BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis bersifat berulang, kronik dan dapat
menginfeksi pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan
terbentuknya granuloma kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis
paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari
kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ
selain paru. karena penyebarannya yang bersifat limfogen dan
hematogen.(1)
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru
dengan sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang berpotensi
menularkan kepada orang lain. WHO memperkirakan adanya 9,5 juta
kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru
diseluruh dunia2. Laporan WHO tentang insidensi TB secara Global
tahun 2010 menyebutkan bahwa insidensi terbesar TB terjadi di
Asia-Tenggara yaitu sebesar 40% dan Indonesia menempati posisi ke
lima setelah Banglades, Buthan, Korea dan India(1,2).
Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu tuberkulosis milier
merupakan adanya manifestasi Mycobacterium tuberculosis
(tuberkulosis diseminata) yang menyebar secara hematogen tetapi
berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB
milier masuk kedalam TB pulmoner tipe berat.(1,2,3)
TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M.
Tuberculosis (jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien
(nonspesifik dan spesifik). Tuberkulosis milier lebih sering
terjadi pada bayi dan anak kecil terutama usia kurang dari 2 tahun,
dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan
mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat berkembang sempurna
sehingga basil TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh
tubuh. (4,5)
BAB II
TUBERKULOSIS MILIER
1. Definisi
Tuberkulosis milier adalah infeksi bakteri Mycobacterium
Tuberculosis yang penyebarannya melalui lifo-hematogen sistemik
dari paru ke bagian lain dari tubuh. (3,4)
Tuberkulosis milier juga dikenal sebagai TB diseminata atau TB
cutic acute generalisata. Bentuk TB ini ditandai dengan adanya
penyebaran luas ke seluruh tubuh dengan ukuran lesi yaitu 1-5 mm.
Gambaran lesi ini khas terlihat pada foto rontgen paru, yaitu
adanya bintik-bintik kecil seperti biji atau millet yang
distribusinya pada seluruh paru. TB miliaria dapat menginfeksi
sejumlah organ, termasuk paru-paru, hati, limpa, dan selaput otak.
(3,4,5)
2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992, World Health Organization
(WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency. Perkiraan
kasus TB secara global pada tahun 2009 adalah: (3,4,5)
Insiden kasus: 9,4 juta (8,9 9,9 juta)
Prevalens kasus: 14 juta (12-16 juta)
Kasus meninggal (HIV negatif): 1,3 juta (1,2 juta-1,5 juta)
Kasus meninggal (HIV positif): 0,38 juta (0,32-0,45 juta)
Jumlah kasus terbanyak adalah regio Asia Tenggara (35%), Afrika
(30%), dan regio Pasifik Barat (20%). Sebanyak 11-13 % kasus TB
adalah HIV positif, dan 80% kasus TB-HIV berasal dari regio Afrika.
Pada tahun 2009, diperkirakan kasus Tbmultidrug- resistant (MDR)
sebanyak 250.000 kasus (230.000-270.000 kasus), tetapi hanya 12%
atau 30.000 kasus yang sudah terkonfirmasi. Dari hasil data WHO
tahun 2009, lima negara dengan insidens kasus terbanyak yaitu india
(1,6-2,4 juta), China (1,1-1,5 juta), Afrika Selatan (0,4-0,59
juta), Nigeria (0,37-0,55 juta), dan Indonesia (0,35-0,52 juta).
India menyumbangkan kira-kira seperlima dari sejumlah kasus didunia
(21%). (4,5,6)
Dari seluruh kasus TB, sekitar 1,5% mengalami TB milier. WHO
melaporkan bahwa sekitar 2-3 juta pasien meninggal tiap tahunnya
akibat TB Milier. Insidensi TB Milier nampak lebih tinggi di
Afrika. Hal ini disebabkan faktor risiko sosial ekonomi yang
rendah, jenis kelamin yaitu lelaki lebih banyak dibanding perempuan
dan faktor kesehatan. Tidak dibuktikan adanya peran genetik dalam
hal ini. (4,5,6)
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2011
diketahui bahwa TB milier ini merupakan salah satu bentuk TB berat
dan dan memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB
dengan angka kematian yang tinggi (25% pada bayi). Tuberkulosis
milier lebih sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun. Hal ini
dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan
mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat berkembang sempurna,
sehingga basil TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh
tubuh. Akan tetapi, TB milier juga dapat terjadi pada anak besar
dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang
tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman yang
dorman.(5,6)
3. Etiologi
TB milier merupakan penyakit limfo- hematogen sitemik akibat
penyebaran kuman M. Tuberculosis dari kompleks primer yang biasanya
terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal. TB
milier sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia
dibawah 2 tahun, karena i,unitas seluluer spesifik, fungsi
makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum berkembang
sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar ke
seluruh tubuh. Akan tetapi TB milier dapat juga terjadi pada anak
besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer sebelumnya
yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat reaktivitas kuman
yang dorman. (4)
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kuman M.
