1 BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan mycobacterium yang bersifat berulang, kronik, penyakit infeksi pulmo dan extrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma dengan kaseosa, fibrosis dan cavitas. 1 Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner dan ekstrapulmoner. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ selain paru. Hal ini karena penyebarannya yang bersifat limfogen dan hematogen. Salah satu jenisnya ialah TB Milier. 2 Tuberkulosis milier merupakan adanya manifestasi Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis diseminata) yang menyebar secara hematogen. 3 Akan tetapi, berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB milier masuk kedalam TB pulmoner tipe berat. 4
58
Embed
Tuberculosis Milier Merupakan Penyakit Yang Disebabkan Mycobacterium Tuberculoasis Yang Menyebar Secara Hematogen
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan mycobacterium yang
bersifat berulang, kronik, penyakit infeksi pulmo dan extrapulmo yang
dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma dengan kaseosa, fibrosis dan
cavitas.1 Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner dan ekstrapulmoner.
Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80%
dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ selain
paru. Hal ini karena penyebarannya yang bersifat limfogen dan hematogen. Salah
satu jenisnya ialah TB Milier.2
Tuberkulosis milier merupakan adanya manifestasi Mycobacterium
tuberculosis (tuberculosis diseminata) yang menyebar secara hematogen.3 Akan
tetapi, berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB
milier masuk kedalam TB pulmoner tipe berat.4
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2008,
diketahui bahwa tuberkulosis milier memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari
seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada
bayi).5,6 TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M. Tuberculosis
(jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik dan
spesifik).5 Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil
terutama usia <2 tahun. Hal ini dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi
makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat berkembang
sempurna, sehingga basil TB mudah berkembang biak dan menyebar keseluruh
tubuh.5,6
Pada penatalaksanaan TB Milier, dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu aspek
non farmakologis dan aspek farmakologis. Non farmakologis seperti nutrisi,
edukasi terhadap pasien serta keluarga pasien, dukungan emosional dari klinisi
dan keluarga serta persiapan pasien untuk dapat melakukan kehidupan sosialnya
sangat diperlukan.7
Kemudian, dari aspek farmakologis berdasarkan Buku Ajar Respirologi
(2010) mengungkapkan bahwa penatalaksanaan medikamentosa TB Milier adalah
dengan pemberian 4-5 macam OAT, kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid
dan streptomisin atau etambutol selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan
isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai dengan perkembangan klinis.
Menurut WHO 2006 dalam Guidance for National Tuberculosis
Programmes on the management of tuberculosis in children, pada TB Milier
direkomendasikan diberikan kortikosteroid, yaitu yang sering dipakai ialah
prednison dengan dosis 2mg/kgbb/hari selama 4 minggu full dose (dibagi dalam 3
dosis) kemudian diturunkan secara perlahan (tappering off) selama 1-2 minggu
sebelum obat tersebut dihentikan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tuberkulosis
Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan mycobacterium yang
bersifat berulang, kronik, penyakit infeksi pulmo dan extrapulmo yang
dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma dengan kaseosa, fibrosis dan
cavitas.1 Sedangkan, berdasarkan National Guidelines and Operational Manual
for Tuberculosis Control, tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini, akan masuk
ke dalam tubuh melalui inhalasi lalu masuk ke paru dan menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah dan sistem limfatik atau secara langsung menyebar ke
organ target tersebut.2
Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar
80% dari kasus. Tuberculosis extra-pulmonary dapat menyerang beberapa organ
selain paru.2
Berdasarkan Harrison (1999), tuberculosis merupakan infeksi bakteri
kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis dan ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas
yang diperantarai sel (cell-mediated).8
3
Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan infeksi yang terjadi di seluruh dunia. Hal ini
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi di dunia. Banyak
hal yang menyebabkan terjadinya tuberkulosis, antara lain karena memburuknya
sistem pertahanan tubuh yang dimiliki seseorang, kemiskinan ekonomi yang
terjadi, penyalahgunaan obat dan imigrasi dari negara yang sedang berkembang,
sehingga menyebabkan peningkatan insidensi tuberkulosis. Anak-anak merupakan
grup yang sangat tinggi menjadi tuberkulosis pulmo. Dari beberapa faktor
tersebut, Mycobacterium Tuberculosis merupakan basil yang berperan dalam
patogenesis penyakit ini. Berbentuk batang dengan ukuran panjang I-4/µm.
Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini terjadi karena kuman bersifat
dormant. Dari sifat dormant ini, kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan
tuberkulosis aktif lagi.9
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam
sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman ini adalah bersifat aerob. Hal ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini, tekanan oksigen pada bagian apikal, paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberkulosis. Mikobakterium ini, dibedakan dari lipid
permukaannya, yang membuatnya tahan asam sehingga warnanya tidak dapat
dihilangkan dengan alkohol asam setelah diberi warna.
4
Epidemiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas di dunia, sekitar 9 juta kasus dan 2 juta dinyatakan
meninggal.10 Dibeberapa negara, tuberkulosis pada pediatrik merupakan suatu
tantangan bagi para ahli kesehatan untuk mendiagnosis dan melakukan terapinya.
Tidak seperti TB pada dewasa, TB pediatrik sering disertai oleh gejala dan tanda
yang tidak spesifik. TB Pediatrik sering berupa pausibasiler.11
WHO tahun 2007 memperkirakan sekitar 9,27 juta kasus TB diduna,
dengan peningkatan kasus dari 9.24 juta kasus tahun 2006, 8.3 juta kasus tahun
200 dan 6.6 juta kasus tahun 1990. Pravelensi dan tingkat mortalitas TB dari 13,7
juta kasus tahun 2007 (206 per 100.000 populasi) dan tahun 2006 yaitu 13.9 juta
kasus (210 per 100.000 populasi), menyebabkan angka mortalitas sekitar 1,3 juta
orang. Insidensi, prevalensi, dan mortalitas TB mengalami penurunan, akan tetapi
hal ini tidak cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan target secara global.
Beberapa penelitian memprediksi bahwa insidensi TB tahun2050 akan tetap atau
100 kali lebih meningkat insidensi TB bahkan jika strategi stop TB berhasil
diimplementasikan.12
Lain halnya di Amerika Serikat, sudah mulai menurunkan populasi TB
sejak tahun 1992 dan puncaknya tahun 2006, kasus TB mengalami penurunan
yaitu 13.770 kasus (4,6 per 100.000 populasi). Walaupun ternyata Amerika
Serikat mencanangkan penurunan kasus TB yaitu <1 per 1.000.000 populasi
tahun 2010.10
5
Diagram 1. Insidensi Penyakit Tuberkulosis di dunia 2009.
Tiga negara tuberkulosis tertinggi ialah Kamboja, India dan Indonesia,
sedangkan yang terkecil ialah Australia. Insidensi, prevalensi dan mortalitas
tuberkulosis, lebih tinggi pada negara-negara dengan yang memiliki sumber daya
manusia yang lemah, korupsi, gross domestic product (GDP) per capita dan
beberapa negara yang memiliki sumber daya manusia yang minimal suplementasi
nutrisi di negaranya. 13
Table 1. Insidensi, Pravelensi dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Asia Selatan-Timur, 2008. 13
6
Status ekonomi dan perkembangan sistem kesehatan diberbagai negara
yang sedang berkembang, memegang peranan penting dalam patogenesis TB di
Asia dan area Pasifik. Penelitian dari Wu (2012) menyarankan agar setiap negara
dapat menurunkan tingkat korupsi yang akan berdampak pada kesehatan
masyarakatnya dan merubah sanitasi lingkungan tiap negaranya, sehingga
diupayakan insidensi TB ini dapat berkurang.12
Tabel 2. Klasifikasi Negara Berkembang dan Sedang Berkembang
Klasifikasi
Tuberkulosis dibagi menjadi Primary TB, yang biasa terjadi pada anak-
anak dan Post-primary TB yang biasa terjadu pada orang dewasa. Tuberkulosis
pulmonum dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa seperti TB
7
meningitis atau tuberkulosis milier. Diagnosis dan penanganan yang dini, sangat
penting pada anak yang mengalami tuberkulosis, walaupun konfirmasi
bakteriologik pada penyakit, sangat sulit untuk dilakukan. Selain itu, dalam
pengecekan uji tuberkulin pada bayi juga dapat negatif, oleh karena itu harus
