PENYIMPANGAN SOSIAL
1. Pengertian Penyimpangan Sosial
Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau
tidaksadar pernah kita alami atau kita lakukan. Penyimpangan sosial
dapatterjadi dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana
penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau
sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan
dalam masyarakat.Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak
sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah
segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri
(conformity) terhadap kehendak masyarakat.
Definisi-definisi penyimpangan sosial:
a. W. Van Der Zanden:
Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah
besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas
toleransi.
b. Robert M. Z. Lawang:
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari
norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari
mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku
menyimpang.
Penyimpangan dibagi menjadi dua bentuk:
1). Penyimpangan Primer (Primary Deviation)
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku
masih dapat diterima masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat
temporer atau sementara, tidak dilakukan secara berulang-ulang dan
masih dapat ditolerir oleh masyarakat.Contohnya: - menunggak iuran
listrik, telepon, BTN dsb.- melanggar rambu-rambu lalu lintas.-
ngebut di jalanan.
2). Penyimpangan Sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang yang
secara umum dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku didominasi
oleh tindakan menyimpang tersebut, karena merupakan tindakan
pengulangan dari penyimpangan sebelumnya. Penyimpangan ini tidak
bisa ditolerir oleh masyarakat.Contohnya: - pemabuk, pengguna
obat-obatan terlarang.- pemerkosa, pelacuran.- pembunuh, perampok,
penjudi.
2. Faktor-faktor Penyimpangan Sosial
a. Menurut James W. Van Der Zanden
Faktor-faktor penyimpangan sosial adalah sebagai berikut:
1). Longgar/tidaknya nilai dan norma.
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau
benar salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran
longgar tidaknya norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Norma dan
nilai social masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai
sosial masyarakat yang lain. Misalnya: kumpul kebo di Indonesia
dianggap penyimpangan,di masyarakat barat merupakan hal yang biasa
dan wajar.
2). Sosialisasi yang tidak sempurna.
Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak
sempurna,sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di
masyarakat seorang pemimpin idealnya bertindak sebagai panutan atau
pedoman,menjadi teladan namun kadangkala terjadi pemimpin justru
memberi contoh yang salah, seperti melakukan KKN. Karena masyarakat
mentolerir tindakan tersebut maka terjadilah tindak perilaku
menyimpang.
3). Sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang.Perilaku
menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub
kebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang
normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan pada
umumnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh,
masalah etika dan estetika kurang diperhatikan, karena umumnya
mereka sibuk dengan usaha memenuhi kebutuhan hidup yang pokok
(makan), sering cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, buang sampah
sembarangan dsb. Hal itu oleh masyarakat umum dianggap perilaku
menyimpang.
b. Menurut Casare LombrosoPerilaku menyimpang disebabkan oleh
faktor-faktor:1). BiologisMisalnya orang yang lahir sebagai
pencopet atau pembangkang. Iamembuat penjelasan mengenai si
penjahat yang sejak lahir. Berdasarkan ciri-ciri tertentu orang
bisa diidentifikasi menjadi penjahat atau tidak. Ciriciri fisik
tersebut antara lain: bentuk muka, kedua alis yang menyambung
menjadi satu dan sebagainya.
2). Psikologis Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada
kaitannya dengankepribadian retak atau kepribadian yang memiliki
kecenderungan untukmelakukan penyimpangan. Dapat juga karena
pengalaman traumatis yangdialami seseorang.
3). Sosiologis
Menjelaskan sebab terjadinya perilaku menyimpang ada kaitannya
dengansosialisasi yang kurang tepat. Individu tidak dapat menyerap
norma-normakultural budayanya atau individu yang menyimpang harus
belajarbagaimana melakukan penyimpangan.
3. Penyimpangan Individual (Individual Deviation)
Penyimpangan individual merupakan penyimpangan yang dilakukan
olehseseorang yang berupa pelanggaran terhadap norma-norma suatu
kebudayaanyang telah mapan. Penyimpangan ini disebabkan oleh
kelainan jiwa seseorangatau karena perilaku yang jahat/tindak
kriminalitas.
Penyimpangan yang bersifat individual sesuai dengan kadar
penyimpangannyadapat dibagi menjadi beberapa hal, antara lain:
a. Tidak patuh nasihat orang tua agar mengubah pendirian yang
kurang baik,penyimpangannya disebut pembandel.b. Tidak taat kepada
peringatan orang-orang yang berwenang di
lingkungannya,penyimpangannya disebut pembangkang.c. Melanggar
norma-norma umum yang berlaku, penyimpangannya disebutpelanggar.d.
Mengabaikan norma-norma umum, menimbulkan rasa tidak
aman/tertib,kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya,
penyimpangannya disebutperusuh atau penjahat.
Apakah Anda pernah melakukan penyimpangan individual? Semoga
tidak!Namun kadangkala karena kekhilafan kita sebagai manusia biasa
penyimpanganindividual itu pernah kita lakukan. Bagaimana kalau hal
itu terjadi? Tentu Andaakan minta maaf pada lingkungan Anda dan
berjanji untuk tidak mengulangikembali perbuatan itu, bukan?
4. Kategori Penyimpangan Individual
Yang termasuk dalam tindak penyimpangan individual antara
lain:
a. Penyalahgunaan narkoba
Merupakan bentuk penyelewengan terhadap nilai, norma sosial dan
agama.Contoh pemakaian obat terlarang/narkoba antara lain:-
Narkotika (candu, ganja, putau)- Psikotropika (ectassy, magadon,
amphetamin)- Alkoholisme.
b. Proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Apabila seseorang dalam kehidupannya mengalami sosialisasi yang
tidaksempurna, maka akan muncul penyimpangan pada perilakunya.
Contohnya: seseorang menjadi pencuri karena terbentuk oleh
lingkungannyayang banyak melakukan tidak ketidakjujuran,
pelanggaran, pencurian dansebagainya.
c. Pelacuran
Pelacuran dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan menyerahkan
diri kepadaumum untuk dapat melakukan perbuatan sexual dengan
mendapatkan upah.Pelacuran lebih disebabkan oleh tidak masaknya
jiwa seseorang atau polakepribadiannya yang tidak seimbang. Contoh:
seseorang menjadi pelacurkarena mengalami masalah (ekonomi,
keluarga dsb.)
d. Penyimpangan seksual
Adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan seseorang.
Beberapajenis penyimpangan seksual:- Lesbianisme dan Homosexual-
Sodomi- Transvestitisme- Sadisme- Pedophilia- Perzinahan- Kumpul
kebo
e. Tindak kejahatan/kriminal
Tindakan yang bertentangan dengan norma hukum, sosial dan agama.