Tuberculosis ( jumlah dan virulensi), status imunologik pasien
(nonspesifik dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem
imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, yaitu infeksi HIV,
malnutrisi, infeksi campak, pertusis, paparan asap rokok, diabetes
melitus, konsumsi alkohol dan obat bius, gagal ginjal, keganasan,
dan penggunaan kortikosteroid jangka lama. Faktor lingkungan
(kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi
udara, serta faktor sosial ekonomi) juga akan meningkatkan faktor
resiko terinfeksi. (4)
4. Patogenesis dan perjalanan penyakit
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi tbc.
Karena ukurannya yang sangat kecil ( 6, (skor maksimal 14)
8) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk
evaluasi lebih lanjut
9) Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di
bawah ini: Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran
kegawatan lain, misalnya sesak napas, foto toraks menunjukkan
gambaran milier, kavitas, efusi pleura, gibbus dan koksitis
10) Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem
skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (6),
harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti
tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis
kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung,
patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan
sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
8. Diagnosa Banding
Acute respiratory distress syndrome merupakan reaksi serius dari
berbagai bentuk kerusakan paru. Terjadi inflamasi parenkim paru
yang menyebabkan ketidakseimbangan dari pertukaran gas dimana
terjadi pengeluaran mediator inflamasi. Gejala lain tachpnea,
penurunan level O2, sesak napas dan terdapat infiltrat difus
bilateral paru . (3,7,8)
Addison disease merupakan kelainan endokrin kronik dimana
glandula adrenal tidak cukup untuk memproduksi hormon steroid
(glukokortikoid dan mineralokortikoid). Gejala yaitu fatigue, nyeri
kepala, demam, kelemahan otot, penurunan berat badan, nausea,
vomitting, diare, berkeringat, perubahan mood, dan kepribadian,
serta nyeri sendi dan otot. (3,7,8)
Pneumonia akibat bakteri dibagi menjadi dua penyebab yaitu gram
positif dan gram negatif. Gram positif oleh steptococcus pneumonia
dan gram negatif oleh H. Influenza, Klebsiella, Pneumonia, dan
lain-lain. (3,7,8)
Pneumocytiss carinii pneumonia atau PCP atau pneumocytosis
merupakan salah satu pneumonia akibat protozoa. Gejalanya yaitu
demam, batuk tidak produktif, sesak napas (terutama ekspirasi),
adanya penurunan berat badan dan keringat malam. (3,7,8)
Pneumonia hipersensitif merupakan inflamasi dari alveolus akibat
hipersensitif terhadap debu organik. (3,7,8)
Blastomycosis merupakan penyakit jamur yang penyebarannya
melalui inhalasi spora dari tanah yang terkontaminasi. Gejalanya
yaitu seperti flu, adanya demam, batuk berdahak, mialgia, atralgia,
dan nyeri dada.
9. Terapi
Regimen OAT untuk TB milier sama seperti TB paru. Pada keadaan
yang berat atau diduga keterlibatan meningen atau perikard atau ada
sesak napas, tanda/ gejala toksik, demam tinggi maka dianjurkan
pemberian kortikosteroid. (3,4,9,10)
TB Milier direkomendasikan diberikan kortikosteroid, yaitu yang
sering dipakai ialah prednison dengan dosis 2mg/kgbb/hari selama 4
minggu full dose (dibagi dalam 3 dosis) kemudian diturunkan secara
perlahan (tappering off) selama 1-2 minggu sebelum obat tersebut
dihentikan. Dosis prednison dapat ditingkatkan menjadi 4
mg/kgbb/hari maksimal 60 mg/hari pada kasus anak yang berat karena
rifampisin dapat menurunkan konsentrasi kortikosteroid akan tetapi
apabila dosisnya berlebih maka akan menyebabkan supresi imun
berlebih. Oleh karena itu, pada tahap awal sebaiknya seluruh
anak-anak yang terdiagnosis TB Milier, harus dirawat dirumah sakit
sampai keadaan klinis pasien stabil. (3,4,9,10)
Penatalaksanaan medikamentosa TB milier adalah pemberian 4-5
macam OAT kombinasi isoniazid, rifampisin, pirasinamid, dan
streptomisin atau etambutol selama 2 bulan pertama, dilanjutkan
dengan isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai dengan
perkembangan klinis. Dosis OAT dapat di liat pada tabel 2.2.
