Top Banner
ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam keseluruhan hidup manusia. Pendidikan berintikan interaksi antar manusia, terutama antara pendidik dan terdidik demi mencapai tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terlibat isi yang diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapakah pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial, yakni jawaban-jawaban filosofis. Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki agar anak didik dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif untuk menyesuaiakan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi. Anak didik harus aktif mengembangkan pengetahuan, bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama siswa. Kreativitas dan keaktifan siswa membantu untuk berdiri sendiri dalam kehidupan, aliran ini mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif.
37

ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Jan 16, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam

keseluruhan hidup manusia. Pendidikan berintikan interaksi antar

manusia, terutama antara pendidik dan terdidik demi mencapai

tujuan pendidikan. Dalam interaksi tersebut terlibat isi yang

diinteraksikan serta proses bagaimana interaksi tersebut

berlangsung. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan, siapakah

pendidik dan terdidik, apa isi pendidikan dan bagaimana proses

interaksi pendidikan tersebut, merupakan pertanyaan-pertanyaan

yang membutuhkan jawaban yang mendasar, yang esensial, yakni

jawaban-jawaban filosofis.

Dalam proses pendidikan, aliran konstruktivisme menghendaki

agar anak didik dapat menggunakan kemampuannya secara konstruktif

untuk menyesuaiakan diri dengan tuntutan perkembangan ilmu dan

teknologi. Anak didik harus aktif mengembangkan pengetahuan,

bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama

siswa. Kreativitas dan keaktifan siswa membantu untuk berdiri

sendiri dalam kehidupan, aliran ini mengutamakan peran siswa

dalam berinisiatif.

Page 2: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Sedangkan penerapan dalam proses belajar mengajar aliran

konstruktivisme memberikan keleluasaan pada siswa untuk aktif

membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka

miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa

pengetahuan tidak bersifat obyektif atau stabil, tetapi bersifat

temporer atau selalu berkembang tergantung pada persepsi

subyektif individu dan individu yang berpengetahuan

menginterpretasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi

berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan.

Pengetahuan berguna jika mampu memecahkan persoalan yang ada.

Berdasarkan uraian diatas, melalui makalah ini penulis

merumuskan masalah mengenai apa yang dimaksud dengan

konstruktivisme dan bagaimana pembelajaran menurut

konstruktivisme. Hal tersebut sangat perlu dibahas karena

bertujuan agar kita mengetahui apa yang dimaksud dengan

konstruktivisme dan bagaimana pembelajaran menurut

konstruktivisme. Dengan pemahaman yang cukup mengenai hal

tersebut diatas, maka setiap individu akan mendapatkan hasil

pembelajaran yang optimal.

B.     Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Bagaimana latar belakang perkembangan aliran filsafat

konstruktivime dalam pendidikan?

Page 3: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

2.      Bagaimana hakikat pendidikan, tujuan umum pendidikan, hakikat

guru, hakikat siswa, dan hakikat pembelajaran menurut aliran

filsafat konstruktivisme?

3.      Bagaimana implikasi aliran filsafat konstruktivisme dalam

praksis pendidikan?

4.      Bagaimana analisis kritis mengenai aliran filsafat

konstruktivisme dalam pendidikan?

C.    Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Untuk memahami latar belakang perkembangan aliran filsafat

konstruktivisme dalam pendidikan.

2.      Untuk memahami hakikat pendidikan, tujuan umum pendidikan,

hakikat guru, hakikat siswa, dan hakikat pembelajaran menurut

aliran filsafat konstruktivisme.

3.      Mengetahui implikasi aliran filsafat konstruktivisme dalam

praksis pendidikan.

4.      Menguraikan analisis kritis mengenai aliran filsafat

konstruktivisme dalam pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Aliran Filsafat Konstruktivisme

1.    Pengertian filsafat pendidikan

Page 4: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan

pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep

mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-

eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan

masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan

argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir

dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses

dialektika.

Filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam

pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan membutuhkan filsafat

karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut

pelaksanaan pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-

masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang

tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan

tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.

2.    Pengertian filsafat konstruktivisme

Konstruktivisme berasal dari kata konstruktiv dan isme.

Konstruktiv berarti bersifat membina, memperbaiki, dan membangun.

Sedangkan Isme dalam kamus Bahasa Inonesia berarti paham atau

aliran. Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan

yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi

kita sendiri (von Glaserfeld dalam Pannen dkk, 2001:3). Pandangan

konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak

diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam

Page 5: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

belajar secara sadar, sedangkan  guru yang membimbing siswa ke

tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (Slavin dalam Yusuf, 2003).

Tran Vui juga mengatakan bahwa teori konstruktivisme adalah

sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang

ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk

menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan

fasilitasi orang lain. Sedangkan menurut Martin. Et. Al (dalam

Gerson Ratumanan, 2002) mengemukakan bahwa konstruktivisme

menekankan pentingnya setiap siswa aktif mengkonstruksikan

pengetahuan melalui hubungan saling mempengaruhi dari belajar

sebelumnya dengan belajar baru. Selanjutnya, Wikipedia (2008:1)

menurunkan definisi ialah: “constructivism may be considered an

epistemology ( a philosophical framework or theory of learning ) which argues humans

construct meaning from current knowledge structures” artinya,

konstruktivisme dapat dipandang sebagai suatu epistimologi

(kerangka filosofis atau teori belajar) yang mengkaji manusia

dalam membangun makna dari struktur pengetahuan terkini.

Konstruktivisme merupakan paradigma alternatif yang muncul

sebagai dampak dari revolusi ilmiah yang teradi dalam beberapa

dasawarsa terakhir (Kuhn dalam Pannen dkk. 2000:1). Pendekatan

konstruktivisme menjadi landasan terhadap berbagai seruan dan

kecenderungan yang muncul dalam dunia pembelajaran, seperti

perlunya siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran,

perlunya siswa mengembangkan kemampuan belajar mandiri, perlunya

siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuannya

Page 6: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

sendiri, serta perlunya pengajar berperan menjadi fasilitator,

mediator dan manajer dari proses pembelajaran.