Yangtermasuk ke dalam tindak kriminal antara lain: pencurian,
penipuan,penganiayaan, pembunuhan, perampokan dan pemerkosaan.
f. Gaya hidup
Penyimpangan dalam bentuk gaya hidup yang lain dari perilaku
umum ataubiasanya. Penyimpangan ini antara lain:- Sikap
arogansiKesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti
kepandaian,kekuasaan, kekayaan dsb.- Sikap eksentrikPerbuatan yang
menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap aneh,misalnya laki-laki
beranting di telinga, rambut gondrong dsb.Bagaimana, apakah Anda
telah paham seluruh kategori penyimpanganindividual? Semoga. Namun
bila ada yang sulit catatlah hal-hal yang belum Andapahami tersebut
sebagai bahan diskusi atau pertanyaan pada saat tatap muka.Dengan
demikian kita bisa melanjutkan belajarnya dengan
bahasanpenyimpangan kolektif berikut ini:
5. Penyimpangan Kolektif (Group Deviation)
Penyimpangan kolektif yaitu: penyimpangan yang dilakukan secara
bersamasamaatau secara berkelompok.Penyimpangan ini dilakukan oleh
sekelompok orang yang beraksi secarabersama-sama (kolektif). Mereka
patuh pada norma kelompoknya yang kuat danbiasanya bertentangan
dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpanganyang dilakukan
kelompok, umumnya sebagai akibat pengaruh pergaulan/teman.Kesatuan
dan persatuan dalam kelompok dapat memaksa seseorang ikut
dalamkejahatan kelompok, supaya jangan disingkirkan dari
kelompoknya.Penyimpangan yang dilakukan secara kelompok/kolektif
antara lain:
a. Kenakalan remaja
Karena keinginan membuktikan keberanian dalam melakukan hal-hal
yangdianggap bergengsi, sekelompok orang melakukan
tindakan-tindakanmenyerempet bahaya, misalnya kebut-kebutan,
membentuk geng-geng yangmembuat onar dsb.
b. Tawuran/perkelahian pelajar
Perkelahian antar pelajar termasuk jenis kenakalan remaja yang
padaumumnya terjadi di kota-kota besar sebagai akibat kompleknya
kehidupan dikota besar. Demikian juga tawuran yang terjadi antar
kelompok/etnis/wargayang akhir-akhir ini sering muncul. Tujuan
perkelahian bukan untuk mencapainilai yang positif, melainkan
sekedar untuk balas dendam atau pamerkekuatan/unjuk kemampuan.
c. Penyimpangan kebudayaan
Karena ketidakmampuan menyerap norma-norma kebudayaan
kedalamkepribadian masing-masing individu dalam kelompok maka dapat
terjadipelanggaran terhadap norma-norma budayanya. Contoh: tradisi
yangmewajibkan mas kawin yang tinggi dalam masyarakat tradisional
banyakditentang karena tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.
BERITA TENTANG PENYIMPANGAN SOSIALKasus Penyimpangan Sosial
BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN - Suasana Desa Garis Bangkau,
Kandangan, mendadak mencekam akibat amukan seorang penumpang colt
L-300 yang emosi karena diturunkan sopir, Kamis (2/9/2010) pukul
22.00 Wita.
Ulah penumpang yang masih tak diketahui namanya itu, menyulut
kemarahan warga Desa Garis. Puluhan warga berdatangan mau
menghakimi pelaku yang sempat menangtang warga dengan mengacungkan
senjata tajam.
Ketika suasana memanas, tokoh masyarakat setempat langsung
mengamankan pelaku ke rumah ketua RT setempat. Namun, warga yang
telanjur emosi tetap ngotot meminta agar pelaku diserahkan untuk
dihakimi beramai-ramai.
Warga terus berdatangan sehingga suasana semakin memanas. Mereka
mengepung rumah ketua RT tempat penumpang pembuat onar tersebut
diamankan.
Aparat desa kemudian menghubungi pihak berwajib terdekat untuk
mengamankan penumpan tersebut. Namun, upaya polisi mengevakuasi
pelaku mengalami kesulitan karena warga merengsek mendekat ingin
mengeroyok pelaku.
Sekitar tiga jam melakukan negosiasi dengan warga, Jumat
(3/9/2010) sekitar pukul 02.00 Wita dini hari, penumpang tersebut
berhasil dievakuasi dan diamankan ke Mapolres HSS. Setelah berhasil
dievakuasi, penumpang itu tetap mengamuk dan berteriak-teriak
menentang warga.
Informasi yang dihimpun, peristiwa tersebut bermula dari adanya
cekdok antara Sahdan yang sopir colt jurusan Banjarmasin- Nagara
dengan salah seorang penumpangnya.
Ketika sampai di Desa Garis, Bangkau, Kandangan, Sahdan
menurunkan penumpang tersebut dan memintanya melanjutkan perjalanan
ke Nagara menggunakan angkutan lain.
Diduga tak terima diturunkan, penumpang itu marah dan meminta
kembali ongkos sebesar Rp 23 ribu yang telah dibayarkan kepada
Sahdan. Lelaki itu berdalih uang itu untuk melanjutkan perjalanan
naik ojek ke Nagara. Namun, Sahdan menolak mengembalikan karena
uang yang dibayarkan penumpang itu kurang dari ongkos
semestinya.
Penumpang itu tetap ngotot dan minta uangnya dikembalikan,
sehingga terjadilah perang mulut antara keduanya. Kejadian itu
menarik perhatian warga Desa Babaris.
Melihat warga berdatangan sang penumpang malah ancam menyerang
warga dengan senjata tajam yang dibawanya. Hal itulah yang membuat
emosi warga tersulut, sehingga ramai-ramai ingin menghakiminya.
Wakapolres HSS Kompol Asep Hidayat melalui Kasat Reskrim Polres
HSS AKP Ade Adrian membenarkan pihaknya mengamakan penumpang yang
nyaris dihakimi warga tersebut.
