ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan DISUSUN OLEH TIANUR SECHA 1110016200026 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 2015
99
Embed
ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MELALUI MODEL ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI
LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON-ELEKTROLIT
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
DISUSUN OLEH
TIANUR SECHA
1110016200026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
v
ABSTRAK
Tianur Secha (NIM: 1110016200026), Analisis Keterampilan Berpikir Kritis melalui Model Problem Based Learning (PBL) pada Materi Larutan Elektrolit dan NonElektrolit
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa melalui model problem based learning (PBL). Metode penelitian adalah metode deskripstif. Subjek penelitian berjumlah 36 siswa kelas XMIA-2 di SMA Negeri 33 Jakarta yang dikelompokkan ke dalam kelompok tinggi, sedang, dan rendah. data penelitian diperoleh dari jawaban siswa terhadap tes tertulis, observasi, dan wawancara. Pada penelitian ini mengukur duabelas indikator keterampilan berpikir kritis. Dengan sepuluh indikator diukur dengan tes tertulis dan dua indikator lainnya diukur dengan observasi atau pengamatan. Hasil analisis data dari tes dan observasi menunjukkan pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa untuk kelompok tinggi, sedang, dan rendah dengan kategori baik.Indikator berpikir kritis yang dominan muncul yaitu indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi. Indikator yang kurang dapat dikembangkan adalah indikator bertanya dan menjawab pertanyaan. Hasil wawancara siswa menunjukkan bahwa siswa senang dan tertarik dengan pembelajaran yang diterapkan.
Kata Kunci : Berpikir Kritis, Problem Based Learning (PBL), Larutan elektrolit dan non elektrolit
vi
ABSTRACT
TianurSecha (NIM: 1110016200026), Analysis of Critical Thinking Skills through Model Problem Based Learning (PBL) in Material Electrolytes and Nonelectrolytes This study aims to provide information about the achievement of students' critical thinking skills through a model of problem-based learning (PBL). The research method is a method deskripstif. Subjects numbered 36 XMIA-2 grade students at SMAN 33 Jakarta are grouped into groups of high, medium, and low. Data were obtained from the students' answers to the written tests, observations, and interviews. In this study, twelve indicators to measure critical thinking skills. With ten indicators measured by a written test and two other indicators measured by observation. The results of the data analysis of tests and observations indicate attainment of students' critical thinking skills to groups of high, medium, and low with baik.Indikator category dominant critical thinking appears that observed indicators and consider the results of observation. Indicators that less can be developed is an indicator to ask and answer questions. The results of student interviews showed that students are happy and interested in learning applied.
Keywords: Critical Thinking, Problem Based Learning (PBL), electrolyte and non-electrolyte solution
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrohmanirrohim,
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji serta syukur penyusun panjatkan kehadirat
Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan
penelitian skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa syariah-Nya yang universal bagi
semua manusia sampai akhir zaman.
Dalam proses penyelesaian penulisan skripsi ini, penyusun banyak sekali
mendapatkan bantuan berupa bimbingan dan saran dari semua pihak. Pada
kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib raya, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dedi Irwandi, M.Si selaku Ketua Program Studi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Tonih Feronika, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penyusun.
5. Bapak Burhanudin Milama, M.Pd selaku pembimbing II dan pembimbing
akademik yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, saran, dan
motivasi kepada penyusun.
6. Ibu Salamah Agung, M.A, Ph.D selaku validator yang telah memberikan saran
kepada penyusun selama proses validasi instrumen.
viii
7. Ibu Luki Yuniati, M.Pd selaku validator yang telah memberikan arahan dan
saran kepada penyusun selama proses validasi instrumen.
8. Bapak Drs. Supriadi selaku guru kimia SMA Negeri 33 Jakarta Barat dan
validator yang selalu memberikan semangat dan membantu selama proses
penelitian.
9. Kedua Orang tua tercinta dan tersayang (Kasiono dan Na’imah) yang selalu
memberikan do’a terbaiknya, kasih sayang, dan memberikan semangat
kepada penyusun.
10. Adik-adikku tercinta (Isti Wulanndari, Singgih Indrawan, dan Meiviera
Chaerani) yang selalu memberikan motivasi kepada penyusun.
11. Dhony Rohmansyah yang selalu bersedia menjadi tempat curahan isi hati
penulis dalam keadaan senang maupun sedih. Selalu memberikan do’a, saran,
Lampiran 14. Surat Izin Penelitian.................................................................................. 31
Lampiran 15. Surat Keterangan Penelitian ...................................................................... 32
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada era globalisasi, kehidupan yang penuh dengan persaingan yang
memerlukan kualitas sumber daya manusia sebagai penentu keberhasilan
sehingga pentingnya pendidikan dalam rangka mengembangkan potensi
sumber daya manusia sangat diperlukan. Pada abad 21 diperlukan sumber
daya manusia dengan kualitas tinggi yang memiliki keahlian yaitu mampu
bekerja sama, berpikir tingkat tinggi, kreatif, terampil, memahami budaya,
kemampuan komunikasi, dan mampu belajar sepanjang hayat. Hal ini
sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Pasal 3 bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Berdasarkan data dari Human Development Index (HDI) atau Indeks
Pembangunan Manusia menunjukkan bahwa peringkat Indonesia selama
sebelas tahun terakhir ini selalu berada pada peringkat seratus kebawah
dari sekitar 180 negara, pada tahun 200 peringkat ke 109, tahun 2002
peringkat ke 110, tahun 2004 peringkat ke 111, tahun 2006 peringkat 110,
tahun 2008 peringkat 111, tahun 2011 peringkat ke 124, dan tahun 2013
peringkat ke 121.2 Walaupun naik 3 peringkat dari tahun sebelumnya
namun peringkat Indonesia masih berada dalam peringkat ratusan. Indeks
1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3, www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf, 20 Desember 2013. 2Human Development Index (HDI), http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/index-
berita-bulanan/2013/home2-2/47-ipm-indonesia-naik-peringkat. 20 Desember 2013.
ini menempatkan Indonesia dengan pembangunan manusia dengan
kategori rendah.
Salah satu masalah dalam pendidikan di sekolah, masih lemahnya
proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran anak tidak di dorong
untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Berpikir adalah suatu
kegatan akal mengolah pengetahuan yang diterima melalui pancaindera
untuk mencapai suatu tujuan.3 Keterampilan berpikir yang perlu
dikembangkan untuk penguasaan konsep terutama keterampilan berpikir
kritis. Berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau
berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus
diyakini dan dilakukan.4 Menurut Richard W. Paul berpendapat bahwa
berpikir kritis adalah proses disiplin secara intelektual diamana seseorang
aktif dan terampil dalam memeahami, mengaplikasikan, menganalisis,
mensintesis, dan/atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapatkan
dari pengalaman, pengamatan, refleksi yang dilakukan, dari penalaran, dan
dari komunikasi yang dilakukan.5 Menurut Halpern, “berpikir kritis adalah
proses memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam
menentukan tujuan”.6 Keterampilan berpikir kritis diperlukan pada proses
pembelajaran di kelas agar siswa tidak terbiasa untuk sekedar menghafal
informasi, otak siswa hanya dipaksa untuk mengingat dan menimbun
berbagai informasi. Pembelajaran yang hanya menekankan pengetahuan
dan pemahaman materi sehingga kumpulan konsep yang harus dihafal
oleh peserta didik yang berdampak rendahnya kemampuan pada aspek
kognitif. Peserta didik masih kesulitan menerapkan pengetahuan yang
dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut belum melatih
kemampuan berpikir kritis peserta didik secara mandiri.
3Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical
Thinking, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2009), h. 9. 4 Alec Fisher, Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar Terj. Dari Critical Thinking: An
Introduction,oleh Benyamin Hadinata, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 4. 5Kasdin Sitohang, dkk, Critical Thinking Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2012), h. 7. 6Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical
Thinking, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2009), h. 11.
3
Keterampilan berpikir merupakan kemampuan yang tidak dibawa
sejak lahir, siswa tidak akan memiliki keterampilan berpikir kritis tanpa
ditantang untuk menggunakannya dalam pembelajaran.7Proses
pembelajaran perlu dikembangkan sedemikian rupa sehingga siswa dapat
terlatih untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk memberdayakan
keterampilan berpikir kritis adalah melalui model pembelajaran problem
based learning. Pembelajaran berbasis masalah yang menyajikan masalah
pada awal pembelajaran sehingga siswa dituntut untuk lebih berpikir untuk
menyelesaikan suatu masalah tersebut sehingga dapat ditarik kesimpulan
dari hasil pembelajaran.
Problem based learning menekankan integrasi antara teori dan
praktek maupun aspek-aspek materi dari sejumlah disiplin relevan,
menekankan tumbuhnya kompetensi pembelajar dalam pemecahan
masalah (problem solving) lewat belajar aktif dan kooperatif dalam
kelompok-kelompok kecil maupun lewat independent atau self-directed
learning dalam rangka menemukan solusi atas aneka kasus maupun
problem nyata.8 Model PBL merupakan model pembelajaran
konstruktivisme yang siswa mencari dan membangun sendiri informasi
dari suatu yang dipelajari sehingga proses belajar bukan hanya sekedar
kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi kegiatan
yang membangkitkan keaktifan siswa.9
Kegunaan pembelajaran berbasis masalah ini sebagai penilaian
(asessmen) untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dengan
diskusi yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat
menilai afektif siswa dalam memecahkan masalah dari pembelajaran
7I Wayan Redhana dan Liliasari, Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis
Pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA, Forum Kependidikan, Vol. 27, 2008, h. 104. 8 Supratiknya, Efektivitas Metode Problem Based learning dalam Pembelajaran Mata
kuliah Teori Psikologi Kepribadian II, Jurnal Psikologi, Vol. 33, h. 3. 9 Ratna Rosidah, dkk, Penerapan Model Problem Based Learning pada Pembelajaran
Hukum-hukum Dasar Kimia Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA SMA Negeri 2 Surakarta, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 3. 2014, h. 68.
4
berbasis masalah. Dengan pembelajaran berbasis masalah akan melatih
siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Keterampilan
berpikir kritis ini dikembangkan pada setiap tahapan pembelajaran
berbasis masalah sehingga siswa terdorong untuk belajar dan guru hanya
sebagai mediator dan fasilitator. Penilaian pembelajaran berbasis problem
based learning dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan siswa
mengupayakan dalam pemecahan masalah dan guru mengupayakan
pelajaran yang lebih baik.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meruapakan cabang ilmu yang terkait
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis melalui proses
penemuan. Kimia merupakan salah satu ilmu terpenting dalam cabang
ilmu sains yang membantu peserta didik dalam berbagai hal yang terjadi
dalam kehidupan. Terdapat tantangan yang besar dalam menciptakan
pembelajaran kimia yang efektif. Materi Larutan Elektrolit dan Larutan
Non Elektrolit di SMA dipelajari dikelas X semester 2. Analisis materi
pelajaran, materi ini tergolong konseptual sehingga diperlukan
pembelajaran kimia yang efektif. Permasalahan nyata yang ada di
kehidupan sehari-hari mengenai penerapan larutan elektrolit dan larutan
nonelektrolit pun dapat dipecahkan dengan belajar berbasis masalah.
Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan keterampilan
berpikir kritis salah satunya penelitian oleh Agus Budi Susilo, dkk.
menunjukkan bahwa hasil belajar tes kemampuan berpikir kritis
mengalami peningkatan yang signifikan. Motivasi belajar siswa meningkat
dalam pembelajaran Problem Based Learning PBL.10
Berdasarkan penelitian sebelumnya dan memperhatikan
karakteristik materi larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan model problem
based learning dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa
dengan judul “Analisis Keterampilan Berpikir KritismelaluiModel
10Agus Budi Susilo, dkk, Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Motivasi belajar dan berpikir Kritis Siswa SMP, Unnes Science Education Journal, Vol 1, 2012, h. 12.
