuan keuangan daerah ProvinsiNTB lebih disebabkan karena besaransubsidi atau bantuan keuangan yangdiberikan oleh Pemerintah Pusat melalui

Dana Perimbangan. Hal ini tentu sangatbertolak belakang dengan amanatotonomi daerah yang menunjukkankemandirian daerah dan kewenanganluas dalam menyelenggarakan urusanrumah tangga pemerintahan daerah.

Tinjauan Otonomi DaerahOtonomi daerah merupakan suatu

perwujudan pelaksanaan desentralisasidan merupakan penerapan konsep teori“areal division of power” yangmembagi kekuasaan secara vertikal,yaitu daerah dibawahnya. Konsepdesentralisasi atau otonomi daerahmerupakan konsekuensi dari bentukNegara Kesatuan Republik Indonesia,dimana konsep tersebut merupakansistem perencanaan dan pelaksanaanpembangunan yang akomodatifterhadap inisiatif dan tanggung jawabmasyarakat daerah.

Penyelenggaraan otonomi daerahlebih dipahami sebagai hak yaitu hakmasyarakat daerah untuk mengatur danmengelola kepentingannya sendiri sertamengembangkan potensi dan sumberdaya untuk memberdayakan masyara-kat, menumbuhkan prakarsa dankreativitas, meningkatkan peran sertamasyarakat, serta mengembangkanperan dan fungsi lembaga-lembagapemerintahan di daerah (Mardismo,2004). Namun, kewenangan untukmengurus rumah tangga itu di negarakita tetap berada dalam konteks danrambu-rambu Negara KesatuanRepublik Indonesia (Yani, 2004).

Dari pengertian diatas dapatdilihat bahwa tujuan dari diselenggara-kan otonomi daerah adalah untukmemberikan hak pada daerah untukmengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri, untuk meningkatkandaya guna dan hasil guna penyeleng-garaan pemerintahan dan pelayananmasyarakat dalam rangka pembangunanperekonomian daerah yang efektif dan

Page 5: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

30

efisien. Selain itu, tujuan lain daridiselenggarakan otonomi daerah adalahuntuk memberikan kewenangan yangluas, nyata, dan bertanggung jawabkepada daerah secara proporsional yangdiwujudkan dengan pengaturan,pembagian dan pemanfaatan sumberdaya nasional yang berkeadilan, sertaperimbangan keuangan pemerintahpusat dan pemerintah daerah, serta lebihditekankan kepada prinsip-prinsipdemokrasi, peran serta masyarakat, danmemperhatikan potensi dan keaneka-ragaman daerah (Mardiasmo, 2004).

Tentang Keuangan DaerahKeuangan daerah adalah alat fiskal

pemerintah daerah, yang menjadi bagianintegral dari keuangan negara dalammengalokasikan sumber-sumber ekono-mi, memeratakan hasil pem-bangunandan menciptakan stabilitas ekonomi.Keuangan daerah merupakan semua hakdan kewajiban daerah dalam rangkapenyelenggaraan pemerintahan daerahyang dapat dinilai dengan uangtermasuk didalamnya segala bentukkekayaan daerah sepanjang belumdimiliki atau dikuasi oleh negara ataudaerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan atauperaturan perundang-undangan yangberlaku dan juga yang berhubungandengan hak dan kewajiban daerahtersebut, dalam kerangka AnggaranPendapatan dan Belanja Daerah(APBD) (Yani, 2004).

Dari pengertian sebelumnya dapatdilihat bahwa daerah mempunyai keter-kaitan yang erat dengan pengelolaansumber daya atau potensi untukmenciptakan kondisi keuangan yangmantap. Menggali potensi kekayaandaerah adalah solusi bagi peningkatanpenerimaan daerah dengan keterbatasanobyek yang tidak dimiliki dan dikuasaioleh negara (pusat). Oleh karena itu,

pengelolaan keuangan daerah harusefisien, transparan dan akuntable.

Kinerja Keuangan DaerahDefinisi tentang kinerja dapat

diketahui melalui Peraturan PemerintahNomor 8 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 2,yang mendefinisikan kinerja adalahkeluaran/hasil dari kegiatan/programyang hendak atau telah dicapai se-hubungan dengan penggunaan anggarandengan kuantitas dan kualitas terukur.Oleh karena itu, Dalam pelaksanaantugas dan fungsi pemerintahan, pem-bangunan serta pelayanan, pemerintahdaerah wajib menyampaikan laporanpertanggungjawaban keuangan daerah-nya yang merupakan pertanggung-jawaban pelaksanaan APBD karenadalam pasal 21 Permendagri Nomor 13Tahun 2006 disebutkan bahwa APBDmerupakan dasar pengelolaan keuangandaerah dalam masa 1 (satu) tahunanggaran terhitung mulai tanggal 1Januari sampai dengan tanggal 31Desember.

