AKTIVITAS RAMADHAN DALAM MENUMBUHKAN PENDIDIKAN KARAKTER REMAJA DI SMPIT ASH-SHIDDIQIYYAH TANGERANG SELATAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: M. Ali Safina NIM. 11150110000070 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019
151
Embed
AKTIVITAS RAMADHAN DALAM MENUMBUHKAN PENDIDIKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48168... · 2019-11-07 · AKTIVITAS RAMADHAN DALAM MENUMBUHKAN PENDIDIKAN KARAKTER
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKTIVITAS RAMADHAN DALAM MENUMBUHKAN
PENDIDIKAN KARAKTER REMAJA
DI SMPIT ASH-SHIDDIQIYYAH TANGERANG SELATAN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
M. Ali Safina
NIM. 11150110000070
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
M. Ali Safina (NIM. 11150110000070). Aktivitas Ramadhan Dalam
Menumbuhkan Pendidikan Karakter Remaja di SMP IT Ash-Shiddiqiyyah
Tangerang Selatan. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) pelaksanaan aktivitas
ramadhan di sekolah SMPIT Ash-Shiddiqiyyah dalam menumbuhkan pendidikan
karakter siswa, (2) pengaruh pelaksanaan aktivitas ramadhan itu sendiri terhadap
pendidikan karakter siswa, (3) faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
aktivitas ramadhan dalam menumbuhkan pendidikan karakter di sekolah SMPIT
Ash-Shiddiqiyyah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analisis ditunjang dengan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan. Sedangkan untuk metode pengumpulan data, peneliti
menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan kuesioner. Lalu, semua
data yang telah diperoleh, diproses melalui beberapa tahap proses, dimulai dari
reduksi data (mengambil data yang dibutuhkan), display data (menyajikan data),
lalu terakhir verifikasi data (menarik kesimpulan). Untuk menguji keabsahan data,
maka peneliti menggunakan prosedur cek ulang secara cermat, ketekunan
pengamatan dan triangulasi data.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas ramadhan yang
terdapat pada sekolah SMPIT Ash-Shiddiqiyyah sangatlah beragam dan
bermacam-macam jenis kegiatan didalamnya yaitu seperti; Tarhib Ramadhan,
Daurah Qur’an, Mabit Qur’an, dan Pidato/Kultum. Sekolah SMPIT Ash-
Shiddiqiyyah memang sekolah yang berlandaskan pada pendekatan dunia Qur’an.
Sehingga semua kegiatan yang ada di sekolah selalu bertujuan untuk mendekatkan
semua siswa/siswi pada Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah SAW. Selain itu juga
proses aktivitas ramadhan di sekolah SMPIT Ash-Shiddiqiyyah sangat
mendukung dalam kegiatan proses belajar mengajar, membangun serta
memperkokoh kualitas budaya karakter yang berakhlakul karimah serta berkiblat
pada pokok-pokok ajaran Islam seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Terdapat pula faktor pendukung aktivitas ramadhan dalam menumbuhkan
pendidikan karakter siswa yaitu peran guru yang begitu aktif dalam memberikan
bimbingan pendidikan Islami melalui kegiatan aktivitas ramadhan dengan
beberapa sifat yang dicontohkannya melalui keteladanan, pembiasaan dalam
bersikap dan berbuat serta saling mengingatkan. Adapun faktor penghambatnya
adalah kurangnya minat motivasi dan dorongan yang datang dari orang tua dalam
mengarahkan siswa/siswi untuk mengikuti kegiatan aktivitas Ramadhan yang
masih belum dilakukan secara maksimal.
Kata Kunci : Aktivitas Ramadhan, Pendidikan Karakter.
ii
ABSTRACT
M. Ali Safina (NIM. 11150110000070). Ramadhan Activities In Fostering
Youth Character Education at IT Ash-Shiddiqiyyah Middle School, South
Tangerang. Thesis Department of Islamic Education UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
This study aims to determine (1) the implementation of Ramadan activities
in Ash-Shiddiqiyyah Middle School IT in growing student character education, (2)
the effect of the implementation of Ramadan itself on student character education,
(3) supporting and inhibiting factors in the implementation of Ramadan activities
in growing character education at Ash-Shiddiqiyyah IT Middle School.
The method used in this research is descriptive analysis method supported
by data obtained through library research and field research. As for the data
collection method, researchers used observations, interviews, documentation and
questionnaires. Then, all the data that has been obtained, is processed through
several stages of the process, starting from data reduction (taking data needed),
displaying data (presenting data), then finally verifying data (drawing
conclusions). To test the validity of the data, the researchers used a careful re-
check procedure, observation persistence and triangulation of data.
The results of this study indicate that the activities of Ramadan found in
Ash-Shiddiqiyyah IT Middle School are very diverse and various types of
activities therein such as; Tarhib Ramadhan, Daurah Qur’an, Mabit Qur’an, and
Speech / Kultum. Ash-Shiddiqiyyah IT Middle School is indeed a school based on
the approach of the world of the Qur'an. So that all activities in the school always
aim to bring all students / students closer to the Qur'an and the Sunnah of the
Prophet Muhammad. In addition, the process of Ramadhan activities in Ash-
Shiddiqiyyah IT Middle School is very supportive in teaching and learning
activities, building and strengthening the quality of character culture that has the
character of karimah and is oriented to the principles of Islamic teachings as
exemplified by Rasulullah SAW. There are also factors supporting the activities of
Ramadan in building student character education, namely the role of teachers
who are so active in providing Islamic education guidance through Ramadan
activities with some characteristics that are exemplified through exemplary
behavior, habituation in acting and acting and reminding each other. The
inhibiting factor is the lack of interest in motivation and encouragement that
comes from parents in directing students to participate in Ramadan activities that
are still not done optimally.
Keywords: Ramadhan Activities, Character Education
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin Segala puji hanya bagi Allah SWT atas
segala rahmat dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada jurusan Pendidikan
Agama Islam. Tidak lupa pula kita mengucapkan shalawat serta salam kepada
baginda Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan kita selaku
umatnya semoga selalu mendapatkan limpahan keberkahan dari-Nya.
Dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini penulis menyadari banyak
sedikitnya hambatan serta kesulitan yang dialami dan ditemukan, tetapi ini semua
dapat dihadapi dan diselesaikan dengan baik berkat do’a, dukungan, serta arahan
yang positif. Oleh sebab itu dalam kesempatan kali ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Sururin, M.A, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag, Selaku Kepala Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag, Selaku Dosen Penasihat Akademik serta
Dosen Pembimbing Skripsi yang dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang memberikan waktu luang untuk melakukan bimbingan dan arahan.
Semoga kebaikannya menjadi suatu amal ibadah.
4. Kepada seluruh jajaran Dosen Pendidikan Agama Islam, jasa bapak dan
ibu tidak akan pernah untuk terlupakan, dan terima kasih pula kepada Ibu
Isti selaku staf Jurusan Pendidikan Agama Islam jasa ibu sangat berarti.
5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Imu
Tarbiyah dan Keguruan yang telah membantu penulis dalam menyediakan
dan memberikan pinjaman literatur yang penulis butuhkan.
iv
6. Bapak Subhanallah, S.Pd, Selaku Kepala Sekolah SMP IT Ash-
Shiddiqiyyah yang telah mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian
di sekolah.
7. Bapak Faisal Aripin S.Pd beserta jajarannya, Selaku Wakil Kepala
Sekolah SMP IT Ash-Shiddiqiyyah yang telah memberikan waktu dan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Bapak Darma Sasmita, S.Si, Selaku Koordinator Bidang Keagamaan
Sekolah SMP IT Ash-Shiddiqiyyah, penulis ucapkan terima kasih banyak
atas bimbingannya, semoga jasa-jasanya menjadi amal ibadah.
9. Seluruh Jajaran Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMP IT Ash-
Shiddiqiyyah yang tidak bisa dituliskan satu persatu, penulis ucapkan
terima kasih banyak.
10. Kepada seluruh siswa-siswi SMP IT Ash-Shiddiqiyyah saya ucapkan
terima kasih banyak atas bantuan dan waktunya.
11. Kedua orang tua tercinta, Bapak Sulam Taufik dan Ibu Siti Barokah terima
kasih atas do’a, dukungan, serta arahan kalian yang tidak pernah mengenal
lelah untuk terus memberikan yang terbaik kepada anaknya sehingga
mencapai pada puncak kesuksesan, semoga Allah SWT selalu
melimpahkan rahmat serta kasih sayangnya kepada kalian.
12. Adik saya Ardanu Ahmad, yang juga terus memberikan motivasi kepada
penulis yang akhirnya semua ini dapat terwujud.
13. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Agama Islam Angkatan
2015 terutama kelas C semoga kesuksesan menyertai kalian, dan
senantiasa dinaungi keberkahan dan lindungan Allah SWT. Terima kasih
telah menjadi teman yang baik, memberikan canda tawa dan kebersamaan
dengan kalian yang kelak dirindukan.
Ucapan terima kasih juga kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini yang mungkin belum saya sebutkan
namanya, semoga kebaikan kalian semua selalu dinilai ibadah serta mendapatkan
keberkahan selalu, Amin.
v
Demikianlah skripsi ini dibuat semoga membawa banyak manfaat serta
ilmu pengetahuan bagi kita semua, walaupun dalam penulisan ini penulis sudah
berusaha untuk meminimalisir kekurangan akan tetapi jika nanti ditemukan
kekurangan atau kelemahan. Harapan besar untuk memberikan masukan serta
kritik saran yang membawa kesempurnaan yang jauh lebih baik lagi dari yang
peneliti lakukan ini.
