Top Banner
19 IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricus) DI TAMBAK TRADISIONAL KOTA TARAKAN Azis 1) , Heppi Iromo 1) , Darto 2) 1) Staf Pengajar FPIK Universitas Borneo Tarakan 2) Mahasiswa FPIK Universitas Borneo Tarakan ABSTRACT Indonesia is a very potential country on fishery bussiness. As we know indonesia large in sea than on land. One of the fishery businness which very advantages is Windu shrimp aquaculture. Through with the development of that businness,problems comes which annoying the bussiness, include parasite problem and it sources. According to the research parasites consist to ectoparasite and endoparasite. The research is oriented to distinguished about ectoparasite on shrimp (Penaeus monodon Fabricus) at traditioanl embank on Tarakan. Samples take on from several plales includes embank at East Tarakan, West Tarakan, North Tarakan and the last at Central Tarakan. Every check location representative by two samples of shrimp (Penaeus monodon Fabricus) embank traditional, and total samples is eight shrimp. Shrimp observation focus on, eye, foot stroke, feglestal, skin, stub born and tail. Observation leave done on the fish Quarantina of Tarakan. Based on the results of indentification of shrimp (Penaeus monodon Fabricus) on traditional embank, researcher find of out three of parasit, which inflect to shrimp (Penaeus monodon Fabricus) thats : Carchesium sp, Vorticella sp, and Epistylis sp. According to the result, researcher consider that Carchesium sp more dominant inflect to the shrimp. The othres Vorticella sp and Epistylis sp. Keyword : Ectoparasite, Penaeus monodon, and Traditional Embank PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki perairan seluas 328,87 juta ha, terdiri dari perairan laut seluas 275,41 juta ha dan perairan umum seluas 53,46 juta ha yaitu rawa 39,46 juta ha, danau 2,18 juta ha dan sungai 11,95 juta ha, maka sangat potensial untuk usaha bidang perikanan. Dengan demikian sumber daya ikan merupakan satu diantara subsektor perikanan yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional dan mempunyai prospek yang cerah dimasa sekarang dan mendatang (Anonim 2009). Propinsi Kalimantan Timur sebagai satu diantara daerah yang memiliki sumberdaya perikanan yang potensial, mempunyai luas perairan 14.047.000 ha., terdiri dari perairan laut seluas 12.000.000 ha dan perairan umum seluas 2.047.000 ha yaitu rawa 150.000 ha, danau 91.335 ha dan sungai 1.805.665 ha, serta lahan yang tersedia untuk usaha tambak seluas 122.360 ha. Pemanfaatan sumberdaya tersebut adalah 25 % penangkapan di laut, 40% penangkapan di perairan umum dan 9% untuk tambak (Anonim, 2009) Kota Tarakan yang memiliki luas daerah 657,33km 2 dengan luasa daratan 250,80km 2 dan luas lautan sekitar 406,53km 2 atau sekitar 61,85% dari luas keseluruhan merupakan lautan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah udang windu (Anonim, 2009). Udang windu (Penaeus monodon, Fab.) merupakan primadona komoditas non migas dari sektor Borneo University Library
15
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

19

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabricus)

DI TAMBAK TRADISIONAL KOTA TARAKAN

Azis

1), Heppi Iromo

1), Darto

2)

1)

Staf Pengajar FPIK Universitas Borneo Tarakan 2)

Mahasiswa FPIK Universitas Borneo Tarakan

ABSTRACT

Indonesia is a very potential country on fishery bussiness. As we know indonesia large in

sea than on land. One of the fishery businness which very advantages is Windu shrimp

aquaculture.

Through with the development of that businness,problems comes which annoying the

bussiness, include parasite problem and it sources. According to the research parasites

consist to ectoparasite and endoparasite.

The research is oriented to distinguished about ectoparasite on shrimp (Penaeus monodon

Fabricus) at traditioanl embank on Tarakan. Samples take on from several plales includes

embank at East Tarakan, West Tarakan, North Tarakan and the last at Central Tarakan.

Every check location representative by two samples of shrimp (Penaeus monodon

Fabricus) embank traditional, and total samples is eight shrimp. Shrimp observation focus

on, eye, foot stroke, feglestal, skin, stub born and tail. Observation leave done on the fish

Quarantina of Tarakan.

Based on the results of indentification of shrimp (Penaeus monodon Fabricus) on

traditional embank, researcher find of out three of parasit, which inflect to shrimp

(Penaeus monodon Fabricus) thats : Carchesium sp, Vorticella sp, and Epistylis sp.

According to the result, researcher consider that Carchesium sp more dominant inflect to

the shrimp. The othres Vorticella sp and Epistylis sp.

Keyword : Ectoparasite, Penaeus monodon, and Traditional Embank

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki perairan seluas 328,87 juta ha, terdiri dari perairan laut

seluas 275,41 juta ha dan perairan umum seluas 53,46 juta ha yaitu rawa 39,46 juta ha,

danau 2,18 juta ha dan sungai 11,95 juta ha, maka sangat potensial untuk usaha bidang

perikanan. Dengan demikian sumber daya ikan merupakan satu diantara subsektor

perikanan yang memegang peranan penting dalam pembangunan nasional dan

mempunyai prospek yang cerah dimasa sekarang dan mendatang (Anonim 2009).