"Penumpang itu diamankan di Mapolres HSS. Kita masih belum
mengetahui namanya, sebab dia masih ngamuk-ngamuk dan teriak-teriak
tak bisa dimintai keterangan. Tetapi yang pasti dia orang Nagara,"
tandas Ade. PENGGUNA NARKOBAJAMBI Provinsi Jambi menjadi lahan
subur peredaran narkoba. Menurut data Badan Narkotika Nasional
(BNN), Jambi masuk peringkat enam besar di Indonesia sebagai daerah
pengguna narkoba. Data tersebut diperoleh dari hasil penelitian
(survei) BNN bersama Universitas Indonesia (UI) dengan sample usia
produktif 10-59 tahun.Sampai akhir Maret 2011 ini, pengguna narkoba
di Jambi tercacat sebanyak 50.420 orang. Angka tersebut naik tajam
dari 44.627 pengguna pada tahun 2008. Dalam kurun waktu dua tahun
saja, kenaikan pengguna narkoba di Jambi mencapai 5.793 orang.Data
tahun 2008, urutan pertama pengguna narkoba ditempati adalah DKI
Jakarta, yakni 286.494 pengguna dengan populasi usia produktif
10-59 mencapai 6.980.700 jiwa. Lalu disusul DI Yogyakarta dengan
jumlah pengguna 68.980 (populasi 2.537.100) jiwa. Di urutan ketiga
Maluku dengan jumlah pengguna 25.302 orang dari populasi penduduk
produktif 968.900 jiwa.Di urutan keempat, Maluku Utara dengan
jumlah pengguna 15.699 jiwa. Lalu Gorontalo di urutan kelima dengan
jumlah pengguna 14.306 dari populasi penduduk produktif 666.400
Jiwa. Sementara itu, Jambi populasi penduduk produktif mencapai
2.104.000 Jiwa, untuk peredaran narkoba, masuk dalam rangking 16
se-Indonesia.Sedangkan jumlah kasus yang diproses Direktorat
Narkoba dan jajaran, tahun 2006; 270 kasus, 2007; 219 kasus, 2008;
175 Kasus, 2009; 266 kasus dan tahun 2010 mencapai 277
kasus.Sementara itu, data tahun 2010 yang terkena virus HIV /AIDS
akibat pengguna narkoba yang berobat dan tercacat di Dinas
Kesehatan sebanyak 492 orang. Angka tersebut naik menjadi 506 orang
sampai bulan Maret 2011.Kepala BNNP Provinsi Jambi Drs Mohammad
Yamin Sumitra mengatakan, maraknya pengguna narkoba di Provinsi
Jambi disebabkan berbagai faktor. Salah satunya faktor ekonomi
Narkoba kan dibeli dengan uang, jadi perekonomian Jambi bagus,
terangnya.Selain faktor ekonomi, penggunaan narkoba berasal dari
diri individu. Kita sendiri yang bisa mengendalikan diri, ujarnya.
Selain itu, karena posisi daerah yang cukup strategis, yakni
sebagai pintu gerbang keluar masuk ke negara tetangga membuat Jambi
menjadi salah satu daerah yang diincar mafia narkoba. Setidaknya
Jambi masuk daftar sebagai daerah tujuan mafia narkoba,
katanya.Sebagai ibu kota provinsi, Kota Jambi menjadi kawasan yang
paling banyak terjadi kasus tindak pidana narkoba. Dalam kurun
waktu delapan bulan saja, angka tindak pidana narkoba telah
mencapai 82 kasus. Salah satu tersangkanya adalah Joni Ruso, bandar
besar narkoba yang beromzet miliaran rupiah.Seperti diketahui, Joni
Ruso digerebek di rumahnya, Jalan Fatah Leside, No.02, Kelurahan
Handil Jaya, Kecamatan Jelutung. Bersama Joni, polisi menyita
barang bukti sabu-sabu sebanyak 800 gram atau senilai Rp 1,6
miliar. Kepada polisi, Joni mengaku barang bukti sabu itu dikirim
seseorang dari Jakarta lewat jalur darat.Joni, diyakini polisi
sebagai anggota sindikat narkoba internasional yang beroperasi di
Jakarta. Atas perbuatannya, Joni divonis 14 tahun penjara oleh
hakim pengadilan negeri Jambi. Kini dia tengah menjalani hukuman di
Lapas Jambi.Setelah Kota Jambi, daerah yang menjadi sasaran
peredaran narkoba adalah Kabupaten Bungo. Menurut catatan BNP,
dalam kurun delapan bulan, di daerah ini terjadi 11 kasus
narkoba.Selain Bungo, Kabupaten Kerinci dan Tanjab Barat juga
terbilang tinggi angka kasus narkobanya, yakni masingmasing 10
kasus. Lalu, Kabupaten Merangin dan Sarolangun masing-masing
sembilan kasus. Kasus selanjutnya, Muarojambi dan Tebo lima
kasus.Daerah paling timur Provinsi Jambi, Kabupaten Tanjab Timur
juga tak luput dari kasus narkoba. Sampai dengan Agustus 2011,
setidaknya ada tiga kasus narkoba di daerah itu.Jenis narkoba yang
banyak beredar di Jambi terdiri dari berbagai jenis. Di antaranya
sabu-sabu, ganja, pil ekstasi dan putaw. Para pelakunya pun
beragam. Mulai dari pengusaha, PNS, mahasiswa, bahkan ada juga
polisi yang terlibat. Selain pengguna, banyak pula para pengedar
atau kurir yang ditangkap. Namun bandar besarnya masih jarang
tersentuh.Menurut Kombes Pol Mohammad Yamin Sumitra, untuk mencegah
peredaran narkoba yang makin meluas, pihaknya terus melakukan upaya
sosialisasi ke masyarakat, kantor pemerintahan dan swasta serta
sekolah-sekolah. Pengunaan narkoba di Jambi, kata dia, salah satu
disebabkan faktor ekonomi. Untuk membeli narkoba diperlukan uang.
Jadi hanya orang yang punya uang yang bisa membeli, katanya.Selain
faktor ekonomi, pergaulan juga menjadi hal yang sangat penting.