Peraturan pemerintah Nomor 8Tahun 26 Pasal 1 ayat 3, mendefinisikanlaporan kinerja sebagai ikhtisar yangmenjelaskan secara ringkas dan lengkaptentang capaian kinerja yang disusunberdasarkan rencana kerja yangditetapkan dalam rangka pelaksanaanAPBN/APBD. Sehingga untukmengetahui kinerja keuanganpemerintah daerah dapat dilihat darikeberhasilan pemerintah daerah dalammelaksanakan APBD yang ditetapkan.

Rasio Keuangan DaerahAnalisis kinerja keuangan diukur

melalui penghitungan rasio-rasiokeuangan yang merupakan alat ukurkinerja keuangan. Untuk mengetahuikinerja keuangan daerah, dapat diukurdengan rasio berikut (Halim, 2001):

Page 6: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

31

Rasio desentralisasi fiskalDesentralisasi fiskal merupakan

salah satu komponen utama dariotonomi daerah. Desentralisasi fiskaldapat diartikan sebagai suatu prosesdistribusi anggaran dari tingkat pe-merintah yang lebih tinggi kepadapemerintah yang lebih rendah, untukmendukung fungsi atau tugaspemerintah dan pelayanan publik sesuaidengan banyaknya kewenangan bidangpemerintahan yang dilimpahkan.

Dalam melaksanakan desentrali-sasi fiskal, terdapat prinsip moneyfollow function yang merupakan salahsatu prinsip yang harus diperhatikan dandilaksanakan. Prinsip ini memiliki artibahwa setiap penyerahan atau pe-limpahan wewenang pemerintahan akanmembawa konsekuensi pada anggaranyang diperlukan untuk melaksanakankewenangan tersebut.

Sedangkan Derajat DesentralisasiFiskal antara pemerintah pusat dandaerah dapat menggunakan ukuransebagai berikut (Reksohadiprojo, 2001):

DDF = PADTPD x 100%

DDF = BHPBPTPD x 100%DDF = SDTPD x 100%

Dimana:DDF : derajat desentralisasi fiskalPAD : pendapatan asli daerahTPD : total penerimaan daerahBHPBP : pendapatan hasil pajak dan

bukan pajakSD : sumbangan daerahTPD = PAD + BHPBP + SD

Dari formulasi tersebut, dapatdiketahui tingkat desentralisasi fiskalpemerintah daerah, yang ditunjukkandengan tingginya persentasi yangdihasilkan. Artinya, semaki tinggipersentasenya maka derajatdesentralisasinya semakin besar ataumandiri.

Tim peneliti FISIPOL UGMbekerja sama dengan Litbang Depdagri(1991) menentukan tolak ukurkemampuan daerah dilihat dari rasioPAD terhadap total APBD sebagaiberikut:

Tabel 1. Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal

PAD / TPD (%) Kemampuan Keuangan Daerah

00-10,00 Sangat kurang

10,01-20,00 Kurang

20,01-30,00 Cukup

30,01-40,00 Sedang

40,01-50,00 Baik

>50,00 Sangat baik

Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991

Page 7: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

32

Rasio kemandirian keuangan daerahKemandirian keuangan daerah

(otonomi fiskal) menunjukkan ke-mampuan pemerintah daerah dalammembiayai sendiri kegiatan peme-rintahan, pembangunan, dan pelayanankepada masyarakat yang telahmembayar pajak dan retribusi sebagaisumber pendapatan yang diperlukandaerah. Kemandirian keuangan daerahditunjukkan oleh besar kecilnya pen-dapatan asli daerah (PAD) dibanding-kan dengan pendapatan daerah yangberasal dari sumber yang lain, misalnyabantuan pemerintah pusat ataupinjaman. Rasio kemandirian daerahdapat dihitung dengan rumus (Halim,2004) :

DKF = RS x 100%Dimana:DKF : kemandirian keuangan daerahR : realisasi PAD tahun – xS : sumber pendapatan dari pihakekstern tahun – x

Rasio kemadirian menggambar-kan ketergantungan daerah terhadapsumber dana ekstern. Semakin tinggirasio kemandirian mengandung artibahwa tingkat ketergantungan daerahterhadap bantuan pihak ektern (terutamapemerintah pusat dan propinsi, semakinrendah dan demikian pula sebaliknya.Rasio kemadirian juga menggambarkantingkat partisipasi masayarakat dalampembangunan daerahnya. Semakintinggi rasio kemandirian, semakin tinggipartisipasi masyarakat dalam membayarpajak dan retribusi daerah yangmerupakan komponen utama pen-dapatan asli daerah. Semakin tinggimasyarakat membayar pajak danretribusi daerah akan menggambarkantingkat kesejahteraan masyarakatsemakin tinggi. Untuk mengetahui polahubungan pemerintah daerah denganpemerintah pusat melalui derajatkemandirian fiskal, maka digunakankriteria berikut.