Jakarta, Agustus 2019
Penulis
M. Ali Safina
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ................................................................................ 8
D. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 9
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Puasa Ramadhan .................................................................................... 11
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka
kita dapat memahami bahwa tujuan utama pendidikan adalah membentuk
insan yang beriman dan berakhlak mulia.12
Peserta didik dapat dikatakan berkarakter kuat dan baik jika telah
berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang telah ditanamkan dalam
10 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 2. 11 Ibid., h. 9-10. 12 UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
5
proses pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dan spiritual
dalam kepribadiannya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya
mengelola alam (dunia) untuk kemanfaatan dan kebaikan masyarakat dan
dirinya.
Tidak perlu disangsikan lagi, bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik rumah tangga
dan keluarga, sekolah dan lingkungan sekolah dan masyarakat luas.
Pembentukan dan pendidikan karakter tersebut tidak akan berhasil selama
antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan.
Menjadikan peserta didik berakhlak mulia merupakan sebuah
keharusan. Hanya dengan akhlak mulia karakter bangsa akan terbentuk
sempurna. Manusia-manusia Indonesia akan menjadi insan kamil. Yaitu
manusia yang beraktivitas sesuai dengan fitrah insaniah-nya.13
Al-Qur’an dengan indah membuat perumpamaan tentang
pentingnya akhlak mulia ini yaitu sebagai berikut:
لك يبنآدمقدأن زلناعليكملباساي واريسوآتكموريشاولباسالت قوىذ
لكمنآيتالللعلهميذكرون رذ خي
“Wahai anak cucu Adam! Sesungguhnya Kami telah menyediakan
pakaian untuk menutupi auratmu dan untuk perhiasan bagimu.
Tetapi pakaian takwa, itulah yang lebih baik. Demikianlah
sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
ingat”. (QS. Al-A’raf [7]:26).14
Didahului dengan informasi bahwa Allah telah menganugerahkan
kemampuan kepada manusia untuk mengenali aurat yang harus dijaga dan
ditutupi dengan pakaian, kemudian fungsi pakaian berkembang menjadi
fashion (mode, perhiasan). Setelah itu, Allah mengunci penjelasan
mengenai fungsi pakaian ini dengan menyatakan bahwa pakaian takwa itu
13 Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati: Akhlak Mulia Pondasi
Membangun Karakter Bangsa, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2012), h. 198-199. 14 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: CV
Alfatih Berkah Cipta, 2013), h. 153.
6
ternyata yang paling baik. Pakaian takwa adalah pakaian ruh, pakaian hati,
pakaian inilah yang menutupi rasa malu, rasa hina, rasa takut dan harapan
hati di hadapan Allah.15
إناللمعالذينات قواوالذينهممسنون
“Sungguh Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-
orang yang berbuat kebaikan”. (QS. An-Nahl [16]: 128)16
Berangkat dari pemaparan sebagaimana di atas, keluarga dan pihak
sekolah memang harus ada kerja sama atau saling mengisi dalam
pendidikan anak, terutama terkait khusus dalam pendidikan karakter ini.
Akan tetapi, ada persoalan yang umum terjadi di kalangan masyarakat,
yakni keluarga seakan tidak mempunyai cukup waktu untuk mendidik
anak-anaknya. Hal ini disebabkan tingginya aktivitas orangtua di luar
rumah atau sibuk bekerja. Lebih menyedihkan lagi, orangtua tidak
mempunyai kesadaran untuk mendidiknya dengan dalih sudah di
sekolahkan, bahkan di sekolah yang mahal dan favorit. Di sinilah
sesungguhnya lembaga pendidikan mempunyai tugas dan tanggung jawab
yang tidak ringan.17
Dengan demikian betapa pentingnya pendidikan karakter
ditanamkan kepada anak terlebih dalam usia remaja yang mana dalam hal
ini umur peralihan dari anak menuju dewasa yang merupakan masa
perkembangan terakhir dalam pembinaan kepribadian atau masa persiapan
usia dewasa. Masa remaja, anak mengalami permasalahan yang kompleks.
Dari waktu ke waktu problem usia remaja semakin berkembang seiring
dengan perubahan sosial sebagai dampak dari kemajuan sains dan
teknologi pada suatu negara, tidak terkecuali di tanah air.18
15 Hamka Abdul Aziz, op. cit., h. 125-126 16 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: CV
Alfatih Berkah Cipta, 2013), h. 281. 17 Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit., h. 35. 18 Abdullah Idi dan Safarina, Etika Pendidikan: Keluarga, Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), h. 47.
7
Sudah barang tentu pihak sekolah juga tidak dapat bergerak sendiri
dalam membangun pilar karakter yang baik pada diri sang anak didik.
Dalam hal ini peran orang tua dan juga masyarakat perlu untuk melakukan
suatu arahan yang baik sehingga perkembangan anak remaja dapat
diarahkan kepada sesuatu hal yang berdampak positif bagi diri remaja.
Oleh sebab itu perlu ditanamkan nilai-nilai pendidikan kepada para
generasi penerus bangsa ini terutama pada anak remaja.
Sebagaimana dalam hal yang lain waka kesiswaan juga
mengatakan seorang siswa yang masih kurangnya kontrol yang baik dari
pihak orangtua serta kondisi lingkungan rumah yang belum menjamin
kebudayaan karakter bagi siswa merupakan tantangan bagi sekolah dalam
mewujudkan nilai-nilai karakter.19
Penelitian ini dilakukan di sekolah SMPIT Ash-Shiddiqiyyah
Tangerang Selatan. Sekolah ini merupakan sekolah swasta yang memiliki
corak keagamaan yang sangat baik serta sekolah ini mempunyai sebuah
program keunggulan dari sekolah yang lain yaitu dalam bidang tahfidz.
Sekolah SMPIT Ash-Shiddiqiyyah mewajibkan untuk semua peserta didik
dapat menghafalkan Al-Qur’an minimal 3 juz.
Sehingga dengan demikian lulusan peserta didik dari sekolah ini
dapat memiliki hafalan yang baik dimana sangat membantu perkembangan
siswa/siswi terutama pada taraf SMP yang telah memasuki usia remajanya.
Sistem pembelajaran yang diterapkan di SMPIT Ash-Shiddiqiyyah yakni
sangat berpedoman dengan ilmu-ilmu keagamaan yang terdapat di
dalamnya.
Penanaman nilai-nilai Islam dilakukan dengan membiasakan
peserta didik untuk selalu dekat dengan Al-Qur’an dan berbagai sunah
Nabi Muhammad SAW. Seperti dalam menghafalkan ayat-ayat suci Al-
19 Hasil Wawancara Waka Kesiswaan pada tanggal 14 Mei 2019.
8
Qur’an, berpuasa sunah, shalat zuhur dan dhuha berjamaah, juga secara
bergantian menjadi muadzin shalat dan imam shalat.20
Dengan beberapa alasan tersebut, peneliti ingin mengkaji dan
memahami lebih dalam mengenai kegiatan keagamaan sekolah SMPIT
Ash-Shiddiqiyyah dalam menumbuhkan karakter pada diri siswa. Dalam
penelitian ini, peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul
“AKTIVITAS RAMADHAN DALAM MENUMBUHKAN
PENDIDIKAN KARAKTER REMAJA DI SMPIT ASH-
SHIDDIQIYYAH TANGERANG SELATAN”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat di
identifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Kurangnya pengaplikasian budaya karakter siswa dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua terhadap siswa dalam
menghidupkan budaya karakter.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah tersebut, untuk lebih
memperjelas dan memberi arah yang tepat, maka diberikan batasan yang
berkaitan dan sesuai dengan judul yang ada. Penulis hanya akan
membahas fokus masalah yang diteliti adalah “Proses pelaksanaan
aktivitas ramadhan dengan menguraikan faktor pendukung dan
penghambatnya, serta mendeskripsikan pengaruh dari aktivitas ramadhan
dalam menumbuhkan pendidikan karakter remaja.”
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dibatasi di atas,
maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
20 Hasil Observasi Sekolah SMPIT Ash-Shiddiqiyyah Tangerang Selatan pada tanggal 20
Maret 2019.
9
1. Bagaimana pelaksanaan aktivitas ramadhan dalam menumbuhkan
pendidikan karakter remaja di SMPIT Ash Shiddiqiyyah Tangerang
Selatan?
2. Bagaimana pengaruh pelaksanaan aktivitas ramadhan dalam
menumbuhkan pendidikan karakter remaja di SMPIT Ash
Shiddiqiyyah Tangerang Selatan?
3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan aktivitas
ramadhan dalam menumbuhkan pendidikan karakter remaja di SMPIT
Ash Shiddiqiyyah Tangerang Selatan?
E. Tujuan Penelitian
Dari hasil penelitian ini, maka terdapat beberapa tujuan penelitian
diantaranya:
1. Mengetahui pelaksanaan kegiatan aktivitas ramadhan dalam
menumbuhkan pendidikan karakter remaja di SMPIT Ash
Shiddiqiyyah.
2. Mengetahui pengaruh kegiatan aktivitas ramadhan dalam
menumbuhkan pendidikan karakter remaja di SMPIT Ash
Shiddiqiyyah.
3. Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dari pelaksanaan
kegiatan aktivitas ramadhan dalam menumbuhkan pendidikan karakter
remaja di SMPIT Ash Shiddiqiyyah.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, maka terdapat beberapa manfaat
penelitian diantaranya:
1. Secara Akademis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah ilmu
pengetahuan dalam mengembangkan pendidikan karakter bagi
lembaga-lembaga pendidikan.
