Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) Definisi Stomatitis Apthousa Reccurent (SAR) yang dikenal juga dengan nama canker sore, merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh ulkus rekurens pada mukosa oral dan orofaring. SAR sering dikaitkan hubungannya dengan immunologis, defisiensi hemtologis, alergi, abnormalitas psikologikal. SAR diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinisnya, yaitu: 1. Stomatitis Apthous Recurrent minor Aptous minor mempunyai keceenderungan terjadi pada mukosa bergerak yang terletak pada jaringan kelenjar saliva minor. Sering terjadi pada mukosa bibir dan pipi, dan jarang terjadi pada mukosa berkeratin seperti palatum durum dan gusi cekat. Gejala prodormal terkadang muncul. Apthous minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal, berwarna kuning- kelabu, dengan diameter sekitar 3-5 mm. Tidak ada bentuk vesicle yang terlihat pada ulkus ini. Tepi eritematosus yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. Rasa terbakar merupakan keluhan awal, diikuti rasa sakit hebat beberapa hari. Kambuh dan pola terjadinya bervariasi. Ulkus bisa tunggal maupun multiple, dan sembuh spontan tanpa pembentukan jaringan parut dalam waktu 14 hari. Kebanyakan penderita mengalami ulser multiple pada 1 periode dalam waktu 1 bulan. Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent minor Stomatitis Apthous Recurrent mayor Aptous mayor merupakan bentuk yang lebih besar dari aptous minor, dengan ukuran diameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih sering timbul kembali. Umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang mudah cemas. Seringnya multiple, meliputi palatum lunak, fausea tonsil, mukosa bibir, pipi, dan lidah, kadang-
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
Definisi
Stomatitis Apthousa Reccurent (SAR) yang dikenal juga dengan nama canker sore,
merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh ulkus rekurens pada mukosa oral dan orofaring.
SAR sering dikaitkan hubungannya dengan immunologis, defisiensi hemtologis, alergi,
abnormalitas psikologikal. SAR diklasifikasikan berdasarkan karakteristik klinisnya, yaitu:
1. Stomatitis Apthous Recurrent minor
Aptous minor mempunyai keceenderungan terjadi pada mukosa bergerak yang terletak
pada jaringan kelenjar saliva minor. Sering terjadi pada mukosa bibir dan pipi, dan jarang
terjadi pada mukosa berkeratin seperti palatum durum dan gusi cekat. Gejala prodormal
terkadang muncul. Apthous minor tampak sebagai ulkus oval, dangkal, berwarna kuning-
kelabu, dengan diameter sekitar 3-5 mm. Tidak ada bentuk vesicle yang terlihat pada ulkus
ini. Tepi eritematosus yang mencolok mengelilingi pseudomembran fibrinosa. Rasa terbakar
merupakan keluhan awal, diikuti rasa sakit hebat beberapa hari. Kambuh dan pola terjadinya
bervariasi. Ulkus bisa tunggal maupun multiple, dan sembuh spontan tanpa pembentukan
jaringan parut dalam waktu 14 hari. Kebanyakan penderita mengalami ulser multiple pada 1
periode dalam waktu 1 bulan.
Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent minor
Stomatitis Apthous Recurrent mayor
Aptous mayor merupakan bentuk yang lebih besar dari aptous minor, dengan ukuran
diameter lebih dari 1 cm, bersifat merusak, ulser lebih dalam, dan lebih sering timbul
kembali. Umumnya terjadi pada wanita dewasa muda yang mudah cemas. Seringnya
multiple, meliputi palatum lunak, fausea tonsil, mukosa bibir, pipi, dan lidah, kadang-
kadang meluas sampai ke gusi cekat. Ulkus ini memiliki karakteristik, crateriform, asimetris
dan unilateral. Bagian tengahnya nekrotik dan cekung. Ulkus sembuh beberapa minggu atau
bulan, dan meninggalkan jaringan parut.
Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent mayor
2. Stomatitis Apthous Recurrent herpetiform
Ulkus herpetiform ini, secara klinis mirip ulkus-ulkus pada herpes primer. Gambaran
berupa erosi kelabu yang jumlahnya banyak, berukuran sekepala jarum yang membesar,
bergabung dan menjadi tak jelas batasnya. Awalnya berdiameter 1-2 cm dan timbul
berkelompok 10-100 buah. Ulkus dikelilingi daerah eritematosus dan mempunyai gejala
sakit. Biasanya terjadi hampir pada seluruh mukosa oral terutama pada ujung anterior lidah,
tepi-tepi lidah dan mukosa labial. Sembuh dalam waktu 14 hari.
