BAB I PENDAHULUAN Proses kehamilan dan persalinan ibaratnya seperti akan melakukan suatu perjalanan. Banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama oleh calon ibu. Seorang calon ibu tentunya akan mengharapkan suatu keadaan optimal supaya dirinya dan bayi yang di kandungannya dapat melalui proses persalinan dengan aman dan selamat. 1 Menurut WHO, tujuan pelayanan kebidanan adalah menjamin, agar setiap wanita hamil dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara kesehatannya sesempurna-sempurnanya agar wanita hamil melahirkan bayi sehat tanpa gangguan apapun dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik. Oleh karena itu, para tenaga medis dituntut untuk mampu mengenali dengan cepat serta menangani keadaan-keadaan yang dinilai dapat membahayakan ibu maupun janin. 2 Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik- buruknya suatu pelayanan ostetri dalam suatu negara atau daerah adalah kematian maternal, namun sekarang kematian bayi dianggap sebagai ukuran yang lebih baik serta lebih peka untuk menilai kualitas pelayanan kebidanan. Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 350 per 10.000 kelahiran hidup. 2 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Proses kehamilan dan persalinan ibaratnya seperti akan melakukan suatu
perjalanan. Banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama oleh calon ibu. Seorang
calon ibu tentunya akan mengharapkan suatu keadaan optimal supaya dirinya dan
bayi yang di kandungannya dapat melalui proses persalinan dengan aman dan
selamat.1 Menurut WHO, tujuan pelayanan kebidanan adalah menjamin, agar setiap
wanita hamil dan wanita yang menyusui bayinya dapat memelihara kesehatannya
sesempurna-sempurnanya agar wanita hamil melahirkan bayi sehat tanpa gangguan
apapun dan kemudian dapat merawat bayinya dengan baik. Oleh karena itu, para
tenaga medis dituntut untuk mampu mengenali dengan cepat serta menangani
keadaan-keadaan yang dinilai dapat membahayakan ibu maupun janin.2
Umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik-buruknya suatu pelayanan
ostetri dalam suatu negara atau daerah adalah kematian maternal, namun sekarang
kematian bayi dianggap sebagai ukuran yang lebih baik serta lebih peka untuk
menilai kualitas pelayanan kebidanan. Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun
2003 mencapai 350 per 10.000 kelahiran hidup.2
Tujuan dari penulisan referat ini adalah supaya sebagai tenaga medis mampu
untuk memberikan pelayanan medis yang semaksimal mungkin di bidang obstetri,
yaitu dengan mampu mendeteksi keadaan yang dinilai membahayakan dan
menanganinya sesuai dengan prosedur yang berlaku, dalam hal ini secara khusus
adalah keadaan gawat janin.
BAB II
1
2
GAWAT JANIN
2.1. Definisi
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar
oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada
antepartum maupun intrapartum.3
2.2. Patofisiologi
Ada beberapa patofisiologi yang mendasari gawat janin:
1. Dahulu janin dianggap mempunyai tegangan oksigen yang lebih rendah
karena janin dianggap hidup di lingkungan hipoksia dan asidosis yang kronik,
tetapi sebenarnya janin hidup dalam lingkungan yang sesuai dan konsumsi
oksigen per gram berat badan sama dengan orang dewasa, kecuali bila janin
mengalami stress.
2. Afinitas terhadap oksigen, kadar hemoglobin, dan kapasitas angkut oksigen
pada janin lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Demikian juga
halnya dengan curah jantung dan kecepatan arus darah lebih besar daripada
orang dewasa. Dengan demikian penyaluran oksigen melalui plasenta kepada
janin dan jaringan perifer dapat terselenggara dengan relatif baik. Sebagai
hasil metabolisme oksigen akan terbentuk asam piruvat, sementara CO2 dan
air diekskresi melalui plasenta. Bila plasenta mengalami penurunan fungsi
akibat dari perfusi ruang intervilli yang berkurang, maka penyaluran oksigen
dan ekskresi CO2 akan terganggu yang berakibat penurunan pH atau
timbulnya asidosis. Hipoksia yang berlangsung lama menyebabkan janin
harus mengolah glukosa menjadi energi melalui reaksi anaerobik yang tidak
efisien, bahkan menimbulkan asam organik yang menambah asidosis
2
metabolik. Pada umumnya asidosis janin disebabkan oleh gangguan arus
darah uterus atau arus darah tali pusat.
