Top Banner

of 31

249774388 Isi Mini Project Skabies

Mar 10, 2016

Download

Documents

Handri Tea

aa
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGLebih dari 90% anak di dunia lahir hidup di negara berkembang setiap tahun. 35.000 dari mereka meninggal setiap hari, sebagian besar karena problem yang umum dan mudah dicegah. Kesehatan dan sakit anak ini adalah akibat dari dinamika kompleks faktor-faktor lingkungan, sosial, politik dan ekonomi. Tidak ada intervensi tunggal yang secara sukses memotong siklus morbiditas dan mortalitas yang membayangi mereka.1 Malnutrisi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas serta faktor yang mempersulit penyakit lainnya.1 Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi yang dalam bahasa Inggris disebut malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro.2 Malnutrisi protein, kalori dan nutrisi mikro berturut-turut menyebabkan 50% anak menderita kerdil sedang sampai berat, bersamaan dengan berkurangnya perkembangan kognitif. Kerentanan terhadap penyakit menular meningkat. Infeksi akut dan kronik sering menjadi penyebab kematian anak. Anoreksia dan ketidakmampuan perawatan tersier menyebabkan resusitasi gizi sukar atau tidak mungkin. Di samping tidak tersedianya makanan dan gangguan parasit kronis, malnutrisi kadang-kadang akibat dari praktek budaya makan. Menggunakan makanan dengan protein dan kandungan kalori rendah seperti makanan sapihan, pengubahan pola makan bayi dari ASI yang terlalu cepat (seringkali karena kepercayaan bahwa bayi tidak boleh disusui jika ibunya sedang hamil), dan kegagalan untuk memulai dan penghentian dini ASI adalah penyebab umum malnutrisi primer. Pendidikan wanita, keluarga berencana, dan jarak kelahiran adalah beberapa di antara strategi paling efektif mencegah malnutrisi.1 Database global WHO tentang pertumbuhan dan malnutrisi telah mendata 87% dari total populasi usia di bawah 5 tahun di negara-negara berkembang, didapatkan distribusi malnutrisi kalori-protein di 79 negara berkembang antara lain Afrika, Asia, Amerika Latin dan Oceania berdasarkan data cross-sectional antara tahun 1980 dan 1992. Prevalensi tinggi dan sangat tinggi (80%) terdapat di Asia, terutama Asia Tenggara. Penelitian di Munich, Jerman berdasarkan data berat badan dan tinggi badan rentang usia 7,85 5,1 tahun dari 623 pasien anak. 134 TST (triceps skinfold thickness) dan 165 MUAC ( mid upper arm circumference ) diukur. Berat badan terhadap tinggi badan antara 85-95% nilai median serta nilai TST dan MUAC antara persentil 5 dan 10 mengarah pada indikasi malnutrisi, sementara nilai di bawah 85% dan persentil 5 adalah malnutrisi berat. 24,1 % pasien dengan berat badan kurang dan 12,4% berat badan sangat kurang. Berdasarkan MUAC 20,6% malnutrisi dan 16,4% malnutrisi berat. Berdasarkan TST 17,2% pasien kurang nutrisi dan 9,7% kurang nutrisi berat. Risiko berat badan kurang ditemukan pada kasus fibrosis kistik (33,3%) , penyakit infeksi (34,5%), retardasi mental (40%), dan pasien dengan beberapa kelainan patologi (42,8%).3 seharusnya : Di Indonesia, penentuan derajat gizi , menggunakan NCHS, dengan ketentuan . pada tahun terdapat yang giizi kurang dan yang gizi buruk. Berdasarkan data Susenas, prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita telah berhasil diturunkan dari 35,57 persen tahun 1992 menjadi 24,66 persen pada tahun 2000. Namun, terdapat kecenderung peningkatan kembali prevalensi pada tahun-tahun berikutnya. Selain itu, jika melihat pertumbuhan jumlah penduduk dan proporsi balita dari tahun ke tahun, sebenarnya jumlah balita penderita gizi buruk dan kurang cenderung meningkat. Kronisnya masalah gizi buruk dan kurang pada balita di Indonesia ditunjukkan pula dengan tingginya prevalensi anak balita yang pendek (stunting -3 SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB < -3SD) Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, bokong dan paha ; tulang iga terlihat jelas, dengan atau tanpa adanya edema. Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu seperti tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain yang berat.

