BAB I PENDAHULUAN Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar. Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan. Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoporosis merupakan penyakit metabolisme tulang yang ditandai
pengurangan massa tulang, kemunduran mikroarsitektur tulang dan fragilitas
tulang yang meningkat, sehingga resiko fraktur menjadi lebih besar.
Para ahli tulang Indonesia sepakat bahwa dengan meningkatnya
harapan hidup rakyat Indonesia penyakit kerapuhan tulang akan sering
dijumpai. Sejak tahun 1990 sampai 2025 akan terjadi kenaikan jumlah
penduduk Indonesia sampai 41,4% dan osteoporosis selalu menyertai usia
lanjut baik perempuan maupun laki-laki, meskipun diupayakan pengobatan
untuk mengobati osteoporosis yang sudah terlambat dan upaya pencegahan
dengan mempertahankan massa tulang sepanjang hidup jauh lebih dianjurkan.
Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah
pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur
dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah.
Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan massa tulang.
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki
dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di
klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang
disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma
yang jelas.(1,2)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
A) Struktur makroskopik tulang
Secara makroskopik dibedakan 2 macam tulang yaitu tulang kompakta dan
tulang spongiosa. Pada tulang kompakta tampak sebagai masa utuh dengan ruang
– ruang kecil yang hanya terlihat dengan mikroskop. Sedangkan pada tulang
spongiosa tersusun dari trabekula dan pada bagian tengahnya diisi oleh sumsum
tulang.(1)
Pada tulang – tulang panjang tulang dibagi menjadi tiga bagian : Diafisis (batang)
adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang berkekuatan besar. Metafisis adalah bagian tulang yang
melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini disusun oleh tulang trabekular
(tulang spongiosa) yang mengandung sel-sel hematopoetik. . Bagian epifisis
merupakan bagian ujung dari tulang panjang dan langsung berbatasan dengan
2
GAMBAR 1: TULANG KOMPAKTA DAN TULANG SPONGIOSA
metafisis. Lempeng epifisis merupakan daerah pertumbuhan longitudinal yang
terletak diantara epifisis dan metafisis, hanya terdapat pada anak-anak, dan akan
menghilang setelah dewasa.(1,2)
Pada tulang - tulang pipih, tulang kompakta membentuk permukaan bagian dalam
dan luar tulang. Sedangkan substansia spongiosanya hanya selapis tipis di bagian
tengah yang disebut sebagai diploe.(1)
B) Struktur mikroskopik tulang :
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
3
tulang dan terletak dalam osteon. Osteoklas adalah sel berinti banyak yang
berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat lakuna – lakuna. dan osteosit
tersimpan didalam lakuna tersebut. Masing masing lakuna saling terhubung
melalui kanalikuli. System kanalikuli ini sangat penting dalam memberi nutrisi
sel.
GAMBAR 1 : MIKROSKOPIK TULANG
Tulang mempunyai dua saluran vaskuler : saluran havers merupakan
saluran yang memanjang dipusat osteon, yang terdiri dari satu atau dua pembuluh
darah kecil yang terbungkus jaringan ikat.saluran habers saling berhubungan
dengan permukaan bebas dan rongga sum – sum. Melalui saluran melintang yang
disebut Saluran volkman.
Periosteum merupakan membran fibrous padat yang menyelimuti tulang.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang
mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
4
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam lakuna Howship (cekungan pada permukaan tulang). (1)
2.2 FISIOLOGI TULANG
Secara umum, fungsi tulang adalah sebagai berikut:
Formasi kerangka
Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan ukuran tulang
dan menyokong struktur tubuh yang lain.
Formasi sedi-sendi
Tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak
tergantung dari kebutuhan fungsional. Sendi yang bergerak menghasilkan
bermacam-macam pergerakan.
Perlekatan otot
Tulang-tulang menyediakan permukaan untuk tempat melekatnya otot,
tendo, dan ligamentum. Untuk melaksanakan pekerjaan yang layak
dibutuhkan suatu tempat melekat yang kuat dan untuk itu disediakan oleh
tulang.