10
b. Menambah referensi dalam dunia pendidikan, khususnya di
jurusan Pendidikan Agama Islam dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Secara Praktis
a. Bagi Pihak sekolah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam
rangka memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan
karakter siswa.
b. Bagi Guru
Sebagai bentuk motivasi untuk selalu meningkatkan keterampilan
dalam memberikan penanaman-penanaman yang mendukung
tumbuhnya pendidikan karakter yang baik pada diri siswa.
c. Bagi Siswa
Bagi siswa SMP IT Ash Shiddiqiyyah hasil penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, serta
menumbuhkan sifat akhlakul karimah dalam keseharian siswa.
d. Bagi Penulis
1) Sebagai salah satu syarat kelulusan dalam memperoleh gelar
sarjana S.Pd.
2) Sebagai sumber informasi dan pengetahuan yang bermanfaat
mengenai penanaman pendidikan karakter remaja melalui
aktivitas ramadhan.
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Puasa Ramadhan
1. Pengertian Puasa Ramadhan
Puasa yang dalam bahasa Arab “shaum” atau “shiyam”, secara
bahasa berarti “menahan” (al-imsak). Arti ini bersifat umum, menahan
segala kegiatan, baik perkataan maupun perbuatan. Ini seperti ucapan
Siti Maryam saat menahan diri dari berbicara dengan menggunakan
kata “shaum”,1 dalam firman Allah:
نذرتلرحنصوماف لناكل مالي ومانسيا....إن
“Sesunggunya aku bernazar shaum (puasa) untuk Tuhan yang Maha
Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia
pun pada hari ini.” (QS. Maryam: 26)2
Sedangkan secara istilah syara, puasa adalah menahan diri dari
makan, minum, dan sesuatu yang membatalkan puasa sejak dari terbit
fajar sampai terbenam matahari disertai dengan suatu niat ibadah.
Artinya apa yang dilakukan hanyalah karena mengharap pahala dan
ridha Allah SWT sebab ibadah menurut para ahli fiqih berarti segala
perbuatan taat yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah Azza
wa Jalla dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Sebagian ulama ada
juga yang mendefinisikan puasa dengan “menahan diri dari nafsu perut
dan nafsu kemaluan selama sehari penuh, mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan disertai niat khusus”.3
Definisi puasa seperti inilah yang oleh Imam Abu Hamid Al-
Ghazali disebut sebagai puasa awam. Sedangkan untuk kebaikan dan
kesempurnaan puasa hendaknya juga meninggalkan segala perkataan
dan perbuatan tercela, dengan menahan diri dari keinginan nafsu atau
1 Dedi Junaedi, op. cit., h. 9 2 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: CV Alfatih
Berkah Cipta, 2013), h. 307. 3 Dedi Junaedi, op. cit., h. 10.
12
syahwat buruk dengan penuh kesabaran dan mempersiapkan jiwa
untuk bertakwa kepada Allah SWT yang senantiasa melihat dan
mengawasi, baik dalam keadaan terang-terangan maupun dalam
keadaan tersembunyi. Jadi, puasa yang hakiki adalah puasa yang tidak
hanya meninggalkan makan dan minum serta hubungan seks, tetapi
juga menahan diri dari segala perkataan dan perbuatan yang
bertentangan dengan iman dan tidak sesuai dengan sifat takwa.4
Sedangkan pengertian puasa dari segi akhlak adalah ekspresi
penghambaan kepada Allah SWT yang didalamnya memiliki dimensi
ritual dan sosial. Karena di dalam puasa tersebut terdapat anjuran-
anjuran yang mengarah kepada hal-hal yang bersifat ritual (ibadah) dan
sosial yang dapat menumbuhkan moral yang baik serta rasa
persaudaraan yang kuat antara sesama umat Muslim. Diantaranya
secara akhlaki ini meliputi pengendalian anggota tubuh terutama
kelamin, mata, telinga dan hidung dari hal-hal yang diharamkan.5
Kata yang kedua adalah Ramadhan. Kata ini berasal dari kata Ar-
Ramadh yaitu batu yang panas karena panas teriknya matahari. Ibnu
Manzhur mengatakan: “Ramadhan adalah salah satu nama bulan yang
telah dikenal.” Ibnu Duraid menambahkan: Ketika orang-orang
mengadopsi nama-nama bulan dari bahasa kuno secara sima’i dengan
zaman (masa) yang ada dalam bulan itu, maka bulan Ramadhan
bertepatan dengan masa panas terik, lalu dinamakanlah dengan
Ramadhan. Ada pula yang mengatakan diadopsi dari الصائم رمض
(panasnya orang yang puasa) ketika tenggorokannya panas karena
sangat haus. Al-Fairuz Abadi menambahkan bahwa bulan Ramadhan
dinamakan demikian karena ia membakar dosa-dosa.6
4 Ibid., h. 10-11. 5 Salman Nano, Maka Berpuasalah, (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 10. 6 Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah:
Thaharah, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji, (Jakarta: AMZAH, 2015), h. 434.
13
Adapun syarat sah dan wajib melakukan puasa dalam Islam adalah:
a. Muslim,
Muslim (orang Islam). Karena itu, orang non-muslim (kafir)
tidak wajib puasa lantaran puasa ini merupakan ibadah Islam.
b. Berakal / balig
Orang muslim wajib berpuasa apabila ia memiliki akal sehat
dan telah balig (dewasa) karena orang gila dan masih kanak-
kanak tidak dianggap mukallaf. Bagi anak-anak meskipun ia
belum mukallaf (belum wajib puasa), wali atau orang tuanya
hendaknya menyuruh mereka untuk berpuasa sebagai latihan
baginya membiasakan berpuasa sejak dari kecil selama ia
mampu melaksanakannya.
c. Berpuasa pada waktunya
Yakni di hari yang dapat (boleh) dipergunakan untuk berpuasa.
Karena itu, tidak sah puasa yang dilakukan di hari-hari yang
terlarang untuk berpuasa, seperti hari raya Fitri dan Adha serta
hari-hari tasyrik.
d. Suci dari Haid atau Nifas
Bagi wanita hendaknya suci dari haid atau nifas. Wanita dalam
kondisi haid atau nifas dilarang berpuasa dan jika tetap
melaksanakannya maka tidak sah (batal) puasanya. Mereka itu
diwajibkan qadha (mengganti puasa yang ditinggalkannya) di
hari-hari lain.
e. Mukim
Mukim (berada di kampung) karena orang yang bepergian
(musafir) tidak wajib berpuasa disaat bepergian itu. Ia boleh
berbuka dengan kewajiban qadha (mengganti puasa sebanyak
hari yang ditinggalkannya) dihari-hari lain.7
7 Dedi Junaedi, op. cit., h. 23-25.
14
f. Sanggup Berpuasa
Hal ini karena orang-orang yang lemah dan sakit tidak wajib
berpuasa. Kepada mereka yang tidak mampu berpuasa ini
dikenakan kewajiban qadha atau fidyah. Kebolehan tidak
berpuasa ini bagi wanita yang sedang haid atau nifas (setelah
melahirkan), musafir (orang yang dalam bepergian jauh) dan
orang sakit, merupakan rukhsah (keringanan atau dispensasi)
dari Allah SWT, karena orang-orang yang bepergian (musafir)
biasanya membutuhkan tenaga (terasa penat dan capek), dan
orang sakit tidak mampu berpuasa lantaran penyakit yang
dideritanya.8
Puasa Ramadhan mulai diwajibkan pada hari Senin, tanggal 2
Sya’ban tahun ke-2 Hijriah. Ini berarti bahwa puasa Ramadhan mulai
diwajibkan setelah Nabi berhijrah ke Madinah. Sebelum diturunkan
kewajiban berpuasa itu, tidak berarti bahwa mereka tidak pernah
melakukan puasa. Ketika baru tiba di Madinah, Rasulullah
memerintahkan kaum Muslimin untuk berpuasa 3 hari dalam sebulan.
Di samping mereka melaksanakan puasa hari Asyura (10 Muharram)
sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi di Madinah
ketika itu.
Setelah turunnya kewajiban berpuasa Ramadhan, maka yang
diwajibkan atas orang-orang beriman hanyalah puasa Ramadhan,
sedangkan puasa-puasa yang lain yang sebelumnya dilaksanakan oleh
kaum Muslimin menjadi puasa sunnat.9
2. Amalan Penting Pada Bulan Ramadhan
Pada dasarnya setiap amal kebajikan di bulan ramadhan itu
pahalanya berlipat ganda lantaran bulan ini memiliki kelebihan dan
keutamaan. Namun, ada beberapa amal kebajikan yang penting dan
8 Ibid. 9 Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam
Islam, (Bogor: Kencana, 2003), h. 213-214.
15
merupakan amaliah ramadhan yang hendaknya dilaksanakan oleh
setiap orang muslim, yaitu:
a. Sedekah atau Infak
Pengertian sedekah secara syar’i adalah pemberian dari
seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu
dan jumlah (haul dan nisab). Pemberian ini merupakan
kebaikan dengan mengharap rida Allah SWT. Dalam
pengertian sedekah ini sesungguhnya tidak hanya dibatasi
dalam bentuk uang, melainkan sejumlah amal kebaikan, seperti
senyum dan membuang duri atau batu di tengah jalan. Itu
semua juga termasuk dalam pengertian sedekah.10
Sedekah itu merupakan amal kebaikan yang harus
dilakukan baik di bulan ramadhan maupun bulan lainnya.