Propinsi Kalimantan Timur sebagai satu diantara daerah yang memiliki

sumberdaya perikanan yang potensial, mempunyai luas perairan 14.047.000 ha., terdiri

dari perairan laut seluas 12.000.000 ha dan perairan umum seluas 2.047.000 ha yaitu

rawa 150.000 ha, danau 91.335 ha dan sungai 1.805.665 ha, serta lahan yang tersedia

untuk usaha tambak seluas 122.360 ha. Pemanfaatan sumberdaya tersebut adalah 25 %

penangkapan di laut, 40% penangkapan di perairan umum dan 9% untuk tambak

(Anonim, 2009)

Kota Tarakan yang memiliki luas daerah 657,33km2 dengan luasa daratan

250,80km2dan luas lautan sekitar 406,53km

2 atau sekitar 61,85% dari luas keseluruhan

merupakan lautan yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang mempunyai

nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah udang windu (Anonim, 2009). Udang windu

(Penaeus monodon, Fab.) merupakan primadona komoditas non migas dari sektor

Borneo University Library

Page 2: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

20

perikanan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam budidaya udang

antara lain kualitas air, mutu benih, pakan, penerapan teknologi dan penyakit.

Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya udang tersebut, terdapat pula

beberapa masalah yang mengganggu, sehingga menghambat perkembangan usaha

budidaya, yaitu hama dan penyakit ikan. Apabila keadaan tersebut tidak segera

ditanggulangi lebih awal, maka kegiatan budidaya ikan akan terganggu,akibatnya

produksi ikan akan menurun karena tingkat kematiannya tinggi.

Adanya hama dan penyebab penyakit di dalam tambak sangat merugikan bagi

para pembudidaya dan spesies itu sendiri. Untuk itu para pembudidaya juga perlu

memahami lebih dalam jenis – jenis hama dan penyebab penyakit yang dapat

mengganggu, merusak bahkan memangsa spesies yang di budidayakan. Dengan di

ketahuinya jenis – jenis hama tersebut maka pembudi daya dapat mencegahnya atau

memberantasnya dengan memberi obat sesuai dengan jenis hama dan penyebab

penyakit yang di ketahui.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sudah banyak udang yang

dibudidayakan di tambak tradisional terserang berbagai penyakit, salah satunya adalah

Ektoparasit. Untuk itu identifikasi penyakit udang adalah langkah awal yang harus

dilakukan.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui berbagai jenis ektoparasit yang

terdapat pada udang windu di tambak tradisional yang terdapat di Kota Tarakan.

C. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya, dan dapat

dijadikan bahan informasi tentang ektoparasit yang menempel pada udang windu di

tambak tradisional Kota Tarakan.

METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat

Penilitian ini dilakukan selama dua yaitu : Juli - Agustus. Tempat untuk

melakukan penelitian ini di tambak tradisional Kota Tarakan dan pengamatan

ektoparasit dilakukan di Laboratorium Karantina Ikan

B. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan adalah : Mikroskop eletrik, Obyek glass, Gunting,

Pipet tetes

Pinset, Water Checker, Hand Refractometer, Jala, Gerijen, Aerator baterai.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah : Udang windu, Aquades.

Borneo University Library

Page 3: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

21

C. Metode

1. Prosedur Pengambilan Sample

Sample yang digunakan adalah Udang Windu (Penaeus monodon) yang

diambil di 8 (Delapan) lokasi tambak tradisional di Kota Tarakan, masing –

masing lokasi diwakili dua ( 2 ) tambak yaitu : tambak tradisional di Tarakan

Timur, Barat, Tengah dan Utara. Jumlah sample masing – masing lokasi sebanyak

8 ekor. Sample yang diambil selanjutnya dibawa ke Laboratorium Karantina Ikan

untuk dilakukan identifikasi ektoparasit.

2. Data yang akan diambil berupa data perimer yang terdiri :

a. Pengamatan Ektoparasit

Pengamatan ektoparasit pada udang windu meliputi : mata, kaki renang,

kaki jalan, ekor, kulit,dan insang dengan cara memotong dengan mengunakan

gunting sample yang akan diamati. Sample yang telah digunting diambil dengan

menggunakan pinset dan ditaruh di obyek glass, selanjutnya tetesi sample dengan

aquades dengan menggunakan pipet tetes, kemudian mengamati dengan

menggunakan mikroskop eletrik.

b. Identifikasi Parasit

Hasil pengamatan ektoparasit selanjutnya di identifikasi menurut :

Lightner 1996 A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures

for Diseases of Cultured penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society.

Baton Rouge, Louisiana, 70803 USA.

Johson 1975 Handbook Of Shrimp Diseases. Seegrand College Program,

Texas A & M University.

3. Data yang akan diambil berupa data pendukung yang terdiri Parameter Kualitas

Air secara Insitu (suhu, salinitas, pH,dan DO).