Gambar: Stomatitis Apthous Recurrent herpetiform
Etiologi
Penyebab pasti dari SAR masih belum diketahui, namun kemungkinan bersifat multifaktor
karena kejadiannya tidak dipastikan rekuren dari faktor yang sama. SAR timbul karena pengaruh
faktor-faktor predisposisi seperti stres, trauma, alergi, gangguan endokrin, makanan yang bersifat
asam, atau makanan yang mengandung gluten. Pemeriksaan intra oral diperlukan untuk
mengetahui sumber trauma.
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan kemungkinan penyebab paling tinggi dari seluruh
kejadian SAR, dengan peningkatan insidensi yang dipengaruhi keterlibatan faktor
lingkungan. Sekitar 40-50% pasien yang terkena SAR memiliki riwayat keluarga yang
juga pernah terkena SAR. Kemungkinan dipengaruhi oleh status SAR orangtua.
Hubungan juga meningkat pada anak kembar. Studi oleh Ship menunjukkan bahwa
pasien dengan orang tua positif-SAR memiliki 90% kemungkinan terjadinya SAR,
dimana pada pasien dengan orang tua nonpositif-SAR hanya memiliki kemungkinan SAR
sebesar 20%.
2. Trauma
Pasien SAR sering dilaporkan terkena ulser akibat trauma seperti terkena sikat
gigi atau injeksi saat anestesi lokal. Trauma akibat gigitan dan penyikatan gigi yang
salah, dapat menyebabkan robeknya mukosa dan memperparah ulser yang sudah ada.
3. Alergi
Zat deterjen pada pasta gigi, misalnya sodium lauryl sulfat, diduga sebagai
pemicu terjadinya SAR pada beberapa orang. Mekanismenya diduga akibat abnormalitas
imun. Merupakan respon limfosit T terhadap antigen. Aksi sitotoksis dari limfosit dan
monosit pada epitel mukosa oral dapat menyebabkan ulserasi. Imunitas humoral dan cell-
mediated terhadap antigen streptokokus oral dan mukosa oral manusia tampaknya
merupakan hal yang penting pada SAR. Meskipun etiologinya tidak diketahui, berbagai
studi baru-baru ini mencurigai proses imunopatik yang melibatkan aktivitas sitolitik
diperantarai sel sebagai respons terhadap HLA atau antigen asing.
4. Stres dan menstruasi
Kedua faktor ini berperan penting sebagai penyebab kejadian SAR. Beberapa
literatur menyebutkan adanya hubungan yang erat antara SAR dengan siklus menstruasi
meskipun belum ada bukti yang menyakinkan bahwa keadaan psikologis atau stres
berhubungan dengan SAR.
Mekanisme terjadinya SAR pada stres berhubungan dengan hormon kortisol. Sekresi
kortisol yang meningkat pada respon stres meningkatkan level plasma kortisol. Hal ini
akan meningkatkan katabolisme protein sehingga penyembuhan luka menjadi lambat.
Hormon kortisol yang terbentuk dapat menghambat imunoglobulin A yang terdapat
dalam saliva, yang merupakan sistem imun dalam saliva. Sehingga apabila stres, kortisol
meningkat, lalu IgA menurun dan sistem imun turun sehingga mempermudah terjadi
ulser.
5. Mikroorganisme
Beberapa mikroorganisme yang berperan terhadap terjadinya SAR diantaranya
Streptococci, HSV, Varicella Zoster dan Cytomegalovirus. Bentuk L dari streptokokus
dicurigai menjadi penyebab dalam pembentukan ulserasi aftosa.
6. Defisiensi nutrisi
Defisiensi zat besi (Fe), asam folat, vitamin B12 dan vitamin B-kompleks
(vitamin B1, B2, dan B6) dilaporkan berhubungan dengan kejadian SAR. Hubungannya
biasanya karena defisiensi, terutama vitamin B12 dan asam folat akibat malabsorpsi.
Gangguan hematologik terutama defisiensi besi, folat atau vitamin B12 khususnya serum
Fe, folat, atau vitamin B12 juga dihubungkan dengan SAR. Pada defisiensi ini,
hemoglobin berada di bawah normal, dan ditandai dengan mikrositosis atau makrositosis
sel darah merah.
7. Faktor Sistemik
Kondisi sistemik yang mempengaruhi kejadian SAR diantaranya gangguan GIT,
neutropenia, HIV, defisiensi IgA, dan penggunaan obat-obatan anti inflamasi non steroid.
8. Perubahan kebiasaan merokok
Menurut Greenberg and Glick, penghentian kebiasaan merokok pada beberapa
kasus dapat meningkatkan frekuensi dan derajat keparahan dari SAR itu sendiri.
Tembakau dapat meningkatkan keratinisasi mukosa, yang menyebabkan mukosa lebih
tahan terhadap ulserasi.