Hanya saja, pelaksanaan di bulan ramadhan memiliki nilai
tambah, sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadis Nabi
لي هديالقوموابلف ت ركهصل دالي قدرونعلىشيءماكسبواوالل
الكافرين
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu merusak
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan
hartanya karena riya’ (pamer) kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada
tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah
12 Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadits 8;
Sunan Ibnu Majah, (Penerjemah: Saifuddin Zuhri), (Jakarta: almahira, 2013), h. 308. 13 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: CV
Alfatih Berkah Cipta, 2013), h. 539. 14 Muhammad Najmuddin Zuhdi dan Muhammad Anis Sumaji, op. cit., h. 167.
17
dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (QS. Al-
Baqarah: 264)15
3) Orang yang bersedekah harus menghindari barang yang
diragukan kehalalannya, apalagi barang yang haram.16
b. Qiyamu Ramadhan (Tarawih)
Secara bahasa, kata tarawih (تراويح) adalah bentuk jama dari
bentuk tunggalnya, yaitu tarwihah (تروحية) Maknanya secara
bahasa adalah istirahat. Namun yang dimaksud adalah duduk
dengan jeda waktu agak lama di antara rangkaian rakaat-
rakaat shalat itu. Secara syariah shalat tarawih adalah shalat
sunnah yang hanya dilakukan pada malam bulan Ramadhan,
dengan dua-dua rakaat, dimana para ulama berbeda
pendapat tentang jumlahnya.
Shalat tarawih dikenal sebagai shalat yang dilakukan pada
malam bulan Ramadhan. Dahulu Rasulullah SAW pernah
melakukannya di masjid bersama dengan beberapa sahabat.
Namun pada malam berikutnya, jumlah mereka menjadi
bertambah banyak. Semakin bertambah lagi pada malam
berikutnya. Dengan itu lantas Rasulullah SAW memutuskan
untuk tidak melakukannya di masjid bersama para sahabat.
Alasan yang dikemukakan saat itu adalah takut shalat tarawih
itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka shalat sendiri-
sendiri.17
Qiyamu ramadhan atau shalat tarawih adalah sunat
hukumnya, bagi laki-laki dan perempuan. Shalat ini
15 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: CV.
Alfatih Berkah Cipta, 2013), h. 44. 16 Muhammad Najmuddin Zuhdi dan Muhammad Anis Sumaji, op. cit., h. 168. 17 Muhammad Mahmud Nasution, TARAWIH DAN TAHAJJUD (Tinjauan Persamaan
Dan Perbedaan Dalam Pelaksanaan Dan Keutamaan), FITRAH, Vol. 01 No. 2. 2015, h. 219-220.
18
dilaksanakan setelah shalat isya dan sebelum witir. Adapun
hikmah dibalik anjuran qiyamu ramadhan itu adalah
merupakan riyadatul arwah (latihan jiwa atau rohani) dalam
mempelajari (bacaan-bacaan) Al-Qur’an setelah latihan
berpuasa (di siang hari) serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT dengan memperbanyak ruku dan sujud (ibadah).18
c. Tilawatil Quran (Tadarus)
Membaca Al-Qur’an Al-Karim adalah ibadah baik di bulan
ramadhan maupun di bulan lainnya. Hanya saja di bulan
ramadhan lebih utama, di mana dibulan ini Al-Qur’an Al-
Karim pertama kali diturunkan. Selain itu disebutkan bahwa
penetapan puasa ramadhan pun adalah demi Al-Qur’an Al-
Karim. Karena penurunan Al-Qur’an Al-Karim di bulan
ramadhan inilah, maka ramadhan dijadikan bulan puasa sebagai
penghormatan dan syukur atas penurunan yang merupakan
petunjuk dan pedoman bagi manusia.19
Dalam Islam, membaca dan mendengarkan Al-Qur’an amat
besar pahalanya. Pahala membaca Al-Qur’an adalah satu
kebaikan untuk setiap satu huruf sedangkan satu kebaikan
pahalanya lipat sepuluh. Demikian disabdakan Rasulullah
SAW.
Sementara itu, anjuran mendengarkan Al-Qur’an secara
tegas dijelaskan oleh Al-Qur’an sendiri.20
Allah berfirman
dalam surat Al-A’raf ayat 204:
وإذاقرئالقرآنفاستمعوالهوأنصتوالعلكمت رحون
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-
baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al-A’raf:204)21
18 Dedi Junaedi, op. cit., h. 115. 19 Ibid., h. 118-119. 20 Irfan Supandi, Ensiklopedi Puasa, (Surakarta: Indiva Pustaka, 2008), h. 306.
19
Sesuai hal tersebut diatas, maka beberapa fadhilah tadarus
dapat diperinci yaitu:
1) Rasa tenang akan turun kepadanya.
2) Diliputi oleh rahmat alias kasih sayang.
3) Dikerumuni para malaikat. Mereka adalah makhluk
Allah yang tidak pernah mendurhakai perintah-Nya atau
melanggar larangan-Nya. Mereka selalu beribadah
kepada Allah siang ataupun malam. Salah satu wujud
ketundukan mereka kepada Allah adalah mereka
mengerumuni majelis-majelis taklim dan pengajian atas
perintah Allah.
4) Nama-nama orang yang duduk-duduk di masjid, lalu
membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya, dibangga-
banggakan Allah SWT di hadapan majelis para
malaikat hingga mereka merasa iri kepada manusia-
manusia kekasih Allah SWT.22
d. Umrah Ramadhan
Umrah secara bahasa berarti ziarah, yang dimaksud
menurut syara’ adalah menyengaja berziarah ke Baitullah
dengan cara-cara tertentu. Umrah hukumnya wajib bagi orang
yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah sekali seumur
hidup sama seperti haji. Adapun kali kedua dan seterusnya
dihukumi sebagai perbuatan sunah.
Syarat-syarat umrah sebagai berikut: 1) Islam, 2) Balig, 3)
Sehat akal, 4) Merdeka, 5) Mampu secara ekonomi, fisik dan
keamanan, 6) Ada mahram khusus bagi wanita.
Menurut jumhur ulama, disunahkan untuk sering berumrah,
umrah yang muakkad adalah umrah di bulan Ramadhan karena
21 Kementrian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah, (Jakarta: CV
Alfatih Berkah Cipta, 2013), h. 176. 22 Irfan Supandi, op. cit., h. 307-308.
20
pahalanya yang luar biasa besarnya.23
Ibadah umrah di bulan
ramadhan ini memiliki keistimewaan, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.
:حدث نحد الضب عبدة بن أحد ي عنا يزيد ث ناث نا :حد زريع انن
(motivations), dan keterampilan (skills). Karakter menurut Zubaedi
meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik,
kapasitas intelektual seperti kritis dan alasan moral, perilaku seperti
jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral
dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan
emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif
dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan
komunitas dan masyarakatnya.38
Karakter seseorang terbentuk karena kebiasaan yang dilakukan,
sikap yang diambil dalam menanggapi keadaan, dan kata-kata yang
diucapkan kepada orang lain. Karakter ini pada akhirnya menjadi
sesuatu yang menempel pada seseorang dan sering orang yang
bersangkutan tidak menyadari karakternya. Orang lain biasanya lebih
mudah untuk menilai karakter seseorang.39
Dari beberapa definisi diatas maka dapat diambil sebuah
pengertian mengenai pendidikan karakter diantaranya, menurut
Zubaedi pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang
intinya merupakan program pengajaran yang bertujuan
mengembangkan watak dan tabiat peserta didik dengan cara
menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan
moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan
kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan atau sikap) tanpa
meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional), dan ranah skill
(keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan
kerja sama).40
37 Y. Istiyono Wahyu dan Ostaria Silaban, op. cit., h. 260. 38 Syamsul Kurniawan, op. cit., h. 29. 39 Ibid. 40 Ibid., h. 30.
26
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan
kemampuan siswa untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara kebaikan, mewujudkan dan menebar kebaikan dalam
kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.41
Sementara itu, Agus Wibowo mendefinisikan pendidikan karakter
sebagai pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-
karakter luhur kepada anak didik sehingga mereka memiliki karakter
luhur tersebut, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya,
entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga negara.42
2. Tujuan Pendidikan Karakter
Adapun tujuan pendidikan karakter atau budi pekerti sejalan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 3 (3): “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang”.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dirumuskan dalam pasal 3: “Pendidikan Nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sedangkan fungsi
pendidikan nasional dirumuskan: “mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.43
41 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter:Pendidikan Berbasis
Agama dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), h. 42. 42 Syamsul Kurniawan, op. cit., h. 31. 43 Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, (Jakarta: Baduose
Media Jakarta, 2011), h. 36-37.
27
Berdasarkan komitmen tersebut dirumuskan tujuan pendidikan
karakter atau budi pekerti secara umum adalah untuk membangun dan
mengembangkan karakter atau budi pekerti peserta didik pada setiap
jalur, jenis, dan jenjang pendidikan agar dapat menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai luhur menurut ajaran agama dan nilai-nilai
luhur dari setiap butir sila dari pancasila. Secara khusus bertujuan
mengembangkan potensi anak didik agar berhati baik, berpikiran baik,
berkelakuan baik, memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa
dan negara, dan mencintai sesama umat manusia.44
Fungsi pendidikan karakter atau budi pekerti
menumbuhkembangkan kemampuan dasar peserta didik agar berpikir
cerdas, berperilaku yang berakhlak, bermoral, dan berbuat sesuatu
yang baik, yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan
masyarakat, membangun kehidupan bangsa yang multikultur,
membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya yang luhur,
berkonstribusi terhadap pengembangan hidup umat manusia,
membangun sikap warga negara yang cinta damai, kreatif, mandiri,
maupun hidup berdampingan dengan bangsa lain.45
Selain itu juga menurut Mulyasa dalam bukunya menjelaskan
pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan
hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan
akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai
dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan.
Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji
dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai
karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-
hari.46
44 Ibid. h. 37. 45 Ibid. 46 Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 9.
28
Pendidikan karakter pada tingkat satuan pendidikan mengarah pada
pembentukan budaya sekolah atau madrasah, yaitu nilai-nilai yang
melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan sehari-hari, serta simbol-simbol
yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah atau madrasah, dan
masyarakat sekitarnya. Budaya sekolah atau madrasah merupakan ciri
khas, karakter atau watak, dan citra sekolah atau madrasah tersebut di
mata masyarakat luas.47
3. Metode dalam Membangun Pendidikan Karakter
Metode pendidikan karakter adalah jalan atau cara yang dapat
ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan karakter
kepada anak didik agar terwujud kepribadian berkarakter (akhlak
mulia). Alat pendidikan karakter, yaitu segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Dengan
demikian, alat ini mencakup semua yang dapat digunakan termasuk di
dalamnya metode pendidikan karakter.
Metode atau alat pendidikan karakter, yaitu cara atau alat yang
dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak dalam masa
pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia berkepribadian
berkarakter (akhlak mulia) yang diridhai Allah. Oleh karena itu,
metode dan alat pendidikan harus searah dan berbasis agama dan
budaya bangsa atau dengan kata lain tidak boleh lari dari nilai agama
dan nilai budaya bangsa yang luhur.48
Dalam pendidikan karakter menuju terbentuknya akhlak mulia
dalam diri setiap siswa atau remaja ada beberapa metode yang
digunakan diantaranya:
a. Kontinuitas (Sebuah Proses Pembiasaan dalam Belajar,
Bersikap, dan Berbuat)
Al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu
teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-
47 Ibid. 48 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op. cit., h. 218.
29
sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan
kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak
tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.49
Al-Qur’an mempergunakan cara bertahap dalam
menciptakan kebiasaan yang baik, begitu juga dalam
menghilangkan kebiasaan yang buruk dalam diri seseorang.
Dalam hubungan ini terdapat petunjuk Nabi yang menyuruh
orang tua agar menyuruh anaknya menunaikan shalat pada usia
tujuh tahun, selanjutnya dibolehkan memukulnya jika anak itu
sampai umur 10 tahun belum juga mengerjakan shalat.
Dengan demikian, kebiasaan yang dipergunakan oleh Al-
Qur’an tidak terbatas hanya kebiasaan yang baik dalam bentuk
perbuatan melainkan juga dalam bentuk perasaan dan pikiran.
Berkaitan dengan ini semua harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan usia murid atau anak. Al-Ghazali, misalnya
menyarankan dipakainya metode yang berbeda antara anak-
anak dengan orang dewasa. Al-Ghazali Berkata: “Kewajiban
utama dari seorang pendidik ialah mengajarkan kepada anak-
anak, apa-apa yang mudah dan gampang dipahaminya, oleh
karena masalah-masalah yang pelik akan mengakibatkan
kekacauan pikiran dan menyebabkan ia lari dari ilmu.”50
b. Mengingatkan
Yang perlu kita ketahui dan sadari bahwa keimanan itu
bertambah dan berkurang. Hal ini akan tampak dari perilaku
yang dimunculkannya. Keimanan menjadi unggul berdasar
pada dasar kesadaran dan dzikir, dan ia akan menurun atau
ringan apabila lalai.
Kegiatan “mengingat” memiliki dampak yang luar biasa
dalam kehidupan. Ketika kita ingat sesuatu, maka ia akan
49 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2017), h. 128. 50 Ibid., h. 129.
30
mengingatkan pula pada rangkaian-rangkaian yang terkait
dengannya. Ingatan bisa muncul karena kita mempunyai
keinginan, kepentingan, harapan dan kerinduan terhadap apa
yang kita ingat. Kegiatan mengingatkan juga bisa memicu ide-
ide dan kreativitas baru. Kalau hanya mengingat sesuatu yang
ada di alam ini bisa memicu munculnya bentuk kreativitas,
bagaimana dengan mengingat Allah yang Maha Kreatif dan
kekuasaannya tak terbatas. Secara logika tentu akan
memberikan dampak positif luar biasa bagi kehidupan. Hanya
persoalannya tidak semua orang mudah mengingat Allah,
walaupun potensi untuk itu ada pada setiap kita. 51
Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran PAI, guru
harus berusaha untuk mengingatkan kepada anak bahwa
mereka diawasi oleh Allah yang Maha Pencipta yang
mengetahui yang tersembunyi walaupun hanya tersirat di
dalam hati, sehingga ia akan senantiasa mengingat-Nya dan
menjaga perilakunya dari perbuatan tercela. Sehingga iman
yang telah ditanamkan Allah di dalam hati akan dibawa dari
potensialitas menuju aktualitas.52
c. Melalui Keteladanan
Metode keteladanan adalah memberikan gambaran secara
nyata bagaimana seseorang harus bertindak. Keteladanan
berarti kesediaan setiap orang untuk menjadi contoh dan
miniatur yang sesungguhnya dari sebuah perilaku. Keteladanan
harus bermula dari diri sendiri, di dalam Islam keteladanan
bukanlah hanya semata persoalan mempengaruhi orang lain
dengan tindakan, melainkan sebuah keharusan untuk
51 Ibid., h. 135-136. 52 Ibid., h. 136.
31
melakukan tindakan itu yang berhubungan langsung secara
spiritual dengan Allah SWT.53
Jika kita adalah orang tua maka berikan contoh kepada
anak-anak bagaimana kita bersikap yang terbaik itu. Begitu
juga jika kita seorang guru, pimpinan organisasi, institusi, atau
perusahaan, maka tampakan kebaikan sikap itu kepada mereka,
bukan dengan kata-kata kita. Mulailah tindakan-tindakan
keteladanan itu dari hal-hal yang mungkin terkesan sepele,
remeh, dan kecil. karena tindakan-tindakan kecil akan
membentuk sebuah puzzle tindakan yang tersusun dengan rapi
dalam memori bawah sadar kita dan anak, murid ataupun
karyawan kita sehingga menjadi sebuah dasar bagi tindakan
yang lebih besar lagi.54
d. Melalui Penggunaan Metafora
Yaitu dengan menggunakan metode pengungkapan cerita
yang diambil dari kisah-kisah nyata ataupun kisah inspiratif
lainnya yang disampaikan secara rutin kepada setiap orang
dalam institusi tersebut (siswa, guru, karyawan, ataupun orang
tua) dan penyampaian kisah motivasi inspiratif tersebut dapat
pula selalu diikutsertakan pada setiap proses pembelajaran atau
sesi penyampaian motivasi pagi sebelum memulai pekerjaan. 55
4. Deskripsi Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau
kebajikan yang menjadi nilai dasar karakter bangsa. Kebajikan yang
menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena
itu, pendidikan karakter pada dasarnya adalah pengembangan nilai-
nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa
53 Akh. Muwafik Saleh, Membangun Karakter dengan Hati Nurani: Pendidikan Karakter
untuk Generasi Bangsa, (Jakarta: Erlangga, 2012), h. 12. 54 Ibid., h. 13. 55 Ibid., h. 17.
32
Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam
tujuan pendidikan nasional.56
Dibawah ini beberapa nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
telah dijabarkan kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik
Indonesia (Kemendikbud) diantaranya:
a. Religius
Sikap religius dapat diartikan dengan sikap dan perilaku
yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.57
b. Jujur
Secara harfiah, jujur berarti lurus hati, tidak berbohong,
tidak curang. Jujur merupakan nilai penting yang harus dimiliki
setiap orang. Jujur tidak hanya diucapkan, tetapi juga harus
tercermin dalam perilaku sehari-hari. Pepatah kuno
mengatakan, “Kejujuran adalah mata uang yang laku di mana-
mana. Bawalah sekeping kejujuran dalam saku Anda, maka itu
telah melebihi mahkota raja diraja sekalipun.”58
c. Toleran
Toleransi berarti sikap membiarkan ketidaksepakatan dan
tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang
berbeda dengan pendapat, sikap, dan gaya hidup sendiri. Sikap
toleran dalam implementasinya tidak hanya dilakukan terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan aspek spiritual dan moral yang
berbeda, tetapi juga harus dilakukan terhadap aspek yang luas,
termasuk aspek ideologi dan politik yang berbeda. 59
56 Syamsul Kurniawan, op. cit., h, 39. 57 Ibid., h. 41. 58 Ngainun Naim, Character Building: Optimalisasi Peran Pendidikan dalam
Pengembangan Ilmu dan Pembentukan Karakter Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h.
132. 59 Ibid., h. 138-139.
33
d. Disiplin
Secara sederhana disiplin adalah tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan
dan peraturan yang berlaku. Disiplin adalah pengontrolan diri
untuk mendorong dan mengarahkan seluruh daya dan upaya
dalam menghasilkan sesuatu tanpa ada yang menyuruh untuk
melakukan.60
e. Kerja Keras
Kerja keras dalam hal ini dimaknai sebagai perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya. Definisi ini melihat kerja keras dalam
hubungannya dengan peserta didik dalam memperoleh dan
mengkonstruksi ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
f. Kreatif
Menjadi orang yang kreatif sudah merupakan cita-cita dan
tujuan bagi banyak orang. Setiap orang selalu ingin membuat
sesuatu yang baru dan menunjukkan kepada orang lain tentang
kebaharuannya itu. Orang kreatif sering menciptakan sesuatu
yang mungkin orang lain tidak mampu lakukan. Itulah
sebabnya orang kreatif selalu unggul dalam setiap kesempatan
ketika menampilkan hasil kreativitasnya. Secara sederhana
kerativitas dipandang sebagai proses membawa sesuatu yang
baru menjadi ada.61
g. Mandiri
Kemandirian harus dimiliki oleh setiap orang, khususnya
peserta didik dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.