5
Problem Based Learning pada Materi Larutan Elektrolit dan Larutan Non
Elektrolit”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan
beberapa masalah diantaranya: 1. Pembelajaran yang lebih dominan peran guru (teacher center) sehingga
belum melatih kemampuan berpikir siswa
2. Kemampuan berpikir siswa yang masih rendah terutama keterampilan
berpikir kritis
3. Strategi guru yang kurang tepat dalam memberdayakan kemampuan
berpikir terutama keterampilan berpikir kritis siswa
C. Pembatasan Masalah Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan
pada pengaruh model problem based learningterhadap keterampilan
berpikir kritis, yaitu 1. Keterampilan berpikir kritis yang diteliti antara lain keterampilan
memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan, bertanya dan
menjawab pertanyaan, mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak, mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil
observasi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi,
menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan
menentukan nilai pertimbangan, mendefinisikan istilah dan definisi
pertimbangan, mengidentifikasi asumsi-asumsi, menentukan suatu
tindakan, dan berinteraksi dengan orang lain
2. Model yang digunakan dalam pembelajaran adalah model problem
based learning terdiri atas 5 tahapan yaitu orientasi masalah,
mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan
individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil
karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
6
3. Pokok bahasan yang diteliti yaitu materi Larutan Elektrolit dan
Nonelektrolit SMA kelas X
D. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil identifikasi dan pembatasan masalah, maka masalah
dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas keterampilan berpikir kritis siswa dalam materi
larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit melalui model problem
based learning?
2. Bagaimana perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa pada
kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah pada materi
larutan elektrolit dan non elektrolit?
E. Tujuan Penellitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa dalam materi larutan
elektrolit dan larutan nonelektrolit melalui model problem based
learning
2. Mengetahui perbedaan keterampilan berpikir kritis siswa pada
kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan antara lain: 1. Bagi Siswa
Melatih siswa untuk terbiasa belajar dengan memecahkan masalah
sehingga melatih keterampilan berpikir kritis.
2. Bagi Guru
Dapat menjadi masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan
guru mengenai model problem based learning para siswa dalam
mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
7
3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengalaman melalui
model problem based learningsebagai penilaian untuk mengukur
keterampilan berpikir kritis. Bagi peneliti lain dapat mengambangkan
model pembelajaran yang baru untuk mengembangkan kemampuan
berpikir berpikir kritis.
8
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Landasan Teori
1. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
a. Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut para ahli antara lain:
1) Anthony Robbins mendefinisikan “belajar sebagai proses
menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah
di pahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru”.1
2) Jerome Bruner mendefinisikan bahwa “belajar adalah suatu
proses aktif dimana siswa membangun (mengkonstruk)
pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan
yang sudah dimiliki”.2
3) Gagne mendefinisikan “belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia
seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya
yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis
kinerja (performance)”.3
4) Ausubel mendefinisikan “belajar merupakan asimilasi bermakna.
Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya".4
5) Vygotsky mendefinisikan belajar adalah perolehan pengetahuan
dan perkembangan koginif yang dihubungkan dengan interaksi
sosial.5
1 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), h. 15. 2 Ibid., h. 15. 3 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Refika
Aditama, 2013), h. 2. 4 Ibid., h. 21. 5 Ibid., h. 22.
9
Berdasarkan pengertian belajar diatas dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses dimana siswa bukan hanya berangkat dari
sesuatu (pengetahuan) yang benar-benar belum diketahui tetapi
menghubungkan keterkaitan antara dua pengetahuan yang sudah ada
dengan pengetahuan yang baru.
b. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran didefinisikan sebagai proses membelajarkan
peserta didik yang direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara
sistematis agar peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.6
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang
kompleks, pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru
untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa
dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan.7
Sistem pembelajaran dalam pandangan kontruktivis mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: (a) siswa terlibat aktif. Pengetahuan siswa
dieroleh dengan berpikir, dan (b) informasi baru harus dikaitkan
dengan informasi sebelumnya sehingga menyatu dengan skemata
yang dimiliki siswa.8
Berdasarkan hakikat pembelajaran diatas dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran suatu proses interaksi dua arah antara guru dan
siswa sehingga terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah
untuk mencapai target pembelajaran yang efektif dan efesien.
6Ibid., h. 3. 7 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), h. 17. 8 Ibid., h. 19.
10
2. Model Pembelajaran
Model adalah rencana atau pola yang dapat dipakai untuk
merancang mekanisme suatu pengajaran meliputi sumber belajar,
subjek pembelajar, lingkungan belajar dan kurikulum.9
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan khas oleh
guru.10Arrend menyatakan, “The originators of the teaching model
concept have classified various approaches to teaching according to
their intructional goals, their syntaxes, and the naturate of their
learning environments.”11 Istilah model pengajaran mengarah pada
suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaknya,
dan lingkungannya. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah bingkai dari suatu penerapan pendekatan, metode, dan teknik
pembelajaran.
3. Problem Based Learning
a. Pengertian problem based learning
Pengertian model problem based learning menurut para ahli
antara lain:
1) Ibrahim dan Nur mendefinisikan bahwa pembelajaran problem
based learning merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang dapat mengembangkan berpikir tingkat tinggi siswa dalam
masalah yang berorientasi pada dunia nyata, termasuk dalam
prosem pembelajaran.12
2) Jones, Rasmussen, dan Moffit mengemukakan bahwa
pembelajaran problem based learning lebih menekankan pada
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 117. 10 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung:
Refika Aditama, 2013), h. 57. 11 Richard I. Arends, Learning to Teach, (Singapore: McGraw-Hill, 1989), p. 12 Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung: Raja Grafindo Persada,2012), h. 241.
11
pemecahan masalah secara autentik seperti masalah yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari.13
3) Menurut Howard Barrows dan Kelson bahwa problem based
learning adalah kurikulum dan proses pembelajaran. Dalam
kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang menuntut siswa
untuk mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat mereka
mahir memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri
serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan-pendekatan yang
sistematik untuk memecahkan masalah atau menghadapi
tantangan yang nanti diperlukan dalam karier dan kehidupan
sehari-hari.14
4) Menurut Tan bahwa pembelajaran problem based learning
merupakan inovasi dalam pembelajaran karena kemampuan
berpikir siswa dapat dioptimalkan melalui proses kerja kelompok
atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan,
mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan
berpikirnya secara berkesinambungan.15
Berdasarkan berbagai pengertian problem based learning dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran yang menggunakan masalah
sebagai awal untuk proses pembelajaran. Masalah-masalah yang
disajikan merupakan masalah yang nyata yang ada di kehidupan
sehari-hari sehingga peserta didik dapat berpikir secara optimal
dalam memecahkan masalah-masalah tersebut.
13 Martinis Yamin, Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran, (Jakarta: Press Group,
2013), h. 63. 14 M. Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning, (Jakarta:
Kencana, 2009), h. 21. 15 Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung: Raja Grafindo Persada,2012), h. 229.
12
b. Desain Masalah Problem Based Learning
Desain masalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:16
1) Karakteristik
Masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari, adanya relevansi
dengan kurikulum, tingkat kesulitan dan tingkat kompleksitas
masalah, masalah memiliki kaitannya dengan berbagai disiplin
ilmu, keterbukaan masalah, sebagai produk akhir.
2) Konteks
Masalah tidak terstruktur, menantang, memotivasi, dan memiliki
elemen baru.
3) Sumber dan lingkungan belajar
Masalah dapat memberikan dorongan untuk dipecahkan secara
kolaboratif, indenpenden untuk bekerja sama, adanya bimbinngan
dalam proses memecahkan masalah dan menggunakan sumber,
adanya sumber informasi, dan hal-hal yang diperlukan dalam
proses pemecahan masalah.
4) Presentasi
Penggunaan skenario masalah, penggunaan video klip, audio,
jurnal, dan majalah, serta web site.
c. Karakteristik Pembelajaran problem based learning
Karakteristik pembelajaran problem based learning adalah
sebagai berikut:17
1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di
dunia nyata yang tidak terstrukur
3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda
4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh
siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar
16Ibid., h. 238. 17Ibid., h.232-233.
13
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
penggunaannya dan evaluasi sumber informasi merupakan
proses yang esensial
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif
8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah
sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk
mencari solusi dari sebuah permasalahan
9) Keterbukaan proses dalam pembelajaran problem based
learning meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses
belajar; dan
10) Pembelajaran problem based learning melibatkan evaluasi dan
review pengalaman.
Menurut Sanjaya, terdapat 3 ciri utama dari strategi
pembelajaran problem based learning yaitu Pertama, problem based
learning merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya
peserta didik hanya sekedar mendengarkan ceramah dan menghafal,
namun melalui problem based learning siswa aktif berpikir,
komunikasi, mengolah data, dan menyimpulkan. Kedua, akitivitas
diarahkan untuk penyelesaian masalah. Ketiga, pemecahan masalah
dilakukan menggunakan pendekatan secara ilmiah.18 Berpikir
dengan menggunakan metode ilmiah dilakukan secara sistematis dan
empiris
Menurut Arends, model pembelajaran problem based learning
memiliki karakteristik sebagai berikut:19
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan
masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar masalah sosial
yang penting bagi peserta didik. Peserta didik mencoba membuat
18Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h. 214-215.
19 Richard I. Arends, Learning to Teach, (Singapore: McGraw-Hill, 1989), p. 381.
14
pertanyaan terkait masalah dan munculnya solusi untuk
menyelesaikan masalah
b. Fokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran
berdasarkan masalah berpusat pada pembelajaran tertentu (IPA,
matematika, sejarah), namun permasalahan yang diteliti benar-
benar nyata untuk dipecahkan.
c. Penyelidikan autentik. Pembelajaran problem based learning
mengharuskan peserta didik untuk melakukan penyelidikan
autentik untuk menemukan solusi nyata.
d. Menghasilkan produk dan mempublikasikan. Pembelajaran
problem based learning menuntut peserta didik untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau
peragaan yang dapat mewakili penyelesaian masalah yang
mereka temukan.
e. Kolaborasi. Pembelajaran problem based learning ditandai oleh
peserta didik yang saling bekerja sama, paling sering membentuk
pasangan dalam kelompok-kelompok kecil.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli tentang karakteristik
pembelajaran problem based learning dapat disimpulkan bahwa
karakteristik model pembelajaran problem based learning adalah
menekankan pada upaya pemecahan masalah. Peserta didik dituntut
aktif untuk mencari informasi berkaitan dengan masalah yang ada
dan hasil analisis peserta didik digunakan sebagai solusi
permasalahan dan dikomunikasikan.
d. Langkah-langkah Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Dewey, menjelaskan 6 langkah strategi pembelajaran
problem based learning dinamakan metode pemecahan masalah,
yaitu:20
20Wina Sanjaya, op.cit., h. 217.
15
1) Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam
menentukan masalah yang dipecahkan
2) Menganalisis masalah, yakni peserta didik meninjau masalah
secara kritis dari berbagai sudut pandang
3) Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam
merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang
dimiliki
4) Mengumpulkan data, yakni peserta didik mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah
5) Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik mengambil atau
merumuskan kesimpulan sesuai penerimaan dan penolaka
hipotesis yang diajukan
6) Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yakni peserta
didik menggambarkan reomendasi yang dapat dilakukan sesuai
hasil pengujian hipotesis dan kesimpulan
Menurut Amir, proses problem based learning dikenal
dengan proses 7 langkah yaitu:21
1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas. Peserta
didik dipastikan dapat memahami berbagai istilah dan konsep
yang ada dalam masalah
2) Merumuskan masalah. Fenomena yang ada dalam masalah
menuntut penjelasan hubungan yang terjadi di antara fenomena
3) Menganalisis masalah. Peserta didik berdiskusi untuk membahas
masalah dan mencari informasi yang berkaitan dengan masalah
4) Menata gagasan dan secara sistematis menganalisisnya lebih
dengan dalam. Masalah yang sudah dianalisis kemudian dilihat
keteraitan satu sama lain dan dikelompokkan
21Taufiq Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning: Bagaimana
Pendidik Memberdayakan Pemelajar di Era Pengetahuan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 24-25.
16
5) Memformulasikan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran
dikaitkan dengan analisis masalah yang dibuat
6) Mencari informasi tambahan dari sumber lain. Peserta didik
masing-masing mencari sumber informasi lain yang tidak
dimiliki kelompoknya. Hal ini dilakukan diluar diskusi
kelompok
7) Mensintesa dan menguji informasi baru, dan membuat laporan
untuk kelas. Laporan hasil individu atau kelompok kemudian
dipresentasikan dihadapan kelompok lain.
