LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN ACARA VI PANEN AIR (WATER HARVESTING) Disusun : 1. Zulfi Prima Sani (11315) 2. Dahliani (11318) 3. Muhammad Fauzan (11332) 4. Andrian Febriyanto (11353) 5. Ratri Kusumastuti (11356) 6. Putri Aninditaningtyas (11390) Golongan / Kel : A3/2 Asisten : Agus Hariyanto LABORATORIUM AGROHIDROLOGI JURUSAN TANAH FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN
ACARA VI
PANEN AIR (WATER HARVESTING)
Disusun :
1. Zulfi Prima Sani (11315)2. Dahliani (11318)3. Muhammad Fauzan (11332)4. Andrian Febriyanto (11353)5. Ratri Kusumastuti (11356)6. Putri Aninditaningtyas (11390)
Golongan / Kel : A3/2
Asisten : Agus Hariyanto
LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
JURUSAN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
ACARA VI
PANEN AIR (WATER HARVESTING)
ABSTRAKSI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian acara VI berjudul Panen Air dilaksanakan pada
hari Rabu tanggal 2 Maret 2011 di Laboratorium Agrohidrologi, Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Acara ini bertujuan untuk menghitung dan
mengetahui cara pemanfaatan air melimpah pada saat musim hujan. Untuk menghitung dan
mengetahui cara panen air digunakan data iklim lengkap dari stasiun iklim yang mewakili
minimum 10 tahun pengamatan. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa volume air yang
dapat dipanen adalah 275540527,5 liter dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian
embung adalah 3826, 95 jam. Debit air irigasi dari embung itu didapat 18000 ltr/jam dan
432000 ltr/hari sehingga lama pemakaian embung/waduk adalah 637,82 hari atau 1,75 tahun.
Perkiraan luas areal yang dapat diairi oleh embung tersebut adalah 183,69 ha/bulan dan 15,31
ha/tahun.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sampai saat ini air permukaan masih merupakan sumber air yang memberikan
kontribusi terbesar untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, baik untuk memenuhi
kebutuhan langsung hidupnya maupun sebagai sumber air irigasi untuk kegiatan
budidaya pertanian (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan maupun peternakan).
Dengan demikian pemanfaatan air permukaan sebagai sumber air irigasi perlu
dikelola dengan baik sesuai dengan potensinya sehingga dapat dimanfaatkan secara
lestari. Salah satu bentuk pemanfaatan air adalah dengan memanen air pada musim
hujan. Berdasarkan hal inilah maka praktikum panen air menjadi sangat penting
untuk diketahui dan dilakukan.
B. Tinjauan Pustaka
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air
aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi, untuk dipergunakan pada waktu curah
hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yaitu menggunakan air
yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak, misalnya,
merupakan tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan
konservasi air (Agus et al., 2004).
Upaya memanen air hujan menjadi bagian penting dalam agenda global
environmental water resources management, dalam rangka penanggulangan
ketimpangan air di musim hujan dan kemarau, kekurangan pasokan air bersih bagi
penduduk dunia, serta penanggulangan banjir dan kekeringan (Subhakti, 2010).
Embung, kedung, dan dam parit juga merupakan teknik panen air yang telah
berkembang di beberapa daerah di Indonesia. Namun, perlu analisis ekonomi yang
komprehensif tentang manfaat dan keuntungan pembuatan bangunan pemanen air
seperti embung (Abdurachman et al., 2008).
Tujuan introduksi teknologi air (embung) agar dapat menampung aliran
permukaan sehingga dapat digunakan atau dimanfaatkan berbagai kepentingan.
Namun nampaknya sebagian besar petani (73,36%) belum dapat menangkap esensi
dari teknologi tersebut. Besarnya penilaian negatif terhadap teknologi konservasi air
(embung) disebabkan pemanfaatannya hanya untuk pengairan tanaman semusim,
buah-buahan dimusim ketiga dan tidak dimanfaatkan secara optimal untuk minum
ternak atau memandikan ternak (Juanda et al., 2005).
Air embung digunakan untuk mengairi tanaman yang bernilai ekonomi tinggi
seperti kacang tanah, kacang panjang, cabai, tembakau, tanaman buah-buahan
berumur muda, minum ternak dan sebagainya. Teknologi ini dapat meningkatkan
pendapatan petani hingga 163,60% per tahun (Abas et al., 2003).