Sebagai pengungkit
Untuk bermacam-macam aktivitas selama pergerakkan.
Penyokong berat badan
5
Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan
gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga dapat menjadi kaku dan
lentur.
Proteksi
Tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur-
struktur yang halus seperti otak, medulla spinalis, jantung, paru-paru, alat-
alat dalam perut, dan panggul.
Haemopoiesis
Sum-sum tulang merupakan tempat pembentukan sel-sel darah, tetapi
terjadinya pembentukan sel-sel darah sebagian besar terjadi disumsum
tulang merah.
Fungsi immunologi.
Limfosit B dan makrofag-makrofag dibentuk dalam system
retikuloendotelial sum-sum tulang. Limfoist B diubah menjadi sel-sel
plasma yang membentuk antibody guna keperluan kekebalan kimiawi,
sedangkan makrofag merupakan fagositotik.
Penyimpanan kalsium.
Tulang mengandung 97% kalsium tubuh, baik dalam bentuk anorganik
maupun dalam bentuk garam-garam, terutama kalsium fosfat. Sebagian
besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium dilepas dalam darah bila
dibutuhkan. (3,4)
6
2.3 BIOKIMIA TULANG
KALSIUM
Dalam tubuh orang dewasa dengan berat badan sekitar 70kg mengandung
sekitar 1200gram kalsium, dimana 99% berada dalam tulang hanya sekitar
1% berada di darah dan jaringan lunak.
Jumlah kebutuhan kalsium berbeda-beda, tergantung jenis kelamin dan
usia. Kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia rata-rata 500-
800 mg per hari.
Sumber Kalsium
1. Sayur-sayuran hijau gelap (bayam,
kangkung)
2. Ikan teri kering
3. Udang kering
4. Tahu
5. Kacang-kacangan (kacang kedelai)
6. Salmon, sarden
7. Susu & hasil olahannya (keju, yogurt)
Fungsi Kalsium:
Untuk pembekuan darah
7
Transmisi impuls neuromuskuler
Keseimbangan asam-basa
Permeabilitas membran sel
Memberikan rigiditas dan kekuatan mekanik tulang
Gambar 4 : Fungsi Kalsium
Regulator tubuh yang mengatur kadar kalsium:
Vitamin D3 (kalsitriol)(6)
Vitamin D merupakan prohormon steroid, bentuk aktifnya akan
tampak sebagai suatu hormon. Nantinya melalui berbagai
perubahan metabolik di dalam tubuh, vitamin D akan diubah
menjadi hormon kalsitriol. Hormon ini memiliki peran sentral pada
metabolisme kalsium (Ca) dan fosfat (P).
8
Secara umum fungsi dari 1,25-dihidroksi-D3(kalsitriol) adalah
untuk mempertahankan kadar kalsium plasma, dengan cara:
Meningkatkan uptake kalsium di usus
Menurunkan ekskresi kalsium melalui ginjal
Menstimulasi resorpsi tulang (bila perlu)
Gambar 5 : Sintesis Kalsium
PTH (Para Tiroid Hormon)(6)
Hormon ini diproduksi oleh chief cells yang berada di kelenjar
paratiroid. Kadar kalsium dalam serum yang rendah akan
menstimulasi kelenjar paratiroid untuk memproduksi PTH.
Target organ dari PTH:
9
Tulang
PTH akan meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfor dari
tulang
Ginjal
PTH akan meningkatkan reabsorpsi dari kalsium, dan
meningkatkan jumlah ekskresi fosfor
Usus
PTH akan menstimulasi terbentuknya vitamin D (dalam
bentuk aktif = kalsitriol) sehingga akan meningkatkan
absorpsi kalsium dalam usus
Kalsitonin(6,7)
Hormon kalsitonin diproduksi oleh parafollicular cells yang
berada dalam kelenjar tiroid. Jumlah kadar kalsium serum yang
meningkat akan memicu terproduksinya kalsitonin.