Menurut Jonhnson dan Johnson mengemukakan lima langkah
strategi pembelajaran problem based learning melalui kegiatan
kelompok yaitu:22
1) Mendefinisikan masalah yaitu merumuskan masalah yang
mengandung isu konflik sehingga siswa memahami masalah
yang akan dikaji
2) Mendiagnosa masalah yaitu menentukan penyebab terjadinya
masalah dan menganalisa faktor yang dapat mendukung dalam
penyelesaian masalah
3) Merumuskan alternatif strategi yaitu menguji setiap tindakan
yang dirumuskan melalui diskusi
4) Menentukan dan menerapkan strategi pilihan yaitu mengambil
keputusan tentang strategi yang dapat dilakukan
5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi akhir.
Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan
pelaksanaan pembelajaran, sedangkan evaluasi akhir adalah
evaluasi terhadap akibat penerapan strategi pembelajaran.
Menurut Arends, problem based learning membantu peserta
didik untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
22Retno Dwi Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010), h.
115-116.
17
mengatasi masalah, mempelajari peran-peran dewasa dan menjadi
pelajar yang mandiri.23
Menurut Arends, sintaks untuk model problem based learning
dapat disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sintak Model Problem Based Learning24
Fase ke- Indikator Perilaku Guru
1 Orientasi kepada
masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan keperluan-keperluan
logistik penting, memotivasi siswa
terlibat pada aktivitas pemecahan
masalah yang dipilihnya
2 Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut
3 Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk
menjelaskan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan karya
yang sesuai seperti laporan, video, dan
model yang membantu mereka untuk
berbagi tugas kepada temannya
5 Menganalisis dan
mengevaluasi
proses pemecahan
masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan
23Richard I. Arends, Learning to Teach, (Singapore: McGraw-Hill, 1989), p. 381-381. 24 Richard I. Arends, Learning to Teach, (Singapore: McGraw-Hill, 1989), p. 394
18
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil tahapan problem based
learning dari pendapat Arends. Sintaks pembelajaran yang
dikemukakan Arends sudah jelas dan terinci. Secara umum tahapan
pemebalajaran diawali dengan pengenalan masalah. Selanjutnya
peserta didik diorganisasikan untuk belajar, membimbing dan
membantu penyelidikan secara kelompok untuk penyelesaian
masalah. Hasil analisis dipresentasikan dan akhir pembelajaran guru
melakukan evaluasi mengenai hasil dari peserta didik.
Alur proses pembelajaran problem based learning dapat dilihat
pada flowchart berikut ini.25
Gambar 2.1 Keberagaman Pendekatan Problem Based Learning
25 Rusman, Model-model Pembelajaran, (Bandung: Raja Grafindo Persada,2012), h. 233.
Kesimpulan, Integrasi, dan
Evaluasi
Penyajian Solusi dan Refleksi
Belajar Pengarahan Diri
Belajar Pengarahan Diri
Pertemuan dan Laporan
Belajar Pengarahan Diri
Analisis Masalah dan Isu Belajar
Belajar Pengarahan Diri
Menentukan Masalah
Menentukan Masalah
Belajar Pengarahan Diri
Analisis Masalah dan Isu Belajar
Belajar Pengarahan Diri
Pertemuan dan Laporan
Menentukan Masalah
Belajar Pengarahan Diri
Analisis Masalah dan Isu Belajar
Belajar Pengarahan Diri
Pertemuan dan Laporan
Menentukan Masalah
Belajar Pengarahan Diri
Analisis Masalah dan Isu Belajar
Belajar Pengarahan Diri
Menentukan Masalah
Belajar Pengarahan Diri
Analisis Masalah dan Isu Belajar
Menentukan Masalah
Belajar Pengarahan Diri
Menentukan Masalah
Menentukan Masalah
Menentukan Masalah
Belajar Pengarahan Diri
Analisis Masalah dan Isu Belajar
Belajar Pengarahan Diri
Pertemuan dan Laporan
19
e. Keunggulan Pembelajaran Problem Based Learning
Sebagai suatu strategi pemelajaran, pembelajaran problem based
learning ini memiliki keunggulan, diantaranya:26
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
siswa
3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
siswa
4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah
dalam kehidupan nyata siswa
5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab
dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu,
pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya
6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa
bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain
sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir,dan sesuatu
yang harus dimengerti oleh siswa bukan hanya sekedar belajar
dari guru atau dari buku-buku saja.
f. Kelemahan Pembelajaran Problem Based Learning
Di samping keunggulan, pembelajaran problem based learning
ini memiliki kelemahan, di antaranya:27
1) Bagi siswa yang malas, tujuan model pembelajaran tidak dapat
tercapai
26Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011), h. 220-221. 27Sitiatava Rizema Putra, Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains,
(Jogjakarta:DIVA Press, 2012), h..84.
20
2) Membutuhkan banyak waktu dan dana
3) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model
PBL
Hubungan model problem based learning dengan
keterampilan berpikir kritis yang merupakan bagian dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat dilihat dari gambar
berikut:28
Gambar 2.3 Hubungan antara model problem based learning
dengan keterampilan berpikir kritis
4. Keterampilan Berpikir Kritis
a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis (critical thinking) didefinisikan sebagai: “the
ability to analyze and evaluate information”.29 Ini menunjukkan
bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk membuat analisis
dan melakukan evaluasi terhadap data atau informasi.
Berpikir kritis adalah ”sebuah proses yang terorganiasasi
memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan
bahasa yang mendasari pernyataan orang lain”.30 Berpikir kritis
28Richard I. Arends, Learning to Teach, (Singapore: McGraw-Hill, 1989), p. 382. 29Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical
Thinking, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2009), h. 10. 30 Elaine B Jhonson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: MLC, 2007), h. 184.
Keterampilan Penyidikan dan pemecahan
Problem Based Learning Keterampilan
berpikir kritis
Keterampilan mengolah informasi
21
memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran dari suatu
masalah yang ada. Dalam hal berpikir kritis, siswa diruntut
menggunakan strategi kognitif tertentu untuk menguji keandalan
gagasan pemecahan masalah dan mengatasi keasalahan atau
kekurangan.31 Berikut pengertian berpikir kritis menurut pendapat
beberapa ahli antara lain menurut pendapat Gerhand mendefinisikan
“berpikir kritis sebagai proses kompleks yang melibatkan
penerimaan dan penguasaan data, analisis data, evaluasi data, dan
mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif serta membuat
keputusan berdasarkan evaluasi”.32
Pendapat Arthur L. Costa juga menggambarkan bahwa berpikir
kritis adalah :“using basic thinking processes to analyze arguments
and generate insight into particular meanings and interpretation;
also known as directed thinking”.33
Menurut Dewey, berpikir kritis adalah”pertimbangan yang aktif,
terus menerus dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk
pengetahuan yang diterima begitu saja dengan menyertakan alasan-
alasan yang mendukung kesimpulan-kesimpulan yang rasional.”34
Dewey mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir reflektif, dan
mendefinisikan sebagai pertimbangan yang aktif, persistent (terus-
menerus), dan teliti mengenai keyakinan atau bentuk pengetahuan
yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang
mendukung dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan menjadi
kecenderungannya.35
31Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 118. 32Dina Mayadiana Suwarna, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, tt), h. 11. 33Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical
Thinking, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2009), h.10. 34 Kasdin Sitohang, dkk, Critical Thinking Membangun Pemikiran Logis, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2012), h. 5. 35Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.2.
22
Menurut Halpern, berpikir kritis adalah memberdayakan
keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan.36
Sedangkan menurut Ennis, berpikir kritis adalah cara berpikir
reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar yang difokuskan
untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.37
Menurut Ennis, “critical thinking is a process, the goal of wich
is to make reasonable desicions about what to believe and what to
do”.38 Ennis mengungkapkan berpikir kritis adalah proses, tujuan
untuk membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang
dipercaya dan apa yang dilakukan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas bahwa berpikir kritis
sebagai proses dan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang
digunakan dalam pembentukan sistem konseptual siswa yang
meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan
dan pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Menurut Scafersman, keterampilan berpikir kritis merupakan
inkuiri kritis sehingga seseorang yang berpikir kritis akan
baru yang menantang, menemukan informasi baru dan menentang
dogma dan doktrin.39 Keterampilan berpikir kritis yaitu memiliki
kemampuan untuk mengenal masalah, menemukan cara-cara yang
dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah, mengumpulkan
dan menyusun informasi yang diperlukan, mengenal asumsi-asumsi
dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan, memahami dan menggunakan
bahasa yang tepat, jelas, dan khas, menganalisis data, menilai fakta
36Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical
Thinking, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,2009), h.11. 37 Ibid., h. 15. 38 Robert H Ennis, Critical Thinking, (New Jersey: Prentice Hall,Inc, 1996), p. xvii. 39S.D Scharfermans, Introduction to Critical Thinking, h. 3.
http:www.freeinquiry.com/critical-thinking-html., 2 April 2015
23
dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan, mengenal adanya
hubungan yang logis antara masalah-masalah.40
Keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan menurut Ennis
ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan
dalam 5 aspek keterampilan berpikir kritis. Secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennnis41
Aspek Keterampilan Berpikir Kritis
Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
SubIndikator
1. Memberikan Penjelasan Sederhana (Elementary clarification)
1. Memfokuskan Pertanyaan
a. Mengidentifikasi atau memformulasikan suatu pertanyaan
b. Mengidentifikasi atau memformulasikan kriteria jawaban yang mungkin
c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang sedang dihadapi
2. Menganalisis pertanyaan
a. Mengidentifikasi kesimpulan
b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan
c. Mengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan
d. Mencari persamaan dan perbedaan
e. Mengidentifikasi dan menangani ketidakrelevanan
f. Mencari strukttur dari sebuah pendapat atau argumen
g. Meringkas
3. Bertanya dan Menjawab
a. Mengapa? b. Apa yang menjadi alasan
40Alec Fisher, Berpikir Kritis Sebuah Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2009), h.7. 41Dina Mayadiana Suwarna, Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Matematika, (Jakarta: Cakrawala Maha Karya, t.t), h. 13-16.
24
Pertanyaan utama? c. Apa yang kamu maksud
dengan? d. Apa yang menjadi
contoh? e. Apa yang bukan contoh? f. Bagaimana
mengaplikasikan kasus tersebut?
g. Apa yang menjadi perbedaan?
h. Apa faktanya? i. Apakah ini yang kamu
katakan? j. Apalagi yang akan kamu
katakan tentang itu? 2. Membangun
Keterampilan Dasar (Basic support)
4. Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
a. Keahlian b. Mengurangi konflik
interest c. Kesepakatan antar sumber d. Reputasi e. Menggunakan prosedur
yang ada f. Mengetahui resiko g. Kemampuan memberikan
alasan h. Kebiasan berhati-hati
5. Mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi
a. Mengurangi praduga/menyangka
b. Mempersingkat waktu antara observasi dengan laporan
c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri
d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan
e. Penguatan f. Kemungkinan dalam
penguatan g. Kondisi akses yang baik h. Kompeten dalam
menggunakan teknologi i. Kepuasan pengamat atas
kredibilitas kriteria
25
3. Menyimpulkan (Inference)
6. Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
a. Kelas logika b. Mengondisikan logika c. Menginterpretasikan
pernyataan 7. Menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi
a. Menggeneralisasi b. Berhipotesis
8. Membuat dan menentukan nilai pertimbangan
a. Latar belakang fakta b. Konsekuensi c. Mengaplikasikan konsep
(prinsip-prinsip hukum dan asas)
d. Mempertimbangkan alternatif
e. Menyeimbangkan, menimbang, dan memutuskan
4. Memberikan penjelasan lanjut(Advance clarification)s
9. Mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan
Ada 3 dimensi: a. Bentuk: sinonim,
klarifikasi, rentang, ekspresi yang sama, operasional, contoh, dan noncontoh
b. Strategi definisi c. Konten isi
10. Mengidentifikasi asumsi-asumsi
a. Alasan yang tidak dinyatakan
b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi argumen
5. Mengatur strategi dan taktik(Strategies and tactics)
11. Menentukan suatu tindakan
a. Mendefinisikan masalah b. Memilih kriteria yang
mungkin sebagai solusi permasalahan
c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk solusi
d. Memutuskan hal-hal yang dilakukan
e. Meriview f. Memonitor implementasi
12. Berinteraksi dengan orang lain
a. Memberi label b. Strategi logis c. Strategi retorik d. Mempresentasikan suatu
posisi, baik lisan maupun tulisan
26
b. Langkah-langkah Pemikir Kritis
Menurut Ruggiero, langkah-langkah menjadi pemikir kritis
disajikan dalam bentuk pertanyaan. Langkah-langkah menjadi
pemikir kritis, sebagai berikut:42
1) Mengungkapkan dengan jelas isu, masalah, keputusan, atau
kegiatan yang sedang dipertimbangkan
Masalah atau isu harus diteliti sebelum masalah atau isu tersebut
digambarkan dengan jelas.Subjek yang diteliti harus dijelaskan
dengan tepat.