Manifestasi Klinis
Lesi SAR yang pertama kali muncul seringkali terjadi pada usia 20-an dan dapat ditimbulkan
oleh trauma minor, menstruasi, infeksi saluran pernafasan atas, atau kontak dengan makanan
tertentu. Tahap-tahap perkembangan ulser pada RAS:
Tahap prodormal : berlangsung 2 – 48 jam, rasa tidak enak di dalam mulut dan
disertai gejala malaise seperti demam. Tetapi tahap ini jarang terjadi pada kebanyakan
pasien.
Tahap pre-ulseratif : ditandai dengan adanya mukosa yang berwarna kemerahan dan
bengkak.
Tahap ulseratif : merupakan tahap yang dominan, pasien merasakan adanya nyeri
lokal pada mukosa mulut. Terlihat lesi cekung dengan margin yang tajam dan jelas
dikelilingi daerah yang eritema dan oedem. Lesi berbentuk bulat atau oval regular. Hal
ini berlawanan dengan lesi traumatik yang berbentuk irregular.
Tahap penyembuhan : rasa nyeri menghilang, terlihat gambaran granulasi dan
pseodomembran.
Tahap remisi : tahap ini waktunya panjang / pendek, regular / irregular
tergantung dari faktor etiologi.
Patofisiologi SAR
Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi
neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuclear juga mengelilingi pembuluh darah (perivaskular),
tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun, secara keseluruhan terlihat tidak spesifik.
Perjalanan stomatitis aphtous dimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas
atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam
waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang
sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat
bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat
fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.
Diagnosis
SAR adalah penyebab utama dari ulser oral rekuren dan seringkali ditemui bersama
penyakit lainnya. Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang teliti dari klinisi yang berpengalaman
dapat membedakan RAS dari lesi primer akut lain seperti stomatitis viral atau dari lesi multipel
kronis seperti pemphigoid, sama halnya dari penyebab terjadinya ulser rekuren, seperti penyakit
jaringan ikat, reaksi obat-obatan, dan penyakit kulit. Anamnesis harus ditekankan pada gejala
kelainan darah, keluhan-keluhan sistemik, dan lesi yang berhubungan dengan kulit, mata, genital,
atau rektal. Pemeriksaan laboratorium harus digunakan saat ulser bertambah parah atau terjadi
pada usia di atas 25 tahun. Biopsi hanya dilakukan untuk menunjang kesembuhan penyakit lain
yang menyertainya, khususnya penyakit granulomatosa seperti Chron’s disease atau sarcoidosis.
Pasien dengan ulser minor atau mayor yang parah harus mengetahui faktor penyebab
yang diperiksa, termasuk penyakit jaringan ikat dan kadar abnormal zat besi, folat, vitamin B12,
dan ferritin. Pasien dengan kelainan tersebut harus dirujuk ke bagian penyakit dalam untuk
penanganan gangguan absorpsi atau terapi pengganti yang tepat. Klinisi juga harus dapat
memutuskan makanan apa yang membuat alergi atau sensitif terhadap gluten yang ditemukan
pada kasus-kasus dimana lesi parah dan resisten terhadap terapi lain. Pasien dengan infeksi HIV,
khususnya mereka dengan kadar CD4 di bawah 100/mm3, dapat menderita ulser aftosa mayor.
Diferensial Diagnosis
Diagnosa banding dari RAS adalah Traumatic ulcer, Behçet’s syndrome, recurrent HSV
infection, recurrent erythema multiforme.
1. Traumatic ulser
Lesi SAR berbentuk bulat atau oval, sedangkan traumatic ulcer irregular. SAR biasanya
mengenai mukosa non keratin seperti mukosa bukal dan labial, sedangkan traumatic ulcer bisa
mengenai palatum, gingiva, dan lidah. Persamaannya dengan SAR adalah etiologinya yaitu
trauma pada mukosa.
2. Behcet’s Syndrome
Behçets Syndrome, ditemukan oleh dermatologis Turki Hulûsi Behçet, secara klasik
digambarkan sebagai trias gejala yang meliputi ulser oral rekuren, ulser genital rekuren, dan lesi
mata. Behçet’s syndrome disebabkan oleh imunokompleks yang mengarah pada vasculitis dari
pembuluh darah kecil dan sedang dan inflamasi dari epitel yang disebabkan oleh limfosit T dan
plasma sel yang imunokompeten. Lesi tunggal yang paling umum terjadi pada Behçet’s
syndrome terjadi di mukosa oral. Ulser oral rekuren muncul pada lebih dari 90% pasien; lesi ini
tidak dapat dibedakan dari RAS. Beberapa pasien memiliki riwayat lesi oral ringan yang rekuren;
beberapa pasien lainnya memiliki lesi yang besar dan dalam serta meninggalkan jaringan parut