Pribadi yang mandiri tidak bergantung kepada orang lain dalam
menghadapi berbagai masalah, tidak lari dari tanggung jawab,
60 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter:Landasan, Pilar, dan Implementasi, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), h. 92. 61 Ibid., h. 94-95.
34
dan berupaya mencari jalan keluar untuk mengatasi setiap
masalah. Mandiri (independent) adalah sikap dan perilaku yang
tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas.62
h. Demokratis
Demokratis berhubungan dengan ide atau pandangan
bahwa semua orang harus diperlakukan sama. Kesamaan hak
dan kewajiban harus menjadi titik sentral untuk menempatkan
sesuatu sesuai dengan proporsi dan posisinya. Dalam bidang
pendidikan, terdapat beberapa istilah yang biasa digunakan,
seperti pendidikan demokratis (democratic education), ruang
kelas yang demokratis (democratic classroom), pendekatan
demokratis terhadap manajemen kelas, dan sebagainya.
Pendidikan demokratis menanamkan proses pembelajaran
dengan nilai-nilai dasar masyarakat. Pendidikan demokratis
melihat peserta didik bukan sebagai penerima pasif
pengetahuan, melainkan sebagai pelaksana aktif setiap
pembelajaran. Peserta didik bukan menjadi produk dari sistem
pendidikan, melainkan partisipan yang harus dihargai dalam
komunitas belajar yang dinamis.63
i. Rasa Ingin Tahu
Sikap ingin tahu merupakan sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, atau didengar.64
Rasa ingin
tahu selalu menyisakan rasa penasaran. Penasaran inilah yang
bisa mengantarkan seseorang untuk selalu bertanya dan
menyimpan kekhawatiran terhadap sesuatu yang ingin
diketahuinya. Itulah sebabnya mereka senang mengeksplorasi,
62 Ibid., h. 98. 63 Ibid., h. 100-101. 64 Syamsul Kurniawan, loc. cit., h. 41.
35
belajar, dan menemukan hal-hal baru yang belum pernah
ditemukan sebelumnya.65
j. Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan
berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi
juga merupakan semangat kebangsaan. Peserta didik harus
diarahkan untuk memiliki semangat kebangsaan agar dapat
mencintai negaranya sehingga dapat mengabdi kepada bangsa
dan negara selain mengabdi kepada agama yang dianutnya.66
k. Cinta Tanah Air
Hampir sama dengan semangat kebangsaan, cinta Tanah
Air merupakan suatu sikap positif untuk memberikan
kontribusi positif dalam membangun bangsa dan negara. Yang
dimaksud dengan cinta Tanah Air adalah berpikir, bersikap,
dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.67
l. Menghargai Prestasi
Menghargai prestasi dapat diartikan yaitu sikap dan
tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.68
m. Bersahabat/Komunikatif
Yang dimaksud dengan bersahabat adalah tindakan yang
memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain. Kehadiran orang lain perlu diapresiasi,
65 Muhammad Yaumi, op, cit., h. 102. 66 Ibid., h. 103. 67 Ibid., h. 104. 68 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, op. cit., h. 55.
36
karena boleh jadi mereka datang untuk membawa kebaikan
bagi kehidupan kita. Orang bersahabat selalu menunjukkan
keinginan besar untuk menyapa dengan bahasa yang santun dan
terkadang humoris jika sudah saling kenal lebih dekat.69
n. Cinta Damai
Perdamaian adalah terjadinya harmoni yang ditandai
dengan kurangnya kekerasan, perilaku konflik dan kebebasan
dari rasa takut tentang kekerasan. Pada umumnya perdamaian
dipahami sebagai ketiadaan permusuhan dan pembalasan
dendam. Perdamaian juga menunjukkan upaya yang tulus
untuk rekonsiliasi, keberadaan kehidupan yang sehat, atau
hubungan interpersonal yang stabil, kemakmuran dalam hal
kesejahteraan sosial dan ekonomi, pembentukan kesetaraan,
dan tatanan kerja politik yang melayani kepentingan sejati dari
semua orang.70
o. Gemar membaca
Membaca merupakan pondasi awal untuk mencerdaskan
kehidupan manusia dan mengembangkan sikap perilaku,
mental spiritual. Tanpa kegiatan membaca tidak mungkin
kualitas sumber daya manusia dapat tercipta, karakter peserta
didik dapat terbangun, dan perilaku dapat diarahkan. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan gemar membaca adalah
kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.71
p. Peduli Lingkungan
Peduli lingkungan dapat dipahami sebagai sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-
upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
69 Muhammad Yaumi, op, cit,. h. 106. 70 Ibid., h. 108. 71 Ibid., h. 109.
37
Peserta didik yang peduli terhadap lingkungan alam sekitar
pasti merasa nyaman jika lingkungan sekitar itu bersih, indah,
dan rapi. Mereka bersahabat dengan alam, bukan merusak dan
mengeksploitasinya. Mencintai lingkungan berarti melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
tergantung kepada tenaga fisik dan keterampilan yang tidak
sukar memperolehnya.
Dalam masyarakat seperti ini, masa remaja itu tidak ada
atau tidak mereka kenal. Sebab anak-anak belajar dan berlatih
melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh orang tuanya atau
orang sekampungnya. Tidak ada batas yang jelas antara anak
dan dewasa. Begitu tubuh sianak tumbuh besar dan kuat,
mereka dianggap mampu melakukan pekerjaan seperti yang
dilakukan orang tuanya, Mereka dianggap mampu memberikan
hasil untuk kepentingan diri dan keluarganya. Maka saat itu
mereka diterima dalam lingkungannya, pendapatnya didengar
dan diperhatikan dan mereka juga sudah terlatih untuk memikul
tanggung jawab keluarga. Oleh karena itu dalam masyarakat ini
tidak dikenal masa remaja, yang mereka kenal adalah masa
kanak-kanak, dewasa dan tua.79
Lain halnya dengan masyarakat maju. Remaja belum
dianggap sebagai anggota masyarakat yang perlu didengar dan
dipertimbangkan pendapatnya serta dianggap belum sanggup
bertanggung jawab atas dirinya. Terlebih dahulu mereka perlu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kapasitas
tertentu, serta mempunyai kemantapan emosi, sosial dan
kepribadian.
Dalam masyarakat seperti ini masa remaja jauh lebih
panjang dari pada masyarakat di desa yang masih tertutup. Dan
problema yang dideritanya jauh lebih banyak, karena
perjuangan untuk mencapai kedudukan dalam masyarakat maju
lama dan banyak macamnya.80
79 Ibid., h. 103-104. 80 Ibid., h. 104.
41
c. Remaja dalam pandangan hukum dan perundang-undangan
Umur remaja dalam pandangan hukum dapat kita ketahui
dari posisinya dimata hukum. Seseorang dianggap sah sebagai
calon pemilih dalam pemilu bila telah berumur 17 tahun, untuk
memperoleh surat ijin mengemudi (SIM) minimal 18 tahun.
Apabila seseorang melakukan tindak pidana melanggar hukum
sedang usianya dibawah 18 tahun, maka bila dijatuhi hukuman
tidak dipenjara, tetapi ditempatkan ditempat yang disediakan
untuk mereka selama menjalani hukuman, dan tetap diberi
kesempatan untuk ke sekolah. Apabila umur telah 18 tahun,
dipandang dewasa dan harus menjalani hukuman. Dengan
demikian dapat disimpulkan umur remaja dalam segi hukum
adalah 13-17 atau 18 tahun.81
2. Perkembangan Remaja
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi, intelektual, dan
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.82
Teori perkembangan remaja yaitu:
a. Perkembangan adalah proses yang dialami individu menuju
tingkat kedewasaan yang berlangsung secara sistematik,
progresif, dan berkesinambungan baik pada aspek fisik maupun
psikis.
b. Perkembangan menunjuk kepada proses perubahan yang
bersifat tetap dan tidak dapat diputar (diulang) kembali.