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tambak Tradisional Tarakan Timur

Dari hasil pengukuran selama penelitian didapatkan, parameter kualitas

airss yang terdapat di kecamatan Tarakan Timur, tersaji pada tabel 2 berikut ini:

Borneo University Library

Page 4: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

22

Tabel 2. Data Parameter Kualitas Air Di Kecamatan Tarakan Timur

TAMBAK PARAMETER DATA KISARAN OPTIMAL

1

PH 7,5 6,8 – 8,7

Salinitas 28,5 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 7,8 4 – 8 ppm

Suhu 31,3 28 – 32 0 C

2

PH 7.4 6,8 – 8,7

Salinitas 23,2 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 6,7 4 – 8 ppm

Suhu 30,8 28 – 32 0 C

Sumber : Kisaran Optimal, Amri, 2003

a. Derajat Keasaman (pH)

pH berpengaruh terhadap pertumbuhan dan tingkat produksi udang.

Fluktuasi pH air sangat mengganggu aktivitas udang. Fluktuasi pH air juga sangat

menentukan berhasil tidaknya pemeliharaan udang,(Ghufron, 1996).

Pada Tabel 2 pH yang di peroleh di wilayah Kecamatan Tarakan Timur,

pada tambak 1 yaitu: 7,5 dan pada tambak 2 yaitu: 7,4. Secara fisik bahwa pH

yang tedapat di wilayah Kecamatan Tarakan Timur masih dalam kisaran yang

optimal, pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian Rakhmatun dan Mudjiman

(2003), di peroleh tingkat pH terbaik bagi kehidupan dan pertumbuhan udang

windu adalah diantara 6,8 – 8,7 dan akan mematikan bila pH mencapai angka

terendah di bawah 6 dan tertinggi 9.

b. Salinitas

Tabel 2 menunjukkan bahwa salinitas yang di peroleh di wilayah

kecamatan tarakan timur yaitu berkisar antara 28,5 dan 23,2 ppt. Kisaran salinitas

tersebut, untuk pembesaran udang windu berada dalam kondisi yang optimal,

karena Menurut Khairul, (2003) dalam Jumani (2008) salinitas untuk

pertumbuhan udang windu yang baik diperoleh pada kisaran 10 – 35 ppt.

c. Oksigen Terlarut

Dilihat dari tabel di atas oksigen terlarut yang di peroleh di wilayah

Kecamatan Tarakan Timur yaitu berkisar antara 7,8 dan 6,7 ppm, dari hasil

penelitian didapatkan bahwa, oksigen terlarut di Kecamatan Tarakan Timur masih

dalam kisaran yang optimal untuk standar budidaya, hal ini diperkuat dengan

pendapat (Susanto, 1992) bahwa kisaran oksigen yang dibutuhkan oleh jenis-jenis

suatu organisme kadang berbeda, namun perbedaan itu tidak jauh. Oksigen

terlarut sebanyak 4 – 8 ppm dianggap ideal.

d. Suhu

Tabel 2 suhu yang diperoleh di wilayah Kecamatan Tarakan Timur yaitu

31,3 dan 30,8 0C. Kisaran tersebut sangat cocok untuk standar budidaya udang

windu, menurut (Soetomo, 2002), kisaran suhu yang baik adalah berkisar 28 0C –

Borneo University Library

Page 5: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

23

32 0C. Bila suhu terus meningkat, udang akan mengalami stress dan akan

mengeluarkan lendir yang berlebihan, sebaliknya bila suhu terlalu rendah akan

kurang aktif makan dan bergerak, sehingga pertumbuhannya akan semakin

lambat.

e. Jenis Ektoparasit

Sample udang diambil dengan menggunakan alat tangkap jala, penagkapan

dilakukan didalam areal tambak tersebut sebanyak delapan ekor masing – masing

tambak.

Dari data yang di dapat pada lampiran 1 (tambak 1 & 2 ) bahwa sebagian

besar udang terserang parasit, hal ini disebabkan karena udang yang hidupnya

bersifat menyebar, sehingga memudahkan proses terserang parasit pada

organisme yang hidup diperairan tersebut (Lom dan Dykopa, 1992). Di mana

seringnya udang yang terserang parasit melakukan kontak atau gesekan dengan

udang yang lainnya.

Jenis parasit yang paling dominan yang terdapat pada daerah tambak

tradisional Tarakan Timur adalah Carchesium sp, umumnya jenis ini berkembang

secara aseksual dengan pembelahan , Carchesium juga dapat berkembang secara

seksul, sehingga berkembangnya jenis parasit ini sangat pesat (webb, 2003).