digali secara teliti mengenai adanya kontak langsung dengan penderita TB dan
dikonfirmasi dengan foto thorax yang harus dilakukan.9
II.2. Definisi Tuberkulosis Milier
Tuberkulosis milier merupakan adanya manifestasi Mycobacterium
tuberculosis (tuberculosis diseminata) yang menyebar secara hematogen. Pada
anak-anak, penyakit ini dapat terjadi secara akut atau subakut dengan panas tinggi
yang bersifat intermittent, keringat malam. TB milier juga menyebabkan acute
respiratory distress syndrome (ARDS). TB milier terjadi setelah adanya infeksi
primer pada anak. 3
Menurut Pedoman Nasional Tuberkulosis Pada Anak (2008) dan Buku
Ajar Repirologi Anak (2010), tuberkulosis milier merupakan penyakit
limfohematogen sistemik, akibat penyebaran kuman M.tuberculosis dari
kompleks primer, yang biasanya terjadi dalam waktu 6 bulan pertama, sering
dalam 3 bulan pertama, setelah infeksi awal.5,6
Sedangkan menurut Monie (1983), tuberkulosis milier atau diseminata
merupakan bentuk yang berat dari perjalanan penyakit tuberkulosis, yang
disebabkan penyebaran secara hematogen dari basil tuberkel tersebut. Hal ini
terjadi pada anak-anak muda yang mengalami infeksi primer sebelumnya. Selain
8
itu, tuberkulosis milier juga merupakan sebuah komplikasi pada lesi tuberkulosis
yang kronik pada dewasa.14
II.3. Epidemiologi Tuberkulosis Milier
Dari seluruh kasus TB, sekitar 1,5% mengalami TB Milier. WHO
melaporkan bahwa sekitar 2-3 juta pasien meninggal tiap tahunnya akibat TB
Milier. Insidensi TB Milier nampak lebih tinggi di Amerika dan Afrika terutama
Amerika Serikat. Hal ini disebabkan faktor risiko sosial ekonomi, jenis kelamin
yaitu lelaki lebih banyak dibanding perempuan dan faktor kesehatan. Tidak
dibuktikan adanya peran genetik dalam hal ini.15
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2008,
diketahui bahwa tuberkulosis milier ini merupakan salah satu bentuk TB berat dan
dan memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). Tuberkulosis milier lebih
sering terjadi pada bayi dan anak kecil terutama usia <2 tahun. Hal ini
dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal
pertahanan parunya belum dpaat berkembang sempurna, sehingga basil TB mudah
berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier juga
dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer
sebelumnya yang tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman
yang dorman.5,6
TB milier ini, selalu diikuti oleh infeksi primer, dengan atau tanpa periode
laten yang pendek. Infeksi yang terjadi pada TB Milier dikarakteristikan sebagai
9
jumlah yang besar dari basil TB. Walaupun dengan foto thorax, TB Milier dapat
didiagnosis, akan tetapi bila tidak ditangani dengan segera maka dapat
menyebabkan kematian pada pasien. Sekitar 25% pasien dengan TB Milier dapat
terjadi penyebarluasan ke menings.15
II.4. Etiologi Tuberkulosis Milier
Terjadinya TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M.
Tuberculosis (jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik
dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat
memudahkan timbulnya TB Milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi
morbili, pertusis, diabetes mellitus, gagal ginjal, keganansan dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang. Faktor-faktor lain, yang juga ikut mempengaruhi
perkembangan penyakit ini ialah faktor lingkungan, yaitu kurangnya paparan sinar
matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol,
obat bius serta sosial ekonomi.5,6
Gambar 1. Mycobacterium Tuberculosis
10
II.5. Patofisiologi Tuberkulosis Milier
Berdasarkan Konsensus Tuberkulosis pada pediatrik tahun 2010, diketahui
bahwa TB milier termasuk dalam TB pulmo yang berat (Severe Pulmonary TB).