2) Mengemukakan sudut pandang
Sudut pandang pribadi yang digunakan dalam memandang
sesuatu masalah. Pemikir kritis menganalisis dengan hati-hati
suatu masalah yang ada pada artikel,dan proposal karena
seringkali berusaha memberikan laporan yang tidak memihak
dan membujuk pembaca untuk menerima pendapat tertentu.
3) Mengajukan alasan
Alasan yang baik didasarkan pada informasi yang dapat
dipercaya dan relevan dengan kesimpulan yang dikemukakan
masuk akal dengan konteksnya.
4) Menyeleksi asumsi-asumsi
Asumsi adalah ide-ide yang diterima apa adanya. Pemikir kritis
menyalahkan asumsi karena melemahkan argumen.Sedangkan
pemikir kreatif, mempertanyakan asumsi sebagai sarana
menggantikan asumsi dengan kebenaran.
5) Memakai bahasa yang jelas
Pemikir kritis berusaha untuk memahami, mencari makan, dan
sangat memperhatikan kata-kata.Kata-kata dapat membentuk
ide.
42Elaine B Jhonson, Contextual Teaching and Learning, (Bandung: MLC, 2007), h. 192-
200.
27
6) Membuat alasan yang didasarkan pada bukti-bukti yang
meyakinkan
Pemikir kritis adalah menilai bukti.Bukti adalah informasi yang
akurat dan dapat dipercaya.Bukti dapat menjelaskan untuk
memperkuat generalisasi untuk membedakan pengetahuan
dengan keyakinan.
7) Kesimpulan apa yang ditawarkan
Pemikir kritis menenliti alasan, bukti, dan logika yang
diberikan orang lain untuk membenarkan kesimpulan yang
dikemukakan. Langkah-langkah yang efektif untuk menentukan
apakah sebuah kesimpulan dibenarkan sebagai berikut:
mengidentifikasi alasan, menanyakan apakah alasan yang
diberikan benar-benar kuat, dan menanyakan apakah
kesimpulan yang diambil sesuai dan konsisten dengan alasan
yang mendasarinya.
8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah
diambil
Pemikir kritis berusaha untuk memprediksi dan
mengevaluasi semua efek samping yang mungkin timbul.Jika
kesimpulannya tidak berdampak negatif maka diambil.
Kedelapan langkah berpikir kritis itu untuk memecahkan suatu
masalah.
Proses pemecahan masalah juga dapat dipersingkat dengan
berkonsentrasi pada pertanyaan-pertanyaan berikut: apa
masalahnya, apa hasil yang dicari, solusi apa yang mungkin dan
alasan apa yang mendukung, serta apa kesimpulannya.43
43 Ibid.,h.201.
28
5. Hubungan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan
Keterampilan Berpikir Kritis
Keterampilan berpikir kritis siswa tidak dapat muncul dengan
sendirinya tanpa dilatih. Guru harus melatih keterampilan berpikir kritis
siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat pada
proses pembelajarannya. Siswa harus dirangsang cara berpikirnya
melalui masalah-masalah yang ada pada kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran yang menggunakan metode ceramah berpusat pada guru
tidak dapat melatih keterampilan berpikir kritis. Model problem based
learning cocok untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa. Problem based learning adalah pembelajaran yang diawali
dengan memberikan masalah. Masalah yang diberikan bersifat terbuka
sehingga pembelajaran berbasis masalah dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis
data secara lengkap dalam memecahkan suatu masalah.
Tujuan yang dicapai dalam pembelajaran berbasis masalah adalah
kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analisis, sistematis, dan logis
untuk menentukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi
data secara empiris.44 Berikut ini merupakan hubungan antara sintaksis
problem based learning dengan keterampilan berpikir kritis siswa:
Tabel 2.3 Hubungan antara Sintaksis Problem Based Learning
dengan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Sintak PBL Perilaku Guru Perilaku Siswa
Aspek kemampuan
berpikir kritis
Indikator kemampuan
berpikir kritis
1. Orientasi kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan keperluan-keperluan logistik
Siswa ikut dalam kegiatan apersepsi, motivasi, dan pemecahan
- Memberikan penjelasan sederhana
- Memfokuskan pertanyaan
44Retno Dwi Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2010), h.
114
29
penting, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait permasalahannya
- Memberikan penjelasan sederhana
- Memfokuskan pertanyaan
- Menganalisis pertanyaan
- Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan dan tantangan
- Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber
3. Membimbing penyelidikan maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk menjelaskan dan pemecahan masalah
Siswa mencari informasi dengan sumber yang tepat, melakukan percobaan, dan mencari penjelasan dan solusi
- Membang-kan keterampil-an dasar
- Strategi dan
taktik
- Mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber
- Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi
- Menentukan
suatu tindakan
- Berinteraksi
dengan orang lain
4. Mengembangkan dan
Guru membantu siswa dalam
Siswa merencanaka
- Kesimpulan
- Mendeduksi dan
30
menyajikan hasil karya
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model yang membantu mereka untuk berbagi tugas kepada temannya
n dan menyiapkan hasil-hasil yang tepat seperti laporan, presentasi dan membantu mereka untuk menyampaikan kepada orang lain
- Membuat penjelasan lebih lanjut
- Strategi dan
teknik
mempertimbangkan hasil deduksi
- - Menginduksi
dan mempertimba-ngkan hasil induksi
- Membuat dan
menentukan nilai pertimbangan
- Menentukan
suatu tindakan - Berinteraksi
dengan orang lain
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan
Siswa menyimpulkan dan merefleksikan hasil investigasinya dan proses-proses yang mereka lakukan
- Kesimpulan - Strategi dan taktik
- Menginduksi dan mempertimba-ngkan hasil induksi
- Memutuskan
suatu tindakan
6. Konsep Larutan Elektrolit dan Larutan Non-elektrolit
Berdasarkan kurikulum 2013, materi kesetimbangan kimia pada
kelas X semester genap terdapat pada Kompetensi Inti 3 dan
Kompetensi inti 4. Pada kompetensi inti 3 yaitu memahami,
menerapkan, dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural, dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
31
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.45Sedangkan pada kompetensi inti 4 yaitu mengolah, menalar,
dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan
pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
bertindak secara efektif dan kreatif, serta mampu menggunakan metoda
sesuai kaidah keilmuan.46
Materi larutan elektrolit dan larutan nonelektrolit terdapat pada
Kompetensi Dasar 3.8 yaitu menganalisis sifat larutan elektrolit dan
larutan non-elektrolit berdasarkan daya hantar listriknya. Kompetensi
Dasar 4.8 yaitu merancang, melakukan, dan menyimpulkan serta
menyajikan hasil percobaan untuk mengetahui sifat larutan elektrolit
dan larutan non-elektrolit .47
a) Pengertian larutan elektrolit dan non-elektrolit
Larutan adalah campuran yang terdiri dari dua bahan yang
bersifat homogen karena sifatnya sama pada seluruh cairan.48 Unsur
terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah
pelarut sedangkan komponen yang jumlahnya sedikit adalah zat
terlarut.49 Komponen yang jumlahnya sedikit dinamakan zat terlarut
(solute).50 Larutan yang menggunakan air sebai pelarut dinamakan
larutan dalam air atau aquous.51 Larutan yang mengandung zat
terlarut dalam jumlah banyak dinamakan larutan pekat.52
Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan dapat dibedakan ke
dalam larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat menghantarkan
45Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, h. 168. 46Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, h. 169. 47Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013, h. 168-169. 48 Ralph H. Petrucci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat, (Bogor:
Erlangga, 1987), h. 52. 49 Ralph H. Petrucci, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat, (Bogor:
Erlangga, 1987), h. 55. 50Ibid. 51Ibid. 52 Ibid.
32
listrik, dan larutan non-elektrolit, yaitu larutan yang tidak dapat
menghantarkan listrik.53
Larutan elektrolit dibagi menjadi dua, yaitu larutan elektrolit
kuat dan larutan elektrolit lemah.Larutan elektrolit yang memberikan
gejala berupa lampu menyala dan membentuk gelembung gas
termasuk elektrolit kuat. Contoh larutan elektrolit kuat yaitu HCl, air
aki, air laut, dan air kapur.54 Adapun larutan elektrolit yang tidak
memberikan gejala lampu menyala, tetapi menimbulkan gelembung
gas termasuk elektrolit lemah. Contohnya, larutan ammonia, larutan
cuka, dan larutan H2S.55
Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mengajukan teorinya,
bahwa dalam larutan elektrolit yang berperan menghasilkan arus
listrik adalah partikel-partikel bermuatan (ion) yang bergerak bebas
di dalam larutan.56 Ion-ion positif bergerak menuju ke kutub negatif
dan ion-ion negatif akan bergerak ke kutub positif.57 Misalnya pada
larutan HCl (asam klorida): dalam larutan, HCl terurai menjadi ion
H+ dan ion Cl-. Reaksi ionisasi sebagai berikut:
HCl(aq) H+ (aq) + Cl-(aq)
Ion H+akan bergerak menuju katode, mengambil elektron dan
berubah menjadi gas hidrogen
H+ (aq) + 2e- H2 (g)
Sementara itu, ion-ion Cl-akan bergerak menuju anode, melepas
elektron, dan berubah menjadi gas klorin
Cl2(aq) Cl- (aq) + 2e-
53 Michael Purba dan Sunardi, Kimia untuk SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2012),
h. 166. 54Nana Sutresna, Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, (Bandung: Grafindo, 2007), h.155. 55Ibid. 56 Unggul Sudarmo, Kimia SMA 1, (Jakarta: Erlangga, 2004), h. 107. 57Ibid.
33
Jadi hantaran listrik melalui larutan HCl terjadi karena ion H+
mengambil elektron dari katode, sedangkan ion-ion Cl- melepas
elektron di anode.
b) Larutan elektrolit berdasarkan jenis ikatan
Larutan elektrolit dapat berupa senyawa ion atau senyawa
kovalen polar.Senyawa ionik adalah senyawa ionik adalah senyawa
yang terbentuk dari ion-ion melalui ikatan ionik.58 Contohnya NaCl,
CaCl2, AlCl3, MgF2, LiF, dan (sebagian besar dari garam).
Sedangkan senyawa kovalen adalah senyawa yang terdiri atas atom-
atom (bukan ion) yang berikatan secara kovalen. Senyawa kovalen
yang dapat menghantarkan arus listrik adalah senyawa kovalen
polar.59 Contohnya adalah: molekul air, HCl, dan NaOH, H2SO4,
Ba(OH)2 (berasal dari asam dan basa). Perbedaan antara elektrolit
senyawa ion dengan senyawa kovalen polar disimpulkan sebagai
berikut:60
Tabel 2.4 Perbedaan Antara Elektrolit Senyawa Ion Dengan
Penelitian sebelumnya yang relevan mengenai keterampilan berpikir
kritis antara lain:
1. Pada penelitian Efektivitas Metode Problem Based Learning dalam
Pembelajaran Mata Kuliah Teori psikologi Kepribadian II, berdasarkan
58Nana Sutresna, Cerdas Belajar Kimia untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, (Bandung: Grafindo, 2007), h. 157. 59Ibid., h. 158. 60 Michael Purba dan Sunardi, Kimia untuk SMA/MA Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2006),
h. 169.
34
hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembelajaran berbasis
problem (PBL) efektif diterapkan dalam pembelajaran mata kuliah yang
bersifat teori, metode pembelajaran berbasis masalah juga terbukti
efektif dibandingkan dengan metode tradisional. Dengan keunggulan
PBL yang kegiatannya itu berpusat pada pembelajar (student centered)
diharapkan PBL akan lebih efektif dan lebih membangkitkan motivasi
belajar dibandingkan metode pembelajaran tradisional atau
konvensional.61
Jika penelitian sebelumnya meneliti efektivitas suatu metode
problem based learning pada materi atau mata kuliah yang teori, maka
penelitian ini bahwa model problem based learning dapat menentukan
kualitas kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada materi yang
bersifat abstrak.