Dengan pergaulan yang salah orang akan terjerumus. Cara menghindari
narkoba adalah berasal dari individu masing-masing,
jelasnya.Tawuran Saling Bacok di Cengkareng, Satu Pelajar Tewas
-Seorang siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tewas dalam sebuah
tawuran antar pelajar di Cengkareng, Jakarta Barat. Thomas Jonathan
yang merupakan siswa kelas 1 SMK Bina Siswa Kebun Jeruk itu tewas
mengenaskan dengan luka tusuk di lutut kiri, dada kiri, dan
punggung. Bahkan leher bagian belakangnya tersabet golok.Korban
bersama sekitar puluhan orang teman sekolahnya sebelumnya terlibat
tawuran dengan siswa dari SMK Kedoya kemarin sore (6/10). Tawuran
sekitar pukul 16.15 WIB di Jalan Daan Mogot KM 12,5 arah Grogol,
Kelurahan Cengkareng Timur, Cengkareng, ujar Kepala Kepolisian
Sektor Cengkareng, Komisaris Ruslan, Kamis (7/10).Dalam tawuran itu
tampaknya kedua kubu telah melengkapi diri dengan berbagai senjata
mulai dari pentungan hingga golok. Perkelahian hanya berlangsung
singkat, sekitar 15 menit. Namun akibatnya fatal, Thomas terkapar
bersimbah darah di jalanan. Dalam tawuran itu korban terluka parah
akibat tusukan dan bacokan di leher belakang, kata
Ruslan.Teman-teman Thomas yang panik, membawanya ke Puskesmas
Cengkareng. Diantar oleh tiga orang rekannya yaitu Angga, Desa, dan
Ahmad Sacyu, lanjut Ruslan. Namun nyawa Thomas tidak tertolong. Ia
mengalami luka parah akibat sabetan senjata tajam di leher belakang
yang mengakibatkan kematian korban, ujar Ruslan.Kini jasad Thomas
telah dibawa ke RSCM untuk diotopsi. Menurut Ruslan, kadua sekolah
itu memang telah lama memiliki budaya tawuran. Pihak kepolisian
juga telah melakukan antisipasi dan pencegahan terjadinya
tawuran.Sebelumnya kami telah dua kali mencegah dan menggagalkan
tawuran antar kedua sekolah itu, namun tiba-tiba muncul tawuran
lagi dan jatuh korban, kata Ruslan.Meninjau Ulang Kriminalitas
Remaja Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan
kota-kota lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan,
adalah kriminalitas di kalangan remaja. Dalam berbagai acara
liputan kriminal di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu
ada berita mengenai tindak kriminalitas di kalangan remaja. Hal ini
cukup meresahkan, dan fenomena ini terus berkembang di
masyarakat.Dalam satu liputan di harian Republika (2007) misalnya,
dikatakan bahwa di wilayah Jakarta tidak ada hari tanpa tindak
kekerasan dan kriminal yang dilakukan oleh remaja. Tentu saja
tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat bervariasi,
mulai dari tawuran antarsekolah, perkelahian dalam sekolah,
pencurian, hingga pemerkosaan. Tindak kriminalitas yang terjadi di
kalangan remaja dianggap kian meresahkan publik. Harian Kompas
(2007) bahkan secara tegas menyatakan bahwa tindak kriminalitas di
kalangan remaja sudah tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa
aspek sudah terorganisir. Hal ini bahkan diperparah dengan tidak
mampunya institusi sekolah dan kepolisian untuk mengurangi angka
kriminalitas di kalangan remaja tersebut.Dalam liputan khusus yang
pernah dikeluarkan oleh Kompas (2002), dikatakan bahwa angka
kriminalitas di Jakarta pada 2002 meningkat sebesar 9,86% jika
dibandingkan dengan tahun 2001. Dalam persentase kenaikan tersebut
memang tidak secara khusus dinyatakan berapa besaran angka
kriminalitas di kalangan remaja. Harian Republika (2005) lebih
berani mengatakan bahwa hampir 40% tindak kriminalitas di Jakarta
dilakukan oleh remaja. Dalam liputannya, Kompas (2002) menyebutkan
bahwa sampai dengan 301Desember 2002 tercatat 34.270 kasus
kriminal. Polresto Jakarta Pusat merupakan tempat pertama dengan
angka kriminalitas tertinggi dengan 7.011 kasus, disusul oleh
Jakarta Selatan denan 6.036 kasus, Jakarta Timur denan 4.274 kasus,
Jakarta Barat dengan 2.997 kasus, Jakarta Utara dengan 2.827 kasus,
Depok dengan 2.694 kasus, Bekasi dengan 2.487 kasus, dan Tanggerang
dengan 2.474 kasus. Tentu saja daftar ini dapat lebih panjang lagi
jika mempertimbangkan daerah lainnya.Crime Index atau daftar
sebelas kejahatan yang meresahkan masyarakat juga bertambah, dari
18.677 kasus pada tahun 2001 menjadi 19.011 kasus pada tahun 2002.
Adapun yang termasuk dalam Crime Index adalah pencurian dengan
kekerasan (curas), pencurian dengan penganiayaan berat (curat),
penganiayaan berat (anirat), pembunuhan, pencurian kendaraan
bermotor (curanmor), kebakaran, perjudian, pemerkosaan, narkotika,
dan kenakalan remaja.Kenakalan remaja yang terjadi di berbagai
wilayah di Indonesia, dan dunia pada umumnya, dapat dikategorikan
sebagai sebuah bentuk perilaku menyimpang di masyarakat. Tentu saja
fenomena ini dapat dijelaskan dalam tataran ilmu sosial, hanya saja
untuk mencari suatu teori yang relevan yang dapat menjelaskan
dengan baik mengenai kenakalan remaja dibutuhkan kejelian
tersendiri. Kenakalan remaja dapat diidentifikasikan sebaai bentuk
penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan dengan identifikasi
ini maka kenakalan remaja dapat dijelaskan dalam tataran ilmu- ilmu
sosial.Meninjau Ulang Kriminalitas RemajaSalah satu problem pokok
yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya tanpa menutup
kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kriminalitas di kalangan
remaja. Dalam berbagai acara liputan kriminal di televisi misalnya,
hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak kriminalitas
di kalangan remaja. Hal ini cukup meresahkan, dan fenomena ini
terus berkembang di masyarakat.Dalam satu liputan di harian
Republika (2007) misalnya, dikatakan bahwa di wilayah Jakarta tidak
ada hari tanpa tindak kekerasan dan kriminal yang dilakukan oleh
remaja. Tentu saja tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja
sangat bervariasi, mulai dari tawuran antarsekolah, perkelahian
dalam sekolah, pencurian, hingga pemerkosaan. Tindak kriminalitas
yang terjadi di kalangan remaja dianggap kian meresahkan publik.
Harian Kompas (2007) bahkan secara tegas menyatakan bahwa tindak
kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak lagi terkendali, dan
dalam beberapa aspek sudah terorganisir. Hal ini bahkan diperparah
dengan tidak mampunya institusi sekolah dan kepolisian untuk
mengurangi angka kriminalitas di kalangan remaja tersebut.Dalam
liputan khusus yang pernah dikeluarkan oleh Kompas (2002),
dikatakan bahwa angka kriminalitas di Jakarta pada 2002 meningkat
sebesar 9,86% jika dibandingkan dengan tahun 2001. Dalam persentase
kenaikan tersebut memang tidak secara khusus dinyatakan berapa
besaran angka kriminalitas di kalangan remaja. Harian Republika
(2005) lebih berani mengatakan bahwa hampir 40% tindak kriminalitas
di Jakarta dilakukan oleh remaja. Dalam liputannya, Kompas (2002)
menyebutkan bahwa sampai dengan 30 Desember 2002 tercatat 34.270
kasus kriminal. Polresto Jakarta Pusat merupakan tempat pertama
dengan angka kriminalitas tertinggi dengan 7.011 kasus, disusul
oleh Jakarta Selatan denan 6.036 kasus, Jakarta Timur denan 4.274
kasus, Jakarta Barat dengan 2.997 kasus, Jakarta Utara dengan 2.827
kasus, Depok dengan 2.694 kasus, Bekasi dengan 2.487 kasus, dan
Tanggerang dengan 2.474 kasus. Tentu saja daftar ini dapat lebih
panjang lagi jika mempertimbangkan daerah lainnya.Crime Index atau
daftar sebelas kejahatan yang meresahkan masyarakat juga bertambah,
dari 18.677 kasus pada tahun 2001 menjadi 19.011 kasus pada tahun
2002. Adapun yang termasuk dalam Crime Index adalah pencurian
dengan kekerasan (curas), pencurian dengan penganiayaan berat
(curat), penganiayaan berat (anirat), pembunuhan, pencurian
kendaraan bermotor (curanmor), kebakaran, perjudian, pemerkosaan,
narkotika, dan kenakalan remaja.Kenakalan remaja yang terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia, dan dunia pada umumnya, dapat
dikategorikan sebagai sebuah bentuk perilaku menyimpang di
masyarakat. Tentu saja fenomena ini dapat dijelaskan dalam tataran
ilmu sosial, hanya saja untuk mencari suatu teori yang relevan yang
dapat menjelaskan dengan baik mengenai kenakalan remaja dibutuhkan
kejelian tersendiri. Kenakalan remaja dapat diidentifikasikan
sebaai bentuk penyimpangan yang terjadi di masyarakat, dan dengan
identifikasi ini maka kenakalan remaja dapat dijelaskan dalam
tataran ilmu-ilmu sosial.