Tabel 1. Status Gizi Secara Klinis dan Antropometri (BB/PB atau BB/TB)STATUS GIZIKLINISANTROPOMETRI

Gizi BurukTampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh< -3 SD *) atau 70%

Gizi KurangTampak kurus -3SD sampai < -2SD atau 80%

Gizi BaikTampak sehat-2 SD sampai +2 SD

Gizi LebihTampak gemuk>+2 SD

*) mungkin BB/PB atau BB/TB < -3 SD atau 70% median. 14Keterangan : pengukuran SD (standar deviasi) menggunakan tabel Z-Score

Hal-hal yang diperhatikan saat pemeriksaan fisik : Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB (seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya). Tanda dehidrasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati menentukan status dehidrasi pada gizi buruk). Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun. Demam (suhu aksilar 37,5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35,5 C). Frekuensi dan tipe pernapasan : pneumonia atau gagal jantung. Sangat pucat. Pembesaran hati dan ikterus. Adakah perut kembung, bising usus melemah/meningkat, tanda asites atau adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash). Tanda defisiensi vitamin A pada mata : Konjungtiva atau kornea yang kering, bercak Bitot Ulkus kornea Keratomalasia Ulkus pada mulut Fokus infeksi : telinga tenggorok, paru, kulit Lesi kulit pada kwashiorkor : Hipo- atau hiperpigmentasi Deskuamasi Ulserasi (kaki, paha, genital, lipat paha, brlakangn teling) Lesi eksudatif ( menyerupai luka bakar ), sering kali dengan infeksi sekunder (termasuk jamur) Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir) Tanda dan gejala infeksi HIV

c. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan laboratorium dilakukan jika tidak ada riwayat asupan energi yang kurang. Penilaian terhadap serum albumin, limfosit, limfosit-T CD4+, transferin dan respon terhadap antigen kulit dapat membantu untuk menentukan keparahan kekurangan energi-protein atau sebagai konfirmasi diagnosis. Beberapa hasil tes dapat abnormal ; misal, terjadi penurunan kadar hormon, vitamin, lemak, kolesterol, prealbumin, IGF-1, fibronektin, dan retinol-binding protein. Kadar kreatin urin dan metilhistidin juga dapat digunakan untuk menilai derajat atrofi wating otot. Karena katabolisme protein yang lambat, kadar urea urin juga rendah namun tidak diperlukan suatu terapi.8

Tabel 2. Nilai-nilai Hasil Pemeriksaan yang Umum Digunakan untuk Menentukan Derajat KKP.8

Pemeriksaan laboratorium juga digunakan untuk mengetahui kasus yang disebabkan karena kurang energi-protein sekunder. CRP (protein C reaktif) atau reseptor interleukin-2 yang larut air dapat diukur ketika kasus kurang energi-protein tidak jelas penyebabnya, pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya peningkatan sitokin. Pemeriksaan fungsi tiroid dapat juga dilakukan. Pemeriksaan laboratorium lainnya yang dilakukan untuk mendeteksi adanya keabnormalan yang membutuhkan suatu terapi antara lain, elektrolit (Na, K, Ca, Mg), glukosa, fosfat yang biasanya kadarnya akan rendah. BUN biasanya rendah kecuali jika disertai gagal ginjal. Asidosis metabolik dapat terjadi. Anemia normositik (karena defisiensi protein) atau anemia mikrositik (karena defisiensi besi yang simultan) biasanya sering terjadi.8Bila terjadi diare berat atau yang tidak dapat sembuh dengan terapi dilakukan pemeriksaan feses untuk mendeteksi adanya mikroorganisme (umumnya parasit). Pemeriksaan lain yang kadang-kadang diperlukan, yaitu urinalisis, kultur urin, kultur darah, tes tuberkulin, dan foto thorax karena pada keadaan kurang energi-protein rentan terhadap infeksi.8