Gagasan pokok aliran ini diawali oleh Gimbatissta Vico,

epistemology dari Italia. Dialah cikal bakal konstruktivisme.

Pada tahun 1970, Vico dalam De Antiquissima Italorum Sapientia

mengungkapkan filsafatnya dengan berkata, “Tuhan adalah pencipta

alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan” . Dia

menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti mengetahui bagaimana

membuat sesuatu. Bagi Vico pengetahuan lebih menekankan pada

struktur konsep yang dibentuk. Lain halnya dengan para empirisme

yang menyatakan bahwa pengetahuan itu harus menunjuk kepada

kenyataan luar. Namun menurut banyak pengamat, Vico tidak

membuktikan teorinya (Suparno: 2008). Sekian lama gagasannya

tidak dikenal orang dan seakan hilang. Kemudian Jean Piagetlah

yang mencoba meneruskan estafet gagasan konstruktivisme, terutama

dalam proses belajar. Gagasan Piaget ini lebih cepat tersebar dan

berkembang melebihi gagasan Vico.

Untuk menjawab bagaimana kita dapat memperoleh pengetahuan?

Kaum konstruktivis menyatakan bahwa kita dapat mengetahui sesuatu

melalui indera kita. Dengan berinteraksi terhadap obyek dan

lingkungannya melalui proses melihat, mendengar, menjamah,

membau, merasakan dan lain-lainnya orang dapat mengetahui

sesuatu. Misalnya, dengan mengamati pasir, bermain dengan pasir,

seorang anak membentuk pengetahuannya akan pasir. Bagi kaum

konstruktivis, pengetahuan itu bukanlah suatu yang sudah pasti,

Page 7: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

tetapi merupakan suatu proses menjadi. Misalnya, pengetahuan kita

akan “anjing” mulai dibentuk sejak kita masih kecil bertemu

dengan anjing. Pengetahuan itu makin lengkap, disaat kita makin

banyak berinteraksi dengan anjing yang bermacam-macam.

Sedangkan menurut von Glaserfeld, tokoh konstruktivisme di

Amerika Serikat, pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat

dipindahkan begitu saja dari pikiran seorang guru ke pikiran

siswa. Bahkan bila guru bermaksud untuk memindahkan konsep, ide,

dan pengertian kepada siswa, pemindahan itu harus

diinterpretasikan dan dibentuk oleh siswa sendiri. Tanpa

keaktifan siswa dalam membentuk pengetahuan, pengetahuan tidak

akan terjadi (Bettencourt, 1989).

Jadi manusia menkonstruksi pengetahuan mereka melalui

interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan

lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila

pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan

persoalan yang sesuai (Suparno, 2008:28). Menurut paham

konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja

dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan

sendiri oleh tiap-tiap orang. Pengetahuan bukan sesuatu yang

sudah jadi tetapi merupkan suatu proses yang berkembang terus-

menerus. Dan dalam proses itulah keaktivan dan kesungguhan

seseorang dalam mengejar ilmu akan sangat berperan.

Berbicara tentang konstruktivisme juga tidak dapat lepas

dari peran Piaget. J. Piaget adalah psikolog pertama yang

menggunakan filsafat konstruktivisme dalam proses belajar.

Page 8: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Menurut Wadsworth (1989) dalam Suparno (2008), teori perkembangan

intelektual Piaget dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang

biologi. Teori pengetahuan Piaget adalah teori adaptasi kognitif.

Seperti setiap organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya

untuk dapat mempertahankan dan memperkembangkan hidup, demikian

juga struktur pemikiran manusia. Berhadapan dengan pengalaman,

tantangan, gejala dan skema pengetahuan yang telah dipunyai

seseorang ditantang untuk menanggapinya. Dan dalam menanggapi

pengalaman-pengalaman baru itu skema pengalaman seseorang dapat

terbentuk lebih rinci, dapat pula berubah total. Bagi Piaget,

pengetahuan selalu memerlukan pengalaman, baik pengalaman fisis

maupun pengalaman mental.

Piaget membedakan adanya tiga macam pengetahuan: pengetahuan

fisis, matematis-logis, dan sosial. Pengetahuan fisis adalah

pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu obyek atau kejadian

seperti: bentuk, besar, kekasaran, berat, dan bagaimana benda-

benda itu berinteraksi. Pengetahuan fisis ini didapatkan dari

abstraksi langsung suatu obyek. Pengetahuan matematis-logis

adalah pengetahuan yang dibentuk dengan berpikir tentang

pengalaman dengan suatu obyek atau kejadian tertentu. Pengetahuan

ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi

ataupun penggunaan obyek. Pengetahuan itu harus dibentuk dari

perbuatan berpikir seseorang terhadap benda itu. Jadi

pengetahuannya tidak didapat langsung dari abstraksi bendanya.

Misalnya konsep bilangan. Pengetahuan sosial adalah pengetahuan

yang didapat dari kelompok budaya dan sosial yang secara bersama

Page 9: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

menyetujui sesuatu. Pengetahuan ini dibentuk dari interaksi

seseorang dengan orang lain (Piaget, 1971 dalam Suparno, 1997).

Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu maka dapat

berbeda antara kelompok yang satu dengan yang lain.

Jadi bisa disimpulkan bahwa konstruktivisme adalah salah

satu aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa

pengetahuan itu merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang

sedang belajar. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta-fakta tetapi

merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek,

pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah “sesuatu

yang sudah ada di sana” dan kita tinggal mengambilnya, tetapi

merupakan suatu bentukan terus menerus dari orang yang belajar

dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya

pemahaman yang baru (Piaget, 1971).

Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan

adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek,

fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme

bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi

pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang

yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu

sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya.

B.     Konsep Dasar Aliran Filsafat Konstruktivisme Tentang

Pendidikan

1.    Hakikat pendidikan menurut aliran filsafat konstruktivisme

Page 10: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Teori konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang

mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun

konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan

data. Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan

dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa untuk

mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang

bermakna.

Teori ini mencerminkan siswa memiliki kebebasan berpikir

yang bersifat eklektik, artinya siswa dapat memanfaatkan teknik

belajar apapun asal tujuan belajar dapat tercapai.