Dari penelitian yang telah dilakukan dilapangan, jenis ektoparasit yang

ditemukan pada tubuh udang adalah sebagai berikut :

Mata : Negatif parasit

Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp

Kaki jalan : Carchesium sp, Epistylis sp, Vorticella sp

Ekor : Vorticella sp, Carchesium sp

Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp

Insang : Carchesium sp, Vorticella sp

B. Tambak Tradisional Tarakan Barat

Di daerah tambak Tarakan Barat kualitas air yang diperoleh pengamat dapat dilihat pada

Tabel 3, berikut ini :

Tabel 3. Data Parameter Kualitas Air Di Tarakan barat

TAMBAK PARAMETER UJI DATA KUALITAS AIR KISARAN OPTIMAL

1 PH 7,6 6,8 – 8,7

Salinitas 22,2 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 6,7 4 – 8 ppm

Suhu 31,9 28 – 32 0 C

2

PH 8,3 6,8 – 8,7

Salinitas 25,7 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 5,9 4 – 8 ppm

Suhu 32 28 – 32 0 C

Sumber Kisaran Optimal, Amri, 2003

Borneo University Library

Page 6: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

24

a. Derajat Keasaman (pH)

Pada daerah tambak tardisional Tarakan Barat pH pada lokasi tersebut

masih optimal untuk lokasi budidaya, adapun pH yang dapat pada tambak 1 yaitu

: 7,6 dan pada tambak 2 yaitu : 8,3. Diperkuat dengan nilai optimal pH untuk

tambak udang windu adalah 6 – 9. Nilai pH diatas 10 dapat membunuh udang,

sementara nilai pH dibawah 5 mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat

(Khairul, 2003).

b. Salinitas

Data Tabel 3 pada tambak tradisional Tarakan Barat dimana salinitasnya

cukup bagus dalam pengembangan usaha budidaya udang windu, adapun salinitas

yang diperoleh pada (tambak 1) 22,2 ppt dan (tambak 2) 25,7 ppt. Di mana udang

windu menyukai air bersalinitas 10 – 35 ppt. Salinitas ini lebih rendah daripada

salinitas yang dikehendaki jenis udang yang lain. Penurunan salinitas dibawah 10

ppt sebaiknya dihindari karena kondisi udang menjadi lemah (Khairul, 2003)

c. Oksigen Terlarut

Oksigen Terlarut merupakan salah satu unsur utama regulator pada proses

metabolisme dan tanaman dan hewan air, terutama untuk proses respirasi

(Ondum, 1971) kisaran yang baik tidak boleh kurang dari 3 ppm karena akan

mengakibatkan udang mengalami stress. Adapun data Oksigen Terlarut (DO)

yang diperoleh peneliti pada tambak tradisional Tarakan barat pada tambak 1

yaitu : 6,7 ppm dan tambak 2 yaitu : 5,9 ppm sangat optimal untuk budidaya

udang windu.

d. Suhu

Pada Tabel 3 suhu yang diperoleh peneliti pada tambak tradisional Tarakan

barat pada tambak 1 adalah 31,9 oC dan tambak 2 adalah 32

oC, dimana masih

standar dalam usaha budidaya udang. ini diperkuat dengan (Suyatno, 2001)

dimana kisaran suhu air dikawasan tambak udang adalah 28 – 32 oC

e. Jenis Ektoparasit

Berdasarkan lampiran 2 (tambak 1 & 2) parasit paling dominan yang

menyerang udang budidaya adalah jenis Carchesium sp, hal ini diduga bawaan

dari patogen melalui media air. Lokasi tambak tradisional Tarakan Barat

ditemukan tiga jenis parasit yaitu : Carchesium sp, vorticella sp, dan Epitylis sp.

sample yang diperoleh pada lokasi ini sama dengan lokasi sebelumnya yaitu

dengan menggunakan alat tangkap jala didalam area tambak tersebut.

Berdasarkan pendapat Kei Yuasa et al,(2003) timbulnya parasit disebabkan

oleh dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (Eksternal),

penyakit Internal : genetic, sekresi interna, Imunodefisiensi, saraf, dan metabolic.

Sedangkan Eksternal terbagi dua yaitu non pathogen dan pathogen. Dimana non

pathogen terdiri dari penyakit lingkungan seperti kualitas air dan penyakit nutrisi

karena kekurangan nutrisi, gejala keracunan bahan pakan. Sedangkan pathogen

bersifat parasit yang terdiri dari penyakit viral, jamur, bakterial dan parasitic.

Borneo University Library

Page 7: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

25

Jenis ektoparasit yang ditemukan pada tubuh udang di daerah tambak tradisional

Tarakan Barat adalah sebagai berikut :

Mata : Negatif parasit

Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp

Kaki jalan : Carchesium sp

Ekor :Vorticella sp, Carchesium sp

Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp

Insang : Carchesium sp

Jenis ektoparasit yang paling banyak ditemui di tubuh udang tersebut adalah jenis

Carchesium sp.

D. Tambak Tradisional Tarakan Utara

Hasil pengukuran kulaitas air di tambak tradisional Tarakan Utara dapat dilihat pada

tabel 4:

Tabel 4. Data Parameter Kualitas Air Di Tarakan utara

Tambak Parameter Uji Data Kualitas Air Kisaran Optimal

1

PH 7,8 6,8 – 8,7

Salinitas 24,5 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 7,8 4 – 8 ppm

Suhu 31 28 – 32 0 C

2

PH 8,3 6,8 – 8,7

Salinitas 23,8 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 7,0 4 – 8 ppm

Suhu 32 28 – 32 0 C

Sumber Kisaran Optimal, Amri, 2003

a. Derajat Keasaman (pH)