Kortikosteroid (prednison) diberikan pada TB milier, meningitis TB,
perikarditis TB, efusi pleura, dan peritonitis TB. Prednison
biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu
selanjutnya diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6 minggu. (buku
respiratologi anak hal 230)
Pengobatan yang tepat, akan memberikan perbaikan radiologis TB
milier dalam waktu 4 minggu. Respons keberhasilan terapi antara
lain adalah hilangnya demam setelah 2-3 minggu pengobatan,
peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan
peningkatan berat badan. Gambaran milier pada foto toraks
berangsur-angsur menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin juga
belum ada perbaikan sampai beberapa bulan. (3,4,9,10)
Gambar 2.6. Alur Penatalaksanaan TB
Gambar 2.7. Alur Penatalaksanaan TB di Puskesmas
1Tabel 2.2 obat Antituberkulosis yang biasa dipakai dan
dosisnya
Nama Obat
Dosis Harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis Maksimal
(mg per hari)
Efek Samping
Isoniazid
5-15*
300
Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas.
Rifampisin **
10-20
600
Gastrointestinal, rekasi kulit, hepatitis, trombositopenia,
peningkatan enzim hati, cairan tubuh berwarna orange kemerahan.
Pirazinamid
15-30
2000
Toksisitas hati, artalgia, gastrointestinal
Etambutol
15-20
1250
Neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta warna
merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas,
gastrointestinal
Streptomisin
15-40
1000
Ototoksik, nefrotoksik
* bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya
tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.
** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer OAT lain
karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.
Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem
gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum
makan).
Tabel 2.4. Dosis OAT Kombipak pada anak
Tabel 2.5. Dosis OAT FDC (Fixed Dose Combination)
Keterangan:
1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah
sakit
2) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
3) Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
4) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
5) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh
atau digerus sesaat sebelum diminum.
10. Prognosis
Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama
infeksi, luas lesi, gizi, sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini,
pengobatan adekuat dan infeksi lain. Adanya infeksi HIV, multidrug
resistance (MDR) dan reaksi obat (rash, hepatitis dan
trombositopenia) dengan TB milier berkontribusi terhadap
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pada TB milier terjadi
peningkatan morbiditas dan mortilitas sebesar 20-25%. (4,10)
Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik
bila diagnosa dini dapat diketahui dan dilakukan pengobatan yang
tepat. Komplikasi yang sering adalah menigitis tuberkolosis
terutama pada dewasa muda. Di negara lain angka kematian bervariasi
berkisar 10%-28%. (4,10)
BAB III
RANGKUMAN DAN SARAN
1. Rangkuman
Tuberkulosis milier adalah infeksi bakteri Mycobacterium
Tuberculosis yang penyebarannya melalui limfo-hematogen sistemik
dari paru ke bagian lain dari seluruh tubuh.
Penyebaran kuman TBC melalui droplet yang masuk ke dalam
paru-paru sampai alveolus. Di alveolus terjadi mekanisme imunologis
yaitu makrofag akan memfagosit kuman M. Tuberculosis . sebagian
kuman akan hancur dan sebagian lagi akan berkembang biak dalam
makrofag yang menyebabkan makrofag menjadi lisis. Kuman tersebut
akan membentuk koloni di jaringan paru yang dinamakan fokus primer.
