BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Infeksi Odontogenik Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami gangguan. 8 Fistula Bakteremie- Septikemie Selulitis Acute-Chronic Infeksi Spasium Periapikal Infection yang dalam 6
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Infeksi Odontogenik
Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi
yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien
infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai
dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang
mengalami gangguan.8
Fistula Bakteremie-Septikemie
Selulitis Acute-Chronic Infeksi SpasiumPeriapikal Infection yang dalam
Abses intra oral Osteomielitis Ke spasium yang lebihAtau jaringan lunak-kutis tinggi – infeksi serebral
Gambar 2.1 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenikSumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G, Morton H Goldberg, James R hupp. 4th ed;Philadelphia, W.B.Saunders Co.
6
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling
sering terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan
penyakit periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan.5
Infeksi odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri
seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara
cepat ke sisi wajah lain.9
2.1.1 Klasifikasi Infeksi odontogenik10
I. Berdasarkan organisme penyebab Infeksi
Bakteri
Virus
Parasit
Mikotik
II. Berdasarkan Jaringan
Odontogenik
Non-odontogenik
III. Berdasarkan lokasi masuknya
Pulpa
Periodontal
Perikoronal
Fraktur
Tumor
Oportunistik
IV. Berdasarkan tinjauan klinis
7
Akut
Kronik
V. Berdasarkan spasium yang terkena
Spasium kaninus
Spasium bukal
Spasium infratemporal
Spasium submental
Spasium sublingual
Spasium submandibula
Spasium masseter
Spasium pterigomandibular
Spasium temporal
Spasium Faringeal lateral
Spasium retrofaringeal
Spasium prevertebral
2.1.2 Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi11
1. Virulensi dan Quantity
Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis.
Apabila lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora
normal maupun bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan
bakteri bersifat patogen. Patogenitas bakteri biasanya berkaitan
dengan dua faktor yaitu virulensi dan quantity. Virulensi berkaitan
dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi, toksisitas, enzim dan
8
produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah dari
mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan
dengan jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.
2. Pertahanan Tubuh Lokal
Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier
anatomi, berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya
bakteri ke jaringan di bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini
dengan cara insisi poket periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang
nekrosis akan membuka jalan masuk bakteri ke jaringan di bawahnya.
Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan pertahanan tubuh lokal
terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal memberikan
jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang
mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri.
Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri
normal di dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam
tubuh host dan tidak menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri
tersebut berkurang akibat penggunaan antibiotik, organisme lainnya
dapat menggantikannya dan bekerjasama dengan bakteri penyebab
infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih berat.
9
3. Pertahanan Humoral
Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan
cairan tubuh lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri.
Dua komponen utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen.
Imunoglobulin adalah antibodi yang melawan bakteri yang
menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari leukosit.
Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan
perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 %
terdiri dari Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram
positif. Ig A sejumlah 12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar
ludah karena dapat ditemukan pada membran mukosa. Ig M
merupakan 7 % dari imunoglobulin yang merupakan pertahanan
terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan pada reaksi
hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui.
Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral
lainnya, merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan
harus di aktifkan untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang
penting adalah yang pertama dalam proses pengenalan bakteri, peran
kedua adalah proses kemotaksis oleh polimorfonuklear leukosit yang
dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah proses opsonisasi,
untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan fagositosis.
10
Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih untuk
merusak dinding sel bakteri.
4. Pertahanan Seluler
Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit.
Sel fagosit yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit
polimorfonuklear. Sel-sel ini keluar dari aliran darah dan bermigrasi e
daerah invasi bakteri dengan proses kemotaksis. Sel-sel ini melakukan
respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus hidupnya pendek, dan
hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil bakteri. Fase
ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan
disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis,
pembunuh dan menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup
lama dibandingkan leukosit polimorfonuklear. Monosit biasanya
terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi kronis.
Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi
dari limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan
berdifernsiasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang
spesifik seperti Ig G. Limfosit T berperan pada respon yang spesifik
seperti pada rejeksi graft (penolakan cangkok) dan tumor suveillance
(pertahanan terhadap tumor).
11
2.1.3 Tahapan Infeksi10
Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka
menjalani resolusi:
1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan
adonannya konsisten.
2. Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak
kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin
dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah
pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang
terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan
jaringan dan jaringan bakteri.
2.1.4 Patogenesis11,15
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap
abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut
yang merupakan tahap komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri
dapat masuk ke jaringan melalui suatu luka ataupun melalui folikel rambut.
Pada abses rahang dapat melalui foramen apikal atau marginal gingival.
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan
gigi atau karies, kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di
daerah membran periodontal berupa suatu periodontitis apikalis.
Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di
apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi
12
penyebaran infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut
dapat berupa periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.
2.1.5 Macam-macam Infeksi odontogenik11
Macam-macam infeksi odontogenik dapat berupa : infeksi
dentoalveolar, infeksi periodontal, infeksi yang menyangkut spasium,
selulitis, flegmon, osteomielitis, dan infeksi yang merupakan komplikasi
lebih lanjut.
2.1.6 Tanda dan Gejala12
1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi.
Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga
dilakukan perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan
dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :
A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan
peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya
aliran darah pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi
dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti
migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada
daerah luka.
13
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada
dinding lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik
2. Adanya gejala infeksi
Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan
terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat
vasodilatasi. Tumor atau edema merupakan pembengkakan daerah
infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif
hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya jumlah aliran
darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan
akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh
pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau
faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada
akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau
kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan
kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah
inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari
pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit
di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak.
Pada infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras
14
tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan
jaringan di sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran
kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi
kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi menembus sistem
pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan
memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan
memerlukan insisi dan drainase.
2.2 Definisi Abses Odontogenik
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang
berdinding tebal, manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang
nyeri jika ditekan, dan kerusakan jaringan setempat.10
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang,
atau tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi.
Kehadiran abses dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang
relatif cepat dari alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute
penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab
virulensi organisme.6
2.3 Macam-macam Abses Odontogenik11
1. Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di
daerah periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi
keadaan eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan
jaringan pulpa atau setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi
15
akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba
penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal
sistemik (bakteremia).
Gambar 2.2 : Abses periapikal Sumber : http://www.dental-health-index.com/toothabscess.html., (diakses 19 juli 2012.)
2. Abses subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan
lunak mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke
ekstra oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab.
Penderita merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak
terlokalisir. Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar
pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi
masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada sentuhan atau tekanan.