d. TatalaksanaPada saat masuk rumah sakit :14 Anak dipisahkan dari pasien infeksi Ditempatkan di ruangan yang hangat (25-30 C, bebas dari angin) Dipantau secara rutin Memandikan anak dilakukan seminimal mungkin dan harus segera dikeringkan.Demi keberhasilan tatalaksana diperlukan :14 Fasilitas dan staf yang profesional (Tim Asuhan Gizi) Timbangan badan yang akurat Penyediaan dan pemberian makan yang tepat dan benar Pencatatan asupan makanan dan berat badan anak, sehingga kemajuan selama perawatan dapat dievaluasi Keterlibatan orang tuaTatalaksana umum :14Penilaian Triase anak dengan gizi buruk dengan tatalaksana syok pada anak gizi buruk. Bila ditemukan ulkus kornea, beri vitamin A dan obat tetes mata kloramfenikol/tetrasiklin dan atropin lalu tutup mata dengan kasa yang dibasahi dengan larutan saline serta dibalut. Jangan beri obat mata yang mengandung steroid. Bila terdapat anemia berat lakukan penanganan segera.Penanganan umum meliputi 10 langkah dan terbagi dalam 2 fase yaitu, fase stabilisasi (hari ke 1-2) dan rehabilitasi (minggu ke 2-6).Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :14a) Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)1. Penanganan hipoglikemi ( fase stabilisasi )2. Penanganan hipotermi (fase stabilisasi)3. Penanganan dehidrasi (fase stabilisasi)4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit (fase stabilisasi hingga fase rehabilitasi) 5. Pengobatan infeksi (fase stabilisasi hingga hari ke 3-7)6. Mikronutien ( fase stabilisasi hingga hari ke 3-7 tanpa tablet Fe ; dilanjutkan fase rehabilitasi dengan tablet Fe)7. Makanan awal (fase stabilisasi hingga hari ke 3-7)8. Fasilitasi tumbuh kejar (fase rehabilitasi)9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental (fase stabilisasi hingga rehabilitasi )10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh / persiapan pulang (fase rehabilitasi)

Gambar 3. Elemen dalam manajemen malnutrisi energi-protein12b) Pengobatan penyakit penyerta7,14 1. Defisiensi vitamin ABila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis : * umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali * umur 6 12 bulan : 100.000 SI/kali * umur 0 5 bulan : 50.000 SI/kali Bila ada ulkus dimata diberikan : Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali2. DermatosisDermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.Tatalaksana : kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor) usahakan agar daerah perineum tetap kering umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral3. Parasit/cacingBeri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.4.Diare melanjutDiobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.5. TuberkulosisPada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.c) Tindakan kegawatan 7,141. Syok (renjatan)Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.Pedoman pemberian cairan :Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.Evaluasi setelah 1 jam : Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti). Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)2. Anemia beratTransfusi darah diperlukan bila : Hb < 4 g/dl Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantungTransfusi darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan jumlah yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darahe. PrognosisTingkat mortalitas pada anak sekitar 5-40%. Tingkat mortalitas lebih rendah pada anak dengan KKP sedang dan pada anak yang mendapatkan pelayanan intensif. Kematian pada hari-hari pertama terutama disebabkan karena defisit elektrolit, sepsis, hipotermia atau gagal jantung. Penurunan kesadaran, ikterik, ptekie, hiponatremia dan diare persisten merupakan suatu tanda. Apatis, edema dan anoreksia merupakan suatu tanda yang umum. Penyembuhan lebih cepat pada kwashiorkor dibanding dengan marasmus. Efek berkepanjangan belum didapatkan secara pasti, namun beberapa anak akan mengalami malabsorpsi kronik dan insufisiensi pankreas. Pada anak yang lebih muda, retardasi mental sedang dapat terjadi dan dirasakan terutama pada usia sekolah. Kelamahan kognitif permanen juga dapat terjadi tergantung dari durasi, keparahan dan usia saat terjadinya KKP.8