Perkembangan TB milier merupakan perkembangan fokus infeksi basil
Mycobacterium tuberculosis secara hematogen.7
Gambar 2. Proses Infeksi Mycobacterium Tuberculosis15
Setelah paparan dan inhalasi dari basil TB melalui droplet infection, maka
basil TB ini akan masuk ke saluran pernafasan dan ke daerah paru. Hal ini diikuti
dengan terbentuknya limfangitis paru dan limfadenopati hilus. Kemudian dalam
waktu 3 bulan, apabila kondisi pasien mengalami penurunan, sanitasi buruk dan
keadaan gizi kurang, maka basil TB akan menyebar secara hematogen, setelah
terjadi infeksi primer. Akan tetapi TB milier, dapat terjadi sebagai TB primer atau
mungkin merupakan perkembangan setelah adanya infeksi awal. 16
11
Pada awalnya, akibat adanya penularan terhadap basil ini, maka akan
mengaktifkan sistem imun tubuh. Pertama diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Setelah itu, basil tersebut juga mengaktifkan makrofag alveolar yang
berfungsi memfagosit patogen tersebut melalui reseptor makrofag yang
dimilikinya. Lipoarabinomannan mycobacterial merupakan hal yang dimiliki oleh
basil ini untuk berikatan dengan reseptor makrofag alveolar. Akibat hal tersebut
C3 sebagai komplemen protein bekerja dengan mengikat dinding sel dan
meningkatkan perlawanan terhadap mycobakterium. Opsoniasi C3 lebih cepat,
bahkan tanpa paparan dari M.tuberkulosis sebelumnya opsoniasi juga tetap
berlangsung cepat.16
Gambar 3. Proses Reaksi Awal Mycobacterium Tuberculosis
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya dapat
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Makrofag ini juga akan menginisiasi
terbentuknya berbagai reaksi yang berkelanjutan dan mengontrol terjadinya
12
infeksi akibat basil ini, lalu diikuti terjadinya fase latent tuberculosis atau
perubahan menjadi aktifnya penyakitnya TB yang disebut sebagai primary
progressive tuberculosis. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag
yang terjadi setiap 25-32 jam. Akibat reaksi makrofag dan mycobacterium
selanjutnya, akan menghasilkan enzim proteolitik dan sitokin. Produksi dari
sitokin akan merangsang T-limfosit pada proses imunitas. Makrofag akan
menggiring antigen dari basil ini ke permukaan Tcell untuk terus bereaksi
melawan mycobakterium ini. Selain itu, kuman TB yang tidak dapat dilawan oleh
beberapa proses tersebut akan terus berkembang biak di dalam makrofag,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Waktu yang diperlukan
sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap
disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung
dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa
inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 -10, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 16
13
Tabel 3. Waktu Tahapan Perjalanan Infeksi Mycbacterium Tuberculosis17
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat
adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks
paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).7,16,17
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, mikroorganisme basil
tersebut akan berlanjut tumbuh sampai jumlah yang dicapai cukup untuk bereaksi
dengan sistem imun tubuh. Sehingga, terjadi perubahan pada jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas
14
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin.
Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian
besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman
TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Granuloma ini terbentuk akibat adanya
reaksi dengan sistem imunitas. Selain itu, lesi yang terbentuk merupakan tipe
nodular yang terbentuk akibat adanya akumulasi dari pengaktifan T-limfosit dan
makrofag yang terbentuk akibat upaya dalam mempertahankan replikasi basil TB.
Hal ini dapat berlanjut membentuk nekrosis padat di tengah dari lesi yang
terbentuk. Setelah itu, M.tuberculosis dapat merubah ekspresi fenotipnya seperti
protein regulation untuk tetap bertahan. Sekitar 2 sampai 3 minggu, nekrosis yang
terjadi berubah menjadi nekrosis perkejuan, yang dikarakteristikan dengan kadar
oksigen yang rendah, pH rendah, nutrisi yang terbatas. Kondisi ini akan
menghambat pertumbuhan basil tersebut dan mempertahankan fase laten yang
akan terus berlanjut. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 7,16,17
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer dapat juga
15
mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru
atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan
menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar
karena reaksi inflamasi yang berlanjut ke area bronkus. Obstruksi parsial pada
bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi. 7,16,17
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 7
16
Gambar 4. Perjalanan Infeksi Terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ
di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya.7,16
17
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di
organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.7,16
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata atau milier. TB milier ini timbul dalam
waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada
jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya
penyebaran. Tuberkulosis milier terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun
pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita. 7,16
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang
jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini
18
terjadi bila suatu fokus perkejuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara
klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. 7,16
Gambar 5. Patogenesis Tuberkulosis Berdasarkan Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia
II.6. Diagnosis Tuberkulosis Milier
Anamnesis dan Gejala Klinis
Daerah pulmo merupakan lokasi yang tersering untuk tuberkulosis, akan
tetapi ekstrapulmoner dapat terjadi sekitar 20% dari pasien yang mengalami
immunokompeten dan komplikasi ekstrapulmoner meningkat seiring
19
immunosupresi yang dialami pasien. Lokasi yang serius apabila terkena yakni
sistem nervus sentral, dimana akan menghasilkan meningitis atau space occupying
tuberculomas. Jika tidak teratasi, meningitis tuberkulosis fatal pada beberapa
kasus.