Setelah terbentuknya fokus primer ini, kuman akan menyebar secara
limfogen dan hematogen. Secara limfogen, kuman akan menjalar ke
kelenjar limfe regional yang menyebabkan terjadinya limfangitis dan
limfadenitis sehingga terbentuklah kompleks primer. Hal ini
menyebabkan terjadinya infeksi primer. Sedangkan penyebaran kuman
secara hematogen menyebabkan kuman masuk ke dalam sirkulasi darah
seluruh tubuh dan ke organ yang mempunyai vaskularisasi (occult
hematogenic spread). Selain itu juga terjadi penyebaran kuman
dengan jumlah yang besar secara akut (acute generalized hematogenic
spread) yang akan membentuk tuberkel-tuberkel dengan ukuran yang
sama. Inilah yang terjadi pada TBC milier.
Manifestasi klinis pada TBC milier ini tidak spesifik. Gejala
bisa berupa: febris lama dan tidak diketahui penyebabnya, letargi,
keringat malam, nafsu makan berkurang, batuk, sesak napas, dan
berat badan menurun.
Diagnosa pada TBC milier ini ditegakkan berdasarkan anamnesis
perjalanan penyakit termasuk adanya riwayat komtak dengan penderita
TBC aktif, pemeriksaan fisik yang mendukung serta pemeriksaan
penunjang lain. Pemeriksaan penunjang lain yaitu radiologik, dapat
ditemukan gambaran yang khas berupa tuberkel-tuberkel halus (millet
seed) yang menyebar pada seluruh lapang paru.
Penatalaksanaan terapi pada TBC milier ini pada prinsipnya sama
dengan pengobatan TBC pada umumnya. Penatalaksanaan medikamentosa
pada TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT kombinasi isoniazid,
rifampisin, pirasinamid, dan streptomisin atau etambutol selama 2
bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin sampai
9-12 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Dipakai kombinasi
isoniazid, rifampisin, pirasinamid, dan streptomisin atau etambutol
pada 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin
selama 12 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi
pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB dan
peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis
1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
Prognosa kesembuhan TB Milier, setelah ditemukan obat anti TBC
dan diagnosis dini mengalami perbaikan yang signifikan, kecuali
bila ada komplikasi meningitis, serta keterlambatan dan tidsk
teratur dalam berobat. Tuberkulosis milier termasuk salah satu
bentuk TB yang berat dan merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB
dengan angka kematian yang tinggi yaitu dapat mencapai 25% pada
bayi.
2. Saran
Bagi pihak dokter, tatalaksana terhadap penderita TB harus
dikuasai benar terutama bagi seorang dokter umum, namun sebelumnya
keluhan dan gejala dari penyakit tersebut harus diketahui agak
deteksi dini dapat dilakukan. Bagi pihak penderita, anak-anak dan
orang tua harus diberikan edukasi tentang penyakit dan senantiasa
mengikuti petunjuk minum obat yang benar sesuai instruksi untuk
memastikan kesembuhan dan mencegah terjadinya kekambuhan. Serta
digalakkannya pencegahan dan pengendalian TBC dengan cara
identifikasi kontak penderita dewasa dengan TBC aktif dan
pencegahan TBC pada anak dan bayi dengan vaksinasi BCG. Penderita
dewasa dengan TBC aktif merupakan sumber infeksi terutama bagi
anak-anak, sehingga harus diidentifikasi dan diberi pengobatan OAT
DOTS hingga selesai.
DAFTAR PUSTAKA
1. Danusantoso, H. Bab 8 Tuberkulosis paru dala Buku Saku Ilmu
Penyakit Paru Edisi 1. Jakarta: Hipokrates, 2000: 93-95
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Bab 2 Tuberkulosis
dan permasalahannya dalam Buku Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak,
cetakan pertama edisi 2, 2006: 3-5.
3. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia,
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011: 1-2, 20-25, dan 39
4. Rahajoe, N.N., dkk, Bab 4 Patogenesis dan Perjalanan Alamiah
dan Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus dalam Buku Ajar
Respiratologi Anak, cetakan ke 2 edisi pertama, Jakarta: Badan
Penerbit IDAI PP, 2010: 169-172 dan 228-230
5. WHO, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit,
Cetakan Pertama, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dan WHO, 2009: 113-118.
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenson BF, Nelson
Textbook of Pediatrics, 18th edition. USA, Saunders Elsevier Inc,
2007: 1240-1254.
7. klaus-dieter lessnau, Milliary Tuberculosis dalam
http://emedicine.medscape.com/article/2011/05/tuberculosis-tbc-i.html,
di unduh pada tanggal 20 september 2013.
8. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available
from: http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp,
di unduh pada tanggal 20 september 2013