Target organ dari kalsitonin:
Tulang
Kalsitonin ini akan mensupresi resorpsi kalsium dari
tulang
Kidney
Kalsitonin akan meningkatkan ekskresi kalsium dari ginjal
10
Gambar 6 : Hubungan kalsium dengan kalsitriol, PTH dan kalsitonin
11
Gambar 7 : keseimbangan kalsium dalam tubuh
Faktor –faktor lain yang mempengaruhi proses resorpsi tulang
Estrogen
Hormone ini memiliki peran dalam meningkatkan proses absorpsi kalsium di
saluran cerna dan mengurangi proses resorpsi di tulang
Glukokortikoid
Hormone ini memiliki peran yang berkebalikan dari estrogen yaitu menurunkan
proses absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan proses resorpsi kalsium di
tulang
2.4 FISIOLOGI KALSIUM
Absorpsi Kalsium
12
Dalam kondisi normal, usus hanya mengabsorpsi kalsium sebesar
30-40% dari total intake kalsium. Kalsium banyak diserap di bagian
duodenum dan jejunum, walaupun di ileum dan colon tetap terjadi
penyerapan kalsium. Absorpsi kalsium selesai dalam waktu 4 jam setelah
intake.
Mekanisme penyerapan kalsium terjadi secara pasif dari lumen
usus ke dalam sel. Setelah di dalam sel, kalsium harus dipompa secara
aktif keluar melewati membran basolateral dan membutuhkan energi.
Setelah itu juga terjadi proses “simultaneous secretory flux” kalsium,
sehingga ada sebagian kalsium yang tadinya sudah diabsorpsi oleh lumen
usus kembali keluar. Proses ini terjadi secara pasif. Jumlah kalsium yang
diabsorpsi oleh usus meningkat sesuai dengan proposi intake kalsium(3)
Ekskresi Kalsium
Ekskresi kalsium terutama dari ginjal, ginjal menyaring kalsium
sebanyak 9000mg per hari dalam keadaan GFR normal (150L/hari). Tetapi
sekitar 97-98% yang tersaring akan kembali di reabsorpsi, sehinggal total
yang diekskresi sekitar 200mg per harinya.
Sepanjang tubulus proksimal, akan terjadi reabsorpsi dari kalsium
sekitar 60% dari jumlah kalsium yang tersaring. Mekanisme reabsorpsi
kalsium sendiri dominan berlangsung secara pasif. Hormon PTH sendiri
tidak memiliki pengaruh di tubulus proksimal. Lalu sepanjang lengkung
Henle ascending, terjadi penyerapan kalsium sebanyak 30%, proses
reabsorpsi dominan berlangsung secara pasif, tetapi proses aktif juga
terjadi. Dalam tubulus distal terjadi penyerapan sebesar 8%. Mekanisme
reabsorpsi disini berlangsung dengan cara bertukarnya 1 Ca2+ dengan 3
Na+, sehinggal proses disini banyak dipengaruhi oleh Na. PTH juga
memiliki peranan di segmen ini.13
Jumlah ekskresi kalsium melalui urin dipengaruhi oleh:
Jumlah kalsium yang tersaring (juga dipengaruhi oleh GFR)
Volume dalam ekstrasel (dipengaruhi oleh kalsium yang
direabsorpsi di tubulus proksimal)
PTH (mempengaruhi reabsorpsi di tubulus distal)(5)
BAB III
OSTEOPOROSIS
14
3.1 Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang,
dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Menurut WHO
Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan
kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat
meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan
dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan
tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan
kualitas tulang .(8)
3.2 Epidemiologi Osteoporosis
Di negara maju seperti Amerika Serikat, kira-kira 10 juta orang usia
diatas 50 tahun menderita osteoporosis dan hampir 34 juta dengan penurunan
massa tulang yang selanjutnya berkembang menjadi osteoporosis. Empat dari
5 orang penderita osteoporosis adalah wanita, tapi kira-kira 2 juta pria di
Amerika Serikat menderita osteoporosis, 14 juta mengalami penurunan massa
tulang yang menjadi risiko untuk osteoporosis. Satu dari 2 wanita dan satu
dari 4 pria diatas usia 50 tahun akan menjadi fraktur yang berhubungan
dengan fraktur selama hidup mereka. Di negara berkembang seperti Cina,
osteoporosis mencapai proporsi epidemik, terjadi peningkatan 300% dalam
waktu 30 tahun. Pada tahun 2002 angka prevalensi osteoporosis adalah
16,1%. Prevalensi di antara pria adalah 11,5%, sedangkan wanita sebesar
19,9%.