Permasalahan bangunan embung ialah adanya rembesan, bocoran dan
longsoran urugan tanggul embung. Bersamaan fungsi embung sebagai penampung
air aliran permukaan, terjadi pula erosi yang tinggi yang mengakibatkan
pendangkalan nyata sejak embung berumur lima tahun. Air embung masih layak
dikonsumsi berdasarkan rasa, bau, dan warna (Manafe et al., 1993).
Peranan kawasan hutan sebagai pengendali daur air dapat dilihat dari dua
sudut pandangan yaitu menyediakan air dengan konsep menjamin penghasilan air
(water yield). Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran
permukaan (run off) yang dapat digunakan, sedangkan jumlah air yang dapat
dihasilkan tergandung pada debit air tanah. Kedua tujuan tersebut memerlukan
perlakuan yang berbeda. Untuk meningkatkan panenan air, infiltrasi dan perkolasi
justru yang harus dikendalikan, sedangkan untuk meningkatkan penghasilan air,
infiltrasi dan perkolasi justru yang harus ditingkatkan. Konsep penghasil air menjadi
azas pembangunan sumber air di kawasan beriklim basah, karena konsep panen air
akan membawa resiko besar, berupa peningkatan erosi dan juga akan banyak
memboroskan lahan untuk menampungnya (Suryatmojo, 2006).
Untuk mengantisipasi keterbatasan air, Pemerintah Daerah Provinsi Nusa
Tenggara Timur membangun embung-embung. Embung ialah teknologi tepat guna
berupa dam air buatan yang berfungsi sebagai penampung air pada musim hujan dan
dimanfaatkan pada musim kemarau. Konsep teknologi embung mempertimbangkan
sistem embung terdiri dari daerah tangkapan air (watershed) di bagian hulu,
penampungan air (water storage) di bagian tengah dan wilayah pemanfaatan air
(water utilisation) di bagian hilir (Widiyono et al., 2005).
C. Tujuan
Menghitung dan mengetahui cara pemanfaatan air melimpah pada saat musim
hujan.
II. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian Acara VI berjudul Panen Air
dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 2 Maret 2011 di Laboratorium Agrohidrologi
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan
yang digunakan adalah data iklim lengkap dari stasiun iklim yang mewakili,
mínimum 10 tahun pengamatan. Peralatan yang digunakan pada praktikum ini
meliputi kertas milimeter blok dan pensil.
Praktikum dilaksanakan dengan cara volume aliran permukaan yang dapat
dipanen dihitung, kemudian debit air berdasarkan data iklim dan luas permukaan
juga dihitung, lama pengisian embung dan potensial air embung sebagai kebutuhan
air irigasi juga dihitung.
III. HASIL PENGAMATAN
Diketahui debit air terukur (Qsumber) sebesar 20 l/s dan ditampung dalam
embung (gambar embung terlampir).
1. Hitung luas permukaan embung
2. Hitung rata-rata kedalaman embung
3. Hitung volume embung
4. Hitung waktu (T) yang dibuthkan untuk mengisi embung
5. Tentukan berapa lama (jam/hari) air dalam embung tersebut dapat dialirkan ke
lahan dengan di irigasi sebesar 5 liter/detik (Eto diabaikan)
a. Hitung Q irigasi/jam
b. Hitung Q irigasi/hari
c. Hitung lama penggunaan air waduk
6. Tentukan luas areal lahan yang dapat dialiri dari dalam embung (Eto 5 mm/hari)
a. Hitung Eto/bulan dan Eto/tahun
b. Hitung luas areal yang dapat dialiri
Jawab :
1. Luas permukaan embung (L) : ( 70 x 2500 m2) + (41 x 0,25 x 2500 m2) + (896,5 x
25 m2) = 175000 + 25625 + 22412,5 = 223037,5 m2
2. rata-rata kedalaman embung =
Kedalaman (cm )jumlah titik
= 16060130
= 123 ,54 cm =1 ,2354 m
3. Volume embung = L x kedalaman
= 223037,5 m2x 1,2354 m
= 275540,5275 m3
= 275540527,5 liter
4. Waktu yang dibutuhkan untuk mengisi embung:
Q = 20 liter/detik
T=V
Q= 275540527 , 5
20= 13777026 , 38 det ik=3826 , 95 jam
5. a. Q irigasi/jam = 5 liter/detik x 3600 = 18000 liter/jam
b. Q irigasi/hari = 18000 liter/jam x 24 = 432000 liter/hari
c. Lama penggunaan air waduk =
- T/jam = 275540527,5 : 18000 = 15307,8 jam
- T/hari = 275540527,5 : 432000 = 637,82 hari = 1,75 tahun
