Top Banner
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Lamun Syringodium isoetifolium Lamun (seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang terdapat di wilayah perairan. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya (alga atau rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara (Romimohtarto dan Juwana 2007). Lamun merupakan tumbuhan laut yang istimewa, dimana jenis tumbuhan ini mampu beradaptasi dengan lingkungan dekat pantai di sebagian besar benua di dunia. Akan tetapi, ditemukan beberapa spesies yang tidak dapat bereproduksi kecuali muncul pada saat air surut atau pada saat pemasukan air tawar. Beberapa jenis lamun mampu bertahan dalam berbagai kondisi seperti air tawar, muara, laut atau daerah bersalinitas tinggi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 52 jenis lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili, yaitu Hydrocharitaceae, dan Potamogetonaceae (Short dan Coles 2006). Syringodium isoetifolium merupakan jenis lamun yang tergolong dalam famili Potamogetonaceae. Adapun klasifikasi dari Syringodium isoetifolium menurut den Hartog (1970) diacu dalam Short dan Coles (2006) adalah sebagai berikut: Divisi : Anthophyta Kelas : Angiospermae Famili : Potamogetonacea Subfamili : Cymodoceoideae Genus : Syringodium Spesies : Syringodium isoetifolium Syringodium isoetifolium adalah jenis lamun yang memiliki rimpang dengan jenis rimpang/akar bercabang, terdiri dari 1-3 cabang kecil. Pada setiap cabang terdiri dari 2-3 daun. Bentuk daun dari lamun ini seperti pipa atau
14

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

Sep 07, 2018

Download

Documents

vuongdung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Lamun Syringodium isoetifolium

Lamun (seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan

berbunga yang terdapat di wilayah perairan. Tumbuh-tumbuhan ini hidup di

habitat perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka

mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap yang

efektif untuk berkembang biak. Berbeda dengan tumbuh-tumbuhan laut lainnya

(alga atau rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Mereka

juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara

(Romimohtarto dan Juwana 2007).

Lamun merupakan tumbuhan laut yang istimewa, dimana jenis tumbuhan

ini mampu beradaptasi dengan lingkungan dekat pantai di sebagian besar benua di

dunia. Akan tetapi, ditemukan beberapa spesies yang tidak dapat bereproduksi

kecuali muncul pada saat air surut atau pada saat pemasukan air tawar. Beberapa

jenis lamun mampu bertahan dalam berbagai kondisi seperti air tawar, muara, laut

atau daerah bersalinitas tinggi. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 52 jenis

lamun, dimana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2

famili, yaitu Hydrocharitaceae, dan Potamogetonaceae (Short dan Coles 2006).

Syringodium isoetifolium merupakan jenis lamun yang tergolong dalam

famili Potamogetonaceae. Adapun klasifikasi dari Syringodium isoetifolium

menurut den Hartog (1970) diacu dalam Short dan Coles (2006) adalah sebagai

berikut:

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Famili : Potamogetonacea

Subfamili : Cymodoceoideae

Genus : Syringodium

Spesies : Syringodium isoetifolium

Syringodium isoetifolium adalah jenis lamun yang memiliki rimpang

dengan jenis rimpang/akar bercabang, terdiri dari 1-3 cabang kecil. Pada setiap

cabang terdiri dari 2-3 daun. Bentuk daun dari lamun ini seperti pipa atau

Page 2: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

5

menyerupai sedotan, dengan panjang daun mencapai 30 cm dan diameter daun 1-2

mm. Daun lamun ini memiliki 7-10 vena tepi dengan diameter jauh lebih kecil

daripada urat pusat (Short and Coles 2006). Morfologi lamun Syringodium

isoetifolium dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Syringodium isoetifolium

(Sumber: Anonim 2010)

Syringodium isoetifolium merupakan jenis spesies yang membentuk

komunitas padang lamun tunggal. Komunitas tunggal ini umum dijumpai di

dataran lumpur dekat ekosistem hutan mangrove. Secara ekologis lamun

mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu sebagai produsen

detritus dan zat hara, mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak,

dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang, sebagai tempat

berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota

laut terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini dan sebagai

pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari.

Beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap distribusi dan kestabilan

ekosistem lamun adalah kecerahan, temperatur, salinitas, substrat dan kecepatan

arus (Hidayatullah 2010).

2.2 Ekstraksi Senyawa Aktif

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif

terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula

Page 3: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

6

ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam

mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen

kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip

perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut

(Harborne 1987).

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah tipe persiapan

sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut dan tipe pelarut. Cara-cara

ekstraksi menurut Harborne (1987) adalah sebagai berikut:

a) Maserasi, yaitu metode ekstraksi dengan cara merendam sampel dalam pelarut

dengan atau tanpa pengadukan;

b) Perkolasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan.

c) Reperkolasi, yaitu perkolasi dimana hasil perkolasi digunakan untuk

melarutkan sampel di dalam perkulator sampai senyawa kimianya terlarut.

d) Diakolasi, yaitu perkolasi dengan penambahan tekanan udara.

e) Sokletasi, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan untuk melarutkan

sampel kering dengan menggunakan pelarut bervariasi

f) Arus balik, yaitu metode ekstraksi secara berkesinambungan dimana sampel

dan pelarut saling bertemu melalui gerakan aliran yang berlawanan;

g) Ultrasonik, yaitu metode ekstraksi dengan menggunakan alat yang

menghasilkan frekuensi bunyi atau getaran antara 25-100 KHz.

Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari beberapa faktor, antara

lain tujuan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstrak

dan sifat-sifat pelarut yang digunakan. Metode umum ekstraksi yang dapat

dilakukan terdiri dari ekstraksi dengan pelarut, destilasi, supercritical fluid

extraction (SFE), pengepresan mekanik dan sublimasi. Diantara metode-metode

yang telah dilakukan, metode yang banyak digunakan adalah destilasi dan

ekstraksi menggunakan pelarut (Houghton dan Raman 1998). Ekstraksi

menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu aqueous phase dan

organic phase. Ekstraksi aqueous phase dilakukan dengan menggunakan pelarut

air, sedangkan organic phase menggunakan pelarut organik (Mulyono dan

Indarsih 2006).

Page 4: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

7

Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang

akan diekstrak kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu kemudian

diikuti dengan pemisahan dari bahan yang telah diekstrak (Houghton dan Raman

1998). Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut

yang berbeda. Bahan dan senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang

relatif sama kepolarannya. Derajat polaritas tergantung pada tahapan dielektrik,

makin besar tahapan dielektrik semakin polar pelarut tersebut (Harborne 1987).

Pelarut yang bersifat polar, mampu mengekstrak senyawa alkaloid

kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tannin, gula, asam amino, dan glikosida

(Harborne 1987). Hasil ekstrak yang diperoleh akan tergantung pada beberapa

faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang

digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu

ekstraksi, dan perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Darusman et

al. 1995). Jenis dan mutu pelarut yang digunakan menentukan keberhasilan proses

ekstraksi. Pelarut yang digunakan harus dapat melarutkan zat yang diinginkannya,

mempunyai titik didih yang rendah, murah, tidak toksik, dan mudah terbakar

(Ketaren 1986).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak stabil dan sangat

reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital

terluarnya. Untuk mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan

bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron.

Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan

akan menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan

dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Secara umum, radikal bebas dapat

terbentuk melalui beberapa cara, yaitu melalui absorpsi radiasi (ionisasi, UV,

radiasi sinar tampak, radiasi panas) dan melalui reaksi redoks, dengan mekanisme

reaksi fisi ikatan homolitik atau pemindahan elektron (Andayani et al. 2008).