Daerah tambak tradisonal Tarakan Utara diperoleh pH 7,8 pada tambak 1

dan pH 8,3 pada tambak 2. Berdasarkan pada pH tersebut daerah tambak

tradisonal Tarakan Utara cocok untuk usaha budidaya udang windu. Karena

menurut Manik dan Mintarjo, 1980, pH air pada kisaran 6 – 8 pada tambak udang

tergolong cukup baik untuk mendukung kehidupan udang, maupun organisme

akuatik lainnya.

b. Salinitas

Salinitas yang diperoleh pada lokasi tambak Tarakan Utara yaitu 24,5 pada

tambak 1 dan 23,8 ppt pada tambak 2. Kisaran salinitas tersebut optimal untuk

pertumbuhan udang windu yang baik pada kisaran 10 – 35 ppt. Salinitas air

media pemeliharaan yang tinggi (>35) kurang menguntukan untuk kegiatan

budidaya udang windu, karena itu udang windu akan lebih cocok untuk salinitas

yang optimal (Amri, 2003)

Borneo University Library

Page 8: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

26

c. Oksigen Terlarut

Yang masih oksigen terlarut pada tambak (1) : 7,8 dan tambak (2) : 7,0 ppm

masih ideal dalam usaha budidaya yang berkisar 4 - 8 ppm untuk pemeliharaan

udang windu, dimana menurut (Mintarjo et al, 1984) bila kandungan oksigen

rendah akan menganggu kebutuhan oksigen udang, hal ini disebabkan karena

udang selalu berada dasar perairan dan tidak suka mengambil oksigen bebas

dipermukaan air.

d. Suhu

Pada Tabel 4 diperoleh suhu tambak tradisional Tarakan Utara pada tambak

1 yaitu : 31 oC dan tambak 2 yaitu : 32

oC yang masih cocok untuk pembesaran

udang. menurut (Khairul, 2003) dimana kisaran suhu air tambak yang baik bagi

kehidupan udang windu adalah 25 – 32 oC. Perubahan suhu yang bisa ditoleransi

tidak lebih dari 2 oC. Karena itu, harus dihindari perubahan suhu secara mendadak

karena berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan udang

e. Jenis Ektoparasit

Dimana tambak daerah tersebut sangat jauh dari pasang surut perairan,

sehingga perputaran air sangat kecil dan sangat mendungkung pertumbuhan

parasit. Berdasarkan hasil penelitian Soedjearti et al (1985) penyebaran penyakit

suatu perairan disebabkan siklus perputaran air sangat rendah atau sulit

mengadakan pergantian air karena elevasi tambak yang terlalu tinggi atau

amplitude daerah tersebut sangat kecil. Berdasarkan lampiran 3 (tambak 1 & 2 )

terdapat tiga jenis ektoparasit yang menyerang udang budidaya tersebut.

Adapun ektoparasit pada udang yang telah diidentifikasi oleh peneliti pada

tambak tradisional Tarakan Utara adalah sebagai berikut :

Mata : Carchesium sp, Epistylis sp

Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp

Kaki jalan : Carchesium sp

Ekor :Vorticella sp, Carchesium sp

Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp

Insang : Carchesium sp, Vorticella sp

Borneo University Library

Page 9: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

27

D. Tambak Tradisional Tarakan Tengah

Hasil pengukuran parameter kualitas air dilokasi tambak tradisional Tarakan Tengah

tersaji pada tabel 5, berikut ini:

Tabel 5. Data Parameter Kualitas Air Di Tarakan Tengah

Tambak Parameter Uji Data Kualitas Air Kisaran Optimal

1

PH 7,7 6,8 – 8,7

Salinitas 27,8 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 6,1 4 – 8 ppm

Suhu 31 28 – 32 0 C

2

PH 8,3 6,8 – 8,7

Salinitas 24,7 10 – 35 ppt

Oksigen (O2) 6,7 4 – 8 ppm

Suhu 32 28 – 32 0 C

Sumber Kisaran Optimal, Amri, 2003

a. Derajat Keasaman (pH)

Tabel 5 adapun pH yang di peroleh di daerah tambak Tarakan Tengah yaitu

berkisar antara 7,7 dan 8,3 . Secara fisik bahwa pH yang tedapat di wilayah

Kecamatan Tarakan Timur masih dalam kisaran yang optimal, pendapat ini

diperkuat oleh (Ghufran H K, 1997) pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan

karena mempengaruhi kehidupan jasad renik, perairan asam akan kurang

produktif, malah dapat membunuh ikan atau udang budidaya. Pada pH rendah

(keasaman tertinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Hal ini

sebaliknya pada suasana basa. Atas dasar ini maka usaha budidaya yang optimal

adalah dengan pH 6,8 – 8,7 ppt

b. Salinitas

Dilihat dari Tabel 5 adapun salinitas yang di peroleh di wilayah Tarakan

Tengah yaitu tambak ( 1 ) : 27,8 dan tambak ( 2 ) :24,7 ppt yang masih optimal

dalam kegiatan pemeliharaan udang windu. Diperkuat dengan pendapat

Rakhmatun dan Mudjiman (2003) karena udang windu tumbuh paling baik pada

kadar garam 15 – 35 ppt. Namun bukan berarti udang windu tidak bisa dipelihara

pada air lebih kecil dari 15 ppt dan lebih tinggi dari 35 ppt asalkan pergantian air

sering dilakukan.