F. Komplikasi Akibat TerapiKomplikasi yang dapat terjadi selama terapi antara lain, hipervolemia, defisit elektrolit, hiperglikemia, aritmia dan diare. Diare umumnya sedang dan dapat dikoreksi, namun pada kasus yang berat dapat menyebabkan dehidrasi sampai kematian. Penyebab diare ( karena sorbitol dari susu formula, Clostridium difficile pada pasien yang mendapatkan antibiotik) masih dapat dikoreksi. Karena KKP dapat mengganggu fungsi jantung dan renal, hidrasi dapat menyebabkan hipervolemia. Terapi cairan dapat menyebabkan penurunan ion K dan Mg sehingga berdampak pada aritmia. Metabolisme karbohidrat yang terjadi selama terapi dapat menstimulasi sekresi insulin, yang membawa fosfat masuk ke intrasel. Hipofosfatemia dapat menyebabkan kelemahan otot, parestesia, kejang, koma dan aritmia. Karena kadar fosfat dapat berubah dengan cepat selama pemberian cairan parenteral oleh karena itu penting untuk dicek selalu kadarnya secara reguler. Selama terapi, insulin endogen bisa menjadi tidak efektif sehingga menyebabkan hiperglikemia. Dehidrasi dan hiperosmolar bisa terjadi. Aritmia ventrikular dapat terjadi sehingga terjadi pemanjangan interval QT.8

G. Langkah Promotif / Preventif 13Kurang energi-protein disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungan (masyarakat). Pencegahan hendaknya meliputi seluruh faktor secara simultan dan konsisten. Meskipun KEP tidak sepenuhnya dapat diberantas, tanpa harus menunggu, dapat segera dilaksanakan beberapa tindakan untuk mengatasi keadaan :1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare: Sanitasi : personal, lingkungan terutama makanan dan peralatannya Pendidikan : Dasar, Kesehatan dan Gizi Program imunisasi Pencegahan penyakit yang erat dengan lingkungan, seperti TBC, nyamuk (malaria, DHF), parasit (cacing)2. Memperkecil dampak penyakit-penyakit infeksi terutama diare di wilayah yang sanitasi lingkungannya belum baik. Diarhea merupakan penyakit endemo-epidemik yang menjadi salah satu penyebab bagi malnutrisi. Dehidrasi awal dan re-feeding secepat mungkin merupakan pencegahan untuk menghindari bayi malnutrisi/KEP.3. Deteksi dini dan manajemen KEP awal/ringan: Memonitor tumbuh kembang dan status gizi Balita secara kontinyu, misalnya dengan tolok ukur KMS. Perhatian khusus untuk faktor risiko tinggi yang akan berpengaruh kelangsungan status gizi (antara lain: kemiskinan, ketidak tahuan, adanya penyakit infeksi).4. Memelihara status gizi anak : Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik diharapkan akan melahirkan bayi dengan status gizi yang baik pula. Setelah lahir segera diberi ASI eksklusif sampai usia 4 atau 6 bulan. Pemberian makanan pendamping ASI (weaning food) bergizi, mulai usia 4 atau 6 bulan secara bertahap sampai anak dapat menerima menu lengkap keluarga. Memperpanjang masa menyusui (prolong lactation) selama ibu dan bayi menghendaki.(WHO Geneva 1976: 45-46) 13