Tabel 2. Kriteria Kemandirian Fiskal Daerah dan Pola Hubungan dengan PemerintahPusat

Kemampuan keuangan Kemandirian (%) Pola hubungan

Rendah sekali 0-25% Instruktif

Rendah 25-50% Konsultatif

Sedang 50-75% Partisipatif

Tinggi 75-100% Delegatif

Sumber: Tim Litbang Depdagri – Fisipol UGM, 1991

Page 8: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

33

Rasio aktivitasRasio ini menggambarkan bagai-

mana pemerintah daerah memprioritas-kan alokasi dananya pada belanja tidaklangsung dan belanja langsung, karenaitulah rasio ini juga disebut dengan rasiokeserasian. Semakin tinggi persentasedana yang dialokasikan untuk belanjarutin berarti persentase belanja investasi(belanja pembangunan) yang digunakanuntuk menyediakan sarana prasaranaekonomi masyarakat cenderung se-makin kecil. Rasio keserasian itu dapatdiformulasikan: (Halim, 2004):

RBTL = TBTLTB X 100%RBL = TBLTB X 100%

DimanaRBTL : rasio belanja tidak langsungTBTL : total belanja tidak langsungTB : total belanjaRBL : rasio belanja langsungTBL : total belanja langsung

Belum ada patokan yang pastiberapa besarnya rasio belanja rutinmaupun pembangunan terhadap APBDyang ideal, karena sangat dipengaruhioleh dinamisasi kegiatan pembangunandan besarnya kebutuhan investasi yangdiperlukan untuk mencapai per-tumbuhan yang ditargetkan. Namundemikian sebagai daerah di negaraberkembang, peranan pemerintahdaerah untuk memacu pelaksanaanpembangunan masih relatif besar. Olehkarena itu, rasio belanja langsungyangrelatif masih kecil perlu ditingkatkansesuai dengan kebutuhan pembangunandaerah.

METODE PENELITIAN

Pendekatan metodologis yangdigunakan adalah kuantitatif, yaitupenelitian yang menggunakan suatuskala numerik (angka), menggunakandata kuantitatif dan biasanya meng-

gunakan teknik analisis statistik(Sugiyono, 2005). Adapun metode yangdigunakan adalah deskriptif, dimanaaktivitas penelitian bertujuan melukis-kan dan mendeskrifsikan (deskripsi)sejumlah variabel yang berkenaandengan masalah dan unit-unit yangditeliti, tanpa mempersoalkan hubunganantar variabel-variabel (yakni menjalinantar variabel) berdasarkan fakta yangada dilapangan, tanpa melakukanpengujian hipotesa (Faisal, 2001; Nazir,2003; Singarimbun, 2006). Sedangkanmetode analisis yang digunakan adalahrasio desentralisasi fiskal, rasiokemandirian keuangan daerah sertarasio aktivitas APBD (Halim, 2004)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Desentralisasi FiskalDesentralisasi fiskal adalah suatu

proses distribusi anggaran dari tingkatpemerintahan yang lebih tinggi kepadapemerintahan yang lebih rendah, untukmendukung fungsi atau tugas pe-merintahan dan pelayanan publik sesuaidengan banyaknya kewenangan bidangpemerintah yang dilimpahkan. Olehkarena diperlukan informasi terkaittingkat desentraslisasi fiskal suatudaerah.

Tingkat Desentralisasi Fiskal (DF)adalah ukuran untuk menunjukkantingkat kewenangan dan tanggungjawab yang diberikan pemerintah pusatkepada pemerintah daerah untukmelaksanakan pembangunan. Melaluianalisis DDF (Derajat DesentralisasiFiskal) dapat diukur besarnya anggaranyang diserahkelolakan oleh pemerintahpusat kepada pemerintah daerah.

Berdasarkan formula pengukur-an derajat desentralisasi, maka dapatdiketahui rasio desentralisasi fiskalProvinsi Jawa Timur tahun 2008 sampaitahun 2013 dapat diketahui bahwakemampuan keuangan daerah ProvinsiJawa Timur sudah sangat baik.

Page 9: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

34

Tabel 3. Derajat Desentralisasi Fiskal Provinsi Jawa Timur, Tahun 2008-2013

Tahun PAD TPD RasioDDF (%)