Tuberkulosis ekstrapulmonar merupakan bentuk fatal lain dari infeksi basil
ini. Hal ini dikarenakan penyebarannya secara hematogen, bentuk ini dikenal
dengan tuberkulosis milier atau diseminata. Basil dapat mengikuti aliran darah
diseluruh tubuh sehingga melibatkan seluruh muktiorgan. Tuberkulosis milier
terjadi secara cepat dan sulit didiagnosis, karena beredar secara sistemik dan tidak
memiliki tanda serta gejala spesifik pada penyakit ini. Adapun gejala dan tanda
nonspesifik yang muncul, antara lain demam, penurunan berat badan, dan
kelemahan.7
Berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (2008), mengatakan
bahwa manifestasi klinis TB Milier bermacam-macam, bergantung pada
banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai
adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya
anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh pada anak (dengan demam ringan atau
tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan
sesak nafas. Tuberkulosis milier, juga dapat diawali dengan serangan akut berupa
demam tinggi yang seirng hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat
dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Sekitar 50%
pasien akan mengalami limfadenopati superfisial, splenomegali dan hepatomegali
yang akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi
20
dan berlangsung terus menerus atau kontinu, tanpa diserti gejala respiratorik atau
disertai gejala minimal dan foto rontgen thorax biasanya masih normal. Beberapa
minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus multiple,
terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang. Gejala klinis, biasanya timbul
akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak nafas
yang disertai ronkhi atau mengi. Pada kelainan paru yang berlanjut, dapat timbul
sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala gangguan pernafasan,
hipoksia, pneumothorax, dan pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan
fungsi organ, kegagalan multiorgan serta syok.5
Tabel 4. Karakteristik Klinik Tuberkulosis Milier dalam 15 Pasien.3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik TB milier, tidak terlalu spesifik dibandingkan
tuberkulosis pada umumnya. Pemeriksaan fisik dapat diidentifikasi dari berat
badan atau keadaan gizi, pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal dan
pembengkakan tulang atau sendi panggul, lutut dan falang.18
21
Pemeriksaan Penunjang
Gejala lain yang dapat ditemukan ialah kelainan kulit berupa tuberkuloid,
papula nekrotik, nodul atau purpura. Tuberkuloid koroid ditemukan pada 13-87%
pasien, dan jika ditemukan dini dapat menjadi tanda yang sangat spesifik dan
sangat membantu diagnosis TB Milier. Maka pada pasien TB Milier perlu
dilakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel koroid.5
Test Tuberkulin (TST, Mantoux)
Seseorang yang menerima vaksin BCG dapat memberikan hasil yang positif pada
TST. Hal ini dikarenakan efek BCG pada hasil TST kurang lebih bermakna
selama 15 tahun dan akan minimal terjadi pada setelah 10 tahun.