Borneo University Library

Page 10: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

28

c. Oksigen Terlarut

Pada Tabel 5 oksigen terlarut yang di peroleh di wilayah Kecamatan

Tarakan Tengah yaitu 6,1 dan 6,7 ppm, dari hasil penelitian didapatkan bahwa,

oksigen terlarut di Kecamatan Tarakan Tengah masih dalam kisaran yang optimal

untuk standar budidaya. Menurut Alie Poernomo ( 1988), kadar oksigen yang

terlalu rendah yang secara kronis belum mematikan tetapi dapat menganggu

kesehatan udang ditandai dengan adanya pertumbuhan yang lambat.

d. Suhu

Di lihat pada Tabel 5 suhu yang diperoleh pada tambak tradisional Tarakan

Tengah yaitu pada tambak ( 1 ) 31 oC dan tambak ( 2 )32

0C. diperkuat dengan

Boyd (1988) dalam Sutaman (1993) Baik secara langsung maupun tidak

langsung, suhu air mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan

udang. suhu air juga dapat mempengaruhi kelarutan oksigen dalam air dan

kepadatan air serta meningkatkan reaksi kimia termaksud aktivitas jasad renik.

Kisaran suhu yang optimal antara 28oC – 32

oC.

e. Jenis Ektoparasit

Pada lokasi ini ditemukan tiga jenis Ektoparasit, sama halnya dengan daerah

- daerah lainnya yaitu Carchesium sp, Vorticella sp, dan Epitylis sp. Dimana

dapat dilihat lampiran 4 (tambak 1 & 2). Alat yang digunakan untuk mengambil

sample adalah jala.Data jenis ektoprasit udang windu yang didapat pada tambak

tradisional Tarakan Tengah adalah sebagai berikut:

Mata : Carchesium sp

Kaki renang : Epistylis sp, Carchesium sp, Vorticella sp

Kaki jalan : Carchesium sp

Ekor : Vorticella sp, Carchesium sp

Kulit : Epistylis sp, Carchesium sp

Insang : Carchesium sp, Vorticella sp, Epistylis sp

Dari pengamatan yang dilakukan secara mikroskopik pada parasit udang windu di

empat lokasi tambak tradisional Kota Tarakan diperoleh parasit sebanyak 3 jenis.

Parasit tersebut diperoleh melalui uji yang dilakukan di laboratorium karantina ikan

kota Tarakan dengan mengunakan metode mikroskopik kamera, dengan mengamati

bagian tubuh udang yang meliputi : mata, kaki renang, kaki jalan, kulit, insang, dan ekor

seperti yang terdapat pada gambar 5, berikut ini:

Gambar 5.Organ target pada udang

kulit

Borneo University Library

Page 11: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

29

E. Deskripsi Jenis Ektoparasit

Deskripsi jenis ektoparasit yang di temukan pada empat lokasi tambak tradisional Kota

Tarakan adalah sebagai berikut:

1. Carchesium sp

Gambar 6. Carchesium sp

Carchesium sp merupakan kelompok siliata yang hidup berkoloni seperti pohon

dengan banyak batang dengan ukuran koloni dapat mencapai 6 µm. Koloni dapat

tumbuh sampai mencapai ukuran diameter beberapa senti meter dengan ribuan individu

yang tersebar dalam 9 cabang utama dalam satu bulan. Stimulasi yang terjadi pada

beberapa individu dalam satu koloni akan memicu terjadinya reaksi berantai sehingga

keseluruhan koloni akan menggulung membentuk suata bulatan (Bruce, 2003).

Klasifikasi Carchesium adalah sebagai berikut: Kingdom : Protozoa; Subkingdom :

Biciliata; Filum Ciliophora; Subfilum : Intrramacronucleata; Klas:

Oligohymenophorea; Subklas : Peritrichia, Ordo: Carchesium Famili: Vorticellidae,

Genus: Carchesium (kabata. 1985).

Carchesium bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan, Mikronukleus

akan mengalami mitosis, kemudian akan membagi menjadi dua bagian, meskipun

demikian Carchesium juga dapat berproduksi secara seksual, reproduksi secara seksual

dilakukan melalui proses konjugasi ketika Carchesium sedang dalam kondisi

kekurangan nutrisi. Selama konjugasi dua Carchesium akan berdekatan dan membentuk

jembatan sitoplasmik diantara dua sel; mikronukleus akan membelah secara meiosis,

mikronukleus akan mengalami isintegrasi, dan hubungan antara sel menyebabkan

terjadinya pertukaran mikronukleus. Kedua sel kemudian terpisah, membentuk

mikronukleus dari mikronukleus, (Lightner, 1996). Populasi mengalami peningkatan

yang pesat. Koloni Carchesium yang menempel pada organisme hidup dapat

mengakibatkan gangguan baik secara langsung oleh Carchesium maupun tidak

langsung. Adanya koloni Cacrhesium pada insang, akan mengakibatkan pertukaran gas

dalam insang terganggu sehingga insang, akan tampak pucat, selain itu carchesium

dapat memicu terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri lain ( webb, 2003).