KemampuanKeuangan

Daerah2008 5.212.319.315.953,91 6.028.457.317.622,91 86,46 Sangat Baik

2009 5.708.040.337.081,51 6.669.182.546.061,51 85,59 Sangat Baik

2010 7.275.089.493.848,55 8.479.019.507.180,55 85,80 Sangat Baik

2011 8.898.616.683.296,90 10.061.645.336.285,90 88,44 Sangat Baik

2012 9.733.647.787.006,10 13.971.768.050.337,10 69,67 Sangat Baik

2013 11.596.810.129.480,00 15.671.945.237.309,00 74,00 Sangat Baik

Sumber: Hasil Analisa data sekunder

Dari perhitungan di atas dapatdiketahui bahwa derajat desentralisasifiskal Provinsi Jawa Timur pada periodetahun 20082013 rata-rata mencapai81,66 persen per tahun dengankemampuan keuangan yang sangat baik.Dimana pada tahun 2008, derajatdesentralisasi fiskal (DDF) ProvinsiJawa Timur mencapai 86,46 persendengan kemampuan keuangan daerahsangat baik. Selanjutnya, Derajat de-sentralisasi fiskal Provinsi Jawa Timurtahun 2009 mengalami sedikit penurun-an menjadi sebesar 85,59 persen denganstatus kemampuan keuangan sangatbaik. Tahun 2010, derajat desentralisasifiskal Jawa Timur mengalami sedikitpeningkatan menjadi sebesar 85,80persen dengan status kemampuankeuangan juga sangat baik, danpeningkatan DDF kembali terjadi padatahun 2011 menjadi 88,44 persen,kemudian pada tahun 2012, DDF JawaTimur mengalami sedikit penurunanmenjadi hanya 69,67 persen, dan padatahun 2013, DDF Provinsi Jawa Timurmencapai 74 persen dengan tingkat ke-mampuan keuangan daerah sangat baik.

Rasio Kemandirian KeuanganDaerah dan Pola Hubungan

Pola hubungan keuangan ProvinsiJawa Timur dengan pemerintah pusat

tercermin dari penerimaan danaperimbangan dari APBN ke APBDProvinsi Jawa Timur. Melaluiperbandingan antara rasio-rasio PADdan Dana Perimbangan dari pusat makadapat menjadi gambaran tingkatkemandirian fiskal suatu daerah.

Perbandingan antara PAD denganDana Perimbangan dan DAU

Seperti tergambar pada gambar4.1, dapat dijelaskan bahwa, selamaperiode tahun 2008 sampai tahun 2013,realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)Provinsi Jawa Timur jauh melebihirealisasi pendapatan dari sumber danaperimbangan. Dimana berdasarkan datarealisasi APBD, pada tahun 2008diketahui bahwa realisasi PADmencapai Rp. 5.21 triliun, sedangkanrealisasi Dana Perimbangan pada tahun2008 hanya sebesar Rp. 1,80 triliun.Kemudian pada tahun 2009,berdasarkan data realisasi APBD,diketahui bahwa realisasi PADmencapai Rp. 5,71 triliun dan padatahun yang sama, pendapatan darisumber dana perimbangan hanyasebesar Rp. 2,09 triliun. Pada tahun2010, pendapatan dari sumberpendapatan asli daerah (PAD)mengalami peningkatan menjadi sebesarRp. 7,28 triliun dan pada tahun yang

Page 10: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013

sama pendapatan dari dana perimbangan hanya sebesar Rp. 2,45triliun. Kemudian pada tahun 2011,PAD Provinsi Jawa Timur meningkathingga mencapai Rp. 8,90 triliun,sedangkan Dana Perimbangan hanyasebesar Rp. 2,53 triliun. Peningkatanpendapatan daerah dari sumber PADkembali terjadi pada tahun 2012,menjadi sebesar Rp. 9,73 triliun, dimanaangka tersebut melebih pendapatan daridana perimbangan yang hanya sebesarRp.3,07 triliun. Pertumbuhan positifrealisasi PAD terus dapat dipertahananpada tahun 2013 yang mencapai Rp.11.596.810.129.480,00, sedangkanrealisasi Dana Perimbangan hanyasebesar Rp. 5.753.699.644.895,00.

Perbedaan yang cukup tajam jugaterjadi pada perbandingan antara PADdengan Dana Alokasi Umum (DAU).

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

2008

5.21

1.80

Trili

un(R

p.)

Gambar 4.1 (a) Perbandingan Antara PAD dengan Dana

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal

Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi2013.

ari dana per-imbangan hanya sebesar Rp. 2,45triliun. Kemudian pada tahun 2011,PAD Provinsi Jawa Timur meningkathingga mencapai Rp. 8,90 triliun,sedangkan Dana Perimbangan hanyasebesar Rp. 2,53 triliun. Peningkatanpendapatan daerah dari sumber PAD

bali terjadi pada tahun 2012,menjadi sebesar Rp. 9,73 triliun, dimanaangka tersebut melebih pendapatan daridana perimbangan yang hanya sebesarRp.3,07 triliun. Pertumbuhan positifrealisasi PAD terus dapat dipertahananpada tahun 2013 yang mencapai Rp.11.596.810.129.480,00, sedangkanrealisasi Dana Perimbangan hanya

5.753.699.644.895,00.Perbedaan yang cukup tajam juga

terjadi pada perbandingan antara PADdengan Dana Alokasi Umum (DAU).