6. a. Eto/bulan = 5 mm/hari x 30 hari =150 mm/bulan = 0,15 m/bulan
Eto/tahun = 0,15 m/bulan x 12 bulan = 1,8m/tahun
b. Luas areal yang dapat dialiri embung
L= VEto bulanan
= 275540,52750 ,15 m /bulan
= 1836936 ,850 m2=183 , 69 ha
L= VEto tahunan
= 275540 , 52751,8 m / tahun
= 153078 , 07 m2=15 ,31 ha
IV. PEMBAHASAN
Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air
aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu curah
hujan rendah. Panen air harus diikuti dengan konservasi air, yakni menggunakan air
yang sudah dipanen secara hemat sesuai kebutuhan. Pembuatan rorak merupakan
contoh tindakan panen air aliran permukaan dan sekaligus juga tindakan konservasi
air.Daerah yang memerlukan panen air adalah daerah yang mempunyai bulan kering
(dengan curah hujan < 100 mm per bulan) lebih dari empat bulan berturut-turut dan
pada musim hujan curah hujannya sangat tinggi (> 200 mm per bulan). Air yang
berlebihan pada musim hujan ditampung (dipanen) untuk digunakan pada musim
kemarau.Penampungan atau 'panen air' bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman, sehingga sebagian lahan masih dapat berproduksi pada musim kemarau
serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa luas embung yaitu
223037,5 m2 dan volumenya yaitu 275540527,5 liter liter. Apabila debit sumber
yang terukur pada saat itu sebesar 20 ltr/s, maka membutuhkan waktu selama 3826,
95 jam untuk mengisi sampai penuh embung dengan luas dan volume seperti yang
telah dihitung. Apabila debit irigasi sebesar 5 ltr/s tiap jam maka air dapat dialirkan
ke lahan pertanian selama 18000 liter/jam dalam satu hari 432000 liter/hari.
Sedangkan lama penggunaan air waduk yaitu selama 637, 82 hari atau 1,75 tahun.
Dari volume embung dan besarnya nilai Eto maka dapat diketahui luas lahan yang
dapat diairi dengan air irigasi tersebut yaitu seluas 183,69 ha/bulan dan 15,31
ha/tahun.
Air yang berlebihan pada musim hujan tersebut dapat ditampung (dipanen)
untuk digunakan pada musim kemarau. Penampungan atau 'panen air' bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan air tanaman sehingga sebagian lahan masih dapat
berproduksi pada musim kemarau serta mengurangi risiko erosi pada musim hujan.
Teknologi panen hujan dan aliran permukaan dapat merubah distribusi curah
hujan menurut ruang dan waktu (spatially dan temporally). Aplikasi teknik panen
hujan dan aliran permukaan yang sederhana melalui pengembangan dam parit
(channel reservoir) dapat mendukung pengembangan pertanian di lahan kering
melalui upaya peningkatan ketersediaan air, disamping untuk mengantisipasi resiko
banjir pada musim hujan. Peningkatan ketersediaan air melalui pemanfaatan aliran
permukaan dapat mendukung sistem usahatani lahan kering dengan tanaman bernilai
ekonomi tinggi.
Teknologi panen hujan aliran permukaan melalui pengembangan dam parit
(channel reservoir) dan sumur resapan dapat menurunkan resiko kekeringan dan
bahaya banjir, serta memperbaiki komposisi tanaman yang dibudidayakan karena
adanya peningkatan ketersediaan sumberdaya air. Selain itu pengembangan teknologi
panen hujan aliran permukaan dapat meningkatkan luas areal tanam dan target
irigasi, hal ini berarti dapat menciptakan peningkatan pendapatan petani.
Permasalahan air diperkotaan disebabkan karena banyaknya perumahan yang
permukaan tanah pada pekarangan dilapisi dengan concrete paving block yang
dipasang secara rapat atau dengan plesteran dari semen dan pasir sehingga air sulit
meresap ke dalam tanah, lagi pula tempat untuk penyimpanan air sangat terbatas. Di
perkotaan kebanyakan dibuat saluran-saluran untuk menampung air yang bertujuan
untuk menekan terjadinya banjir tetapi saluran tersebut dibuat dengan saluran
permanen yang mana dilapisi dengan semen sehingga air tidak mampu meresap ke
dalam tanah, air hanya mengalir menuju sungai kemudian ke laut tanpa masuk
terlebih dahulu ke dalam tanah.