2.    Tujuan umum pendidikan menurut aliran filsafat konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan salah satu perkembangan model

pembelajaran mutakhir yang mengedepankan aktivitas peserta didik dalam

setiap interaksi edukatif untuk dapat melakukan eksplorasi dan menemukan

pengetahuannya sendiri. Aliran konstruktivisme ini, dalam kajian ilmu

pendidikan merupakan aliran yang berkembang dalam psikologi kognitif

yang secara teoritik menekankan peserta didik untuk dapat berperan aktif

dalam menemukan ilmu baru. Kontruktivisme menganggap bahwa semua peserta

didik mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi

memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan dan peristiwa

(gejala) yang terjadi di lingkungan sekitarnya, meskipun gagasan atau

pengetahuan ini sering kali masih naif, atau juga miskonsepsi.

Konstruktivisme senantiasa mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif

ini secara kokoh. Gagasan atau pengetahuan tersebut terkait dengan

gagasanatau pengetahuan awal lainnya yang sudah dibangun dalam wujud

schemata (struktur kognitif/ pengetahuan).

Page 11: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Pembelajaran konstruktivisme juga memungkinkan tersedianya ruang

yang lebih baik bagi keterlibatan peserta didik, memungkinkan peserta

didik untuk bereksplorasi: menggali secara lebih dalam kemampuan,

potensi, keindahan dan sikap perilaku yang lebih terbuka.Di antara ciri

yang dapat ditemukan dalam model pembelajaran konstruktivisme ini adalah

peserta didik tidak diindoktrinasi dengan pengetahuan yang disampaikan

oleh guru, melainkan mereka menemukan dan mengeksplorasi pengetahuan

tersebut dengan apa yang telah mereka ketahui dan pelajari sendiri.

Menurut paham konstruktivisme, pengetahuan diperoleh melalui

proses aktif individu mengkonstruksi arti dari suatu teks,

pengalaman fisik, dialog, dan lain-lain melalui asimilasi

pengalaman baru dengan pengertian yang telah dimiliki seseorang.

Tujuan pendidikannya menghasilkan individu yang memiliki

kemampuan berpikir untuk menyelesaikan persoalan hidupnya. Tujuan

filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana

mengorganisasikan proses pembelajaran yang ideal. Teori

pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan dan

prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan.

Praktik pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian

kegiatan berupa implementasi kurikulum dan interaksi antara guru

dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan

menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan

filsafat pendidikan memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan

pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang jelas dan

tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan

dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori

Page 12: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

pendidik. Seorang guru perlu menguasai konsep-konsep yang akan

dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek

terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada

diri peserta didik.

3.    Hakikat guru menurut aliran filsafat konstruktivisme

Dalam pembelajaran konstruktivis menurut Suparno (1997:16)

menyatakan bahwa peran guru atau pendidik dalam aliran

konstruktivisme ini adalah sebagai fasilitator dan mediator yang

tugasnya memotivasi dan membantu siswa untuk mau belajar sendiri

dan merumuskan pengetahuannya. Selain itu guru juga berkewajiban

untuk mengevaluasi gagasan-gagasan siswa itu, sesuaikah dengan

gagasan para ahli atau tidak.

Menurut prinsip konstruktivis, seorang guru punya peran

sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses

belajar siswa berjalan dengan baik. Maka tekanan diletakkan pada

siswa yang belajar dan bukan pada disiplin ataupun guru yang

mengajar. Fungsi sebagai mediator dan fasilitator ini dapat

dijabarkan dalam beberapa tugas antara lain sebagai berikut:

a.       Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa ikut

bertanggung jawab dalam membuat design, proses, dan penelitian.

Maka jelas memberi pelajaran atau model ceramah bukanlah tugas

utama seorang guru.

b.      Guru menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang

merangsang keingin-tahuan siswa, membantu mereka untuk

mengekspresikan gagasan mereka dan mengkomunikasikan ide

ilmiahnya (Watt & Pope, 1989). Menyediakan sarana yang merangsang

Page 13: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

berpikir siswa secara produktif dan mendukung pengalaman belajar

siswa.

c.       Memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran

siswa itu jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan

apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan

baru yang berkaitan. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesa

dan kesimpulan siswa. Disini guru perlu mengerti mereka sudah

pada taraf mana?

Guru perlu belajar mengerti cara berpikir siswa, sehingga dapat

membantu memodifikasikannya. Baik dilihat bagaimana jalan

berpikir mereka itu terhadap persoalan yang ada. Tanyakan kepada

mereka bagaimana mereka mendapatkan jawaban itu. Ini cara yang

baik untuk menemukan pemikiran mereka dan membuka jalan untuk

menjelaskan mengapa suatu jawaban tidak jalan untuk keadaan

tertentu (Von Glasersfeld, 1989).

d.      Dalam sistem konstruktivis guru dituntut penguasaan bahan yang

luas dan mendalam. Guru perlu mempunyai pandangan yang sangat

luas mengenai pengetahuan dari bahan yang mau diajarkan.

Pengetahuan yang luas dan mendalam akan memungkinkan seorang guru

menerima pandangan dan gagasan siswa yang berbeda dan juga

memungkinkan untuk menunjukkan apakah gagasan siswa itu jalan

atau tidak. Penguasaan bahan memungkinkan seorang guru mengerti

macam-macam jalan dan model untuk sampai kepada suatu pemecahan

persoalan, dan tidak terpaku kepada satu model.

Tanggung jawab seorang guru adalah menyediakan dan

memberikan kesempatan sebanyak mungkin untuk belajar secara aktif

Page 14: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

dimana peran siswa bisa menciptakan, membangun, mendiskusikan/

membandingkan, bekerjasama, dan melakukan eksplorasi

eksperimentasi (Setyosari, Herianto, Effendi, Sukadi,1996). Untuk

mencapai hal tersebut maka siswa harus didorong dan distimulasi

untuk belajar bagi dirinya sendiri. Dengan demikian tugasnya guru

adalah disamping sebagai pemberi informasi, ia juga bertindak

sebagai pemberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan

informasi serta menjamin bahwa siswa menerima tanggung jawab bagi

belajarnya sendiri melalui pengembangan rasa dan antusias.