Dimana pada tahun 2008 realisasipendapatan dari Dana A(DAU) hanya sebesar Rp. 1,02 triliundan pada tahun 2009 DAU meningkatmenjadi Rp. 1,12 triliun, kemudian padatahun 2010 pendapatan dari sumberDAU sedikit meningkat menjadi Rp.1,21 triliun. Selanjutnya pada tahun2011, kembali meningkat menj1,35 triliun dan pada tahun 2012peningkatan kembali terjadi padapendapatan dari sumber DAU menjadisebesar Rp. 1,49 triliun, serta tahun2013 realisasi DAU hanya sebesar Rp.1.632.648.287.000,00.kian, berdasarkan prolehan pendapatandaerah dari sumber Dana AlokasiUmum (DAU) pada periode tahun 2008sampai 2013 masih jauh lebih kecildibandingkan dengan pendapatan darisumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2009 2010 2011 2012

5.71

7.28

8.909.73

2.12 2.50 2.59

5.82

Gambar 4.1 (a) Perbandingan Antara PAD dengan DanaPerimbangan

PAD Dana Perimbangan

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal . 2641

Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi 35

Dimana pada tahun 2008 realisasipendapatan dari Dana Alokasi Umum(DAU) hanya sebesar Rp. 1,02 triliundan pada tahun 2009 DAU meningkatmenjadi Rp. 1,12 triliun, kemudian padatahun 2010 pendapatan dari sumberDAU sedikit meningkat menjadi Rp.1,21 triliun. Selanjutnya pada tahun2011, kembali meningkat menjadi Rp.1,35 triliun dan pada tahun 2012peningkatan kembali terjadi padapendapatan dari sumber DAU menjadisebesar Rp. 1,49 triliun, serta tahun2013 realisasi DAU hanya sebesar Rp.

Dengan demi-kian, berdasarkan prolehan pendapatandaerah dari sumber Dana AlokasiUmum (DAU) pada periode tahun 2008sampai 2013 masih jauh lebih kecildibandingkan dengan pendapatan darisumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2013

11.60

5.75

Gambar 4.1 (a) Perbandingan Antara PAD dengan Dana

Page 11: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013

Sumber: BPKAD Provinsi Jawa Timur, 2013

1.1. Tingkat Kemandirian FiskalKemandirian fiskal daerah

tercermin dari besarnya PAD sebagaikekuatan pengembangan potensi daerahdan sumber keuangan daerah. Maka jikadalam laporan APBD menunjukkanbahwa besarnya dana PAD lebih kecildibandingkan besarnya dana perimbangan yang diberikan pemerintahpusat ke daerah maka kemandirianfiskal daerah rendah.

Rasio kemandirian keuangandaerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayaisendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepadamasyarakat yang telah membayar pajakdan retribusi sebagaisumber pendapatanyang diperlukan daerah. Semakin tinggirasio kemandirian mengandung artibahwa tingkat ketergantungan daerahterhadap bantuan pihak ekstrendah dan demikian pula sebaliknya.Rasio kemandirian juga menggambar

0

2

4

6

8

10

12

2008

5.21 5.71

1.02

Triliu

n(R

p.)

Gambar 4.1 (b)

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal

Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi2013.

Sumber: BPKAD Provinsi Jawa Timur, 2013 (data diolah)

Tingkat Kemandirian FiskalKemandirian fiskal daerah

tercermin dari besarnya PAD sebagaikekuatan pengembangan potensi daerahdan sumber keuangan daerah. Maka jikadalam laporan APBD menunjukkan

dana PAD lebih kecildibandingkan besarnya dana per -imbangan yang diberikan pemerintahpusat ke daerah maka kemandirian

Rasio kemandirian keuangandaerah menunjukkan tingkat kemampu-an suatu daerah dalam membiayai

merintah, pem-bangunan dan pelayanan kepadamasyarakat yang telah membayar pajakdan retribusi sebagaisumber pendapatanyang diperlukan daerah. Semakin tinggirasio kemandirian mengandung artibahwa tingkat ketergantungan daerahterhadap bantuan pihak ekst ern semakinrendah dan demikian pula sebaliknya.Rasio kemandirian juga menggambar-

kan tingkat partisipasi masyarakatdalam pembangunan daerah. Semakintinggi rasio kemandirian, semakin tinggipartisipasi masyarakat dalam membayarpajak dan retribusimerupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggimasyarakat membayar pajak danretribusi daerah menggambarkan bahwatingkat kesejahteraan masyarakatsemakin tinggi.

Berdasarkan analisis terhadapkomponen pendapatan daerah, dengmencari persentase Pendapatan AsliDaerah (PAD) terhadap pendapatandaerah yang bersumber dari sumber lain(eksternal), dapat diketahui bahwatingkat kemandirian fiskal ProvinsiJawa Timur tahun tahun 2008 sampaitahun 2013 menunjukkan tingkatkemandirian yang sangat tinggi, dengantingkat kemandirian ratamencapai 261,40 persen, seperti padaTabel 4. berikut.