Salah satu contoh waduk yang bearada di Jawa Tengah adalah Waduk Gajah
Mungkur. Waduk Gajah Mungkur merupakan waduk yang terletak di Wonogiri,
Jawa Tengah berfungsi untung membendung sungai terpanjang di Pulau Jawa yaitu
Bengawan Solo. Waduk Gajah Mungkur memiliki luas 9.700 hektar dengan panjang
waduk mencapai 1.452 meter, tinggi waduk 42 meter dan volume 730 juta meter
kubik. Waduk atau Bendungan Serba Guna Gajah Mungkur ini mulai dibangun di
akhir tahun 70-an dan mulai beroperasi pada tahun 1978. Waduk dengan wilayah
seluas kurang lebih 8800 ha di 7 kecamatan bisa mengairi sawah seluas 23600 ha di
daerah Sukoharjo, Klaten, Karanganyar dan Sragen. Selain untuk memasok air
minum Kota Wonogiri juga menghasilkan listrik dari PLTA sebesar 12,4 MegaWatt.
Secara teknis sudah dilakukan kegiatan pembangunan fasilitas pengendalian erosi
seperti cek dam, rehabilitasi lahan, perbaikan Daerah Aliran Sungai (DAS) Waduk
yang menghabiskan dana yang lumayan besar. Namun peran serta msyarakat di
seluruh daerah disekitar waduk untuk tidak melakukan penebangan pohon, perusakan
sabuk hijau yang mengelilingi waduk, dan tidak memanfaatkan DAS sebagai lahan
pertanian perlu mendapat perhatian serius karena wialayah tersebut merupakan
penyangga utama pelestarian waduk.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Panen air merupakan cara pengumpulan atau penampungan air hujan atau air
aliran permukaan pada saat curah hujan tinggi untuk digunakan pada waktu
curah hujan rendah.
2. Beberapa cara untuk panen air hujan misalnya dengan membuat kolam
pengumpulan air hujan, sumur resapan, tanggul pekarangan, pagar
pekarangan, modifikasi lansekap.
3. Bagi sektor pertanian, panen air sangat bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman agar pada musim kemarau kebutuhan air bisa
tercukupi.
4. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa volume air yang dapat dipanen
adalah 275540527,5 liter dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian
embung adalah 3826, 95 jam. Debit air irigasi dari embung itu didapat 18000
ltr/jam dan 432000 ltr/hari sehingga lama pemakaian embung/waduk adalah
637,82 hari atau 1,75 tahun. Perkiraan luas areal yang dapat diairi oleh
embung tersebut adalah 183,69 ha/bulan dan 15,31 ha/tahun.
B. Saran
Agar program panen air bisa lancar pada suatu daerah, maka harus dibutuhkan
kerjasama antara warga, pemerintah daerah serta ilmuan yang berkompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Abas, Abdullah, Y. Soelaeman, dan A. Abdurachman. 2003. Keragaan dan Dampak Penerapan Sistem Usahatani Konservasi terhadap Tingkat Produktivitas Lahan Perbukitan Yogyakarta. <http://pustaka.litbang.daptan.go.id/publikasi/p3222032.pdf ?> Diakses tanggal 8 Maret 2011.
Abdurachman, A., A. Dariah, dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan teknologi penglolaan lahan kering mendukung pengadaan pangan nasional. Jurnal Litbang Pertanian 27 : 8-15.
Agus, F. dan J. Ruijter. 2004. Panen dan Konservasi Air. World Agroforestry Centre. Jakarta.
Juanda, D., Jamulya., Suyono., dan Warsana. 2005. Pemanfaatan aliran permukaan dan penerapan teknologi sistem usahatani konservasi terhadap lingkungan sosial petani di mikro sub das keji. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 5 : 55 – 61.
Manafe, A.D.J., S. Kaunang, B.C. Conterius, dan F. Benu. 1993. Laporan Hasil Penelitian Dampak Pembangunan Embung-Embung terhadap Lingkungan di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pusat Studi Lingkungan. Universitas Nusa Cendana.
Subhakti, I Gede Arya. 2010. Musim Panen (Air Hujan) Tiba. <http://banjarmasin.tribunnews.com/index.php/read/artikel/2010/10/26/60801/hubungikami>. Diakses tanggal 8 Maret 2011.
Suryatmojo, H. 2006. Peran Hutan Dalam Pengendalian Daur Air. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Widiyono, Wahyu., R. Abdulhadi, dan B. Lidon. 2005. Model analisis embung secara terpadu meliputi bagian hulu, tengah, dan hilir. Jurnal Limnotek 12 : 1 – 9 .
LAMPIRAN
1. Luas permukaan embung (L) : ( 70 x 2500 m2) + (41 x 0,25 x 2500 m2) +