15
Data di Asia menunjukkan bahwa insiden fraktur lebih rendah
dibanding populasi Kaukasian. Studi juga mendapatkan bahwa massa tulang
orang Asia lebih rendah dibandingkan massa tulang orang kulit putih
Amerika, akan tetapi fraktur pada orang Asia didapatkan lebih sedikit. (2).
3.3 Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu(3,6,):
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen
(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan
calsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang
berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih
lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal ini
berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7
tahun pertama setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
calsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang (osteoclast) dan pembentukan tulang baru
(osteoblastt). Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia
lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali
menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis
sekunder yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan.
Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tyroid, paratyroid, dan adrenal) serta obat-obatan 16
(misalnya corticosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tyroid yang
berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya
tulang.
3.4 Faktor Risiko Osteoporosis
1. Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak
terlatih dan menjadi kendor yang akan mempercepat menurunnya kekuatan
tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur minimal
tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan
memperkuat tulang).
2. Kurang calsium
Calsium penting bagi pembentukan tulang, jika calsium tubuh kurang
maka tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil calsium dari
bagian tubuh lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan calsium harus
disertai dengan asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa
vitamin D calsium tidak mungkin diserap usus.
3. Merokok
17
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan
perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih
rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita
bukan perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada
tubuh dalam hal penyerapan dan penggunaan calsium. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.
4. Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding
lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan
calsium (yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada
gilirannya menyebabkan osteoporosis.
5. Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan cafein (caffein).
Fosfor akan mengikat calsium dan membawa calsium keluar dari tulang,
sedangkan cafein meningkatkan pembuangan calsium lewat urin. Untuk
menghindari bahaya osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi
dengan minum susu atau mengonsumsi calsium extra.
6. Stress
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu cortisol
yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon cortisol yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan calsium kedalam peredaran darah dan akan
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan
terjadinya osteoporosis.
7. Bahan kimia
18
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan
makanan (sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan
limbah industri seperti organochlorida yang dibuang sembarangan di sungai dan
tanah, dapat merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan
tubuh menurun dan membuat pengeroposan tulang(7).
3.5 Klasifikasi Osteoporosis
1. Osteoporosis Primer
a. Osteoporosis primer tipe 1 adalah osteoporosis pasca menopause.
Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi
hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan
dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang
serta pembentukan osteoclast melalui produksi sitokin. Ketika
kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan
tulang dan pembentukan mengalami ketidak seimbangan.
Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan.
b. Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang
biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteopososis terjadi
akibat dari kekurangan calsium berhubungan dengan makin
bertambahnya usia.
c. Tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis
yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering
menyerang wanita dan pria yang masih dalam usia muda yang
relatif jauh lebih muda.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terjadi kerana adanya penyakit tertentu
yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang
19
tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah sepeti
di bawah ini:
a. Penyakit endokrin : tyroid, hiperparatyroid, hipogonadisme
b. Penyakit saluran cerna yang memyebabkan absorsi gizi calsium
terganggu.
c. Penyakit keganasan ( kanker)
d. Konsumsi obat –obatan seprti corticosteriod
e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga(3).