Pemilihan regimen obat ini didasarkan pada sifat basil sendiri, mekanisme
metabolik, resistensi obat, farmakokinetik dan faktor patologisnya. Isoniazid
(INH) dan Rifamipicin (RMP) membunuh pertumbuhan basil secara cepat
sedangkan Pirazinamid (PZA) melawan organisme intraseluler ini dalam medium
asam ketika basil ini berada diekstraseluler yakni saat tersebut, pertumbuhan basil
ini lambat saat diekstraseluler. Oleh karena itu, saat inilah basil tersebut dapat
dimusnahkan dengan baik oleh RMP. Berdasarkan hal tersebut, ketiga regimen
obat tersebut sesuai untuk penatalaksanaan TB dengan efeknya masing-masing.4
27
Tabel 7. Berbagai Regimen Obat Untuk TB Milier20
Penelitian mengenai regimen obat TB secara umur terutama TB milier,
terus dilakukan seiring waktu. Adapun beberapa perkembangan dan pendapat dari
beberapa para ahli mengenai obat TB milier tersebut antara lain, menurut Kumar
dkk (1990), seseorang yang mengalami TB milier atau TB diseminata, diterapi
dengan 2 bulan INH, RMP dan PZA (2 kali setiap minggu), 4 bulan INH dan
RMP (2 kali setiap minggu) atau 2 bulan mengkonsumsi INH, RMP dan PZA (7
kali setiap minggu) ditambah 4 bulan INH dan RMP (2 kali setiap minggu).22
Kemudian berdasarkan rekomendasi dari konsensus tuberkulosis anak
(1997), untuk grup 4 yaitu TB Milier (diseminata), TB dengan cavitatory disease/
bronkopneumonia, TB osteoarticular, TB abdominal, pericardial dan
genitourinary menyatakan bahwa regimen pengobatan yang diberikan ialah
2HRZE/7HR. Kemudian konsensus tuberkulosis anak (2010), menyatakan bahwa
pengobatan tuberkulosis milier terutama dengan komplikasi neurologis, dapat
diberikan dengan total 8-9 bulan dimana 2 bulan tahap intensif dan 6-7 bulan
28
tahap kontinue. Pendapat ini juga didukung oleh Pedoman Tuberkulosis Anak
tahun 2008, yang menyatakan bahwa tatalaksana medikamentosa TB Milier
adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan
isoniazid dan rifampisin selama 6-10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis.23
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB Milier biasanya berjalan
lambat. Respon keberhasilan terapi antara lain adalah menghilangnya demam
setelah 2-3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas
hidup sehari-hari dan peningkatan BB.23
Gambaran milier pada Rontgen Thorax biasanya menghilang dalam 1
bulan, kadang-kadang berangsur-angsur menghilang dalam waktu 5-10 minggu,
tetapi mungkin saja belum ada perbaikan hingga beberapa bulan.4,5 Sedangkan,
menurut Treatment of Tuberculosis Standard Therapy for Active Disease in
Children 2009, pada prinsipnya pengobatan penyakit tuberkulosis yaitu
pengobatan yang mencakup keseluruhan komunitas terutama individu tersebut,
dan ini merupakan program yang diberlakukan untuk kesehatan masyarakat secara
keseluruhan sampai tuntas dan secara lengkap.20
Tabel 8. Kategori Pasien TB Menurut Konsensus Tuberkulosis Anak 2010.4
29
Untuk penderita yang telah mengalami TB ekstrapulmonar seperti TB
Milier ini, pengobatan tuberkulosis dilakukan selama 9-12 bulan. Obat-obatan
tuberculosis yang dipergunakan pada TB Milier ini dapat 4 atau 5 jenis obat pada
tahan initial yaitu INH, RIF, PZA dan obat selanjutnya dapat berupa EMB,
golongan aminoglikosida dan ethionamide. Steroid diindikasikan untuk TB CNS
yang berlanjut sampai efusi pleura dan pericardial, penyakit abdominal, penyakit
endotracheal dan TB milier.20
Hal ini juga diungkapkan oleh Swaminathanand dkk (2010), bahwa prinsip
dasar dari penatalaksanaan TB Milier dan yang telah direkomendasikan untuk
anak-anak sampai dewasa yakni terdiri atas 6 bulan dengan regimen terapi INH,
RMP, EMB, PZA. Pada pengobatan TB Milier, sebagai fase intensif inisial, yang
diikuti dengan 2 jenis obat yaitu INH dan RMP pada fase kontinu. Untuk TB
milier (diseminata), dianjurkan melakukan pengobatan selama 9-12 bulan.23
Berdasarkan Buku Ajar Respirologi (2010) juga mengungkapkan hal yang
sama yakni, penatalaksanaan medikamentosa TB Milier adalah dengan pemberian
4-5 macam OAT, kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan streptomisin
atau etambutol selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan
rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Kortikosteroid
(prednison) diberikan pada TB Milier, meningitis TB, perikarditis TB, efusi plura
dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari
selama 2-4 minggu selanjutnya diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6 minggu.6
Sedangkan menurut Panduan Praktisi Klinik Pediatri Ilmu Kesehatan Anak FK
UNLAM 2011, pemberian dosis prednison selama 1-3 bulan.24
30
Berdasarkan konsensus tuberkulosis anak (2010), kortikosteroid
(prednison) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis TB, efusi pleura
dan peritonitis TB. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari
selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan secara perlahan (tappering off) selama
2-4 minggu.23
Sedangkan, menurut WHO 2006 dalam Guidance for National
Tuberculosis Programmes on the management of tuberculosis in children, pada
TB Milier direkomendasikan diberikan kortikosteroid, yaitu yang sering dipakai
ialah prednison dengan dosis 2mg/kgbb/hari selama 4 minggu full dose (dibagi
dalam 3 dosis) kemudian diturunkan secara perlahan (tappering off) selama 1-2
minggu sebelum obat tersebut dihentikan. Dosis prednison dapat ditingkatkan
menjadi 4 mg/kgbb/hari maksimal 60 mg/hari pada kasus anak yang berat karena
rifampisin dapat menurunkan konsentrasi kortikosteroid akan tetapi apabila
dosisnya berlebih maka akan menyebabkan supresi imun berlebih. Oleh karena
itu, pada tahap awal sebaiknya seluruh anak-anak yang terdiagnosis TB Milier,
harus dirawat dirumah sakit sampai keadaan klinis pasien stabil.21
Gambar 9. Peran Regimen Obat TB Terhadap Basil TB
31
Setelah dilakukan pengobatan pada pasien TB terutama TB milier, maka
penelitian dari Indumathi dkk (2010) menyatakan bahwa sekitar 3 orang pasien
TB Milier, seluruhnya dapat diobati tanpa adanya kegagalan dalam pengobatan
yang dilakukan. (tabel 8.)
Tabel 9. Outcome Pasien TB yang Telah Diberi Pengobatan Khusus25
Apabila pasien mengalami putus pengobatan maka berdasarkan konsensus
tuberkulosis anak tahun 2010, dinyatakan dalam tabel dibawah ini, tabel 9.
Tabel 10. Kriteria Putus Obat OAT4
II.8. Komplikasi
Tuberkulosis milier dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Komplikasi pada TB milier terbagi atas 3 bagian,
32
yakni paru, hematogen dan limfogen. Pada paru dapat menyebabkan ARDS,
pneumothorax, abses paru. Hematogen dapat menyebabkan meningitis TB,
tuberculoma dan TB enteritis. Sedangkan penyebaran secara limfogen ialah
lymphodenitis TB.
Sindrom gangguan pernapasan Dewasa (ARDS) merupakan salah satu
komplikasi yang jarang terjadi pada TB miliaria, yang mungkin muncul bahkan
setelah pengenalan antituberkulosis terapi. Kematian telah dilaporkan setinggi
100% walaupun sudah diterapi adekuat dengan pengobatan. Sekitar 7% kasus
tuberkulosis milier berhubungan dengan sindrom ini.
Patogenesis ARDS secara keseluruhan belum dapat diketahui secara pasti.
ARDS menyebabkan terjadinya kasus infeksi akibat lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh mycobacterial tersebut. Salah satu produknya ialah
lipoarabinomannan yang menginduksi produksi tumor necrosis factor (TNF) pada
makrofag dan hal inilah yang memodulasi timbulnya ARDS.26
Selain itu, berdasarkan penelitian Khan dkk (2011) menyatakan bahwa
pasien yang mengalami tuberkulosis milier dapat mengakibatkan terjadinya
pneumothorax. Insidensi pneumothorax jarang, sekitar 1,3%-1,5% pada
tuberkulosis milier. Gejala-gejala klinis yang dapat terlihat pada pasien
tuberkulosis milier yaitu terdapat tanda kesulitan bernafas, batuk kering dan
perubahan fungsi dan struktur anatomi jantung. Gejala-gejala ini, juga terlihat
pada pasien TB milier dengan pneumothorax, akan tetapi jika dengan
pneumothorax akan terlihat peningkatan dispneu dan nafas pendek pada pasien.
Sehingga, dalam pemeriksaan fisik sukar untuk dibedakan antara TB milier saja
33
atau TB milier dengan pneumothorax. Jika hal ini terjadi, maka penanganan
secara emergency harus segera dilakukan, karena pada fase ini, pasien dapat jatuh
ke dalam ARDS.
Patogenesis pneumothorax dalam tuberkulosis milier belum diketahui
secara pasti, akan tetapi diduga akibat proses caseosa atau nekrosis di subpleural
akibat nodul milier dan hal ini dapat terjadi ruptur sehingga memicu
terperangkapnya udara yang menyebabkan pneumothorax. Selain itu, tuberkulosis
milier akut dapat menyebabkan emphysematous lung. Hal ini dapat disebabkan
karena penyebarannya bilateral, simultan dan atau adanya pneumothorax rekuren
pada pasien, sehingga memicu timbulnya gambaran emphysematous lung.