3. Bradikardi janin tidak harus berarti merupakan indikasi kerusakan jaringan
akibat hipoksia, karena janin mempunyai kemampuan redistribusi darah bila
terjadi hipoksia, sehingga jaringan vital ( otak dan jantung) akan menerima
penyaluran darah yang lebih banyak dibandingkan jaringan perifer.
Bradikardia mungkin merupakan mekanisme perlindungan agar jantung
bekerja lebih efisien sebagai akibat hipoksia.3
2.3. Etiologi
Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa penyebab
yang umum dan sering terjadi:
- Kontraksi
Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi. Kontraksi
secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat mengkompresi
tali pusat sehingga penyaluran nutrisi terganggu. Hal ini dapat terjadi pada
keadaan:
o persalinan yang lama ( kala II lama)
o penggunaan oksitosin
o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak
dapat berkontraksi ritmis dengan benar)
- Infeksi
- Perdarahan
- Abrupsi plasenta
Plasenta terlalu dini memisahkan diri dari fetus
- Tali pusat prolaps
- Hipotensi
Bila tekanan darah ibu menurun selama persalinan, jumlah aliran darah ke
fetus akan berkurang. Hipotensi dapat disebabkan oleh:
3
o anestesi epidural
o posisi supine
Hal tersebut terjadi karena adanya pengurangan jumlah aliran darah dari vena
cava ke jantung
- Masalah pernafasan janin
- Posisi dan presentasi abnormal dari fetus
- Kelahiran multipel
- Kehamilan prematur atau postmatur
- Distosia bahu
Penyebab yang paling utama dari gawat janin dalam masa antepartum adalah
insufisiensi uteroplasental. Faktor yang menyebabkan gawat janin dalam persalinan/
intrapartum adalah kompleks, contohnya seperti: penyakit vaskular uteroplasental,
perfusi uterus yang berkurang, sepsis pada janin, pengurangan cadangan janin, dan
kompresi tali pusat. Pengurangan jumlah cairan ketuban, hipovolemia ibu dan
pertumbuhan janin terhambat diketahui mempunyai peranan.4
2.4. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat
janin:5
- Wanita hamil usia > 35 tahun
- Wanita dengan riwayat:
o Bayi lahir mati
o Pertumbuhan janin terhambat
o Oligohidramnion atau polihidramnion
o Kehamilan ganda/ gemelli
o Sensitasi rhesus
o Hipertensi
o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
o Berkurangnya gerakan janin
4
o Kehamilan serotinus
2.5. Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat
melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah
tendangan janin/ ’kick count’. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat
makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10 gerakan
janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari berikutnya. Hal ini
dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan gerakan ini terutama
diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap gawat janin atau ibu yang
mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila ternyata tidak tercapai jumlah
minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan diminta untuk segera datang ke RS atau
pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.6
Tanda-tanda gawat janin:4,5
Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban pada letak kepala
Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
Untuk mengetahui adanya tanda-tanda seperti di atas dilakukan pemantauan
menggunakan kardiotokografi
Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin.
2.5.1. Mekonium
Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis
gawat janin. Mekonium adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal
dikeluarkan oleh bayi baru lahir mengandung mukus, empedu, dan sel-sel epitel.
Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium dikeluarkan dalam uterus mewarnai
cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat janin
mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-tanda gawat
janin. Mekonium dapat mewarnai cairan ketuban dalam beberapa tingkat, mulai dari
5
mewarnai ringan sampai dengan berat. Adanya mekonium dianggap signifikan bila
berwarna hijau tua kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda
pengeluaran mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi
perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran napas
atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium. Pada presentasi sungsang,
mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi abdomen janin pada
persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada
awal persalinan/ saat bokong masih tinggi letaknya.7
Pada tahun 1903, J. Whitridge Williams mengamati dan menganggap keluarnya
cairan mekonium sebagai relaksasi otot sfingter ani diakibatkan aerasi yang kurang
dari darah janin. Para ahli obstetri sudah lama menyadari bahwa deteksi mekonium
dalam persalinan merupakan suatu hal yang problematis dalam memprediksi gawat
janin atau asfiksia.8
Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya
mekonium:8
- Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan
mekonium merupakan hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.
- Mekonium merupakan tanda maturasi yang normal dari traktus
gastrointestinal di bawah pengaruh persarafan yang mempersarafinya
- Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat dan
gerakan peristalsis yang meningkat
Komponen mekonium seperti garam empedu dan enzim-enzim yang
terkandung di dalamnya dapat menyebablan komplikasi serius bila terinhalasi atau
teraspirasi oleh janin, dapat mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan nafas, kehilangan surfaktan paru, pneumonitis kimia.
Mekonium dalam cairan ketuban terdapat pada 13 % kelahiran hidup, kurang dari 5
% persalinan di bawah 37 minggu, 30 % pada bayi > 42 minggu. Faktor resikonya
meliputi: insufisiensi plasenta, hipertensi ibu dan pre-eklamsi, oligohidroamnion, ibu
perokok, penggunaan obat-obatan terlarang. (internet) Ramin dkk. mempunyai
hipotesis bahwa patofisiologi sindrom aspirasi mekonium termasuk hiperkapnia
6
janin, yang menstimulasi respirasi janin mengakibatkan aspirasi mekonium ke dalam
alveoli, dan trauma parenkim paru sekunder dari kerusakan sel alveolar karena
asidemia.7
Kesimpulannya, insidensi tinggi dari mekonium pada cairan amnion selama
persalinan seringnya merupakan proses fisiologis yang normal. Meskipun normal,
mekonium dapat menjadi berbahaya bila asidemia janin. Bukti-bukti menunjukkan
bahwa banyak bayi dengan sindrom aspirasi mekonium ternyata menderita hiposia
kronis sebelumnya/ saat dilahirkan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kadar
eritropoetin janin dan penghitungan eritrosit.8
2.5.2. Kardiotokografi
Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan
memantau atau mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia janin
dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan menetukan tindak lanjut dari hasil
pemantauan tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian pola denyut jantung
janin dalam hubungan dengan adanya kontraksi ataupun aktivitas janin dalam rahim
Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah ditetapkan sebagai
suatu pemeriksaan standar rutin untuk menentukan kesejahteraan janin. Meskipun
pemeriksaan kardiotokografi menunjukkan hasil dengan tingkat positif palsu yang
tinggi, yaitu sekitar 64 % dan evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi saat ini tetap
menjadi metode penapisan diagnosis hipoksia akut pada janin, karena tidak ada cara
pemeriksaan lain yang lebih obyektif dan non invasif.9
7
Gambar 1. Kardiotokograf9
Pemantauan dapat dilakukan dengan 2 cara:
Pengukuran eksternal
Dengan menggunakan alat yang dipasang pada dinding perut ibu, terdapat 2
elektroda: elektroda jantung yang ditempatkan tepat di tempat terdengarnya
denyut jantung janin dan elektroda kontraksi yang ditempatkan untuk
mengukur tegangan dinding perut, yang merupakan cara pengukuran tekanan
intra uterus secara tidak langsung. Kedua elektroda dipasang dengan
menggunakan suatu sabuk, untuk mendapatkan hasil yang maksimal,
sebelumnya digunakan jeli dengan tujuan menghilangkan pengaruh udara. Cara
pengukuran ini harus lebih cermat, karena dapat dikacaukan oleh denyut aorta
ibu. Cara eksternal lebih populer karena bisa dilakukan selama antenatal
maupun intranatal, praktis, aman ( mencegah terjadinya ruptur membran dan
invasi uterus), dengan nilai prediksi positif yang kurang lebih sama dengan cara