2. Pada penelitian Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA. Hasil penelitian
menunjukkan program pembelajarn keterampilan berpikir kritis adalah
program pembelajaranyang mengkondisikan siswa memperoleh
kesempatan untuk berlatih menggunakan sejumlah keterampilan
berpikir tingkat tinggi khususnya keterampilan berpikir kritis. Siswa
sangat antusias mengikuti pembelajaran masalah open-ended dapat
memusatkan siswa dan memotivasi siswa untuk memecahkannya.62
3. Pada penelitian Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMP.63 Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar tes kemampuan berpikir
kritis mengalami peningkatan yang signifikan. Motivasi belajar siswa
61 Supratiknya, “Efektivitas Metode Problem Based learning dalam Pembelajaran Mata
kuliah Teori Psikologi Kepribadian II”, Jurnal Psikologi, Vol. 33, h. 15. 62 I Wayan Redhana dan Liliasari, “Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA”, Forum Pendidikan, Vol. 27, 2008, h.109-111. 63Agus Budi Susilo, Wiyanto, dan Supartono, “Model Pembelajaran IPA Berbasis
Masalah untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMP”, Vol. 1, 2012, h. 12.
35
dalam pembelajaran Problem Based Learning PBL mengalami
peningkatan dari nilai pre-test dan post-test.
4. Pada penelitian Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada
Pembelajaran Hukum-hukum Dasar Kimia Ditinjau dari Aktivitas dan
Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA SMA Negeri Surakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada ranah
pengetahuan,sikap, dan keterampilan siswa dengan model PBL
dilengkapi dengan LKS dalam penerapan kurikulum 2013
dikategorikan baik.64
5. Pada penelitian Penerapan Model Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP.65 Berdasarkan
penelitian tersebut dari data penelitian berupa tes kemampuan berpikir
kritis diambil dengan teknik tes dan praktikum. Model pembelajaran
PBL dapat meningkatkan berpikir kritis siswa pada pokok bahasan
gerak lurus berubah beraturan.
6. Pada penelitian Students Motivation in the Process of Problem Based
Education in Chemistry and Environmental Sciences.66 Dengan
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan efisiensi
pembelajaran dan motivasi siswa dalam belajar kimia dan ilmu
lingkungan.
7. Pada penelitian Impact of Problem Based Learning on Studensts
Critical Thinking Dispositions, Konwledge Acquisition and Retention.67
Ada perbedaan yang signifikan pada siswa dalam kritis berpikir setelah
PBL. Juga, kepercayaan diri terhadap berpikir kritis setelah rasa ingin
64Ratna Rosidah Tri Wasonowati, dkk, “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) pada Pembelajaran Hukum-hukum Dasar Kimia Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA SMA Negeri Surakarta”, Jurnal Pendidikan Kimia, Vol. 3, No.3, 2014, h. 66.
65U. Setyorini, Sukiswo, dan B.Suball, ”Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”, JurnalPendidikan Fisika, Vol.7, 2011, h. 52.
66Nikolay Sashkov, Students Motivation in the Process of Problem Based Education in Chemistry and Environmental Sciences, International Journal of Humanities and Social Science, Vol.2, 2012, h. 155.
67 Ahlam El Shaer and Hala Gaber, Impact of Problem Based Learning on Studensts Critical Thinking Dispositions, Konwledge Acquisition and Retention, Journal of Education and Practice, Vol.5, 2014, p. 82.
36
tahu yang matang. Peningkatan total skor rata-rata pengetahuan akuisisi
dan retensi kelompok eksperimen dari total skor rata-rata perolehan
pengetahuan dan retensi dari kelompok kontrol.
C. Kerangka Berpikir
Kemampuan berpikir tingkat tinggi (High Order Thinking–HOT)
merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan
menyampaikan kembali informasi yang diketahui. Secara umum, terdapat
beberapa aspek yang menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi
yang dimiliki oleh seseorang yaitu kemampuan berpikir kritis, berpikir
kreatif, serta memecahkan masalah.68
Dengan pembelajaran berbasis masalah dengan metode diskusi
kelompok diharapkan siswa mampu mengasah keterampilan berpikir
kritis. Pembelajaran melalui model problem based learning menuntut
siswa untuk berpikir tingkat tinggi yaitu keterampilan berpikir kritis.
Untuk itu penelitian ini dilakukan mengembangkan keterampilan berpikir
kritis siswa melalui model problem based learning pada larutan elektrolit
dan larutan non-elektrolit. Berdasarkan penjelasan kerangka berpikir maka
keterkaitan antara variabel-variabel penelitian tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
68 Emi Rofiah,”Penyusunan Instrumen Tes Kemampuan”, Jurnal Pendidikan Fisika,Vol.
1,2013, h. 17.
37
Memunculkan
Gambar 2.4 Gambar Kerangka Berpikir Model Problem Based Learning
terhadap Keterampilan Berpikir Kritis
Model Problem Based Learning (PBL)
Tahap 1.
Orientasi Masalah
Tahap 2.
Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Tahap 4.
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Memfokuskan pertanyaan
Menganalisis Pertanyaan
Bertanya dan Menjawab Pertanyaan
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
Mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi
Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
Tahap 3.
Membimbing Penyelidikan individual maupun Kelompok
Tahap 5.
Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Pemecahan Masalah
Mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan
Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Mengidentifikasi asumsi-asumsi
Menentukan suatu tindakan
Berinteraksi dengan orang lain
Keterampilan Berpikir Kritis
38
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 33 Jakarta Barat. Waktu
pelaksanaan pada tanggal 02-16 Februari semester genap tahun ajaran
2014/2015.
B. Metode dan Alur Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu suatu
bentuk penelitian untuk menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena-
fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.1 Penelitian
deskriptif merupakan penelitian yang paling sederhana, dibandingkan
dengan penelitian-penelitian lain karena dalam penelitian ini peneliti tidak
melakukan apa-apa terhadap objek atau wilayah yang diteliti.2Analisis
deskripstif yang digunakan analisis deskriptif kuantitatif yaitu
gambarannya menggunakan ukuran, jumlah atau frekuensi dengan tujuan
memperoleh hasil penelitian yang dapat direkomendasikan untuk
meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, aspek
yang akan diteliti adalah keterampilan berpikir kritis.
Penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur untuk memperoleh
informasi mengenai kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Dilanjutkan
untuk melakukan wawancara bebas kepada guru Kimia di SMA Negeri 33
Jakarta untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berpikir kritis. Tahap
selanjutnya melakukan analisis kemampuan berpikir kritis dengan model
problem based learning pada materi larutan elektrolit dan larutan non-
elektrolit. Hasil analisis ini memperlihatkan kemampuan berpikir kritis
siswa
1Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2011), h. 72.
2 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 3.
39
Alur penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Alur Penelitian
Analisis Literatur Keterampilan Berpikir
Kritis
Analisis Literatur Model Problem Based
Learning
Analisis KI Dan KD Materi Larutan
Elektrolit Dan Larutan Nonelektrolit
TAHAP
1
Penyusunan Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP) dan LKS berbasis
Analisis Materi Pelajaran
Membuat Instrumen
Tidak
Validasi
TAHAP
2
Ya
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
Model Pembelajaran Problem Based Learning
Observasi
Tes tertulis
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
TAHAP 3
Wawancara
40
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi target adalah
siswa SMA Negeri 33 Jakarta. Populasi Terjangkau adalah Seluruh siswa
X SMA Negeri 33 Jakarta. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi
yang diteliti.4 Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan purposive sampling untuk penentuan sekolah dan kelas
penelitian. Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek
bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas
pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana
sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.5Sampel
yang diambil yaitu siswa kelas XMIA-2 yang berjumlah 36 siswa. Siswa
dikelompokkan menjadi tiga kategori kelompok yaitu kelompok tinggi,
kelompok sedang, dan kelompok rendah. siswa dikelompokkan
berdasarkan hasil standar deviasi yang diolah dari data ulangan harian
siswa dengan rumus sebagai berikut:6
Standar Deviasi = �∑f x2
𝑵− �fx
𝑵�𝟐
Kelompok tinggi : ≥ Mean + Standar Deviasi
Kelompok sedang: Mean-Standar Deviasi<x<Mean+Standar Deviasi
Kelompok rendah :≤ Mean – Standar Deviasi
Berdasarkann hasil perhitungan pada lampiran diperoleh data
kelompok siswa dalam tabel 3.1.
3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), h. 173. 4Ibid., h. 174. 5Ibid., h. 183. 6 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h.
301.
41
Tabel 3.1 Pembagian Kategori Kelompok Siswa
Kelompok Kriteria Jumlah Siswa
Tinggi ≥76,3 7
Sedang 61,7 <x <76,3 24
Rendah ≤61,7 5
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
langakah-langkah sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Menganalisis KI dan KD pada pelajaran kimia kelas X sesuai dengan
kurikulum 2013 serta menganalisis materi dengan menggunakan
model pembelajaran problem based learning dan metode diskusi
kelompok serta percobaan dan pendekatan keterampilan berpikir
kritis. Pada penelitian ini materi yang dipilih adalah larutan elektrolit
dan larutan non-elektrolit
b. Membuat atau menyusun instrument penelitian berupa Lembar Kerja
Siswa (LKS) berbasis Problem Based Learning, tes tertulis
berbentuk uraian, lembar observasi dan pedoman wawancara.
Pembuatan LKS dibuat peneliti dengan bimbingan dosen
e. Menentukan tingkat keterampilan siswa berdasarkan kriteria
Tabel 3.5 Kriteria Tingkat Keterampilan Siswa26
2. Menganalisis hasil observasi yang digunakan untuk melengkapi data
indikator keterampilan berpikir kritis yang tidak dapat terukur melalui
tes. Data diperoleh dianalisis dengan cara:
a. Menjumlahkan banyak ceklist pada setiap kolom pada lembar
observasi dari masing-masing indikator keterampilan berpikir kritis
b. Menghitung persentase dari masing-masing indikator yang muncul
berdasarkan rumus:27
26Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula,
(Bandung: Alfabeta, 2009), h.89.
Skor (%) Kriteria
81-100 Sangat Baik
61-80 Baik
41-60 Cukup
21-40 Kurang
0-20 Sangat Kurang
51
NP = 𝑅𝑆𝑀𝑋100
Keterangan:
NP : nilai persen yang dicari atau diharapkan
R : skor mentah yang diperoleh siswa
SM : skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
100 : bilangan tetap
c. Menginterpretasikan secara deskriptif data persentase masing-
masing indikator keterampilan berpikir skritis siswa yang muncul
selama proses pembelajaran
3. Menganalisis hasil wawancara yang dilakukan kepada lima siswa.
Mengubah hasil wawancara dari bentuk lisan menjadi tulisan yang
dihubungkan dengan jawaban pada tes keterampilan berpikir kritis dan
LKS untuk melengkapi data-data penelitian.
27 Ngalim Purwanto, loc.cit.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan utuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa
melalui model pembelajaran Problem Based Leraning pada materi larutan
elektrolit dan non elektrolit. Penelitian analisis deskriptif ini dilakukan di
kelas X SMA Negeri 33 Jakarta. Subjek penelitian adalah siswa kelas XMIA 2
yang berjumlah 36 siswa. Hasil penelitian ini di peroleh dari data hasil tes
keterampilan berpikir kritis, observasi dan wawancara sebagai pendukung dari
beberapa indikator yang tidak dapat terukur melalui tes kemampuan berpikir
kritis.
Proses pembelajaran melalui model problem based learning dengan lima
tahapan yaitu orientasi kepada masalah, mengorganisasikan siswa untuk
belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah. Dengan model pembelajaran problem based
learning dapat mengukur keterampilan berpikir kritis siswa. Terdapat lima
aspek keterampilan berpikir kritis yaitu memberikan penjelasan sederhana
(elementary clarification), membangun keterampilan dasar (basic support),
menyimpulkan (inference), memberikan penjelasan lebih lanjut (advance
clarification), dan mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).
Terdapat dua belas indikator keterampilan berpikir kritis yang diteliti
dalam penelitian ini yaitu memfokuskan pertanyaan, menganalisis pernyataan,
bertanya dan menjawab pertanyaan, mempertimbangkan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak, mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil
observasi, mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi
dan mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai
pertimbangan, mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan,
mengidentifikasi asumsi-asumsi, menentukan suatu tindakan, dan berinteraksi
dengan orang lain.
53
Data pada penelitian ini diperoleh dari data tes keterampilan berpikir kritis
berupa tes essay, data observasi atau pengamatan langsung yang dilakukan
oleh observer atau pengamat, dan data wawancara siswa mewakili kelompok.