Gambar 10. (Slide kiri) Foto Thorax PA Pada Pasien Tuberkulosis Milier dengan Pneumothorax. (Slide Kanan) Foto Thorax PA Pada Pneumothorax Akibat TB Milier Setelah dilakukan Drainage.
Pada tuberkulosis milier, open thoracotomy tidak dianjurkan sampai
pasien mendapatkan terapi antituberkulosis selama beberapa minggu. Terapi
34
inisial yang dapat dilakukan ialah tube thoracostomy. Pembedahan pleurectomy
dianjurkan pada pasien dengan simultanneous bilateral secondary spontaneous
pneumothorax awal. 27
Tuberkulosis enteritis juga merupakan manifestasi ekstrapulmoner dari
tuberkulosis pulmoner, dan hal ini terjadi sekitar 15-20% dari pasien tuberkulosis
pulmoner yang aktif. Chung dkk (2006) melaporkan bahwa tuberkulosis intestinal
dapat merupakan salah satu komplikasi tuberkulosis milier yang ditandai dengan
nyeri abdomen dan demam.
Gambar 11. Operasi Apendix dengan Nodule Lesi Pada Permukaan Muskulus Apendix
Atas dasar tersebut, maka tuberkulosis enteritis merupakan suatu
differential diagnosis pada pasien yang memiliki keluhan bagian abdomen
terutama riwayat tuberkulosis pulmner sebelumnya. Tuberkulosis intestinal
didiagnosis dengan konfirmasi laparotomi dan biopsi darurat. Oleh karena itu,
pasien diberikan OAT selama 12 bulan dan kortikosteroid.28
35
Sekitar 25% pasien dengan TB milier, dapat berlanjut sampai mengenai
sistem saraf pusat yaitu meningitis TB dan tuberculoma. Setelah mendapatkan
beberapa minggu terapi yang efektif, maka diharapkan pasien mengalami
perbaikan klinis yang signifikan, dan memiliki hasil negatif pada pemeriksaan
sputum basil tahan asam, dan retraksi nampak minimal. Namun, yang harus
diyakini bahwa pasien benar-benar tidak lagi menular. Tidak adanya hasil sputum
yang positif pada pasien tersebut, sehingga dapat menjamin perlindungan saat
paparan dengan orang lain. Terapi harus diawasi secara langsung, sehingga hasil
dapat optimal untuk memastikan kepatuhan dan mencegah kekambuhan pada
pasien.29
Menurut Buku Panduan Nasional Tuberkulosis Anak 2008
mengungkapkan bahwa terkadang pada TB Milier Akut yang menyeluruh (acute
generalized miliary) dapat terjadi tuberkulosis kelenjar limfe superfisialis.
Manifestasi klinis tersering, terjadi di kelenjar leher (cervical adenitis, limfadenitis
kolli), kemudian terdapat juga didaerah aksila dan ingunial. Tuberkulosis kelenjar
leher umumnya di bagian anterior.5
Hobson (1950) juga mengungkapkan bahwa anemia aplastik juga
merupakan salah satu komplikasi dari tuberkulosis milier. Patogenesisnya secara
lebih rinci tidak diketahui secara pasti.30
36
BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh melalui penulisan makalah tinjauan
kepustakaan ini bahwa penatalaksanaan pada tuberkulosis milier mencakup dua
aspek yakni penatalaksanaan farmakologis dan non farmakologis. Non
farmakologis seperti pemberian nutrisi, edukasi terhadap pasien serta keluarga
pasien, dukungan emosional dari klinisi dan keluarga serta persiapan pasien untuk
dapat melakukan kehidupan sosialnya setelah pulang dari rumah sakit merupakan
hal yang sangat penting dilakukan.7
Dari aspek farmakologis, obat-obatan yang dapat digunakan untuk
melawan aktifitas basil tuberkulosis sampai saat ini yaitu isoniazid (H), rifampicin
(R), ethambutol (E) dan pyrazinamid (P) merupakan onat lini pertama yang
dipakai. Kemudian sebagai obat lini kedua yaitu ciprofloxacin, clarithromycin,