Kecenderungan pola pengajaran yang dilakukan tidak lagi

berorientasi pada bagaimana siswa belajar dan berfikir tetapi

lebih cenderung bagaimana guru mengajar di depan kelas. Guru

perlu menawarkan berbagai aktvitas belajar di dalam kelas selama

proses belajar berlangsung. Tugas guru hanyalah mengamati atau

mengobservasi, menilai, dan menunjukkan hal-hal yang perlu

dilakukan siswa.

4.    Hakikat murid menurut aliran filsafat konstruktivisme

Berbeda dengan behaviorisme, konstruktivisme memfokuskan

pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku belajar.

Sejak pertengahan tahun 1980-an, para peneliti telah berusaha

untuk mengidentifikasi bagaimana siswa mengkonstruksi atau

membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang mereka pelajari.

Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka

sendiri melalui tingkatan atau interaksi dengan dunia. Pendekatan

konstruktivis sosial juga memepertimbangkan konteks sosial yang

didalamnya pembelajaran muncul dan menekankan pentingnya

Page 15: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

interaksi sosial dan negosiasi dalam pembelajaran. Berkenaan

dengan praktik kelas, pendekatan konstruktivis mendukung

kurikulum dan pengajaran student center bukannya teacher center.

Siswa adalah kunci pembelajaran.

Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang

siap diisi. Dengan sikap pasrah siswa disiapkan untuk dijejali

informasi oleh gurunya. Atau siswa dikondisikan sedemikian rupa

untuk menerima pengatahuan dari gurunya. Siswa kini diposisikan

sebagai mitra belajar guru. Guru bukan satu-satunya pusat

informasi dan yang paling tahu. Guru hanya salah satu sumber

belajar atau sumber informasi. Sedangkan sumber belajar yang lain

bisa teman sebaya.ratorium, televisi, koran dan internet.

Siswa diberikan kebebasan untuk mencari arti sendiri dari

apa yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan

konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada

dalam pikiran mereka dan siswa bertanggung jawab atas hasil

belajarnya. Mereka membawa pengertian yang lama dalam situasi

belajar yang baru. Mereka sendiri yang membuat penalaran atas apa

yang dipelajarinya dengan cara mencari makna, membandingkannya

dengan apa yang telah ia ketahui dengan apa yang ia perlukan

dalam pengalaman yang baru.

Model belajar konstruktivis sangat memperhatikan jaringan

ide-ide yang ada dalam struktur kognitif siswa. Pengetahuan

bukanlah gambaran dari suatu realita. Pengetahuan selalu

merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan

mental seseorang. Transformasi pengetahuan dalam konstruktivisme

Page 16: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

adalah pergeseran siswa sebagai penerima pasif informasi menjadi

pengkonstruksi aktif dalam proses pembelajaran. Siswa dipandang

sebagai subyek yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuan

masing-masing.

Dalam hal tahap-tahap pembelajaran, pendekatan

konstruktivisme lebih menekankan pada pembelajaran top-down

processing, yaitu siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks

untuk dipecahkan (dengan bantuan guru), kemudian menghasilkan

atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang dibutuhkan

(Slavin.1997). Misalnya, ketika siswa diminta untuk menulis

kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar

tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut, dan kemudian

bagaimana menulis titik dan komanya.

5.    Hakikat pembelajaran menurut aliran filsafat konstruktivisme

Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif

pelajar mengkonstruksikan arti sebuah teks, dialog, pengalaman

fisis, dan lain-lain. Belajar juga merupakan proses

mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang

dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang

sehingga pengertiannya dikembangkan. Proses tersebut antara lain

bercirikan sebagai berikut:

a.       Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa

dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi

arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.

Page 17: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

b.      Konstruksi arti adalah proses yang terus menerus. Setiap kali

berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan

rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.

c.       Belajar bukanlah kegiatan mengumpulan fakta, melainkan lebih

suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang baru.

Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan

perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang

menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

d.      Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema

seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut

situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang

baik untuk memacu belajar.

e.       Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan

dunia fisik dan lingkungan.

f.       Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah

diketahui pelajar konsep-konsep, tujuan, dan motivasi yang

mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari (Paul Suparno

2001:61).

Sehingga bisa dikatakan bahwa belajar adalah lebih merupakan

suatu proses untuk menemukan sesuatu, daripada suatu proses untuk

mengumpulkan sesuatu. Belajar bukanlah suatu kegiatan

mengumpulkan fakta-fakta, tetapi suatu perkembangan pemikiran

yang berkembang dengan membuat kerangka pengertian yang baru.

Siswa harus punya pengalaman dengan membuat hipotese, predikti,

mengetes hipotesa, memanipulasi objek, memecahkan persoalan,

mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan

Page 18: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan

lain-lain untuk membentuk konstruksi yang baru.

 Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri. Maka

penting bahwa setiap siswa mengerti kekhasan, keunggulan dan

kelemahannya dalam mengerti sesuatu. Mereka perlu menemukan cara

belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiap siswa mempunyai

cara yang cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yang

kadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain. Dalam

kerangka ini, sangat penting bahwa siswa dimungkinkan untuk

mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting

bagi guru menciptakan bermacam-macam situasi dan metode yang

membantu siswa. Satu model belajar dan mengajar tidak akan

membantu banyak siswa.

Siswa sudah membawa konsep yang bermacam-macam dalam ruang

pelajaran sebelum pelajaran formal dimulai. Inilah pengetahuan

dasar mereka untuk dapat mengembangkan pengetahuan yang baru.

Juga mereka membawa perbedaan tingkat intelektual, personal,

sosial, emotional, kultural masuk ruang pelajaran. Ini semua

mempengaruhi pemahaman mereka. Latar belakang dan pengertian awal

yang dibawa siswa tersebut sangat penting dimengerti oleh guru

agar dapat membantu memajukan dan memperkembangkannya sesuai

dengan pengetahuan yang lebih ilmiah.