Data dari tes hanya dapat mengukur beberapa indikator yaitu memfokuskan
pertanyaan, menganalisis pernyataan, bertanya dan menjawab
pertanyaan,mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak,
mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan
mempertimbangkan hasil induksi, membuat dan menentukan nilai
pertimbangan, mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan,
mengidentifikasi asumsi-asumsi, dan menentukan suatu tindakan.
Data observasi dapat mengukur dua indikator lainnya yang tidak dapat
terukur menggunakan tes. Indikator yang tidak dapat terukur dengan tes yaitu
indikator mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi dan
berinteraksi dengan orang lain.
Data wawancara ini untuk mengetahui respon siswa terhadap
pembelajaran dengan model problem based learning. Data ini juga sebagai
data pendukung dari data tes dan data observasi untuk memperkuat peneliti
dalam menganalisis keterampilan berpikir siswa melalui model pembelajaran
problem based learning.
Berikut ini terdapat beberapa data dari tes, observasi, dan wawancara yang
disajikan dalam bentuk tabel. Pertama, data tes yaitu data rata-rata pencapaian
sepuluh indikator keterampilan berpikir kritis. Kemudian data rata-rata
pencapaian sepuluh indikator keterampilan berpikir kritis berdasarkan
kedudukan siswa dalam kelompok. Kedua, data observasi yaitu data rata-rata
pencapaian dua indikator keterampilan berpikir kritis. Kemudian data rata-rata
pencapaian dua indikator keterampilan berpikir kritis berdasarkan kedudukan
siswa dalam kelompok. Data pencapaian keterampilan berpikir kritis seluruh
indikator yaitu rata-rata pencapaian keterampilan berpikir kritis secara
keseluruhan. Kemudian data rata-rata pencapaian keterampilan berpikir kritis
secara keseluruhan berdasarkan kedudukan siswa dalam kelompok. Ketiga,
54
data wawancara beberapa siswa. Berikut ini data-data tersebut diolah dan
disajikan dalam bentuk tabel.
1. Hasil Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan
Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Tes dilakukan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis siswa
setelah dilakukan proses pembelajaran melalui model problem based
learning (PBL). Tes ini berbentuk tes uraian terstruktur dengan jumlah 13
soal yang mewakili sepuluh indikator keterampilan berpikir kritis.
Perhitungan hasil analisis tes siswa terdapat pada lampiran. Hasil
pencapaian keterampilan berpikir kritis 36 siswa secara keseluruhan dari
sepuluh indikator disajikan dalam bentuk Tabel 4.1
Tabel 4.1
Rata-rata Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Berdasarkan
Tes
No Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Rata-rata Kategori 1 Memfokuskan pertanyaan 66.9 Baik 2 Menganalisis pernyataan 67.3 Baik 3 Bertanya dan menjawab pertanyaan 51.1 Cukup 4 Mempertimbangakan apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak 83.5 Sangat Baik
5 Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
93.7 Sangat Baik
6 Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
82.3 Sangat Baik
7 Membuat dan menentukan nilai pertimbangan
82.8 Sangat Baik
8 Mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan
84.8 Sangat Baik
9 Mengidentifikasi asumsi-asumsi 69.3 Baik 10 Menentukan suatu tindakan 81.5 Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari sepuluh indikator
terdapat enam indikator dengan kategori sangat baik, tiga indikator dengan
kategori baik, dan satu indikator dengan kategori cukup. Indikator dengan
kategori sangat baik yaitu indikator mempertimbangkan apakah sumber
55
dapat dipercaya atau tidak sebesar 83,5%, indikator mendeduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi sebesar 93,7%, indikator menginduksi
dan mempertimbangkan hasil induksi sebesar 82,3%, indikator membuat
dan menentukan nilai pertimbangan sebesar 82,8%, indikator
mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan sebesar 84,8%, dan
indikator menentukan tindakan 81,5%. Pada kategori baik yaituindikator
memfokuskan pertanyaan sebesar 66,9%, indikator menganalisis
pernyataan sebesar 67,3%, indikator mengidentifikasi asumsi-asumsi
sebesar 69,3%. Sedangkan pada kategori cukup yaitu indikator bertanya
dan menjawab pertanyaan sebesar 51,1%.
2. Hasil Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berdasarkan
Observasi atau Pengamatan
Hasil pengamatan keterampilan berpikir kritis pada proses
pembelajaran berbasis problem based leraning dengan metode diskusi
untuk memecahkan masalah pada lembar kerja siswa dan praktikum uji
daya hantar listrik menggunakan alat uji elektrolit. Penilaian pengamatan
proses pembelajaran menggunakan lembar observasi. Indikator yang yang
diteliti menggunakan lembar observasi ini yaitu indikator mengamati dan
mempertimbangkan laporan hasil observasi dan indikator berinteraksi
dengan orang lain. Hasil pengamatan pada lembar observasi ini diamati
oleh 6 orang observer. Observer diberikan pengarahan untuk menilai dua
indikator pada proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan pada seluruh
siswa yang berjumlah 36 orang yang terbagi menjadi 6 kelompok. Masing-
masing kelompok berjumlah 6 orang dengan setiap kelompok terdapat satu
observer.
Hasil pengamatan pada indikator mengamati dan mempertimbangkan
laporan hasil observasi pada lembar observasi pertemuan pertama dan
pertemuan kedua dengan jumlah 4 pernyataan yaitu pada sub indikator
laporan dilakukan oleh pengamat sendiri dan mencatat hal-hal yang sangat
diperlukan. Sedangkan pencapaian keterampilan berpikir kritis pada
indikator keduabelas yaitu indikator berinteraksi dengan orang lain dari
56
sub indicatormempresentasikan suatu posisi, baik lisan maupun
tulisanyang terdapat pada lembar observasi pertemuan pertama dengan
nomor pernyataan P20 dan lembar observasi kedua dengan nomor Q1.
Data rata-rata pencapaian keterampilan berpikir kritis berdasarkan
pengamatan atau observasidisajikan dalam Tabel 4.2
Tabel 4.2
Rata-rata Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis
Berdasarkan Observasi
No Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Rata-rata Kategori
1 Mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi
93.0 Sangat Baik
2 Berinteraksi dengan orang lain 76.3 Baik Rata-rata 84,65 Sangat Baik
Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata pencapaian
keterampilan berpikir kritis bedasarkan hasil observasi pada indikator
dengan kategori sangat baik dan baik. Pada kategori sangat baik yaitu
mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi sebesar 93,0%
dan kategori baik yaitu indikator berinteraksi dengan orang lain sebesar
76,3%.
Adapun data hasil pencapaian keterampilan berpikir kritis seluruh
indikator berdasarkan kelompok siswa terdapat pada lampiran. Rata-rata
pencapaian keterampilan berpikir kritis seluruh indikator berdasarkan
kelompok siswa disajikan dalam Tabel 4.3
57
Tabel 4.3
Rata-rata Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Seluruh
Indikator Berdasarkan Kelompok Siswa
No Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
Kelompok Tinggi
Kelompok Sedang
Kelompok Rendah
Skor (%)
KG skor (%)
KG skor (%)
KG
1 Memfokuskan pertanyaan
82,0 SB 68,8 B 50,0 C
2 Menganalisis pernyataan
80,36 B 74,0 B 47,5 C
3 Bertanya dan menjawab pertanyaan
57,0 C 56,3 C 40,0 K
4 Mempertimbangakan apakah Sumber Dapat Dipercaya Atau Tidak
87,5 SB 85,4 SB 77,5 B
5 Mengamati dan mempertimbangkan laporan hasil observasi
92,0 SB 92,0 SB 95,0 SB
6 Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi
95,0 SB 93,0 SB 93,0 SB
7 Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
89,0 SB 83,0 SB 75,0 B
8 Membuat dan menentukan nilai pertimbangan
90,5 SB 78,0 B 80,0 B
9 Mendefinisikan istilah dan definisi pertimbangan
89,3 SB 90,0 SB 75,0 B
10 Mengidentifikasi asumsi-asumsi
71,4 B 69,4 B 67,0 B
11 Menentukan suatu tindakan
86,0 SB 86,0 SB 72,5 B
12 Berinteraksi dengan orang lain
84,0 SB 75,0 B 70,0 B
Rata-rata 83,67 SB 79,24 B 77,95 B
58
Keterangan:
SB : Sangat Baik B : Baik C : Cukup K : Kurang SK : Sangat Kurang
Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata keseluruhan
pencapaian indikator keterampilan berpikir kritis berdasarkan
kedudukan siswa dalam kelompok berbeda-beda. Rata-rata
pencapaian keterampilan berpikir kritis pada kelompok tinggi adalah
83,67% dengan kategori sangat baik. Rata-rata pencapaian pada
kelompok sedang adalah 79,24% dengan kategori baik. Sedangkan
rata-rata kelompok rendah 77,95% dengan kategori baik.
3. Hasil Wawancara
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data hasil wawancara
untuk mendukung data dari hasil tes ketrampilan berpikir kritis dan
observasi keterampilan berpikir kritis. Wawancara ini bertujuan untuk
mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan model
problem based leraning. Wawancara dilakukan lima orang yang
dipilih berdasarkan kedudukan kelompok dan siswa yang memperoleh
nilai rendah.
Berdasarkan pertanyaan mengenai respon siswa terhadap
pembelajaran dengan model problem based learning yang diterapkan,
keseluruhan responden menyatakan senang dengan pembelajaran.
“...sangat menarik karena pembelajarannya menjadi tidak bosan,
tidak ngantuk karena ada diskusi dan praktikumnya juga yang bisa
praktek langsung sehingga mengamati langsung uji larutan elektrolit
dan non elektrolit”(siswa 1)
“.....menarik sekali kak karena dengan praktikum dapat memahami
materi larutan elektrolit dan non elektrolit dengan mudah” (siswa 3)
Berdasarkan uraian jawaban siswa pada wawancara menunjukkan
adanya respon positif pada pembelajaran dengan model problem
59
based learning. Pembelajaran ini mengakibatkan siswa aktif dalam
proses pembelajaran, berdiskusi dengan teman kelompoknya dan
saling bekerja sama melakukan kegiatan praktikum serta merangkai
alat uji larutan elektrolit dan non elektrolit, serta pembelajaran
menjadi tidak membosankan.
Banyak hal yang ditanyakan peneliti kepada responden terkait
kesulitan yang dihadapi siswa ketika proses pembelajaran dan
mengerjakan soal. Hasil wawancara siswa terkait kesulitan yang di
hadapi pada setiap soal yang mewakili indikator keterampilan berpikir
kritis terdapat pada lampiran.
B. Pembahasan
Berdasarkan data hasil tes, observasi, dan wawancara dapat
menggambarkan pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa melalui model
pembelajaran problem based learning.
1. Pencapaian Keterampilan Berpikir Kritis Setiap Kelompok pada
Masing-masing Indikator Keterampilan Berpikir Kritis
a. Memfokuskan Pertanyaan
Berdasarkan data hasil analisis indikator melalui tes, pencapaian
keterampilan berpikir kritis pada indikator memfokuskan pertanyaan
diukur dengan sub indikator mengidentifikasi atau memformulasikan
pertanyaan pada tes uraian dengan nomor soal 2.
Pencapaian keterampilan memfokuskan pertanyaan pada siswa
kelompok tinggi sebesar 82% dengan kategori sangat baik, pada siswa
kelompok sedang sebesar 68,8% dengan kategori baik, dan pada siswa
kelompok rendah sebesar 50% dengan kategori cukup.Terdapat
perbedaan nilai yang signifikan pada masing-masing kelompok.
Kelompok rendah memiliki persentase yang paling rendah dibanding
siswa kelompok tinggi dan kelompok sedang.
Pada analisis tes, rata-rata siswa mampu mengidentifikasi
pertanyaan atau masalah yang ada pada soal. Namun, siswa kelompok
rendah sedikit kesulitan dalam mengidentifikasi masalah yang ada pada
60
soal terlihat dari jawaban siswa yang tidak detail dalam menjabarkan
masalah yang ada pada soal. Hal ini dikarenakan kemampuan siswa
kelompok rendah belum dapat beradaptasi dengan pembelajaran
problem based learning. Menurut Schafersman, seseorang yang
berpikir kritis mampu mengajukan pertanyaan yang cocok,
mengumpulkan informasi yang relevan, bertindak efisien dan kreatif
berdasarkan informasi dan dapat mengambil kesimpulan yang dapat
dipercaya.1 Berdasarkan pernyataan tersebut siswa yang berpikir kritis
adalah siswa yang mampu mengidentifikasi suatu masalah dan
membuat suatu pertanyaan dari suatu masalah yang diberikan.
Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap
beberapa siswa. Berikut cuplikannya:
Tanya: Pada soal nomor 2, kamu diminta untuk menuliskan apa yang
anda temukan dan merumuskan dalam bentuk pertanyaan.
Apakah kamu mengalami kesulitan?
Jawab: “Sedikit bingung, karena ingin membuat pertanyaan tetapi kita
mengetahui jawabannya jadi buat pertanyaannya lebih dari satu
sesuai dengan masalah”(siswa 1 kelompok tinggi)
Jawab: “Bisa, tidak ada kesulitan”(siswa 5 kelompok sedang)
Jawab: “Agak susah”(siswa 3 kelompok rendah)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut siswa kelompok rendah
masih kebingungan atau kesulitan dalam merumuskan pertanyaan.
Siswa yang belum terbiasa dalam mengidentifikasi masalah dalam
pembelajarannya maka akan sedikit kesulitan dalam menjabarkan
masalah dan membuat pertanyaan sesuai dengan maksud yang ada pada
soal. Siswa harus dilatih untuk mengembangkan keterampilan berpikir
kritis dengan memberikan suatu masalah sehingga dapat
mengidentifikasi pertanyaan dan merumuskan dalam bentuk
pertanyaan. Pada pertemuan pertama, pembelajaran problem based
1I Wayan Sadia, ”Model Pembelajaran Yang Efektif Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru)”, Jurnal Pendidikan Dan Pengajaran UNDIKSHA, No.2 Th.XXXXI April 2008, h. 222-223.
61
learning tahap orientasi masalah dan mengorganisasikan siswa untuk
belajar, siswa dilatih berdiskusi dengan teman kelompoknya untuk
mengidentifikasi suatu masalah pada LKS yaitu sebab akibat tidak
boleh memasang bohlam dalam keadaan tangan basah. Kemudian siswa
merumuskan suatu masalah dalam bentuk pertanyaan. Pada proses awal
diskusi siswa kesulitan dalam merumuskan pertanyaan terhadap suatu
masalah yang diberikan, sehingga guru harus membimbing dan
mengarahkan siswa untuk berpikir secara kritis. Namun, pada
pertemuan kedua siswa tidak lagi kesulitan untuk merumuskan
pertanyaan terhadap suatu masalah yang diberikan karena sudah terlatih
pada pertemuan sebelumnya. Sesuai dengan teori yang ada,
keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan yang harus dilatih
melalui pemberian stimulus yang menuntut seseorang untuk berpikir
kritis.2
b. Menganalisis Pernyataan
Indikator yang kedua yaitu indikator menganalisis pertanyaan
(argumen). Argumen adalah pernyataan atau proporsi yang dilandasi
oleh data-data.3 Berdasarkan hasil analisis melalui tes, indikator
menganalisis pernyataan ini diukur dengan sub indikator
mengidentifikasi alasan yang dinyatakan yang terdapat pada tes uraian
dengan nomor soal 8 dan dari sub indikator mengidentifikasi dan
menangani ketidakrelevanan terdapat pada tes uraian nomor soal 9.
Rata-rata pencapaian pada keterampilan menganalisis pertanyaan
pada siswa kelompok tinggi sebesar 80,36% dengan kategori sangat
baik, siswa kelompok sedang sebesar 74% dengan kategori baik, dan
siswa kelompok rendah sebesar 47,5% dengan kategori cukup.
2Sri Wahyuni, “Mengembangkan Ketrampilan Berpikir Kritis Siswa melalui
Pembelajaran IPA Berbasis Problem Based Learning”, Skripsi Universitas Terbuka, Pustaka UT, 2011, h.1.
3Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran Yang Mengembangkan Critical Thinking, (Jakarta: Perpustakaan Depdiknas, 2009), h. 20.
62
Pada analisis tes, rata-rata siswa mampu menganalisis pernyataan
dengan baik. Hanya saja pada kelompok rendah dengan kategori cukup
dalam mengidentifikasi alasan dan menangani ketidakrelevanan
kelompok larutan elektrolit dengan jenis larutan dan jenis ikatannya.
Pada jawaban tes siswa kelompok rendah rata-rata siswa kurang tepat
dalam menghubungkan larutan dengan jenis larutan dan jenis ikatannya.
Hal ini juga sejalan dengan wawancara yang dilakukan terhadap
beberapa siswa. Berikut cuplikannya:
Tanya: Pada nomor soal 8 dan 9, kamu diminta untuk memberikan
alasan dan menentukan larutan disesuaikan dengan jenis
larutan dan ikatannya. Apakah kamu mengalami kesulitan?
Jawab: “Bisa bu, karena udah belajar teori dan praktikum juga”(siswa
2 kelompok tinggi)
Jawab:“Bisa kak, tapi bingung sama KCl larutan elektrolit lemah atau
kuat kak”(siswa 5 kelompok sedang)
Jawab: “Sedikit bingung KCl itu elektrolit kuat ataulemah”(siswa 3
kelompok rendah)
Berdasarkan pernyataan di atas siswa kelompok rendah sedikit
bingung dalam menentukan kesesuaian larutan KCl dengan jenis
larutan. Kesulitan dalam menentukan apakah larutan KCl termasuk
larutan elektrolit kuat atau lemah. Hal itu terjadi karena pada percobaan
uji daya hantar larutan dengan alat uji elektrolit tidak menggunakan
larutan KCl, sehingga siswa kelompok sedang dan rendah sedikit
kesulitan. Tetapi, beberapa larutan lainnya siswa mampu memberikan
alasan dan menghubungkan larutan, jenis larutan, dan jenis ikatan,
karena siswa diajak langsung dengan pembelajaran yang berbasis
masalah disertai metode praktikum. Eksperimen yang dilakukan akan
sangat memudahkan siswa untuk menghubungkan jenis larutan dan
ikatan dari beberapa larutan yang diberikan. Sesuai dengan teori yang
menyebutkan bahwa eksperimen diyakini sebagai metode yang paling
63
tepat dalam mengajarkan konsep-konsep sains, karena sains berasal dari
hal-hal yang bersifat fakta.4
Pada proses pembelajaran, melatih siswa untuk menganalisis
pertanyaan pada tahap ketiga membimbing penyelidikan individual
maupun kelompok, siswa dilatih menganalisis pernyataan sesuai
dengan data yang dihasilkan dari percobaan.
c. Bertanya dan Menjawab Pertanyaan
Indikator yang ketiga yaitu indikator bertanya dan menjawab
pertanyaan. Berdasarkan hasil analisis melalui tes, indikator bertanya
dan menjawab pertanyaan diukur dengan sub indikator apa yang
dimaksudyang terdapat pada tes uraian dengan nomor soal 11.
Keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan pada siswa
kelompok tinggi sebesar 57% dengan kategori cukup, siswa kelompok
sedang sebesar 56,3% dengan kategori cukup, dan siswa kelompok
rendah sebesar 40% dengan kategori kurang. Terlihat bahwa rata-rata
siswa cukup dalam bertanya dan menjawab pertanyaan. Pada analisis
tes, siswa terlihat kesulitan untuk bertanya dan menjawab pertanyaan
pada soal. Jawaban siswa kurang tepat dalam menjabarkan maksud dari
suatu kesimpulan yang ada pada soal.
Hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa siswa juga
sejalan bahwa ada kesulitan. Berikut cuplikannya:
Tanya: ”Pada soal nomor 11, kamu diminta untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan apa yang dimaksud dengan kesimpulan
yang ada pada soal. Apakah kamu mengalami kesulitan?”
Jawab: “Apa ya, bingung kak maksud kesimpulannya apa”(siswa 1
kelompok tinggi)
Jawab: ”hmmmm....bingung kak?”(siswa 5 kelompok sedang)
Jawab: “bingung kak”(siswa 4 kelompok rendah)
4Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sain, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 104.
64
Berdasarkan hasil wawancara dapat terlihat bahwa siswa
kebingungan dalam menjawab maksud dari suatu kesimpulan. Terdapat
senyawa X elektrolit kuat namun belum dipastikan senyawa ion. Hanya
beberapa siswa dari kelompok tinggi yang dapat menjelaskan dengan
benar maksud dari kesimpulan tersebut. Berikut adalah salah satu
jawaban siswa kelompok tinggi :
Gambar 4.1. Salah Satu Jawaban Siswa Kelompok Tinggi
Sebagian siswa menjawab sama dengan kesimpulan yang ada pada
soal. Soal pada indikator bertanya dan menjawab pertanyaan juga
tergolong soal yang sukar terlihat pada lampiran. Hal tersebut yang
menyebabkan siswa sangat kesulitan untuk menjawab pertanyaan yang
menantang dari suatu pernyataan.
Pada proses pembelajaran juga hanya beberapa siswa yang aktif
dan berani bertanya serta menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
guru. Siswa tidak terbiasa dengan pembelajaran berbasis masalah
sehingga siswa tidak dapat mengerahkan semua kemampuan yang
dimilikinya. Walaupun sebagaian siswa mempunyai pendapat atau
pemikiran tetapi tidak percaya diri dalam mengungkapkan secara lisan.
Sebagian siswa lebih suka menulis jawaban di kertas dibanding secara
lisan. Siswa terbiasa dengan pembelajaran teacher centered yaitu
pembelajaran yang berpusat pada guru sehingga siswa hanya
menangkap materi-materi yang diberikan oleh guru tanpa harus berpikir
secara kritis. Kelemahan metode ceramah yaitu hanya efektif dalam
65
jangka waktu 15 menit, selebihnya siswa cenderung merasa bosan
apalagi jika guru tidak memiliki kemampuan berbicara dengan baik.5
hal ini yang menggambarkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa
pada keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan dengan kategori
cukup.
d. Mempertimbangkan Apakah Sumber dapat dipercaya atau tidak
Indikator yang keempat yaitu indikator mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya atau tidak. Indikator ini diukur melalui tes
dengan sub indikator menggunakan prosedur yang ada yang terdapat
pada tes uraian dengan nomor soal 1 dan sub indikator kemampuan
memberikan alasan terdapat pada tes uraian nomor 7.
gagasan sesndiri, sekaligus mengeksplor hal yang baru.13
j. Mengidentifikasi asumsi-asumsi
Indikator yang kesepuluh yaitu indikator mengidentifikasi asumsi-
asumsi. Indikator ini diukur melalui tes dengan sub indikator asumsi
yang diperlukan yang terdapat pada tes uraian dengan nomor soal 3.
Pencapaian keterampilan mengidentifikasi asumsi-asumsi pada
semua kelompok dengan kategori baik yaitu kelompok tinggi sebesar
71,4%, kelompok sedang sebesar 69,4%, dan kelompok rendah sebesar
67%. Dari data hasil tes, rata-rata siswa dapat mengidentifikasi asumsi
dari suatu hasil uji daya hantar larutan. Siswa dapat menduga atau
memberikan hasil sementara dari hasil pemikirannya. Siswa dapat
menduga kemungkinan yang terjadi apabila air jeruk diuji dengan alat
uji elektrolit. Air jeruk yang bersifat asam sehingga dapat menimbulkan
gelembung gas dan lampu dapat redup/tidak menyala. Hal ini sejalan
dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa siswa.
Berikut cuplikannya:
12Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sain, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 104. 13Taufiq, Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning,(Jakarta: Kencana,
2010), h. 32.
73
Tanya: Pada soal nomor 3, kamu diminta untuk untuk menduga
kemungkinan data pengamatan hasil uji daya hantar air jeruk.
Apakah mengalami kesulitan?