Pengaruh radiasi ionisasi terhadap materi biologik akan menghasilkan

bermacam-macam radikal bebas yang kompleks, terutama radikal hidrogen (H•),

hidroksil (OH•) dan elektron, yang siap berinteraksi dengan biomolekul-

biomolekul lain yang berdekatan. Energi panas juga dapat menghasilkan radikal

Page 5: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

8

bebas. Secara umum, suhu tinggi dibutuhkan untuk memecahkan ikatan kovalen,

tetapi beberapa ikatan yang relatif tidak stabil dapat dipecahkan secara homolitik

pada suhu 30-50 °C. Senyawa-senyawa ini sebagian besar merupakan pencetus

(initiator) reaksi pembentukan radikal bebas. Zat-zat organik ataupun xenobiotik

yang terpapar suhu tinggi, misalnya polutan, sampah organik yang dibakar, rokok

yang terbakar, menghasilkan campuran berbagai radikal bebas yang kompleks.

Beberapa reaksi redoks penghasil radikal bebas membutuhkan katalisator,

biasanya logam transisi atau suatu enzim (metaloenzim atau flavoprotein)

(Winarsi 2007).

Berbagai proses metabolisme normal dalam tubuh dapat menghasilkan

radikal bebas dalam jumlah kecil sebagai produk antara. Di dalam sel hidup

radikal bebas terbentuk pada membran plasma dan organel-organel seperti

mitokondria, peroksisom, retikulum endoplasmik dan sitosol; melalui reaksi-

reaksi enzimatik fisiologik yang berlangsung dalam proses metabolisme. Proses

fagositosis oleh sel-sel fagositik termasuk netrofil, monosit, makrofag dan

eosinofil, juga menghasilkan radikal bebas, yaitu superoksida (O2)

(Sargowo 1993).

Radikal bebas bersifat sangat reaktif, dapat menimbulkan perubahan

kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, gugus tiol

nonprotein, lipida, karbohidrat, nukleutida. Terhadap protein, radikal bebas dapat

menyebabkan fragmentasi dan cross linking, sehingga mempercepat terjadinya

proteolisis. Pengaruh radikal bebas pada gugus tiol enzim akan menyebabkan

antara lain perubahan dalam aktivitas enzim tersebut. Terhadap lipida

menyebabkan reaksi peroksidasi yang akan mencetuskan proses otokatalitik yang

akan menjalar sampai jauh dari tempat asal reaksi semula. Terhadap nukleotida

radikal bebas akan menyebabkan terjadinya perubahan struktur (DNA atau RNA)

yang menyebabkan terjadinya mutasi atau sitotoksisitas (Sargowo 1993).

2.4 Antioksidan

Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir

radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas

terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas

dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan

Page 6: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

9

menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang

dapat menimbulkan stres oksidatif. Antioksidan yang dikenal ada yang berupa

enzim dan ada yang berupa mikronutrien. Enzim antioksidan dibentuk dalam

tubuh, yaitu super oksida Dismutase (SOD), glutation peroksidase, katalase, dan

glutation reduktase, sedangkan antioksidan yang berupa mikronutrien dikenal tiga

yang utama, yaitu : β-karoten, vitamin C dan vitamin E. β-karoten merupakan

scavengers (pemulung) oksigen tunggal, vitamin C pemulung superoksida dan

radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus rantai

peroksida lemak pada membran dan Low Density Lipoprotein. Vitamin E yang

larut dalam lemak merupakan antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated

Faty Acids (PUFAs) dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh

radikal bebas (Winarsi 2007).

2.4.1 Fungsi dan sumber antioksidan

Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting, hal ini berkaitan

dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh. Kondisi seperti ini bertujuan untuk

menjaga integritas dan berfungsinya membran lipida, protein sel, dan asam

nukleat, serta mengontrol tranduksi signal dan ekspresi gen dalam sel imun.

Komponen terbesar yang menyusun membran sel adalah senyawa asam lemak tak

jenuh, yang diketahui sangat sensitif terhadap perubahan keseimbangan oksidan-

antioksidan. Membran merupakan barrier penting demi berfungsinya sel,

demikian juga membran sel imun terhadap serangan berbagai benda asing

(antigen). Oleh sebab itu, sel imun memerlukan antioksidan dalam kadar lebih

tinggi dibandingkan dengan sel-sel lain (Winarsi 2007).