BAB IIIBAHAN DAN METODE

A. BAHAN 28,291. Sulfur presipitatum 8%Sulfur merupakan serbuk kuning bentuk hablur dipakai dalam bentuk salep dengan konsentrasi 4-20%. Kerja dari sulfur ini karena menghasilkan metabolit toksik seperti hiydrogen sulfide dan asam pentationat oleh sel epidermis atau mikroorganisme pada kulit. Obat ini dapat digunakan pada bayi umur dibawah 2 bulan dan wanita hamil serta menyusui. Sulfur dapat membunuh tungau dan larva sedangkan efek pada telur kurang efektif. Maka penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Efektivitas scabisid dan relative aman adalah 8%, untuk bayi 2,5%. Selain sebagai skabisid sulfur juga memiliki efek sebagai anti gatal dan anti bakteri. Efek samping berupa iritasi dan dermatitis kontak. Kekurangan yang lain berbau dan mengotori pakaian. 2. Vaselin albumMerupakan massa lunak, lengket, bening putih, tidak berbau, hampIr tidak berasa. Sifat ini tetap setelah zat ini dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.

B. ALAT1. Pot salep 2. Mortir dan stemper3. Timbangan 4. Ayakan no. 100 bahan plastik5. Kertas perkamen6. Tissue 7. Etiket biru8. Isolasi bening

C. METODE PEMBUATAN 28,29 Komposisi tiap 30 gram salep mengandung :Sulfur presipitatum = 8% x 30 gram= 2, 4 gramVaseline album = 92% x 30 gram= 27,6 gram Komposisi tiap 15 gram salep mengandung :Sulfur presipitatum = 8% x 15 gram= 1,2 gramVaseline album = 92% x 15 gram= 13,8 gram Komposisi tiap 10 gram salep mengandung :Sulfur presipitatum = 8% x 10 gram= 0,8 gramVaseline album = 92% x 10 gram= 9,2 gram

Cara kerja :1. Siapkan alat dan bahan2. Setarakan timbangan3. Sulfur dihaluskan lebih dahulu lalu diayak agar cukup larut dalam dasar salep 4. Timbanglah: Sulfur presipitatum sesuai dengan kebutuhan.Vaseline album sesuai kebutuhan.5. Masukkan sulfur kedalam mortir lalu masukkan Vaseline album sedikit demi sedikit aduk hingga homogen. 6. Pindahkan ke dalam pot salep7. Beri etiket biru8. Tutup pot salep hingga rapat dengan isolasi.

Cara penggunaan salep 1. Gunakan setelah mandi oleskan salep dari leher hingga ujung kaki selama 24 jam2. Mandi bersih setelah 24 jam pemakaian3. Oleskan kembali salep selama 24 jam selama 3 hari berturut-turut.4. Selama pemakaian salep tidak boleh kena air.

D. PENGELUARAN Bahan dasar salep sulfur ini mudah didapatkan di toko kimia di wilayah Tanjung karang. Biaya yang akan dikeluarkan untuk satu pot salep sulfur dengan netto 30 gram :1. Sulfur presipitatatum2,4 gr x @ Rp. 70,-= Rp. 168,-2. Vaseline album 27,6 gr x @Rp. 40,-= Rp. 1.104,-3. Pot 30 gr1 buah= Rp. 700,-4. Isolasi dan etiket= Rp. 100,- +Total= Rp. 2.072,- Biaya yang akan dikeluarkan untuk satu pot salep sulfur dengan netto 15 gram :1. Sulfur presipitatatum1,2 gr x @ Rp. 70,-= Rp. 84,-2. Vaseline album 13,8 gr x @ Rp. 40,-= Rp. 552,-3. Pot 15 gr1 buah= Rp. 700,-4. Isolasi dan etiket= Rp. 100,- +Total= Rp. 1.436,-

Biaya yang akan dikeluarkan untuk satu pot salep sulfur dengan netto 10 gram :1. Sulfur presipitatatum0,8 gr x @ Rp. 70,-= Rp. 56,-2. Vaseline album 9,2 gr x @ Rp. 40,-= Rp. 368,-3. Pot 10 gr1 buah= Rp. 700,-4. Isolasi dan etiket= Rp. 100,- +Total= Rp. 1.168,-