Teori-Teori TerkaitTerdapat kesulitan untuk menjelaskan
kenakalan remaja dari perspektif teoritis secara ketat, oleh karena
itu saya lebih cenderung untuk melihat kenakalan remaja sebagai
bentuk perilaku menyimpang (deviant behavior) di masyarakat. Jika
melihat dari sisi penyimpangan (deviant), maka setidaknya terdapat
tiga teori utama yang dapat menjelaskan fenomena ini yaitu:
struktural fungsional terutama anomie dari Durkheim dan Merton,
interaksi simbolik terutama asosiasi diferensiasi dari Sutherland,
dan power-conflict terutama dari Young dan Foucault.
(a) Struktural FungsionalStruktural fungsional melihat
penyimpangan terjadi pembentukan normal dan nilai-nilai yang
dipaksakan oleh institusi dalam masyarakat. Penyimpangan dalam hal
ini tidak lah terjadi secara alamiah namun terjadi ketika pemaksaan
atas seperangkat aturan main tidak sepenuhnya diterima oleh orang
atau sekelompok orang, dengan demikian penyimpangan secara
sederhana dapat dikatakan sebagai ketidaknormalan secara aturan,
nilai, atau hukum. Salah satu teori utama yang dapat menjelaskan
mengenai penyimpangan ini adalah teori anomie dari Durkheim dan
dari Merton.Durkheim secara tegas mencoba meyakinkan bahwa terdapat
hubungan terbalik antara integrasi sosial dan penaturan sosial
dengan angka bunuh diri. Sekurangnya terdapat dua dimensi dari
ikatan sosial (social bond), yakni integrasi sosial dan aturan
sosial (social regulation) yang masing-masing independen, atau
dalam istilah lain, besaran integrasi tidak menentukan besaran
pengaturan, demikian pula sebaliknya, namun keduanya mempengaruhi
ikatan sosial. Integrasi sosial dapat diterjemahkan sebagai
keikutsertaan seseorang dalam kelompok dan institusi di mana aturan
sosial merupakan pengikat kesetiaan terhadap norma dan nilai-nilai
dalam masyarakat. Mereka yang sangat terintegrasi masuk dalam
kategori altruism, dan yang sangat tidak terinterasi dalam kategori
egoism. Demikian pula mereka yang sangat taat aturan masuk dalam
kategori fatalism dan mereka yang sangat tidak taat masuk dalam
kategori anomie (wikipedia t.t.b).Teori anomie dari Durkheim
dikembangkan oleh Merton sebagai bentuk alienasi diri dari
masyarakat di mana diri tersebut membenturkan diri dengan
norma-norma dan kepentingan yang ada di masyarakat. Dalam
menjelaskan hal ini, Merton memfokuskan pada dua variabel, yakni
tujuan (goals) dan legitimate means (saya secara sengaja tidak
menterjemahkan kata ini karena tidak menemukan pengertian yang
tepat) ketimbang integrasi sosial dan pengaturan sosial. Dua
dimensi ini menentukan derajat adaptasi masyarakat sesuai dengan
tujuan-tujuan kultural (apa yang diinginkan oleh masyarakat
mengenai kehidupan ideal) dan cara-cara yang dapat diterima di mana
seorang individual dapat menuju tujuan-tujuan kultural. Merton
sendiri membagi derajat adaptasi dengan lima kombinasi, yakni
conformity, innovation, ritualism, retreatism, dan rebellion.
(b) Interaksi SimbolikDalam pandangan interaksi simbolik,
penyimpanan datang dari individu yang mempelajari perilaku
meyimpang dari orang lain. Dalam hal ini, individu tersebut dapat
mempelajari langsung dari penyimpang lainnya atau membenarkan
perilakunya berdasarkan tindakan penyimpangan yang dilakukan oleh
orang lain. Sutherland mengemukakan mengenai teori differential
association, di mana Sutherland menyatakan bahwa seorang pelaku
kriminal mempelajari tindakan tersebut dan perilaku menyimpang dari
pihak lain, bukan berasal dari dirinya sendiri. Dalam istilah lain,
seorang tidak lah menjadi kriminal secara alami. Tindakan
mempelajari tindakan kriminal sama dengan berbagai tindakan atau
perilaku lain yang dipelajari seseorang dari orang lain. Sutherland
mengemukakan beberapa point utama dari teorinya, seperti ide bahwa
belajar datang dari adanya interaksi antara individu dan kelompok
dengan menggunakan komunikasi simbol-simbol dan gagasan. Ketika
simbol dan gagasan mengenai penyimpangan lebih disukai, maka
individu tersebut cenderung untuk melakukan tindakan penyimpangan
tersebut. Dengan demikian, tindakan kriminal, sebagaimana perilaku
lainnya, dipelajari oleh individu, dan tindakan ini dilakukan
karena dianggap lebih menyenangkan ketimbang perilaku lainnya
(lihat wikipedia t.t.a)
(c) Power-ConflictSatu hal yang harus diperjelas, meskipun teori
ini didasarkan atas pandangan Marx, namun Marx sendiri tidak pernah
menulis tentang perilaku menyimpang. Teori ini melihat adanya
manifestasi power dalam suatu institusi yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan, di mana institusi tersebut memiliki kemampuan untuk
mengubah norma, status, kesejahteraan dan lain sebagainya yang
kemudian berkonflik dengan individu. Meskipun Marx secara pribadi
tidak menulis mengenai perilaku menyimpang, namun Marx menulis
mengenai alienasi. Young (wikipedia t.t.b) secara khusus menyatakan
bahwa dunia modern dapat dikatakan sangat toleran terhadap
perbedaan namun sangat takut terhadap konflik sosial, meskipun
demikian, dunia modern tidak menginginkan adanya penyimpang di
antara mereka.