Borneo University Library

Page 12: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

30

2. Vorticella sp

Gambar 7. Vorticella sp

Vorticella sp termasuk dalam genus protozoa, dengan lebih dari 100 spesies di

dalamnya. Protozoa ini berbentuk seperti bel, dengan tangkai yang panjang dan bersilia,

letak silia besifat peritrik. Pada tiap-tiap sel memiliki tangkai berjangkar yang

digunakan untuk menembus substrat, dan mengandung fibril kontraktil yang disebut

myoneme, tangkai akan memendek dan menggulung ketika distimulasi dangan gerakan.

Vorticella masuk ke dalam : Filium: Ciliophora; Klas: Oligohymenophorea; Subklas:

Peritrichia, Ordo: Sessillida: Family: Vorticellidae,Genus: Verticella. Parasit ini biasa

hidup menempel pada suatu tempat dan jarang sekali terlihat hidup bebas. Ketika

memasuki masa reproduksi pembelahan, vorticella akan membagi diri pada sepanjang

garis axis longitudinal dalam suatu proses yang dikenal sebagai budding. Ketika parasit

ini tengah membelah, salah satu belahannya akan tetap memiliki myoneme dan bagian

yang lainnya akan berenang bebas. Fungsi dari silia yang berada di bagian atas adalah

untuk mengambil makanan masuk kedalam corongnya.

Parasit baru hasil pembelahan akan memisahkan diri dari induknya kemudian

berenang bebas, sampai kemudian menemukan tempat baru untuk menempel. Vorticella

juga dapat bereproduksi secara seksual (webb, 2003). Dalam perkembangan

kehidupannya. Vorticella memanfaatkan zat-zat tempat menempelnya sebagai sumber

nutrisi. Selain hal tersebut, bakteri – bakteri perairan dan algae juga merupakan sumber

makanan Vorticella sp.

Dikenal sebagai Fouling disease karena mengakibatkan penampilan udang

menjadi tidak menarik. Tubuh udang kelihatan seperti berlumut, dengan warna

kecoklatan yang diakibatkan oleh penempelan protozoa jenis Varticella sp. Protozoa ini

juga sering menempel pada insang sehingga kelihatan berwama kecoklatan dan pada

akhirnya akan mengakibatkan warna insang menjadi kehitaman (Lukrejo, 2008).

Borneo University Library

Page 13: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

31

3. Epistylis sp

Gambar 8. Epistylis sp

Epistylis sp adalah sejenis protozoa bertangkai seperti Vorticella berkoloni

dengan ukuran Tubuhnya ± 60 μm, yang menyerang hewan – hewan perairan. Siklus

hidup Epistylis hampir sama dengan Vorticella. Parasit ini bereproduksi secara seksual

maupun aseksual. Pembelahan secara aseksual terjadi melalui pembelahan biner.

Epistylis merupakan parasit opportunistic, ketika wilayah perairan dipenuhi bahan –

bahan organik, maka populasi Epistylis akan meledak dan menimbulkan masalah, hal

tersebut dapat terjadi karena koloni Epistylis mampu mensekresikan enzim yang dapat

menghancurkan jaringan hospes sehingga juga memicu terjadinya infeksi sekunder (

ruth dan ruth, 2003 ).

Epistylis menginfestasi bagian kepala, pectoral, insang dan juga kulit hospes.

Epistylis akan menginfestasi hospes lain dalam kolam melalui ceraian tangkainya.

Epistylis yang belum dewasa akan berenang mencari hospes dengan melekatkan dirinya

pada badan hospes (anonim, 2005 ). Klasifikasi Epistylis menurut Kabata (1985 ) adalah

sebagai berikut : Kingdom: Animalia; Filum : Ciliophora ; Klas : Ciliatea; Subklas :

Peritrichia: Ordo ; Peritricidu Subordo : Sesilina; Famili : Epistylidae; Genus:

Epistylis.

Udang yang terserang parasit Epistylis sp mula – mula memperlihatkan gejala

“flas – ing” timbul dipermukaan pada siang hari. Parasit ini melekat dipermukaan tubuh

udang yaitu kulit dan insang, sehingga menimbulkan kerusakan pada bagian yang

ditempel parasit tersebut ( Ghufran H K, 2004).

Dari ketiga jenis parasit yang ditemukan diempat lokasi yaitu tambak tradisional

Tarakan Timur, Tarakan Barat, Tarakan Utara, Dan Tarakan Tengah. Menurut

Keputusan Mentri Kealutan dan Perikanan Nomor : Kep:17/Men/2003 Tentang

Penetapan jenis – jenis Hama dan Penyakit Ikan dan Karantina, Golongan, Media

Pembawa dan Sebarannya, ketiga jenis parasit yang ditemukan masih belum tergolong

dalam golongan jenis – jenis hama penyakit, artinya parasit ini masih dapat

dikendalikan dan tidak terlalu menghawatirkan serta masih tergolong dalam HPI (Hama

Penyakit Ikan), parasit tergolong menghawatirkan apabila tergolong HPIK (Hama

Penyakit Ikan Karantina), hal ini dibuktikan dari sejumlah sampel yang diambil dari

empat tambak tradisional Kota Tarakan.