2009 2010 2011 2012

5.71

7.28

8.909.73

11.60

1.12 1.21 1.35 1.49

Gambar 4.1 (b) Perbandingan Antara PAD dengan DAU

PAD DAU

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal . 2641

Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Provinsi 36

kan tingkat partisipasi masyarakatdalam pembangunan daerah. Semakintinggi rasio kemandirian, semakin tinggipartisipasi masyarakat dalam membayarpajak dan retribusi daerah yangmerupakan komponen utama pen-dapatan asli daerah. Semakin tinggimasyarakat membayar pajak danretribusi daerah menggambarkan bahwatingkat kesejahteraan masyarakat

rkan analisis terhadappendapatan daerah, dengan

mencari persentase Pendapatan AsliDaerah (PAD) terhadap pendapatandaerah yang bersumber dari sumber lain(eksternal), dapat diketahui bahwatingkat kemandirian fiskal ProvinsiJawa Timur tahun tahun 2008 sampaitahun 2013 menunjukkan tingkat

an yang sangat tinggi, dengantingkat kemandirian rata-rata per tahun

,40 persen, seperti pada

2013

11.60

1.63

Perbandingan Antara PAD dengan DAU

Page 12: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

37

Tabel 4. Tingkat Kemandirian Fiskal Provinsi Jawa Timur tahun 2008-2013

Tahun PAD Dana dari PihakEksternal

Kemandirian(%)

PolaHubungan

2008 5.212.319.315.953,91 1.798.151.002.969,00 289,87 Delegatif

2009 5.708.030.337.081,51 2.119.654.478.450,99 269,29 Delegatif

2010 7.275.089.493.848,55 2.502.014.670.128,00 290,77 Delegatif

2011 9.071.930.556.916,07 2.594.758.900.104,50 349,63 Delegatif

2012 9.733.647.787.006,10 5.817.411.980.011,00 167,32 Delegatif

2013 11.596.810.129.480,00 5.753.699.644.895,00 201,55 Delegatif

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder

Berdaskan tabel tersebut dapatdijelaskan bahwa, tingkat kemandirianfiskal Provinsi Jawa Timur sangattinggi, artinya realisasi PAD ProvinsiJawa Timur jauh lebih besar dibanding-kan dengan dana perimbangan.Berdasarkan perhitungan dengan rasiokemandirian fiskal, tingkat kemandirianrata-rata berkisar 75-100 persen, makapola hubungannya dengan pemerintahpusat bersifat delegatif.

Dengan demikian, dapat disimpul-kan bahwa Provinsi Jawa Timurmemiliki kemandirian yang sangattinggi dalam bidang keuangan, yangdisebabkan oleh perbandingan antaranPendapatan Asli Daerah (PAD) denganpendapatan daeri dari pihak eksternal.Artinya, aktivitas pembangunan di JawaTimur tidak memiliki ketergantunganterhadap sumber pendapatan dari pihakeksternal, karena dalam periode tahun2008 sampai tahun 2013, pendapatandaerah dari sumber PAD di Jawa Timurjauh lebih besar melampaui pendapatandaerah dari sumber non-PAD.

Oleh karena itu, berdasarkantingkat kemandirian fiskal ProvinsiJawa Timur tahun 2008 sampai tahun2013, maka pola hubungan keuanganantara pemerintah pusat denganPemerintah Provinsi Jawa Timurbersifat delegatif. Melalui pola

hubungan ini maka Provinsi Jawa Timurtidak memiliki ketergantungan keuang-an terhadap Pemerintah Pusat.

1.2. Rasio AktivitasRasio aktivitas juga dikenal

sebagai rasio keserasian. Secara teoritis,rasio aktivitas merupakan alat yangdapat digunakan untuk melihatkeserasian antara belanja rutin ataubelanja tidak langsung dan belanjapembangunan atau belanja langsungdalam APBD. melalui rasio ini, analisisterhadap pengelolaan keuangan daerahdapat menggambarkan bagaimanapemerintah daerah memprioritaskanalokasi dananya pada belanja rutin danbelanja pembangunan secara optimal.Semakin tinggi persentase dana yangdialokasikan untuk belanja rutin berartipersentase belanja pembangunan yangdigunakan untuk menyediakan saranadan prasarana ekonomi masyarakatcenderung semakin kecil.

Belum ada patokan yang pastiberapa besarnya belanja rutin maupunbelanja pembangunan terhadap APBDyang ideal, karena sangat dipengaruhioleh dinamisasi kegiatan pembangunandan besarnya kebutuhan investasi yangdiperlukan untuk mencapai per-tumbuhan yang ditargetkan.

Page 13: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

38

Tabel 5. Rasio Belanja tidak Langsung Terhadap APBD, tahun 2008-2013

Tahun Total APBD Total Belanja TidakLangsung

Rasio BelanjaTidak Langsung

2008 6.737.780.929.165,05 4.322.174.904.387,05 64,15

2009 9.888.941.344.072,19 4.318.899.232.507,57 43,67

2010 11.652.753.278.646,70 5.869.875.506.441,50 50,37

2011 13.230.931.927.869,60 6.589.867.568.031,73 49,81

2012 16.902.514.590.707,00 9.633.570.876.338,18 56,99

2013 17.328.254.932.077,90 10.601.239.655.355,80 61,18

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder

Berdasarkan hasil analisis datayang dilakukan maka dapat diketahuirasio aktivitas pengelolaan keuangandaerah Provinsi Jawa Timur selamatahun 2008 sampai tahun 2013, sepertipada tabel diatas.Rasio belanja tidaklangsung terhadap APBD Provinsi JawaTimur tahun 2008 sangat tinggi yaitu64,15 persen, selanjutnya pada tahun2009 mengalami sedikit penurunanmenjadi 43,67 persen, dan kemudianmeningkat kembali menjadi 50,37persen pada tahun 2010. Kemudianpada tahun 2011, rasio belanja rutinterhadap APBD mengalami sedikitpenurunan dari tahun sebelumnyamenjadi 49,81 persen, dan kembalimengalami peningkatan pada tahun

2012 menjadi 56,99 persen. Selanjutnyapada tahun 2013 rasio belanja tidaklangsung terhadap total APBD kembalimeningkat menjadi 61,18 persen.