Kriminalitas Remaja: teori yang relevanMelihat tiga teori yang
ada, maka penulis cenderung untuk memilih teori
struktural-fungsional, terutama yang berasal dari Merton sebagai
teori yang dapat menjelaskan mengenai kenakalan remaja. Secara
khusus Merton memang membahas mengenai deviant yang merupakan
bentuk lanjut dari adanya disintegrasi seorang individu dalam
masayarakat. Bagi Merton, munculnya tindakan menyimpang yang
dilakukan oleh individu adalah ketidakmampuan individu tersebut
untuk bertindak sesuai dengan nilai normatif yang ada di
masyarakat. Secara umum dapat dikatakan bahwa perilaku menyimpang
adalah bentuk anomie dalam masyarakat. Anomie terjadi dalam
masyarakat ketika ada keterputusan antara hubungan norma kultural
dan tujuan dengan kapasitas terstruktur secara sosial dari anggota
kelompok untuk bertindak sesuai dengan norma kultural (lihat Ritzer
dan Goodman 2007).Secara umum Merton menghubungkan antara kultur,
struktur dan anomie. Kultur didefinikasikan sebagai seperangkan
nilai normatif yang terorganisir yang menentukan perilaku bersama
anggota masyarakat. Dalam hal ini, kultur menjadi buku panduan yang
digunakan oleh semua anggota masyarakat untuk berperilaku. Struktur
didefinisikan sebagai seperangkat hubungan sosial yang terorganisir
yang melibatkan seluruh anggota masyarakat untuk terlibat di
dalamnya. Sedangkan anomie didefinisikan sebagai sebuah
keterputusan hubungan antara struktur dan kultur yang terjadi jika
ada suatu keretakan atau terputusnya hubungan antara norma kultural
dan tujuan-tujuan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial
dari anggota dalam kelompok masyarakat untuk bertindak sesuai
dengan nilai kultural tersebut (Merton, 1968: 216).Perilaku
menyimpang dalam hal ini dilihat sebagai ketidakmampuan seorang
individu untuk bertindak sesuai dengan norma, tujuan dan cara-cara
yang diperbolehkan dalam masyarakat. Dalam hal ini, integrasi yang
dilakukan oleh individu tersebut tidak lah bersifat menyeluruh.
Tentu saja hal ini tidak berarti bahwa setiap orang dapat
berintegrasi sepenuhnya. Dapat dikatakan bahwa tidak ada masyarakat
yang terintegrasi secara penuh, di mana Merton melihat bahwa
integrasi yang terjadi di masyarakat tidak lah sama baik secara
kualitas maupun kuantitas (Maliki 2003). Dalam analisa
fungsionalnya, Merton melihat bahwa motif-motif dalam integrasi
tidak selalu membawa motif yang diinginkan (intended motif), namun
juga motif-motif yang tidak diinginkan (unintended motif). Adanya
fungsi manifes dan laten dalam integrasi berarti bahwa integrasi
menyebabkan adanya pihak yang mengalami disintegrasi, atau dalam
bahasa yang lebih kasar, integrasi justru memiliki pengaruh besar
atas terjadinya disintegrasi.Pandangan ini tentu saja membawa
konsekuensi yang lebih besar: anomie yang terjadi di masyarakat,
yang berujung dengan terjadinya penyimpangan, adalah efek samping
atau motif yang tidak diinginkan (unintended motif) dari integrasi
dalam masyarakat. Merton membedakan antara fungsi dan disfungsi.
Bagi Merton, fungsi adalah seluruh konsekuensi yang terlihat dan
berguna bagi adaptasi atau pengaturan dari sistem yang telah ada,
sedangkan disfungsi merupakan konsekuensi yang terlihat yang
mengurangi adaptasi atau pengaturan dalam satu sistem (Merton,
1968:105). Selain membedakan antara fungsi dan disfungsi, Merton
juga membedakan antara fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi
manifes didefinisikan sebagai seluruh konsekuensi obkektif yang
berpengaruh pada pengaturan atau adaptasi dari suatu sistem yang
diinginkan dan diakui oleh seluruh bagian sistem itu, sedangkan
fungsi manifest adalah kebalikannya, yakni konsekuensi objektif
yang berpengaruh pada penaturan dan adaptasi dari satu sistem yang
tidak diinginkan dan tidak akui (Merton, 1968:105)Secara sederhana,
dapat dikatakan bahwa perilaku menyimpang yang terjadi di kalangan
remaja merupakan adanya konflik antara norma-norma yang berlaku di
masyarakat dengan cara-cara dan tujuan-tujuan yang dilakukan oleh
individu. Oleh karena itu, Merton membagi keadaan ini dalam lima
kategori, yaitu:1. Conformity atau individu yang terintegrasi penuh
dalam masyarakat baik yang tujuan dan cara-caranya benar dalam
masyarakat2. Innovation atau individu yang tujuannya benar, namun
cara-cara yang dipergunakannya tidak sesuai dengan yang diinginkan
dalam masyarakat.3. Ritualism atau individu yang salah secara
tujuan namun cara-cara yang dipergunakannya dapat dibenarkan.4.
Retreatism atau individu yang salah secara tujuan dan salah
berdasarkan cara-cara yang dipergunakan.5. Rebellion atau individu
yang meniadakan tujuan-tujuan dan cara-cara yang diterima dengan
menciptakan sistem baru yang menerima tujuan-tujuan dan cara-cara
baru.Dalam hal ini Merton memberikan contoh yang sangat baik dalam
melihat perilaku menyimpang dalam masyarakat berupa tindak
kriminal. Karena dibesarkan dalam lingkungan Amerika, Merton
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitarnya. Menurut Merton,
Amerika memberikan setiap warganya the American Dream, di mana
Amerika memberikan kebebasan setiap warganya untuk memperoleh
kesempatan dan kesejahteraan, di mana hal ini menjadi motivasi
kultural setiap orang Amerika, yakni untuk mewujudkan cita-citanya.
Merton melihat adanya kesenjangan antara apa yang diinginkan dan
diharapkan oleh masyarakat atas anggotanya dengan apa yang
sesungguhnya dicapai oleh warga masyarakat. Jika struktur sosial
ternyata tidak seimbang dalam memberikan kesempatan bagi setiap
warga masyarakat dan mencegah sebagian besar dari mereka untuk
mencapai mimpi mereka, maka sebagian dari mereka akan mengambil
langkah yang tidak sesuai dengan cara yang diinginkan, yakni dengan
melakukan tindakan kriminal untuk mewujudkan mimpi tersebut (lihat
Merton 1968). Merton mencontohkan beberapa tindakan yang mungkin
diambil oleh mereka, terutama dengan menjadi subkultur penyimpang,
seperti pengguna obat-obatan, anggota gang, atau pemabuk
berat.Tentu saja kasus yang dicontohkan oleh Merton pun dapat
dipergunakan dalam melihat kasus kenakalan remaja di Indonesia.