Borneo University Library

Page 14: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

32

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

bahwa:

1. Ektoparasit pada udang windu (penaeus monodon) yang terdapat didaerah

tambak tradisional Kota Tarakan ada tiga jenis yaitu : Carchesium sp,

Vorticella sp, dan Epistylis sp.

2. Jenis ektoparasit yang dominan didaerah tambak tradisional Kota Tarakan

adalah Carchesium sp.

A. Saran

1. Perlu adanya kajian lebih lanjut terhadap keberadaan parasit di tambak

tradisional Kota Tarakan

2. Dengan waktu penelitian yang terbatas, maka pada penelitian ini hanya melihat

bahwa ada tiga jenis ektoparasit, untuk menjadi referensi penelitian yang akan

datang agar memperhatikan faktor yang dapat melengkapi proses penelitian.

3. Ektoparasit yang terdapat di tambak tradisional Kota Tarakan yang terlihat

melalui penelitian terbatas ini, perlu dikaji secara intensif dan spesifik untuk

mengetahui pengaruh lain yang tidak terlihat pada penelitian ini.

4. Sosialisasi mengenai upaya menjaga kebersihan lingkungan perairan Kota

Tarakan oleh pemerintah kota melalui instansi terkait, kepada masyarakat

untuk menjaga kelangsungan hidup udang windu dan biota air yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Amri, 2003. Pedoman Pembenihan Udang Penaeid. Cetakan kedua. Balai Budidaya Air

Payau Jepara. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan

dan Perikanan.

Amri K, 2003. “Budidaya Udang Windu Secara Intensif” Agro Media Pustaka, Jakarta.

Anonim, 2004. “Penyakit Utama Penyebab Kematian Udang di Tambak dan Cara

Penanggulangannya” Departemen Kelautan dan Perikanan.

Anonim, 2005. “Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut”,

Departemen Kelautan dan Perikanan.

Anonim, 2009.„ Perkembangan Tambak. http//walhi.or.i/tambak.com

Bruce J, 2003. Biomedia Associates, http://ebiomedia.com/prod/

Ghufron H. K, 1997. “Budidaya Air Payau”. Penerbit Dahara Prize. Semarang.

Ghufron, M H Kordi K. 2004 “Penangulangan Hama dan Penyakit Ikan” Asdi

Mahasatya, Jakarta.

Johnson, S.K. 1975. Handbook Of Shrimp Diseases. Seegrand College Program, Texas

A & M University.

Jumani, 2008. “Kajian Tambak Tradisional Kota Tarakan” Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan. Universitas Borneo

Kabata, Z.,1985. Parasite and Diseases of Fish Cultured in the Tropice. London and

Philadelphia.

Borneo University Library

Page 15: 2.IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA UDANG WINDU BY DARTO 02.pdf

33

Lightner, D. V. 1996. A Handbook of Shrimp Pathology and Diagnostic Procedures for

Diseases of Cultured penaeid Shrimp. The World Aquaculture Society. Baton

Rouge, Louisiana, 70803 USA.

Lom, J, dan Dykova I, 1992. Protozoa Parasites of Fishes, Develoments in Aquaculture

and Fisheries. Amsterdam

Luksrejo 2008 “Jenis Penyakit Udang pada Budidaya Air Payau” kalitengah, Lamongan

Manik, R dan Mintarjo 1980 “ Pedoman Pembenihan Udang Panaed ” Balai Budidaya

Air Payau Jepara

Mintarjo 1984 “ Pedoman Budidaya Tambak” Departemen Perikanan Balai Budidaya

Air Payau Jepara

Ondum 1971 “ Ekologi Umum “ Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Poenomo, Alie, 1988, “Faktor Lingkungan Dominan Pada Budidaya Udang Intensif”

Makalah Seminar Usaha Budidaya Tambak di Jawa Timur, Surabaya

Rakhmatun. S dan Mudjiman, A (2003) “Budidaya Udang Windu”. Penebar Swadaya,

Jakarta. 2003

Ruth E.K., dan Ruth F,F,. 2003. Introduction to Freshwater Fish Parasite, University of

Florida

Soedjearty, T, E.1985. Pengamatan Ektoparasit Hewani pada Udang Tambak sekitar

Kodya Tegal. Lembaga Penelitian Universitas Jendral Soedirman. Purwekerto

Soetomo, 2002. “Teknik Budidaya Udang Windu”. Penerbit Sinar Baru Algensindo

Bandung. Anggota IKAPI. Bandung

Susanto, 1992. “Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Perikanan”. Penerbit Insitut

Pertanian Bogor. Bogor

Sutaman Ir 1993 “Petunjuk Peraktis Pembenihan Udang Windu” Penerbit Kanisius,

Yogyakarta

Suyatno 2001 “ Budidaya Udang Windu “ Penebar Swadaya Jakarta

Webb, H, 2003. A Vorticella Colony, Micscape Magazine.

Wyban, J.A., dan Sweeney, J.N., 1991. Intensive Shrimp Production Technology.

Hawai: The Oceanic Institute.

Borneo University Library