C.    Aliran Filsafat Konstruktivisme Dalam  Praksis Pendidikan

1.    Implikasi konstruktivisme terhadap proses pembelajaran

Page 19: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses

pembelajaran berdasarkan pemikiran konstruktivisme personal dan

sosial. Implikasi itu antara lain sebagai berikut:

a.       Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan

diperoleh melalui konstruksi individual dengan melakukan

pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi dan bukan lewat

akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses pembelajaran

adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan

informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila

peserta didik berhadapan langsung dengan realitas atau objek

tertentu. Pengetahuan diperoleh oleh peserta didik atas dasar

proses transformasi struktur kognitif tersebut. Dengan demikian

tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan objek

pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan

sesuai dengan pengalaman peserta didik atau memberikan

pengalaman-pengalaman hidup konkret (nilai-nilai, tingkah laku,

sikap) untuk dijadikan objek pemaknaan.

b.      Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk

dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah

dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang

menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar

dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali

secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas

dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang

dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir,

berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang

Page 20: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta didik

tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya.

Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara

pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum

diketahui sebagai zone of proximal development of knowledge.

Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses

pembelajaran seorang pendidik harus menciptakan pengalaman yang

autentik dan alami secara sosial kultural untuk para peserta

didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus kontekstual, relevan

dan diambil dari pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak

dapat memaksakan suatu materi yang tidak terkait dengan kehidupan

nyata peserta didik. Pemaksaan hanya akan menimbulkan penolakan

atau menimbulkan kebosanan atau akan menghambat proses

perkembangan pengetahuan peserta didik.

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah proses

mengkonstruksi pengetahuan. Proses konstruksi itu dilakukan

secara pribadi dan sosial. Proses ini adalah proses aktif,

sedangkan mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke

siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun

sendiri pengetahuannya. Mengajar berarti partisipasi dengan siswa

dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan,

dan bersikap kritis. Jadi mengajar adalah suatu bentuk belajar

sendiri. Penggunaan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran

akan membawa implikasi sebagi berikut:

a.       Isi Pembelajaran

Page 21: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

konstruktivisme, guru tidak dapat menentukan secara spesifik isi

atau bahan yang harus dipelajari oleh siswa, tetapi hanya sebatas

memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang sifatnya umum.

Proses penyajian dimulai  dari keseluruhan ke bagian-bagian,

bukan sebaliknya. Mengingat aliran konstruktivisme lebih

mengutamakan pemahaman terhadap konsep-konsep besar, maka konsep

tersebut disajikan dalam konteksnya yang actual yang kadang-

kadang kompleks. Siswa perlu didorong agar ia tidak takut pada

hal-hal yang komplek. Siswa perlu memahami bahwa hal-hal yang

kompleks akan memberikan tantangan untuk diketahui dan dipahami.

Dalam belajar secara konstruktivis, siswa harus membentuk

pengertian dari berbagai sudut pandang, maka dalam proses

belajarnya tidak bisa dipisahkan dengan dunia riil dan informasi

dari berbagai sumber. Di kelas siswa harus dimotivasi untuk

mencari sudut pandang baru dan mempertimbangkan sumber data

alternatif.

b.      Tujuan Pembelajaran

Tugas guru dalam pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme adalah membantu siswa untuk membangun

pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan

kembali, dan transformasi informasi yang telah diperolehnya

menjadi pengetahuan baru. Transformasi terjadi kalau ada

pemahaman (understanding), sedangkan pemahaman terjadi sebagai

akibat terbentuknya struktur kognitif baru dalam pikiran siswa.

Pemahaman terjadi kalau terjadi proses akomodasi atau perubahan

Page 22: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

paradigma dalam pikiran siswa. Berlandaskan teoritik, tujuan

pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah

membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting, karena pemahaman

akan memberikan makna kepada apa yang dipelajari. Karena itu

tekanan belajar bukanlah untuk memperoleh atau menemukan lebih

banyak, akan tetapi yang lebih penting adalah memberikan

interpretasi melalui skema atau struktur kognitif yang berbeda.

c.       Strategi Pembelajaran

Tugas guru adalah membantu agar siswa mampu mengkonstruksi

pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, maka strategi

pembelajaran yang digunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan

dan situasi siswa. Guru tidak dapat memastikan strategi yang

digunakan, yang dapat hanya sebatas tawaran dan saran. Dalam hal

ini teknik dan seni yang dimiliki guru ditantang untuk

mengoptimalkan pembelajaran.

Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan

lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari

perspektif ganda, dan informasi yang efektif atau kontrol

eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa siswa yang ketat,

dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu

melakukan hal-hal berikut: (1) menyajikan masalah-masalah aktual

kepada siswa dalam konteks yang sesuai dengan tingkat

perkembangan siswa, (2) pembelajaran distrukturkan di sekitar

konsep-konsep primer, (3) memberi dorongan kepada siswa untuk

mengajukan pertanyaan sendiri, (4) memberikan siswa untuk

menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri, (5) memberanikan siswa

Page 23: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

mengemukakan pendapat dan menghargai sudut pandangnya, (6)

menantang siswa untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, bukan

sekedar menyelesaikan tugas, (7) menganjurkan siswa bekerja dalam

kelompok, (8) mendorong siswa untuk berani menerima tanggung

jawab, dan (9) menilai proses dan hasil belajar siswa dalam

konteks pembelajaran.

d.      Penataan Lingkungan Belajar

Penataan lingkungan belajar berdasar pendekatan

konstruktivistik diidentifikasikan dengan alternatif sebagai

berikut; (1) menyediakan pengalaman belajar melalui proses

pembentukan pengetahuan dimana siswa ikut menentukan topik/sub

topik yang mereka sikapi, metode pembelajaran beriku tstrategi

pembelajaran yang dipergunakan, (2) menyediakan pengalaman

belajar yang kaya akan alternatif seperti peninjauan masalah dari

berbagai segi, (3) mengintegrasikan proses belajar dengan konteks

yang nyata dan relevan dengan harapan siswa dapat menerapkan

pengetahuan yang didapat dalam hidup sehari-hari, (4) memberikan

kesempatan pada siswa untuk menentukan isi dan arah belajar

mereka dengan menempatkan guru sebagai konsultan, (5) peningkatan

interaksi antara guru dengan siswa dan antar siswa sendiri, (6)

meningkatkan penggunaan berbagai sumber belajar disamping

komunikasi tertulis dan lisan, (7) meningkatkan kesadaran siswa

dalam proses pembentukan pengetahuan mereka agar siswa mampu

menjelaskan mengapa/bagaimana mereka memecahkan masalah dengan

cara tertentu.