BAB IVDATA

1. VISI DAN MISI PUSKESMASPada tahun 2012 Puskesmas Kotabumi II merupakan Puskesmas berstandar Internasional ISO 9001 : 2008.(3)1. VISIPuskesmas Kotabumi II menjadi Puskesmas dengan pelayanan prima khususnya di Provinsi Lampung, dan umumnya di wilayah Sumatra bagian Selatan.1. MISIUntuk mencapai visi tersebut, maka Puskesmas Kotabumi II mempunyai misi sebagai berikut :1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan1. Meningkatkan kesehatan masyarakat dan lingkungan1. Meningkatkan kualitas SDM dari tenaga kesehatan yang ada. 1. KEADAAN PENDUDUKWilayah kerja Puskesmas Kotabumi II dengan jumlah penduduk 44.727 jiwa, sebagian besar penduduknya merupakan kelompok umur 15 sampai dengan umur 61 tahun, yaitu secara presentase, sebesar 67% dari jumlah keseluruhan penduduk yang ada, atau sebanyak 29.998 jiwa. Penduduk tersebut tersebar di tiga kelurahan dan lima desa yang ada.Kepadatan penduduk pada tahun 2012 sebesar 81,61 per km2 dengan daerah yang mempunyai kepadatan penduduk tertinggi adalah kecamatan Tanjung Harapan yaitu sebesar 166,16 jiwa per km2.(3)

1. KEADAAN EKONOMIKondisi perekonomian merupakan salah satu aspek yang diukur dalam menentukan keberhasilan suatu daerah. Kemiskinan merupakan salah satu isu krusial yang sangat terkait dengan dimensi ekonomi. Lebih dari 30% penduduk wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II merupakan penduduk miskin. Wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II mata pencaharian pokok penduduk berada di sektor pertanian dan pemerintahan. Pada tahun 2012 pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada sektor pemerintahan (PNS / TNI - POLRI) sebesar 22%, buruh tani 20% dan pegawai swasta sebesar 14%.(3)

1. KEADAAN PENDIDIKAN Sekolah di wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II dirinci menurut status sekolah dapat dilihat pada Jumlah Sekolah Menurut Status Sekolah dan Tingkat Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi II Tahun 2012No.Tingkat SekolahStatus Jumlah

Negeri Swasta

1TK11-11

2SD22224

3Madrasah Ibtidaiyah2-2

4SLTP257

5Madrasah Tsanawiyah1-1

6Pondok Pesantren SLTP-11

7SLTA3912

8Akademi Diploma III112

Jumlah Murid Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Tingkat Pendidikan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi IINo. Jenis kelaminJenjang Pendidikan

SDSLTPSLTA

1Laki-laki396296355

2Perempuan 521354375

1. SUMBER DAYA KESEHATAN YANG ADAPada tahun 2012 jumlah tenaga kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Kotabumi II adalah sebanyak 82 orang yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat kesehatan, bidan dan bidan desa, tenaga kesehatan masyarakat, pekerja kesehatan, tenaga gizi, sanitarian, tenaga farmasi, dan tenaga analis kesehatan, serta tenaga administrasi. Bila dilihat jum;ah tenaga berdasarkan unit kerja dapat dipaparkan dengan sebagai berikut : (3)1. Puskesmas induk : 66 orang2. Puskesmas Pembantu Desa Mulang Maya: 4 orang3. Puseksmas Pembantu Desa Bandar Putiih: 4 orang4. Puskesmas Pembantu Desa Alam Jaya: 1 orang5. Pos kesehatan Desa Bandar Putih: 1 orang6. Pos kesehatan Desa Talang Surabaya: 1 orang7. Pos kesehatan Desa Karang Agung: 1 orang

1. KASUS GIZI KURANG DI PUSKESMAS KOTABUMI II Jumlah kasus gizi kurang di Puskesmas Kotabumi II dari tahun 2010 sampai dengan 2012 sebesar orang, dengan rincian sebagai berikut :1. Tahun 2010 : 2. Tahun 2011: 3. Tahun 2012:

1. SARANA KESEHATAN YANG ADA1. KIADi puskesmas Kotabumi II terdapat salah satu program KIA, yaitu MTBS yang diperuntukkan khusus untuk menangani balita sakit. MTBS ini berfungsi untuk screening status gizi balita yang sakit.2. PosyanduDi Puskesmas Kotabumi II terdapat program posyandu, yang dilaksanakan di seluruh wilayah kerja puskesmas. Sarana ini dapat berfungsi untuk screening status gizi balita sehat. 3. Konseling GiziUntuk penanganan yang berkelanjutan pada kasus gizi kurang, dapat dilakukan oleh bagian gizi dalam hal penyuluhan, pemberian formula susu, dan pemantauan status gizi balita tersebut.

1. F-75 dan F-100 YANG TERSEDIASusu yang tersedia akan disediakan oleh dinas kesehatan setelah ada laporan kasus dari puskesmas, namun selama ini proses pengadaan F75 dan F100 terlambat dan terbatas. Jika tidak melalui dinas kesehatan, F75 dan F100 dapat dipesan di Bogor dengan harga Rp 4000/bungkus/hari.

BAB VKESIMPULAN DAN SARANA. KESIMPULANSkabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sanitasi terhadap Sarcoptes scabiei. Penularan skabies terjadi melalui kontak langsung. Akibat infestasi tungau pada kulit menyebabkan rasa gatal yang hebat sampai timbulnya eritrema, papula dan vesikula hingga terjadi kerusakan kulit. Data skabies dari seluruh puskesmas seluruh Provinsi Lampung dijumpai 6.834 kasus pada tahun 2007. Di Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2007, skabies menduduki urutan ke enam dari 10 besar penyakit. Sedangkan data yang didapatkan dari Puskesmas kotabumi II,pada tahun 2010 dijumpai 26 kasus, tahun 2011 dijumpai 86 kasus dan tahun 2012 dijumpai 144 kasus. Dengan demikian jumlah pasien yang terserang skabies semakin meningkat.Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M. Cara aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut. Keuntungan penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi massal.

B. SARAN1. Salep sulfur ini dapat dijadikan alternatif pengobatan scabies di Puskesmas Kotabumi II dengan cara pemakaian dari leher hingga ujung kaki selama 3 hari berturut-turut agar efektif.2. Dilakukan edukasi tentang tata cara pemakaian salep sulfur dan dilakukan kontrol pada penderita selama pemakaian salep untuk mengetahui efektifitas dan efek samping penggunaan salep.3. Dilakukan edukasi tentang perilaku hidup bersih dan sehat untuk mencapai kesembuhan yang optimal pada penderita skabies.4. Salep sulfur juga diberikan pada seluruh anggota keluarga penderita skabies.5. Pengadaan salep sulfur ini dilakukan secara berkelanjutan di Puskesmas Kotabumi II.

DAFTAR PUSTAKA1. Anoname. 2011. Bab II Tinjauan Pustaka. Available from: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33901/5/Chapter%20I.pdf. diakses tanggal 4 Juni 2013 2. Profil kesehatan porvinsi lampung tahun 2007. Available from: www.depkes.go.id/downloads/profil/prov%20lampung%202007.pdf. Diakses tanggal 4 Juni 20133. Profil puskesmas kotabumi II. 2012.4. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2010. 5. Wardhana, April.H, Joses Manurung, dan Tolibin Iskandar. 2006 . SKABIES: TANTANGAN PENYAKIT ZOONOSIS MASA KINI.DAN MASA DATANG available from: bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/247_16.pdf. Diakses tanggal 4 juni 2013.6. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292.,7. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J. 2005. Januari. 1(951)/7-118. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-109. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25: 2010. 88-91.10. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: EGC; 1996. 11. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79. 12. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-292. 13. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

14. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions. J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.15. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2. USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47