Kenakalan remaja sebagai bentuk perilaku menyimpang dapat dilihat
sebagai keterputusan antara remaja sebagai individu dengan norma
dan cara-cara yang diinginkan dalam masyarakat. Keterputusan ini
menyebabkan sebagian remaja untuk bertindak dengan melakukan
berbagai tindak kriminal. Terlepas apakah the American Dream sama
dengan the Indonesian Dream, namun tindakan kriminal yang dilakukan
oleh remaja merupakan cara yang digunakan oleh remaja untuk
mencapai cita-cita yang mereka inginkan yang boleh jadi tidak dapat
mereka capai. Jika melihat derajat adaptasi yang dilakukan oleh
remaja, boleh jadi mereka berada pada tahap retreatism atau
rebellion yakni dengan menciptakan seperangkan tujuan dan aturan
main yang benar-benar baru ketimbang yang berkembang secara umum di
masyarakat.Meskipun demikian, tentu saja terdapat satu aspek lain
yang harus diperhatikan ketika melihat kenakalan remaja sebagai
bentuk perilaku menyimpang, yakni perbuatan tersebut tetap ada dan
berlangsung hingga saat ini karena perbuatan ternyata fungsional,
setidaknya bagi sebagian pihak. Tindakan kriminal yang dilakukan
oleh remaja boleh jadi merupakan fungsi manifes dari adanya
integrasi dalam masyarakat. Secara umum, perilaku menyimpang
memiliki fungsi tersendiri dalam masyarakat, di antaranya: (1)
menegaskan nilai-nilai kultural dan norma-norma yang ada di
masyarakat, (2) menciptakan kesatuan sosial dengan menciptakan
dikotomi kami dan mereka, (3) mengklarifikasi batasan-batasan
moral, (4) perilaku menyimpang boleh jadi merupakan pernyataan
sikap individu yang menentang terhadap tujuan dan norma dalam
kelompok.Kenakalan remaja berupa penyimpangan sosial merupakan
gambaran betapa struktur sosial menguasai aktor, di mana struktur
sosial yang ada justru mendorong para remaja untuk bertindak dengan
melakukan tindakan kriminal. Dalam hal ini, mind menjadi bagian
intergral dalam masyarakat, di mana mind menjadikan seperangkan
nilai, norma dan tujuan yang ada di masyarakat sebagai aturan main
bagi semua anggota masyarakat. Dengan menjadikan struktur sebagai
bagian utama, dan mind sebagai bagian integral, maka setiap anggota
masyarakat diharapkan untuk dapat beradaptasi dengan hal itu, dan
mereka yang gagal untuk beradaptasi adalah mereka yang kemudian
dikatakan sebagai penyimpang, termasuk di dalamnya adalah para
remaja yang melakukan tindakan kriminal.
Juvenile Deliquency: Hubungan Sebab-AkibatPerilaku menyimpang
yang dilakukan oleh remaja berupa tindakan kriminal boleh jadi
membuat kita berpikir ulang mengenai integrasi dalam masyarakat.
Alih-alih menjadi tertuduh utama, sebagaimana yang dituduhkan dalam
media massa, kenakalan remaja berupa tindak kriminal justru
memberikan pengaruh yang besar dalam masyarakat, meskipun pengaruh
mereka tidak lah diinginkan (unintended). Adanya kriminalitas di
kalangan remaja pun mendorong kita bertanya penyebab terjadinya
tindakan tersebut.Kenakalan remaja boleh jadi berkaitan erat dengan
hormon pertumbuhan yang fluktuatif sehingga menyebabkan perilaku
remaja sulit diprediksi, namun ini bukan lah jawaban yang dapat
menjadi justifikasi atas perilaku remaja. Rasanya angapan bahwa
hormon berpengaruh sangat besar agak dilebih-lebihkan, nampaknya
ada faktor lain yang menyebabkan mengapa angka kriminalitas di
kalangan remaja menjadi sangat tinggi dan perbuatan kriminalitas
tersebut dianggap sangat meresahkan masyarakat secara luas.Salah
satu tuduhan mengenai tingginya angka kriminalitas remaja atau
lebih tepatnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya kelurga
dan/atau ketidakberfungsian sosial masyarakat (lihat Masngudin
t.t.). Keluarga di anggap gagal dalam mendidik remaja sehingga
menyebabkan mereka melakukan tindakan penyimpangan yang berujung
dengan diberikannya sanksi sosial oleh masyarakat. Alih-alih
tertib, sanksi yang diberikan justru menjadikan remaja menjadi
lebih sulit diatur. Dan hal ini pula yang menyebabkan masyarakat di
anggap gagal dalam melakukan tindakan pencegahan atas terjadinya
perilaku menyimpang tersebut. Keluarga memegang peranan yang
penting, dan hal ini diakui oleh banyak pihak (lihat
tanyadokteranda.com t.t.). Keluarga merupakan elemen penting dalam
melakukan sosialisasi nilai, norma, dan tujuan-tujuan yang
disepakati dalam masyarakat, dan tingginya angka kriminalitas
remaja sebagai konsekuensi dari tidak berjalannya aturan dan norma
yang berlaku di masyarakat dianggap sebagai kesalahan keluarga.
Jika melihat dari sisi teoritis, tentu saja bukan hanya keluarga
yang dipersalahkan, masyarakat pun dapat dipersalahkan dengan tidak
ditegakkan aturan secara ketat atau membantu sosialisasi norma dan
tujuan dalam masyarakat. Salah satu faktor lainnya yang juga harus
diperhatikan adalah peer group remaja tersebut. Teman sepermainan
memegang peran penting dalam meningkatnya angka kriminalitas di
kalangan remaja. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sutherland, bahwa
tindakan kriminal bukan lah sesuatu yang alamiah namun dipelajari,
hal ini lah yang menyebabkan pentingnya untuk melihat teman
sepermainan remaja tersebut.Persoalan lain yang juga harus
dihadapi, sebagaimana yang dicetuskan oleh Merton, mengenai
kegagalan sebagian orang Amerika untuk mencapai the American Dream,
begitu pula yang terjadi di Indonesia. Boleh jadi mereka yang
melakukan tindakan kriminalitas di kalangan remaja adalah mereka
yang gagal mencapai the Indonesian dream sebagaimana yang selalu
dimunculkan dalam media massa. Remaja dalam media selalu dicitrakan
sebagai sosok yang kelewat kaya sehingga gambaran tersebt adalah
hiperrealitas, realitas yang sebenarnya tidak ada dalam masyarakat
Indonesia, dan rasanya tidak berlebihan jika para remaja mengejar
hal tersebut, hanya saja sebagian dari mereka justru menjadi
kriminal sejati untuk mencapai the Indonesian Dream tersebut.
OPINI MASYARAKAT TENTANG PENYIMPANGAN SOSIALPenyimpangan Sosial
di Era KiniOleh : Nurul Setyorini | 20-Des-2010,16:08:06 WIB
KabarIndonesia - Era yang kini kita hadapi adalah suatu masa di
mana kita menagalami suatu proses pembaharuan masa, dari suatu masa
kemunduran menjadi masa kemajuan akan tetapi entah sadar atau tidak
sadar dalam masa ini penyimpangan sosial menjadi suatu dampak
negatif, yang menjadikan masyarakat kita keluar dari nilai-nilai
sebagai bangsa Indonesia, hal ini dapat kita lihat semakin banyak
nya penyimpangan sosial maupun kriminalitas yang terjadi dalam
realita kehidupan kita. Hal tersebut terjadi karena kesalahan
penyerapan nilai dari hasil pembaharuaan masa kemajuan.