Berdasarkan rasio tersebut, dapatdiketahui bahwa rata-rata rasio belanjatidak langsung terhadap total APBDProvinsi Jawa Timur tahun 2008 sampaitahun 2013 adalah sebesar 54,36 persenper tahun. Hal tersebut berbeda denganrasio belanja langsung terhadap totalAPBD Provinsi Jawa Timur Tahun2008 sampai tahun 2013 yang mencapaiangka rata-rata hanya sebesar 35,30persen per tahun. Rendahnya rasiobelanja langsung terhadap APBDtersebut, dapat dilihat pada Tabel 6berikut.

Tabel 6. Rasio Belanja tidak Langsung Terhadap APBD, tahun 2008-2013

Tahun Total PAD Total Belanja Langsung Rasio BelanjaLangsung

2008 6.737.780.929.165,05 2.317.606.024.778,00 34,39

2009 9.888.941.344.072,19 3.283.139.575.019,30 33,20

2010 11.652.753.278.646,70 4.087.435.723.928,00 35,08

2011 13.230.931.927.869,60 5.268.038.900.796,46 39,82

2012 16.902.514.590.707,00 5.677.971.455.328,12 33,59

2013 17.328.254.932.077,90 6.186.181.943.388,68 35,70

Sumber: Hasil Analisis Data Sekunder

Page 14: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

39

Berdasarkan Tabel 6 tersebutdapat diketahui bahwa persentasebelanja langsung atau belanjapembangunan terhadap jumlah totalAPBD Provinsi Jawa Timur tahun 2008hanya sebesar 34,39 persen, kemudianpada tahun 2009 rasio belanja langsungterhadap total APBD hanya sebesar33,20 persen. Kemudian, pada tahun2010 rasio tersebut mengalami pe-ningkatan menjadi sebesar 35,08 persendan kembali meningkat menjadi 39,82persen pada tahun 2011. Namun,pertumbuhan yang sama tidak terjadipada rasio belanja langsung terhadaptotal APBD tahun 2012, sebaliknyapada tahun 2012, rasio belanjapembangunan justru mengalami pe-nurunan sebesar 6,23 persen hanyasebesar 33,59 persen. Selanjutnya padatahun 2013, rasio belanja langsungterhadap total APBD mengalami sedikitpeningkatan dibandingkan dengan rasiotahun 2012 yang hanya 33,59 persen,menjadi 35,70 persen.

Berdasarkan dua Tabel 5 dan 6dapat disimpulkan bahwa kinerjapengelolaan keuangan daerah ProvinsiJawa Timur tahun 2008 sampai tahun2013, bahwa pada sisi rasio aktivitasatau rasio keserasian, antara belanjalangsung dengan belanja tidak langsungterhadap total APBD belum berimbang,dimana berdasarkan analisis yangdilakukan, belanja tidak langsung ataubelanja rutin masih mendominasiterhadap keseluruhan APBD ProvinsiJawa Timur.

Dengan demikian dapat dis-impulkan bahwa, belanja pembangunanatau belanja langsung, yang merupakanbelanja daerah yang langsung dapatdinikmati oleh kelompok sasaranprogram melalui program-programpembangunan Pemerintah Provinsi JawaTimur, proporsinya masih jauh lebihkecil dibandingkan dengan belanja tidaklangsung.

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Derajat desentralisasi fiskalProvinsi Jawa Timur tahun 2008 sampaitahun 2013 dapat diketahuimenunjukkan kemampuan keuanganyang sangat baik, dengan rasio DDFrata-rata mencapai 81,66 persen pertahun.

Terkait kemandirian fiskal danpola hubungan keuangan, pertama,perbandingan antara PAD dengan danaperimbangan dan DAU. Hasil analisismenunjukkan bahwa selama periodetahun 2008 sampai tahun 2013, realisasiPendapatan Asli Daerah (PAD) ProvinsiJawa Timur jauh melebihi realisasipendapatan dari dari sumber danaperimbangan, serta realisasi lebih besardibandingan realisasi pendapatan darisumber Dana Alokasi Umum (DAU).Kedua, Tingkat Kemandirian Fiskal,pada sisi kemandirian dapat diketahuibahwa tingkat kemandirian fiskalProvinsi Jawa Timur tahun tahun 2008sampai tahun 2013 menunjukkantingkat kemandirian yang sangat tinggi,dengan tingkat kemandirian rasio rata-rata per tahun mencapai 261,40 persen.Oleh karena itu, pola hubungankeuangan antara pemerintah pusatdengan Pemerintah Provinsi JawaTimur bersifat delegatif.