3.6 Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan
tulang lebih banyak terjadi pada cortex
A. Proses Remodelling Tulang
Proses remodeling tulang diawali dari kontraksi lining cell dan
proses mengambil precursor osteoklas. Precursor ini bergabung
membentuk multinuclear yang merupakan osteoklas aktif yang
berperan dalam proses resorpsi . osteoklas menempel dengan tulang
kemudian dan kemudian mendestruksi tulang dengan keasamanya dan
sifat proteolitik. Selanjutnya, osteoklas meninggalkan lokasi dimana
dia melakukan resorpsi dan osteoblast masuk ke daerah tersebut dan
memulai proses pembentukan tulang yang baru dengan mensekresikan
osteoid yang pada akhirnya mengendap menjadi bagian tulang yang
baru. Setelah proses tersebut, osteoblas mendatar dan membentuk
20
lapisan untuk memproteksi tulang yaitu lining cell
Gambar 8 : Patogenesis Osteoporosis
B. Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama
pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama
fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan
menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells
dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoclast, dengan demikian penurunan kadar estrogen
akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut
sehingga aktivitas osteoclast meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif calsium akibat menopause,
maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadang - kadang
didapatkan peningkatan kadar calsium serum, dan hal ini disebabkan oleh
menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat,
sehingga meningkatkan kadar calsium yang terikat albumin dan juga kadar
calsium dalam bentuk garam complex. Peningkatan bikarbonat pada 21
menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi
relatif acydosis respiratoric.
C. Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya
sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade
ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang,
dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak
berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa
tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi calsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada
orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan calsium dan vitamin D yang
kurang, anorexia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah.
Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan
meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteocalsin. Penurunan
kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan
osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause
(penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa
tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan
bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun
sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat.
Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan
testosteron membentuk complex yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa
tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok,
alkohol, obat-obatan, immobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus
diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua 22
dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural,
gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata(6,7,8).
3.7 Diagnosis
Osteoporosis merupakan silent disease dimana biasa tidak
menimbulkan gejala. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur
pada vertebra, pergelangan tangan, panggul, humerus, dan tibia (fraktur
patologis).
Anamnesis
Secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda
sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti
Tinggi badan yang makin menurun.
Obat-obatan yang diminum.
Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi,
climakterium.
Jumlah kehamilan dan menyusui.
Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan
matahari cukup.
Apakah sering minum susu, Asupan calsium lainnya.
Apakah sering merokok, minum alcohol
Pemeriksaan Fisik
23
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita
osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis,
deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering
menunjukkan kyphosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.
Pemeriksaan Radiologi
Densitas adalah tingkat hitam putihnya gambar pada film X-ray setelah
diproses, ditentukan oleh berat molekul dan tebal obyek. Tingkatan densitas
tulang sebagai berikut :
1. Osteolitik, densitas tulang menjadi radiolusen/hitam akibat
hilangnya sebagian tulang baik trabekel maupun mineralnya.
2. Osteoporosis, berkurangnya densitas dan menipisnya korteks
akibat kurangnya pembentukan
3. Osteopenia, berkurangnya sedikit densitas tulang.
4. Normoporosis, densitas normal, ada keseimbangan antara
pembentukan dan resorpsi tulang.
5. Osteosklerotik, bertambahnya densitas dan penebalan korteks
tulang akibat bertambahnya pembentukan dan atau berkurangnya
resorpsi tulang.
Gambar 9 : proses osteoporosis tulang vertebra
24
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan
cortex dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada
tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame
vertebra(7).
Gambar 10 : radiologi normal
25
Gambar 11 : radiologi osteoporosis tulang vertebra
Gambar 12 : gambaran lordosis tulang vertebra
26
Gambar 13 : osteoporosis tulang femur
Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
WHO menggunakan teknik ini untuk melakukan penggolongan densitas tulang :
1. Normal : densitas tulang kurang dari 1 standar deviasi dibawah rata-rata
wanita muda normal (T>-1)
2. Osteopenia : densitas tulang antara -1 standar deviasi dan 2,5 standar
deviasi dibawah rata-rata wanita muda normal (-2,5<T<-1)
3. Osteoporosis : densitas tulang lebih dari 2,5 standar deviasi dibawah rata-
rata wanita muda normal (T>-2,5)
27
Gambar 14 : Densitas tulang berdasarkan T-skor
T-Skor dan Z-Skor
Pengukuran densitas tulang biasanya dinyatakan dengan T-skor,
dimana angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi
dari rata-rata densitas tulang pada subyek normal dengan jenis kelamin
yang sama. Pengukuran lain dari densitas tulang adalah Z-skor, dimana
angka dari standar deviasi densitas tulang pasien bervariasi dari rata-rata
densitas tulang pada subyek dengan umur yang sama.