Jawab: “Agak kesulitan untuk menduga karena larutan tersebut belum
diuji ketika praktikum, tetapi jawaban saya karena jeruk asam
jadi termasuk larutan elektrolit lemah”(siswa 1 kelompk
tinggi)
Jawab: ” Bisa kak termasuk elektrolit lemah...”(siswa 5 kelompok
sedang)
Jawab: “sedikit susah”(siswa 3 kelompok rendah)
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa rata-rata siswa
dapat mengidentifikasi asumsi-asumsi yaitu membuat kemungkinan
hasil uji daya hantar air jeruk. Walaupun ada beberapa siswa yang
kurang tepat dalam menjawab kemungkinan data yang diperoleh. Hal
ini karena siswa belum membuktikan secara langsung daya hantar air
jeruk tersebut. Daya penalaran setiap siswa berbeda-beda sehingga
membuat hasil pemikiran yang berbeda-beda pula. Berpikir nalar
(reasoning) merupakan kegiatan berpikir untuk menghasilkan suatu
kesimpulan. Pada proses berpikir seseorang dapat dipengaruhi oleh
faktor subjektif dan faktor objektif. Hal ini yang menyebabkan
pemahaman manusia terhadap fenomena yang sama dapat
menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda.14
k. Menentukan suatu tindakan
Indikator yang kesebelas yaitu indikator menentukan suatu
tindakan. Indikator ini diukur melalui tes dengan sub indikator memilih
kriteria yang mungkin sebagai solusi yang terdapat pada tes uraian
dengan nomor soal 10 dan sub indikator memutuskan hal-hal yang
dilakukan 12.
14Ibid., h. 29.
74
Rata-rata pencapaian keterampilan menentukan suatu tindakan
pada siswa kelompok tinggi dan kelompok sedang dengan kategori
sangat baik dengan persentase yang sama yaitu sebesar 86%.
Sedangkan siswa kelompok rendah sebesar 72,5% dengan kategori
baik. Data hasil analisis tes, rata-rata siswa dapat menentukan suatu
tindakan untuk mencari solusi dari suatu permasalahan dengan baik.
Belajar dari permasalahan yang ada pada di kehidupan nyata membuat
siswa dapat berpikir kritis. Siswa yang terlatih dengan pembelajaran
problem based learning akan mudah untuk mencari solusi dari suatu
permasalahan. Hal ini sesuai dengan teori yaitu pembelajaran problem
based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk
belajar tentang keterampilan pemecahan masalah.15
Tanya: Pada nomor soal 10 dan 12, kamu diminta untuk memilih bahan
yang aman untuk percobaan dan untuk mengambil tindakan
dari suatu masalah. Apakah kamu mengalami kesulitan?”
Jawab:“ Nomor 10 Bisa bu, mencari bahan yang tidak berbahaya
sekali, yang aman yang lebih encer dan nomor 12, Bisa pernah
kejadian juga jadi tahu (siswa 1 kelompok tinggi)
Jawab: “ Nomor 10 Agak sulit kak, saya memilihnya sesuai dengan zat
untuk praktikum dan nomor 12 Bisa kak” (siswa 5 kelompok
sedang)
Jawab: “ Nomor 10 Bingung bahasa toksik dan nomor 12 Bisa, pernah
kejadian juga jadi tahu” (siswa 3 kelompok rendah)
Berdasarkan hasil wawancara siswa menunjukkan bahwa tidak
kesulitan dalam memilih bahan yang aman untuk percobaan karena
pembelajaran problem based learning siswa terlatih untuk melakukan
percobaan. Siswa memilih bahan sesuai dengan zat yang sudah dicoba
untuk percobaan, tanpa melihat zat tersebut larutan pekat atau encer.
15Wafik khoiri, dkk, “Problem Based Learning Berbantuan Multimedia dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif”, Unnes Journal of Mathematics Education 2,Vol.1,2013, h. 115.
75
Walaupun sebagian siswa mengetahui yang aman digunakan adalah zat
yang larutan encer.
l. Berinteraksi dengan orang lain
Indikator kedua belas yaitu indikator berinteraksi dengan orang
lain. Indikator ini diukur melalui pengamatan dengan sub indikator
mempresentasikan suatu posisi, baik lisan maupun tulisanyang terdapat
pada lembar observasi pertemuan pertama dengan nomor pernyataan 20
dan lembar observasi kedua dengan nomor 17.
Keterampilan berinteraksi dengan orang lainsiswa kelompok tinggi
sebesar 84% dengan kategori sangat baik.Sedangkan siswa kelompok
tinggi dan kelompok sedang dengan kategori baik yaitu berturut-turut
sebesar 75% dan 70%. Berdasarkan hasil analisis tes, rata-rata siswa
dapat berdiskusi dengan baik walaupun hanya beberapa yang aktif
bertanya dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Keikutsertaan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran akan dapat
menghilangkan rasa jenuh serta menumbuhkan rasa senang dalam
belajar dan pada akhirnya hal tersebut akan berimbas dengan
meningkatnya motivasi belajar siswa.16
Kelompok tinggi yang sangat aktif untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan. Sedangkan kelompok rendah kurang sekali dalam bertanya.
Sebagian dari mereka tidak berani mengungkapkan pendapat. Hal ini
sejalan dengan hasil wawancara terhadap beberapa siswa. Berikut
cuplikannya:
Tanya: Pada proses pembelajaran, apakah diskusi berjalan lancar?
Apakah kamu kesulitan dalam berdiskusi dengan teman
sekelompokmu?
16Agus Budi Susilo, dkk, “Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar dan Bepikir Kritis Siswa SMP”, Unnes Science Education Journal I, Vol.1, 2012, h. 13.
76
Jawab: “Tidak bu, saya dapat bekerja sama untuk merangkai alat dan
menguji daya hantar serta menjawab soal-soal pada
LKS.”(siswa 2 kelompok tinggi)
Jawab: “berjalan lancar, tidak mengalami kesulitan bu”(siswa 5
kelompok sedang)
Jawab: “iya bu, susah mengemukakan pendapat ke teman-teman
kelompok bu”(siswa 4 kelompok rendah)
Proses pembelajaran problem based learning didukung dengan
metode diskusi dan metode praktikum berjalan dengan baik. Kelebihan
metode diskusi ini siswa dilatih untuk berpikir kritis, berpikir
sistematis, bersikap terbuka, dan belajar menghargai pendapat orang
lain.17Pada proses pembelajaran tahap 1 yaitu orientasi masalah,
siswaberpartisipasi aktif untuk menjawab pertanyaan yang diberikan
oleh guru dan berinteraksi dengan orang lain yaitu melalui diskusi
kelompok mengenai pemecahan masalah yang ada pada LKS. Sebagian
besar siswa yang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan guru, hanya
beberapa siswa yang tidak aktif bertanya maupun berdiskusi dengan
temannya. Siswa yang tidak aktif bertanya karena siswa tidak percaya
diri untuk bertanya langsung kepada guru dan terdapat siswa yang
susah dalam mengemukakan pendapat ke teman sekelompoknya. Pada
tahap 2 yaitu mengorganisasikan siswa untuk belajar, siswa bekerja
sama dengan teman kelompok untuk mencari informasi mengenai teori
berdasarkan masalah yang diberikan.Sebagian besar siswa mencari
informasi berkaitan dengan masalah pada buku pelajaran dan beberapa
siswa mencari informasi dari internet. Pada tahap 3 yaitu membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok, siswa bekerja sama dalam
melakukan eksperimen mulai dari menyiapkan alat dan bahan,
merangkai alat uji, kemudian menguji daya hantar larutan. Pada tahap 4
yaitu mengembangkan dan menyajikan hasil karya, siswa dituntut untuk
17Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sain, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 100.
77
mempresentasikan hasil percobaan dan setiap siswa membuat laporan
percobaan. Pada tahap 5 yaitu menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah, siswa berdiskusi untuk menjawab pertanyaan-
petanyaan yang ada pada LKS dan menyimpulkan hasil percobaan yang
dilakukan. Berdasarkan data rata-rata pencapaian seluruh indikator
keterampilan berpikir kritis melalui model pembelajaran problem based
learning sebesar 77% dengan kategori baik. Terdapat satu indikator
yang cukup yaitu indikator bertanya dan menjawab pertanyaan. Faktor
yang menyebabkan rendahnya keterampilan bertanya dan menjawab
pertanyaan yaitu pada proses pembelajaran siswa belum terbiasa belajar
dengan menggunakan model problem based learning akibatnya siswa
tidak mengerahkan semua kemampuan dan interaksinya dalam
melakukan diskusi untuk menyelasaikan permasalahan secara optimal.
Namun secara keseluruhan, model pembelajaran problem based
learning dapat menciptakan suasana aktif dan dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Agus Budi Susilo (2012) menjelaskan bahwa
perangkat pembelajaran IPA berbasis masalah yang sudah
dikembangkan mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan dan pembahasan pada bab IV
mengenai keterampilan berpikir kritis siswa kelas X materi larutan
elektrolit dan non elektrolit pada pembelajaran melalui model problem
based learning dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan keterampilan berpikir kritis siswa dari hasil tes dan
observasi pada kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok
rendah tergolong baik. Terlihat dari rata-rata persentase pada
kelompok tinggi sebesar 83,67%, kelompok sedang sebesar 79,24%,
dan kelompok rendah sebesar 77,95%. Dimana rata-rata dari kelompok
ketiganya pada kategori baik. Hal ini karena siswa berperan aktif pada
pembelajaran dengan model problem based learning (PBL)
2. Terdapat perbedaan persentase yang signifikan pada keterampilan
berpikir kritis antara kelompok tinggi, kelompok sedang, dan
kelompok rendah pada indikator memfokuskan pertanyaan,
menganalisis pertanyaan, serta bertanya dan menjawab pertanyaan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merekomendasikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Bagi Guru
a. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning
disarankan lebih sering diterapkan pada proses pembelajaran
karena dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa
b. Pembelajaran dengan model problem based learning disarankan
lebih memperhatikan alokasi waktu sehingga proses pembelajaran
lebih bermakna bagi siswa
2. Bagi peneliti selanjutnya
79
a. Perlu dilakukan penelitian pada pembelajaran kimia yang
berpotensi untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa
b. Ketika kegiatan diskusi dan praktikum , perlu bimbingan yang
merata pada setiap kelompok agar pembelajaran lebih kondusif
80
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Taufiq. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana. 2009.
Anonim. Konsep Dasar Pengukuran, Penilaian, Pengujian dan Peranannya dalam Pendidikan. Bandung: UPI Press. 2006.
Arends, Richard I. Learning to Teach. Singapore: McGraw-Hill. 1989.
-----, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2012.
Budi, Agus Susilo., Wiyanto., dan Supartono. Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Motivasi belajar dan berpikir Kritis Siswa SMP. Unnes Science Education Journal.1. 2012.
Chang, Raymond. Kimia Dasar Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga. 2005.
Departemen Pendidikan Nasional, Pembelajaran yang Mengembangkan Critical Thinking, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. 2009.
Fisher, Alec. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar Terj. Dari Critical Thinking: An Introduction,oleh Benyamin Hadinata. Jakarta: Erlangga. 2009.
Human Development Index. http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/index-berita-bulanan/2013/home2-2/47-ipm-indonesia-naik-peringkat.20 Desember 2014.
Jhonson, Elaine B, Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC. 2007
Khoiri, Wafik., Rochma., dan Adi, Nugroho. Problem Based Learning Berbantuan Multimedia dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Unnes Journal of Mathematics Education.1. 2013.
Komalasari, Kokom. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. 2013.
Kusumaningtias, Anyta., dkk., Pengaruh Problem Based Learning Dipadu Strategi Numbered Heads Together Terhadap Kemampuan Metakognitif, Berpikir Kritis, Dan Kognitif Biologi, Jurnal Penelitian Kependidikan. 1. 2013.
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta. 2009.
Rizema, Sitiatava Putra. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Jogjakarta: DIVA Press. 2012.
Robert H Ennis, Critical Thinking. New Jersey: Prentice Hall,Inc. 1996.
Rosidah, Ratna, Tri Redjeki, dan Sri Retno Dwi Ariani. Penerapan Model Problem Based Learning dalam Pembelajaran Mata Hukum-hukum Kimia Ditinjau dari Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X IPA SMA Negeri 2 Surakarta. Jurnal Pendidikan Kimia. 3. 2014.
Rusman. Model-model Pembelajaran. Bandung: Raja Grafindo Persada. 2012.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media. 2006.
S.D Scharfermans. “Introduction to Critical Thinking”. www.freeinquiry.com/critical-thinking-html. 2 April 2015.
Setyorini, U., Sukiswo., dan B. Subali. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika. 7. 2011.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3. www.kemenag.go.id/file/dokumen/UU2003.pdf. 20 Desember 2014
Wayan, I. Redhana., dan Liliasari. Program Pembelajaran Keterampilan Berpikir Kritis Pada Topik Laju Reaksi untuk Siswa SMA. Forum Pendidikan. 27. 2008.
Yamin, Martinis. Strategi & Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta: Press Group. 2013.
Zulfiani., Tonih, Feronika., dan Kinkin, Suartini. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009.