Jika kita melihat realita dalam masa kini,kita akan menerawang
suatu kejadian-kejadian fakta tentang kriminalitas dan penyimpangan
sosial.
Kita lihat setiap hari media masa kerap menyajikan berbagai
macam berita manusia yang oleh masyarakat dianggap suatu
penyimpangan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku,
seperti pencurian, perampokan, penganiayaan, pembunuhan dan
perkosaan. Berita ini muncul hampir setiap hari sehingga
mendatangkan kegelisahan kepada individu- individu atau
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Kaum wanita khawatir
peristiwa penodongan dan pemerkosaan akan terjadi pada dirinya.
Kelompok orang tua khawatir anaknya akan jadi korban penyimpangan
sosial atau pelaku penyimpangan sosial.
Selain itu kia dapat melihat realita umum, yang kini menjadi
suatu peristiwa umum yang sudah di jadikan hal yang biasa saja akan
tetapi sesungguhnya menjadi suatu penyimpangan sosial bagi
masyarakat kita pada umumnya dan bangsa Indonesia secara khusus
adalah suatu bangsa yang memiliki nilai-nilai ciri kita bangsa
Indonesia, nilai yang dulu di tanamkan oleh dan bagi bangsa kita
bangsa Indonesia, merupakan ukuran bagi penyimpangan atau tidak nya
suatu tindakan.
Yang kini separoh musnah,terkubur dengan penyimpangan yang di
anggap biasa. Misalnya saja tentang suatu hal yang pantas atau
tidak pantas seperti seorang pemuda dan pemudi yang berpacaran bagi
kalangan di Yogyakarta atau pun kota-kota besar lainya berciuman di
tempat umum kini adalah suatu yang telah di anggap lumprah,seperti
Negara barat,atau lagi mengenakan pakaian mini keluar rumah bahkan
kesekolah kini sudah menjadi peristiwa umum yang di anggap mengenal
mode sebuah kemajuan, namun sesungguh nya jika kita menuruti nilai
yang berlaku di Negara Indonesia itu tidak dapat di terima, karena
bertolak dengan nilai-nilai yang tertanam dari akar bangsa
Indonesia tumbuh.
Tidak hanya sebab itu saja bangsa kita lalai dengan nilai-nilai
yang tumbuh sejak akar bangsa muncul menjadi bangsa yang merdeka,
namun pengaruh luar menjadikan sebab dari penyimpangan
nilai-nilai.
Kita lihat bangsa kita menganggap jika kita meniru bangsa barat
maka kita selayak nya Negara tersebut kita akan mengalami kemajuan,
mungkin benar jika kita meniru dalam teknik intelektual
nya,metodenya, teknologinya, pengetahuanya dan bagaimana kita
menanggapi suatu permasalahan yang umumnya berkaitan dengan IPTEK
yang memajukan bangsa kita, menjadi Negara yang maju.
Namun di sini permasalahan nya berada pada bangsa kita yang
salah menyerap niliai, bukan IPTEK yang di jadikan pacuan akan
tetapi perubahan dalam menanggapi nilai, seperti kebebasan umumnya
berkaitan dengan hubungan antara wanita dan laki-laki, yang
melampoi batas yang telah umum tumbuh di Negara barat namun jauh
dari nilai yang tumbuh di Negara kita, selain itu bangsa kita
mengenal tentang obat-obat yang berkembang di Negara barat unutuk
sebenarnya di gunakan untuk pengobatan, namun oleh beberapa orang
yang melakukan penyimpangan di jadikan tidak pada tempatnya, begitu
pula bagimana bangsa kita menanggapi kemajuan di bidng model,
bangsa kita sesungguh bisa menempati bagaimana cara mengenakan
pakaian selayaknya untuk memenuhi nilai dalam bangsa kita, namu
saat bangsa kita mengenal hasil Negara lin, khusus nya Negara barat
mereka tidak lagi bisa menempati kesesuain dalam mengenakan baju.
Bahkan menempatkan diri bagaimana tata cara berbicara.
Bangsa Indonesia yang kita hadapi kini, bukan bangsa Indonesia
yang berasakan nilai-nilai, kita lihat kebrutalan mereka, banyak
kriminalitas yang terjadi, penyimpangan seksual, penyalah gunaan
obat-obatan, jauh dari tata karma, perkelahian, dan bahkan ada yang
keluar dari cita-cita bangsa, itu juga pengaruh dari luar banyak
nya organisasi yang menetang pada cita-cita bangsa, mereka
beranggapan tentang nilai yang mereka miliki adalah benar, padahal
berbeda dengan asas bangsa kita.
Banyak media yang menyediakan progam-progam yang jauh dari moral
bangsa kita, seperti acara televisi banyak menyediakan acara tv
yang sebenarnya menimbulkan dampak negatif, dari isi ceritanya yang
kebarat-baratan seperti film Virgin, ML, Buruan cium gue, Kawin
kontrak itu sejujurnya lebih banyak mengandung porno grafi,di
bandingkan nilai yang terkandung dalam cerita tersebut, media masa
menyediakan majalah yang sebenarnya tidak bermanfat, itu sekedar
menimbulkan dampak dari penonton dan pembaca yakni timbulnya
peniruan dari apa yang sempat di resap hal ini berarti menimbulkan
penyimpangan sosial.
Dari itu sebagian bangsa beranggapan bahwa itu sekedar hal yang
bukan rumit, hanya sekedar menanggapi kemajuan di era kini, jika
Negara kita masih seperti itu apa jadinya Negara kita, yang dulu
Negara jajahan menjadi Negara berkembang, dan bangsa Indonesia kini
hanya sekedar mencari kesenangan semata tanpa memikirkan masa
depan, oleh karena nya marilah kita mencari jalan keluar bagaimana
sebaiknya agar bangsa kita tidak keluar dari moral yang seharusnya
tidak lenyap yang berulang kali dikatakan adalah nilai-nilai yang
tumbuh sejak akar bangsa kita tumbuh karena itulah ciri khas bangsa
kita, tentang keteladan kita, kesopanan, moralitas, dan arifan
kita.
Yang sebenarnya harus di bina dan di pelihara karena itu
merupakan suatu ciri khas bangsa Indonesia yang berbudi luhur,
berdasarkan panca sila, berahlak mulia.
GAMBAR GAMBAR PENYIMPANGAN SOSIAL
Menikahi anak di bawah umur
Tawuran antar pelajar maupun masyarakat
Anak sekolah yang sudah merokok
Mencoret coret pakaian sekolah
Kekerasan rumah tangga
Melakukan tindakan kriminal/kejahatan