e.       Hubungan Guru-Siswa

Page 24: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Dalam aliran kostruktivisme, guru bukanlah seseorang yang

mahatahu dan siswa bukanlah yang belum tahu, karena itu harus

diberi tahu. Dalam proses belajar, siswa aktif mencari tahu

dengan membentuk pengetahuannya, sedangkan guru membantu agar

pencarian itu berjalan baik. Dalam banyak hal guru dan siswa

bersama-sama membangun pengetahuan. Dalam hal ini hubungan guru

dan siswa lebih sebagai mitra yang bersamasama membangun

pengetahuan.

Untuk mengidentifikasi sejumlah karakteristik hubungan guru-siswa

dalam pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik berikut

ini: (1) hubungan antara guru dengan siswa diupayakan terjadi

secara optimal, (2) pembelajaran perlu difokuskan pada kemampuan

siswa untuk menguasai konsep dan mengutarakan pandangannya, (3)

evaluasi siswa terintegrasi dalam proses belajar mengajar melalui

observasi terhadap siswa yang umumnya bekerja dalam kelompok, (4)

aktivitas siswa lebih ditekankan pada pengembangan generalisasi

dan demonstrasi, (5) aktivitas pembelajaran relatif tergantung

pada isi yang menyebabkan siswa berpikir.

2.    Implikasi konstruktivisme terhadap pendidik dan peserta didik

a.       Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya

kegiatan kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi,

menganalisis, menginterpretasikan, memprediksi dan menyimpulkan,

dll.

b.      Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk

mencari pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga

Page 25: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

meningkatkan kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan

pengetahuan dan rasa tanggungjaawab pribadi.

c.       Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang

seluas-luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta

didik, dan antara peserta didik dengan pendidik, sehingga semua

pihak merasa bertanggung jawab bahwa pembentukan pengetahuan

adalah tanggungjawab bersama. Caranya dengan memberi pertanyaan-

pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang

harus dipecahkan, didalami secara individual ataupun kolektif,

kemudian diskusi kelompok, menulis , dialog dan presentasi di

depan teman yang lain.

Dapat kita jelaskan peranan antara pendidik dan peserta

didik menurut aliran konstruktivisme adalah sebagai berikut:

No.

Peranan Peserta Didik Peranan Pendidik

1. Berinisiatif

mengemukakan masalah

dan pokok pikiran,

kemudian menganalisis

dan menjawabannya

sendiri.

Mengutamakan peran

siswa dalam

berinisiatif sendiri

dan keterlibatan aktif

dalam kegiatan

belajar.2. Bertanggung jawab

sendiri terhadap

kegiatan belajarnya

atau penyelesaian

suatu masalah.

Memusatkan perhatian

kepada proses berpikir

atau proses mental

siswa, bukan kepada

kebenaran jawaban

Page 26: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

siswa saja.3. Secara aktif bersama

dengan teman

sekelasnya

mendiskusikan

penyelesaian masalah

atau pokok pikiran

yang mereka munculkan,

dan apabila dirasa

perlu dapat

menanyakannya kepada

guru.

Guru perlu fleksibel

dalam merespons

jawaban atau pemikiran

siswa. Menghargai

pemikiran siswa dan

meghindari perkataan

“Ini satu-satunya jawaban

benar”

4. Atas inisiatif sendiri

dan mandiri berupaya

memperoleh pemahaman

yang mendalam (deep

understanding)

terhadap suatu topik

masalah belajar.

Guru perlu menyediakan

pengalaman belajar

dengan mengkaitkan

pengetahuan yang telah

dimiliki siswa

sehingga belajar

sebagai proses

konstruksi pengetahuan

dapat terwujud.5. Secara aktif

mengajukan dan

menggunakan berbagai

hipotesis (kemungkinan

jawaban) dalam

Memaklumi akan adanya

perbedaan individual,

termasuk dalam hal

perkembangan kognitif

siswa.

Page 27: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

memecahkan suatu

masalah.6. Secara aktif

mengajukan berbagai

data atau informasi

pendukung dalam

penyelesaian suatu

masalah atau pokok

pikiran yang

dimunculkan sendiri

atau yang telah

dimunculkan oleh teman

sekelas.

Guru perlu

menyampaikan tujuan

pembelajaran dan apa

yang akan dipelajari

di awal kegiatan

belajar. Hal ini akan

mempengaruhi keaktifan

siswa, karena ia tahu

apa yang akan di

pelajari dan untuk apa

ia terlibat dalam

pembelajaran.7. Secara kreatif dan

imajinatif mengaitkan

antara gagasan yang

telah dimiliki dengan

informasi baru yang

diterima.

Guru perlu banyak

berinteraksi dengan

siswa untuk dapat

mengetahui apa yang

telah mereka ketahui

dan apa yang mereka

pikirkan.

D.    Analisis Kritis

1.    Kelebihan dan kekekurangan konstruktivisme dalam pembelajaran

Page 28: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Berdasarkan pendekatan konstruktivisme di atas, memiliki

kelebihan atau keunggulan dibaindingkan dengan pendekatan yang

lain yaitu,

a.       Guru bukan satu-satunya sumber belajar. Peserta didik menurut

konstruktivisme adalah peseta didik yang aktif mengkonstruksi

pengetahuan yang dia dapat. Mereka membandingkan pengalaman

kognetif mereka dengan persepsi kognetif mereka tentang sesuatu.