81 Ibid., h. 104-105. 82 Yudrik Jahja, op. cit., h. 28-29.
42
c. Perkembangan merupakan perubahan secara progresif (maju)
dalam diri organisme dalam pola-pola yang memungkinkan
terjadinya fungsi-fungsi baru.83
Selain dalam hal tersebut diatas perkembangan dalam remaja lebih
mengacu kepada perubahan karakteristik yang khas dari gejala-gejala
psikologis ke arah yang lebih maju. Para ahli psikologi pada umumnya
menunjuk pada pengertian perkembangan sebagai suatu proses
perubahan yang bersifat progresif dan menyebabkan tercapainya
kemampuan dan karakteristik psikis yang baru.84
Yang dimaksud dengan sistematis, progresif, dan berkesinambungan
dalam istilah perkembangan remaja adalah sebagai berikut:
a. Sistematis, berarti perubahan dalam perkembangan itu bersifat
saling kebergantungan atau saling memengaruhi antara bagian-
bagian organisme (fisik dan psikis) dan merupakan satu
kesatuan yang harmonis. Contoh prinsip ini, seperti
kemampuan berjalan anak seiring dengan matangnya otot-otot
kaki, dan keinginan remaja untuk memperhatikan jenis kelamin
lain seiring dengan matangnya organ-organ seksualnya.
b. Progresif, berarti perubahan yang terjadi bersifat maju,
meningkat, dan mendalam (meluas) baik secara kuantitatif
(fisik) maupun kualitatif (psikis). Contohnya, seperti terjadinya
perubahan proporsi dan ukuran fisik anak (dari pendek menjadi
tinggi dan dari kecil menjadi besar); dan perubahan
pengetahuan dan kemampuan anak dari yang sederhana sampai
kepada yang kompleks (mulai dari mengenal abjad atau huruf
83 Ibid., h. 29. 84 Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, op. cit., h. 11.
43
hijaiyah sampai kemampuan membaca buku, majalah, koran
dan Al-Qur’an).85
c. Berkesinambungan, berarti perubahan pada bagian atau fungsi
organisme itu berlangsung secara beraturan atau berurutan,
tidak terjadi secara kebetulan atau loncat-loncat. Contohnya,
untuk dapat berdiri, seorang anak harus menguasai tahapan
perkembangan sebelumnya, yaitu kemampuan duduk dan
merangkak.86
3. Ciri-ciri Perkembangan Remaja
a. Perkembangan Fisik
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-
perubahan psikologis. Pada mulanya tanda-tanda perubahan fisik
dari remaja terjadi dalam konteks pubertas. Dalam konteks ini,
kematangan organ-organ seks dan kemampuan reproduktif
bertumbuh dengan cepat. Baik anak laki-laki maupun anak
perempuan mengalami pertumbuhan fisik yang cepat, yang disebut
(percepatan pertumbuhan), di mana terjadi perubahan dan
percepatan pertumbuhan di seluruh bagian dan dimensi badan.
Pertumbuhan cepat bagi anak perempuan terjadi 2 tahun lebih awal
dari anak laki-laki. Umumnya anak perempuan mulai mengalami
pertumbuhan cepat pada usia 10.5 tahun dan anak laki-laki pada
usia 12.5 tahun. Bagi kedua jenis kelamin, pertumbuhan cepat ini
berlangsung selama kira-kira 2 tahun.87
Perkembangan atau pertumbuhan fisik adalah perubahan-
perubahan fisik yang terjadi dan merupakan gejala primer dalam
pertumbuhan remaja. Perubahan fisik tersebut bukan saja
menyangkut bertambahnya ukuran tubuh dan berubahnya proporsi
85 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, ( Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2017), h. 15. 86 Ibid., h. 16. 87 Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 190.
44
tubuh, melainkan juga meliputi perubahan ciri-ciri yang terdapat
pada kelamin utama dan kedua. Baik pada remaja laki-laki maupun
wanita, perubahan fisik tersebut mengikuti urutan-urutan tertentu.88
b. Perkembangan Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode
“badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
Meningginya emosi terutama karena anak (laki-laki ataupun
perempuan) berada di bawah tekanan sosial dan mereka
menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia
kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan
itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan,
namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami
ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha
penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial
baru.89
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi
masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah:
cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas,
cemburu, sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam
dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan
khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap
ungkapan emosi mereka.90
Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu
perkembangan emosi yang tinggi. Pertumbuhan fisik, terutama
organ seksual memengaruhi perkembangan emosi dan dorongan
baru yang dialami sebelumnya, seperti perasaan cinta. Pada usia
remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang
88 Sunarto dan Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2008), h. 94. 89 Ibid., h. 150-151. 90 Ibid., h. 151.
45
sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa,
emosinya bersifat negatif dan temperamental, sedangkan remaja
akhir sudah mampu mengendalikan emosinya. Mencapai
kematangan emosional merupakan tugas perkembangan yang
sangat sulit bagi remaja. proses pencapaiannya sangat dipengaruhi
oleh kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama lingkungan
keluarga dan kelompok teman sebaya.91
c. Perkembangan Kecerdasan
Perkembangan kecerdasan adalah perubahan kemampuan
mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Pada
masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari
struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang
semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk
berpikir abstrak.92
Kemampuan tersebut mempengaruhi cara remaja berpikir
mengenai hubungan antara diri mereka dan dunia sekitar mereka.
pada periode ini remaja mampu berpikir logis mengenai orientasi
hidup mereka di masa depan, hubungan mereka dengan teman dan
keluarga, tentang politik, agama dan filosofi.
Jika ditinjau dari aspek kognisinya, Piaget menyebutkan
bahwa taraf perkembangan remaja telah mencapai fase formal
operation. Artinya pada masa ini, mereka telah mampu berfikir
abstrak seperti mulai mampu berpikir tentang orientasi masa
depan, memahami adanya sindiran, memahami peran dan
kewajibannya. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, mereka
mulai mampu menyusun rencana-rencana dan menguji secara
sistematis pemecahan-pemecahan masalah. Hal ini biasa disebut
91 Hosnan, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), h.
232. 92 Siti Nisrima, Muhammad Yunus, dan Erna Hayati, Pembinaan Perilaku Sosial Remaja
Penghuni Yayasan Islam Media Kasih Kota Banda Aceh, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan
Kewarganegaraan Unsyiah, Volume 1, Nomor 1, 2016, h. 196.
46
oleh Piaget adalah Hypotetical deductive reasoning, yaitu konsep
operasional dimana remaja memiliki kemampuan kognitif untuk
mengembangkan hipotesis atau dugaan terbaik, mengenai cara
memecahkan masalah seperti persamaan aljabar.93
Namun terkadang cara berpikir remaja masih ditandai
dengan egosentrisme, maksudnya cara berpikirnya masih terbatas
pada sudut pandang diri sendiri. Pertama adanya “Imaginary
audience”, yaitu keyakinan remaja bahwa orang lain
memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya
sendiri. Kedua, adanya “Personal Fabel” dalam hal ini pemikiran
dan perasaan dialami sebagai hal baru dan unik. Remaja meyakini
bahwa dirinya mempunyai pikiran dan perasaan tunggal, tidak
seorang pun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka
sebenarnya. Ketika kemampuan kognitif mereka mencapai
kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang
apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat,
orang tua mereka, bahkan kekurangan diri mereka sendiri.94
Jadi, tampak bahwa perkembangan kognitif merupakan
modal utama bagi remaja untuk dapat menjalani masa mendatang
yang lebih baik. Harapan terbesar yang dihadapkan pada mereka
adalah agar mereka dapat terus menggunakan dan mengasah segala
potensi kognitif yang telah dianugerahkan kepada mereka secara
baik dan optimal, sehingga dapat menjadi generasi-generasi
penerus bangsa yang mampu mengatasi permasalahan dari
berbagai sudut pandang, baik dari sudut pandang mereka sendiri
maupun dari sudut pandang orang lain. 95
93 Zahrotun Nihayah, Fadhilah Suralaga, dan Natris Idriyani, Psikologi Perkembangan:
Tinjauan Psikologi Barat dan Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 110. 94 Ibid., h. 111-112. 95 Ibid., h. 112.
47
d. Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga dikatakan sebagai
proses belajar untuk menyesusaikan diri dengan norma-norma
kelompok tradisi dan moral (agama). Dan salah satu tugas
perkembanagan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan
dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri
dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum
pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar
lingkungan keluarga dan sekolah.96
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja
harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang tersulit adalah
penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial
yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai
baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru
dalam seleksi pemimpin.97
Remaja dalam masa mencari dan ingin menentukan jati
dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau
sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang norma-norma
sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya
dapat menimbulkan hubungan sosial yang kurang serasi, karena
mereka sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam
kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung
dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Kesepakatan
norma kehidupan remaja yang berbeda dengan kelompok lain,
mungkin kelompok remaja lain, kelompok dewasa, dan kelompok
anak-anak, akan dapat menimbulkan perilaku sosial yang kurang
96 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, op.cit., h. 117. 97 Ibid., h. 118.
48
atau tidak dapat diterima oleh umum. Tidak sedikit perilaku yang
berlebihan (over acting) akan muncul.
Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan
untuk memberikan rangsangan kepada mereka ke arah perilaku
yang bermanfaat dan dapat diterima khalayak. Kelompok olah
raga, koperasi, kesenian, dan semacamnya di bawah asuhan para
pendidik di sekolah atau para tokoh masyarakat di dalam
kehidupan masyarakat perlu banyak dibentuk. Khusus di dalam
sekolah perlu sering diadakan kegiatan bakti sosial, bakti karya,
dan kelompok-kelompok belajar di bawah asuhan para guru
pembimbing.98
e. Perkembangan Beragama
Bagi remaja, agama memiliki arti yang sama pentingnya
dengan moral. Agama dapat menstabilkan tingkah laku dan
memberikan penjelasan mengapa dan untuk apa seseorang berada
di dunia. Agama memberikan perlindungan rasa aman, terutama
bagi remaja yang tengah mencari eksistensi dirinya.99
Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya,
keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang
cukup berarti. Apabila pada masa awal anak-anak ketika mereka
baru memiliki kemampuan berpikir simbolik, Tuhan dibayangkan
sebagai person yang berada di awan, pada masa remaja, mereka
berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang
Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap
keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kognitifnya.
Oleh karena itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia
telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, karena pada masa
remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan
98 Sunarto dan Agung Hartono, op. cit., h. 135-136. 99 Rosleny Marlina, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2016), h. 201.