Rasio Aktivitas, analisis terhadaprasio aktivitas APBD Provinsi JawaTimur, dapat diketahui bahwa rata-ratarasio belanja tidak langsung terhadaptotal APBD Provinsi Jawa Timur tahun2008 sampai tahun 2013 adalah sebesar54,36 persen per tahun. Hal tersebutberbeda dengan rasio belanja langsungterhadap total APBD yang rata-ratahanya sebesar 35,30 persen per tahun

SaranPemerintah Provinsi Jawa Timur

hendaknya terus dapat memacu SKPDdan Instansi tekait, khususnya yang

Page 15: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

40

bertanggungjawab terhadap pendapatandaerah untuk terus mengoptimalkansumber-sumber pendapatan daerah, baikdari sisi pajak, retribusi, kekayaan yangdipisahkan maupun lain-lain PAD yangsah, hal ini untuk mempertahankanDDF Provinsi Jawa Timur pada kategorisangat baik dengan tingkat persentasediatas 50,00 persen.

Berdasarkan tingkat kemandirianfiskal, dimana Jawa Timur berada padalevel sangat baik dengan pola hubungankeuangan yang delegatif, hendaknyaPemerintah Provinsi Jawa Timur dapatmelakukan perencanaan penganggaranbelanja daerah yang lebih otonomberdasarkan kebutuhan masyarakatJawa Timur yang riil serta sesuaidengan misi dan misi Gubernur danWakil Gubernur Jawa Timur. Dengandemikian, akan ada keterkaitan antaramisi kepala daerah dengan programkerja SKPD, sasaran program sertakegiatan-kegiatan pembangunan.

Dari sisi rasi aktivitas, hendaknyaPemerintah Provinsi Jawa Timurdapatdimana rasio aktivitas APBDProvinsi Jawa Timur dapatmeningkatkan rasio belanja langsungterhadap total belanja dari rata-rata pertahun sebesar 35,30 persen pada periodetahun 2008 sampai tahun 2013, menjadi45,00 persen sampai 50,00 persen padatahun anggaran mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2003. Peta KemampuanKeuangan Provinsi dalam EraOtonomi Daerah : Tinjauan AtasKinerja PAD dan Upaya yangDilakukan Daerah. Jakarta:Direktorat Pengembangan Otono-mi Daerah.

Bisma, I Dewa Gde dan Hery Susanto.(2010). Evaluasi KinerjaKeuangan Daerah Pemerintah

Provinsi Nusa Tenggara BaratTahun Anggaran 2003 – 2007.Ganec Swara, Edisi Khusus. Vol.4 (3), Desember: 75-86

Faisal, Sanapiah. 2001. DesainPenelitian Sosial (FormatKuantitatif-Kualitatif), dalamMetodologi Penelitian Kualitatif:Aktualisasi Metodologis ke ArahRagam Varian Kontemporer.Burhan Bungin (Eds). Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada.

Fisipol-UGM. 1991. Pengukuran Ke-mampuan Keuangan DaerahTingkat II Dalam Rangka OtonomiDaerah Yang Nyata DanBertanggung Jawab. Jakarta:Badan Litbang Depdagri RI danFISIPOL – UGM.

Halim, Abdul. 2001. Bunga RampaiManajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: AMP YKPN.

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi SektorPublik: Akuntansi KeuanganDaerah. Jakarta : Salemba Empat.

Mardiasmo. 2004. Otonomi danManajemen Keuangan Daerah.Yogyakarta: Penerbit Andi.

Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian.Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.

Radianto, Elia. 1997. OtonomiKeuangan Daerah Tingkat II,Suatu Studi di Maluku. Prisma 3(16): 86-99

Reksohadiprodjo, Soekanto. 2001Manajemen Personalia, EdisiKedua, Cetakan Pertama.Yogyakarta: Penerbit BPFE UGM.

Singarimbun, Masri. 2006. Metode danProses Penelitian, dalam MetodePenelitian Survei, MasriSingarimbun dan Sofyan Effendi(ed). Jakarta: LP3ES

Sudrajat, M. Agus. 2005. Analisis RasioAnggaran Pendapatan DanBelanja Daerah (APBD) SebagaiSalah Satu Alat Untuk MenilaiKinerja Keuangan Pemerintah

Page 16: ANALISIS KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAH …

Media Trend Vol. 8 No. 1 Maret 2013, hal. 2641

Tripitono Adi Prabowo, Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah ProvinsiJawa Timur Tahun 2008-2013.

41

Daerah (Studi Kasus PadaPemerintah Kabupaten Ngawi).Skripsi. Tidak Dipublikasikan.Jember: Universitas Jember

Sugiyono. (2005). Metode PenelitianAdministrasi. Bandung: Alfabeta.

Syaukani, dkk. (2002). Otonomi DaerahDalam Negara Kesatuan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Yani, Ahmad. (2004). HubunganKeuangan Antara PemerintahPusat dan Daerah di Indonesia.Jakarta: Raja Grafindo Persada.