Jadi guru dalam pembelajaran konstruktivisme hanya fasilitator,

bukan model atau sumber utama yang bertugas untuk mentransfer

ilmu pada siswa.

b.      Pembelajar lebih aktif dan kreatif. Sebagai akibat konstruksi

mandiri pembelajar terhadap sesuatu, pembelajar dituntut aktif

dan kreatif untuk mengaitkan ilmu baru yang mereka dapat dengan

pengalaman mereka sebelumnya sehingga tercipta konsep yang sesuai

dengan yang diharapkan.

c.       Pembelajaran menjadi lebih bermakna. Belajar bermakna berarti

mengkonstruksi informasi dalam struktur pengertian lamanya. Jadi

dapat dijabarkan bahwa dalam konstruktivisme, pembelajar

mendapatkan ilmunya tidak hanya dengan mendengarkan penjelasan

gurunya, tetapi juga dengan mengaitkan pengalaman pribadi mereka

dengan informasi baru yang mereka dapat. Sesuatu yang didapat

dengan proses pencarian secara mandiri akan menimbulkan makna

yang mendalam terhadap ilmu baru itu.

d.      Pembelajar memiliki kebebasan belajar. Kebebasan disini

berarti bahwa pembelajar dapat dengan bebas mengkonstruksi ilmu

Page 29: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

baru itu sesuai pengalamannya sebelumnya, sehingga tercipta

konsep yang diinginkan.

e.       Perbedaan individual terukur dan dihargai. Karena proses

belajar sesuai konstruktivisme adalah proses belajar mandiri,

maka potensi individu akan terukur dengan sangat jelas.

f.       Membina sikap produktif dan percaya diri. Pembelajar

diharapkan selalu mengkonstruksi ilmu barunya, sehingga mereka

akan produktif menciptakan konsep baru tentang sesuatu untuk diri

mereka sendiri. Rasa percaya diri juga dipupuk dalam filsafat ini

dengan memberikan kesempatan bagi pembelajar untuk menggunakan

pengalaman mereka sendiri untuk melahirkan konsep baru yang

nantinya akan mereka aplikasikan untuk mengatasi permasalahan

dalam kehidupan sehari-hari mereka.

g.      Proses evaluasi difokuskan pada penilaian proses. Filsafat

konstruktivisme menuntun pembelajar untuk mengkonstruksi ilmu

barunya dengan merefleksi pada pengalaman sebelumnya untuk

membuat konsep baru. Dalam praktek pengajaran, penyelesaian

materi dan hasil bukanlah merupakan hal terpenting. Yang lebih

penting adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan

partisipasi murid. Belajar adalah kegiatan murid untuk membentuk

pengetahuan.

h.      Berfikir proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk

menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan.

i.        Faham, karena murid terlibat secara langsung dalam mebina

pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh

mengaplikasikannya dalam semua situasi.

Page 30: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

j.        Ingat :karena murid terlibat secara langsung dengan aktif,

mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui

pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justru mereka

lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi

baru.

k.      Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperoleh apabila

berinteraksi dengan teman dan guru dalam membina pengetahuan

baru.

Disisi lain pendekatan konstruktivisme juga memiliki

kelemahan diantaranya adalah:

a.       Kemauan dan kemampuan belajar yang lemah dari pembelajar akan

mengakibatkan proses konstruksi menjadi terhambat, karena dalam

filsafat konstruktifisme yang berperan aktif dalam pembelajaran

adalah pembelajar.

b.      Terkadang pembelajar tidak memiliki ketekunan dan keuletan

dalam mengkonstruksi pemahamannya terhadap sesuatu, itu bisa saja

menjadi kendala dalam prosesnya mengerti sesuatu.

c.       Pembelajaran kelas dapat lama, bila ada beberapa siswa yang

kurang cepat berpikir.

d.      Gerak kelas dapat sangat berlainan bila siswanya beraneka

inteligensi.

e.       Pengaturan kelas kadang lebih sulit.

f.       Pendekatan konstruktivisme memerlukan alokasi waktu yang

lebih panjang dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran yang

lain, membutuhkan kelengkapan sarana/prasarana dan media

Page 31: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

penunjang pembelajaran serta menuntut adanya ketrampilan dan

kecakapan lebih dari guru dalam mengelola kelas yang dikembangkan

dengan pendekatan model pembelajaran konstruktivisme.

2.    Kendala dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme

Konstruktivisme memberikan angin segar bagi perbaikan proses

dan hasil belajar. Walaupun demikian, terdapat pula kendala yang

muncul dalam penerapan pembelajaran menurut konstruktivisme di

kelas. Kendala-kendala yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a.       Sulit mengubah keyakinan dan kebiasaan guru. Guru selama ini

telah terbiasa mengajar dengan menggunakan pendekatan

tradisional, mengubah kebiasaan ini merupakan suatu hal yang

tidak mudah.

b.      Guru kurang tertarik dan mengalami kesulitan mengelola

kegiatan pembelajaran berbasis konstruktivisme. Guru

konstruktivis dituntut untuk lebih kreatif dalam merencanakan

kegiatan pembelajaran dan dalam memilih menggunakan media yang

sesuai.

c.       Adanya anggapan guru bahwa penggunaan metode atau pendekatan

baru dalam pembelajaran akan menggunakan waktu yang cukup besar.

Guru khawatir target pencapaian kurikulum (TPK) tidak tercapai.

d.      Sistem evaluasi yang masih menekankan pada nilai akhir.

Padahal yang terpenting dari suatu pembelajaran adalah proses

belajarnya bukan hasil akhirnya.

e.       Besarnya beban mengajar guru, latar pendidikan guru tidak

sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh, dan banyaknya pelajaran

yang harus dipelajari siswa merupakan yang cukup serius.

Page 32: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

f.       Siswa terbiasa menunggu informasi dari guru. Siswa akan

belajar jika ada transfer pengetahuan dan tugas-tugas dari

gurunya. Mengubah sikap “menunggu informasi” menjadi “pencari dan

pengkonstruksi informasi” merupakan kendala itu sendiri.

g.      Adanya budaya negatif di lingkungan siswa. Salah satu

contohnya di lingkungan rumah. Pendapat orang tua selalu dianggap

paling benar, ank dilarang membantah pendapat orang tuanya.

Kondisi ini juga terbawa ke sekolah. Siswa terkondisi untuk

“mengiakan” pendapat atau penjelasan guru. Siswa tidak berani

mengemukakan pendapatnya yang mungkin berbeda dengan gurunya.