49
kognitif, mereka mempertanyakan kebenaran keyakinan agama
mereka sendiri.100
D. Hasil Penelitian Yang Relevan
1. Yuda Setiadi, “Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pendidikan
Karakter Peserta Didik SMPIT Nurul Hikmah Matraman Jakarta
Timur”, merupakan skripsi Pendidikan Agama Islam, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015. Dalam hasil
penelitiannya menjelaskan implementasi kurikulum 2013 sangat baik
dalam pendidikan atau pembentukan karakter siswa. Hal tersebut dapat
dilihat dari proses implementasi kurikulum 2013 yang dilakukan
secara aktif, komunikatif, serta terjadinya interaksi secara langsung
antara guru atau staff pendidikan dengan siswa sehingga dapat
menimbulkan karakter siswa menjadi terbentuk, terlebih lagi adanya
beberapa faktor yang dominan untuk pembentukan karakter siswa,
seperti faktor pembelajaran dan lingkungan.101
2. Sulhan, “Pelaksanaan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Rohis
Di SMA Negeri 86 Jakarta”, Merupakan skripsi Manajemen
Pendidikan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2013. Dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa peserta didik
yang mengikuti kegiatan rohis mempunyai nilai karakter yang baik
seperti; mempunyai ketaatan yang tinggi terhadap Agama dan
Tuhannya, serta menaati peraturan yang ada di sekolah, mempunyai
tanggung jawab yang tinggi, sopan dan santun dalam bersikap terhadap
orang tua, guru, dan temannya, istiqamah dalam mengerjakan sesuatu
dan mudah dibimbing serta diarahkan oleh bapak dan ibu guru di
sekolah. Nilai karakter ini sangat menunjang sekolah dalam membina
karakter peserta didik lainnya, karena kegiatan yang dilaksanakan oleh
100 Ibid., h. 202 101 Yuda Setiadi, “Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pendidikan Karakter Peserta
Didik SMPIT Nurul Hikmah Matraman Jakarta Timur” Skripsi pada Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015, h. 80.
50
rohani Islam sangat melekat dengan siswa-siswi dalam aktifitas setiap
hari di sekolah.102
3. Komariah, “Upaya Kepala Sekolah dan Guru PAI Dalam Membentuk
Karakter Peserta Didik Di SMAN 12 Kota Tangerang Selatan”,
Merupakan skripsi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Dalam hasil penelitiannya
menjelaskan: 1) upaya yang dilakukan kepala sekolah dan guru PAI
dalam membentuk karakter peserta didik di SMAN 12 Kota Tangerang
Selatan tersebut yaitu dengan menanamkan dan membiasakan dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada siswa-siswi dalam kehidupan
sehari-hari, memberikan contoh yang baik kepada siswa-siswi, serta
menetapkan peraturan-peraturan kepada siswa-siswi yang termuat
dalam buku tata tertib sekolah. 2) faktor pendukung dalam
pembentukan karakter kepada peserta didik ini adalah kerja sama dari
antara guru dan juga orangtua siswa untuk lebih memperhatikan
kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik ini di lingkungan sekolah
maupun di luar lingkungan sekolah. Sedangkan faktor penghambat
dalam upaya pembentukan karakter ini bersumber dari peserta didik itu
sendiri yang kurang mematuhi peraturan atau tata tertib di sekolah.103
Dari hasil ketiga penelitian skripsi tersebut diatas peneliti menemukan
bahwa penelitian yang pertama membahas mengenai bagaimana
implementasi yang terdapat pada kurikulum 2013 dalam pendidikan
karakter peserta didik, penelitian yang kedua membahas mengenai proses
pengelolaan kegiatan rohani Islam dalam menunjang pelaksanaan
pendidikan karakter. Sedangkan untuk penelitian yang ketiga membahas
mengenai upaya guru dan kepala sekolah dalam membentuk kepribadian
102 Sulhan, “Pelaksanaan Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Rohis Di SMA Negeri 86
Jakarta” Skripsi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013, h. 63. 103 Komariah, “Upaya Kepala Sekolah dan Guru PAI Dalam Membentuk Karakter Peserta
Didik Di SMAN 12 Kota Tangerang Selatan”, Skripsi, pada Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 67.
51
karakter yang baik kepada siswa melalui berbagai upaya pembiasaan,
pemberian contoh, serta melalui bentuk peraturan atau tata tertib sekolah.
Dari hasil penulisan skripsi tersebut diatas, dapat dikatakan relevan
dengan hasil penelitian yang peneliti tulis. Ketiga penelitian skripsi
tersebut memiliki kajian topik yang sama yaitu membahas mengenai
pokok pendidikan karakter. Namun dalam penelitian yang akan dibahas
oleh peneliti, selain berbeda pada lokasi penelitian, juga memiliki focus
penelitian yang berbeda dari ketiganya. Fokus penelitian yang akan
dibahas pada penelitian ini bukan pada bagaimana seorang guru dalam
menumbuhkan karakter kepada peserta didik. Melainkan ingin membahas
lebih spesifik tentang kegiatan keagamaan sekolah saat Ramadhan. Dalam
penelitian ini peneliti ingin membahas bagaimana pelaksanaan aktivititas
Ramadhan di sekolah, pengaruh yang terdapat dalam kegiatan tersebut,
serta apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan
aktivitas Ramadhan di sekolah.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP IT Ash Shiddiqiyyah yang beralamat
di Jl. Suka Mulya 1 No. 17 Serua Indah, Kec. Ciputat, Kota Tangerang
Selatan, Provinsi Banten.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada tahun pelajaran 2019/2020, yaitu pada
bulan Maret sampai Mei 2019. Dimulai dengan mengumpulkan data
dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari koleksi buku-buku di
perpustakaan, internet, serta sumber lain yang mendukung penelitian.
B. Latar Penelitian (Setting)
Pada penelitian ini, peneliti mengambil objek penelitian di sebuah
lembaga pendidikan yaitu SMP IT Ash Shiddiqiyyah yang beralamat di Jl.
Suka Mulya 1 No. 17 Serua Indah, Kec. Ciputat, Kota Tangerang Selatan,
Provinsi Banten. Pada lembaga pendidikan tersebut juga menyediakan
jenjang pendidikan pada tingkat TK IT Ash Shiddiqiyyah, SD IT Ash
Shiddiqiyyah, dan yang terakhir ada SMP IT Ash Shiddiqiyyah.
Dilembaga sekolah Ash Shiddiqiyyah ini merupakan sekolah
swasta yang menerapkan kultur Islami yang begitu baik. Mulai dari
kegiatan tahfiz Qur’an yang diwajibkan oleh pihak sekolah kepada para
siswa untuk dapat menghafalkan ayat suci Al-Qur’an serta doa-doa shalat
dan doa sehari-hari dalam kegiatan siswa.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan beberapa tahapan
dalam penelitian yang dilakukan. Seperti dalam kegiatan observasi,
wawancara serta dokumentasi baik berupa foto kegiatan keagamaan di
sekolah, jenis estrakulikuler keagamaan, dan surat-surat yang lainnya.
53
C. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu proses yang harus dilalui
dalam suatu penelitian agar hasil yang diinginkan dapat tercapai. Untuk
memperoleh data, fakta dan informasi yang akan mengungkapkan dan
menjelaskan permasalahan pada skripsi ini, peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian dimana peneliti dalam
melakukan penelitiannya menggunakan teknik-teknik observasi,
wawancara atau interview, analisis isi, dan metode pengumpul data
lainnya untuk menyajikan respons dan perilaku subjek.1 Penelitian ini
mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya
dimana peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena yang
diamati. Dalam penelitian kualitatif, peneliti adalah instrument utama
penelitian.
Sedangkan metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan
suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian
deskriptif memusatkan perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya
pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti
berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat
perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa
tersebut.2
D. Unit Analisis
Menentukan populasi dan sampel yang dapat digunakan sebagai
sumber data. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek
atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
1 Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2013), cet. 3, h. 50. 2 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah,
(Jakarta: Prenada Media Group, 2012), h. 34-35.
54
kesimpulannya.3 Berdasarkan pengertian tersebut maka dalam penelitian
ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SMPIT Ash-Shiddiqiyyah
Tangerang Selatan. Sedangkan menurut Sugiyono “Sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.”4
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik penarikan
sampel Simple Random Sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak. Adapun jumlah populasi keseluruhan
berjumlah 100 dan jumlah sampel yang akan digunakan sesuai dengan
tabel penarikan sampel yaitu 50% yang berarti 50 siswa sebagai
responden.
E. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam Penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Observasi
Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara
akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan
hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu
menjadi bagian dalam penelitian, dapat berlangsung dalam konteks
laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah.
Observasi yang dilakukan dalam laboratorium dalam konteks
eksperimental adalah observasi dalam rangka penelitian kuantitatif.
Observasi dalam rangka penelitian kualitatif harus dalam konteks
alamiah (naturalistik).
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta pencatatan
secara sistematis. Selain itu pula observasi merupakan studi yang
3 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan:Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2017) , h. 117. 4 Ibid., h. 118.
55
disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala
psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan.5
Tabel 3.1
Pedoman Observasi SMPIT Ash-Shiddiqiyyah
No Komponen Objek Aspek Pengamatan
1 Tempat
Sekolah SMPIT
Ash-Shiddiqiyyah
Tangsel.
Keadaan fisik sekolah, sarana dan
prasarana, dan keadaan di
lingkungan sekolah.
2 Kegiatan
Aktivitas ketika
kegiatan
Ramadhan
berlangsung
Proses pelaksanaan kegiatan
aktivitas Ramadhan
2. Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui
percakapan atau tanya jawab.6 Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan
untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam.7
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Wakil Kepala
Sekolah SMP IT Ash Shiddiqiyyah Tangerang Selatan, Guru
Koordinator Bidang Keagamaan, Koordinator Guru Tahfizh, dan
beberapa siswa.
5 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2013), h. 143. 6 Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,