Meskipun berbagai kriteria densitometrik digunakan untuk
mendefinisikan osteoporosis, kriteria yang diajukan oleh WHO, yang
berdasarkan pengukuran masa tulang, umumnya paling banyak diterima
dan digunakan(9,11,12).
Indikasi Bone Densitometri
Guideline indikasi bone densitometry dalam penilaian resiko fraktur yang
dikeluarkan oleh Catalan Agency for Health Technology Asessment
28
Barcelona menyatakan bahwa bone densitometry diindikasikan pada
pasien dengan :
2 atau lebih high risk faktor resiko (FR) atau
4 atau lebih moderate risk FR atau
1 atau lebih high risk faktor resiko + 2 atau lebih moderate risk
faktor resiko
Selain itu, beberapa parameter laboratorium lainnya juga dapat digunakan
sebagai rujukan untuk melihat ada tidak nya kelainan tulang, dapat berupa
pemeriksaan darah maupun pemeriksaan urine.
29
Berikut adalah beberapa pemeriksaan darah yang paling sering dilakukan:
blood calcium levels
blood vitamin D levels
thyroid function
parathyroid hormone levels
estradiol levels untuk mengukur kadar estrogen wanita
follicle stimulating hormone (FSH) tes untuk menentukan status
menopause
testosterone levels (in men)
osteocalcin levels to measure bone formation.
3.8 DIAGNOSA BANDING
Berdasarkan gambaran radiologi, diagnosis banding osteoporosis adalah
sebagai berikut:
1. Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai oleh
kurangnya mineral dari tulang pada orang dewasa (menyerupai penyakit rickets
pada anak-anak), berlangsung kronis dan dapat terjadi deformitas skeletal yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin D. Pada gambaran radiologis akan tampak :
Penurunan densitas tulang secara umum
Looser’s Zone (pseudofraktur) merupakan pita translusen yang sempit,
pada tepi kortikal, dan merupakan tanda diagnostik untuk osteomalasia.
Kelainan ini paling sering terlihat pada iga,skapula, ramus pubis, dan
aspek medial femur proksimal.
Vetebra bikonkaf30
Perlunakan tulang yang menimbulkan pelvis triradiata
Gambar 15 : Osteomalasia
31
Gambar 16 Osteomalasia
2. Penyakit Cushing
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Steroid
menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah ada, dan
mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast yang dapat
berfungsi dengan baik. Di samping itu, steroid juga sangat mereduksi sintesis
protein. Gambaran histomorfometrik menunjukkan penurunan tingkat aposisi
mineral, dan penipisan dinding tulang, yang diduga karena umur osteoblast
32
yang semakin pendek. Efek steroid terhadap osteoblast juga melalui gangguan
atas respons osteoblast terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin,
faktor pertumbuhan, dan 1,25-dihydrozy vitamin D. Sintesis dan aktivitas
faktor-faktor parakrin lokal mungkin juga terganggu. pada gambaran
radiologis tampak trabeculae vertikal maupun horisontal sama-sama menipis
sehingga menghasilkan gambaran translusens yang merata. Pembentukan
banyak pseudocallus di tempat stress fracture merupakan tanda khas yang
penting pada osteoporosis akibat steroid. Pseudocallus tersebut terutama
ditemukan pada ujung vertebrae yang kolaps atau di sekitar stress fracture di
iga atau pelvis. Gambaran khas ini muncul sebagai akibat penurunan aktivitas
osteoblastik dan peningkatan produksi callus kartilago yang kemudian
mengalami mineralisasi secara tidak beraturan.
Gambar 17 : Gambaran Tulang Vetebrae pada Cushing’s
Syndrome
33
3. Multiple Myeloma
Multiple myeloma merupakan tumor ganas primer pada sumsum tulang,
dimana terjadi infiltrasi pada daerah yang memproduksi sumsum tulang pada
proliferasi sel-sel plasma yang ganas. Tulang tengkorak, tulang belakang,
pelvis, iga, skapula, dan tulang aksial proksimal merupakan yang terkena
secara primer dan mengalami destruksi sumsum dan erosi pada trabekula