3.      Solusi mengatasi masalah yang timbul dalam pendidikan

a.       Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki

wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran.

b.      Sekolah dan penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang

jelas yang menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana

prasarana yang memadai.

c.        Dibutuhkan keberanian dari pelaku-pelaku pendidikan untuk

secara kritis menyikapi berbagai perubahan dan membuat terobosan.

d.      Peserta didik tidka lagi dijadikan asset yang mampu menjual

nama baik lembaga, tetapi harus diberi kesempatan berkembang

secara optimal dan alamiah.

e.        Sebaiknya system UAN dikaji kembali, untuk melihat

efektivitasnya untuk kelangsungan generasi muda berikutnya.

Jangan sampai system UAN menjerumuskan siswa yang mungkin tdk

Page 33: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

berbakat pada materi yang diujikan tp berbakat pada keterampilan

lain. Itu akan membatasi kreativitas siswa.

f.        Bagi guru yang akan mempersiapkan UAN untuk siswanya,

sebaiknya mempersiapkannya dari jauh-hari,agar tidak terkesan

mengejar waktu, hingga akhirnya mengorbankan kesempatan siswa

untuk berpartisipasi aktif dalam kelas.

g.      Jika UAN ingin dilanjutkan pelaksanaannya, sebaiknya lebih

memperhatikan penilaian proses, tidak hanya penilaian produk

akhir. Mungkin ini bisa dilakukan dengan mengganti jenis soal,

sehingga dapat mengukur kasitas siswa secara murni.

4.      Konstruktivisme dapat meningkatkan mutu pendidikan, namun

pelaksanaannya tidak mutlak dapat diterapkan pada semua kondisi

pendidikan di Indonesia, perlu penyesuaian dengan kondisi

lapangan yang ada.

proses belajar mengajar. Kemudian dari segi posisi dia

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan

adalah hasil konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek,

fenomena pengalaman dan lingkungan mereka. Konstruktivisme

bertitik tolak dari pembentukan pengetahuan, dan rekonstruksi

pengetahuan adalah mengubah pengetahuan yang dimiliki seseorang

Page 34: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

yang telah dibangun atau dikonstruk sebelumnya dan perubahan itu

sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungannya.

Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk

dalam diri individu atas dasar struktur kognitif yang telah

dimilikinya, hal ini berimplikasi pada proses belajar yang

menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar proses belajar

dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali

secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas

dasar pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang

dapat merangsang struktur kognitif anak untuk berpikir,

berinteraksi membentuk pengetahuan yang baru. Pengalaman yang

disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta didik

tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya.

Pengalaman sedapat mungkin berada di ambang batas antara

pengetahuan yang sudah diketahui dan pengetahuan yang belum

diketahui sebagai zone of proximal development of knowledge.

Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki

tempat sebagai pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya

sumber belajar. Namun guru lebih diposisikan sebagai fasiltator

yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi

pengetahuannya sendiri (Hudojo, 1998:5-6). Aliran ini lebih

menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.

B.     Saran

Page 35: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Filsafat konstruktivisme harus dipahami sebagai roh yang

menggerakkan subyek-subyek pendidikan sehingga akan lahirlah

inovasi-inovasi baru dalam pendidikan dan pengajaran. Saran yang

dapat penulis berikan pada penulisan makalah ini adalah sebaiknya

sistem pembelajaran yang diterapkan mengacu pada pendekatan

konstruktivisme karena dari karakteristik pembelajarannya yang

dapat memberikan sumbangan besar dalam membentuk manusia yang

kreatif, produktif, dan mandiri.

Guru, sebagai subjek sentral dalam pendidikan harus memiliki

wawasan baru dan luas dalam model-model pembelajaran. Sekolah dan

penyelenggaranya harus memiliki visi dan misi yang jelas yang

menjangkau masa depan, dan melengkapi dengan sarana prasarana

yang memadai sehingga peserta didik bisa berkembang secara

optimal dan alamiah.

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: CV

Alfabeta.

Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Bandung: PT

RajaGrafindo Persada.

Alwasilah, A. Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

http://cor-amorem.blogspot.com/2010/01/filsafat-

konstruktivisme.html

http://nakhrowiuinbi-2a.blogspot.com/2008/05/aliran-aliran-

dalam-pendidikan.html

http://utamisetiawatidarmadiuinbi2a.blogspot.com/2008/05/

aliran-filsafat-yang-dominan.html

http://tepenr06.wordpress.com/2011/10/11/konstruktivisme-2/

http://blog.unsri.ac.id/fathurrahman/welcome/-

konstruktivisme-dalam-pembelajaran/mrdetail/54880

http://dinamikaedukasidasar.org/index.php?

action=news.detail&id_news=23&judul=KONSTRUKTIVISME%20DALAM

%20PRAKSIS%20PENDIDIKAN

http://www.anneahira.com/pengertian-filsafat.htm

http://www.glendomi.com/2012/03/aliran-filsafat-

pendidikan.html

http://chezz-coco.blogspot.com/2011/03/teori-belajar

konstruktivisme.html

http://edukasi.kompasiana.com/2010/10/06/teori-

konstruktivisme/

Page 37: ALIRAN FILSAFAT KONSTRUKTIVISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

http://mutmainnahlatief.wordpress.com/tag/teori-

konstruktivisme/

http://blog.tp.ac.id/hakikat-siswa-menurut-pandangan-teori-

belajar-konstruktivisme

http://tepenr06.wordpress.com/2011/10/11/konstruktivisme-2/

http://nakhrowiuinbi-2a.blogspot.com/2008/05/aliran-aliran-

dalam-pendidikan.html

http://rejekisrie1718.blogspot.com/2008/06/aliran-

konstruktivisme-dalam-pendidikan.html

http://moodeveryday.wordpress.com/2011/08/26/204/

http://www.asrori.com/2011/04/implikasi-konstruktivisme-

terhadap-pembelajaran.htm

http://ismalianibaru.wordpress.com/2008/04/24/aliran-aliran-

dalam-filsafat/

http://van88.wordpress.com/dasar-tujuan-dan-peranan-

filsafat/

http://lee-isman.blogspot.com/2010/06/memahami-hakikat-guru-

dan-murid-dalam.html