Penyebab utama kerusakan oksidatif di dalam tubuh adalah senyawa

oksidan, baik yang berbentuk radikal bebas ataupun bentuk senyawa oksigen

reaktif lain yang bersifat sebagai oksidator. Kerusakan oksidatif terjadi sebagai

oksidator. Kerusakan oksidatif terjadi sebagai akibat rendahnya antioksidan dalam

tubuh sehingga tidak dapat mengimbangi reaktivitas senyawa oksidan. Secara

umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan enzimatis dan

nonenzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida dismutase

(SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan nonenzimatis terdiri dari

2 kelompok, yaitu antioksidan larut lemak dan antioksidan larut air. Antioksidan

Page 7: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

10

enzimatis dan nonenzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa

oksidan dalam tubuh. Terjadinya stress oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-

enzim antioksidan dalam tubuh dan antioksidan nonenzimatik (Winarsi 2007).

2.4.2 Mekanisme kerja antioksidan

Pada mulanya terjadi oksidasi lemak di dalam bahan makanan atau sistem

biologis pada umumnya. Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu

inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal

asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil

dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada tahap

selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen

membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi lebih lanjut akan

menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak

baru (reaksi 3) (Rohman dan Riyanto 2005).

Inisiasi : RH R• + H• ……………………... (1)

Propagasi : R• + O2 ROO• …..……………….. (2)

: ROO• + RH ROOH + R• ...….…... (3)

Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi

lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti

aldehida dan keton yang bertanggung jawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa

adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui

reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks radikal bebas (reaksi 4)

(Rohman dan Riyanto 2005).

Terminasi : ROO• + ROO• non radikal ………. (4)

R• + ROO• non radikal …………... (4)

R• + R• non radikal ……….….…….. (4)

Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera

setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai jenis antioksidan yang ada,

mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi.

Seringkali, kombinasi beberap jenis antioksidan memberikan perlindungan yang

lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibandingkan dengan satu jenis

antioksidan saja. Sebagai contoh, asam askorbat seringkali dicampur dengan

antioksidan yang merupakan senyawa fenolik untuk mencegah oksidasi lemak.

Page 8: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

11

Asam askorbat dapat meregenerasi senyawa fenolik dengan jalan

menyumbangkan satu atom hidrogennya kepada radikal fenoksil yang terbentuk

ketika fenolik menyumbangkan satu atom hidrogennya kepada radikal asam

lemak. Agar asam askorbat dapat berperan lebih efektif pada media lemak, asam

askorbat diubah menjadi bentuk yang lebih tidak polar, yaitu bentuk ester asam

lemaknya (misalnya askorbil palmitat). Senyawa-senyawa yang memberikan efek

sinergisme antioksidan tersebut sering disebut sebagai antioksidan sekunder,

sedangkan antioksidan utamanya dikenal sebgai antioksidan primer

(Siagian 2002).

Adanya ion logam, terutama besi (Fe) dan tembaga (Cu), dapat mendorong

terjadinya oksidasi lemak (bertindak sebagai prooksidan). Ion-ion logam ini

seringkali diinaktivasi dengan penambahan senyawa pengkelat seperti asam sitrat

dan EDTA. Dalam kapasitasnya tersebut, senyawa pengkelat dapat juga disebut

bersifat sinergistik dengan antioksidan karena menaikkan efektivitas antioksidan

utamanya. Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai antioksidan harus

mempunyai sifat-sifat tidak toksik, efektif pada konsentrasi yang rendah (0,01 –

0,02%), dan dapat terkonsentrasi pada permukaan/lapisan lemak (bersifat

lipofilik). Selain itu, antioksidan harus dapat tahan pada kondisi pengolahan

pangan pada umumnya. Antioksidan yang sering ditambahkan ke dalam makanan

dapat bersifat alami, seperti tokoferol dan β-karoten atau merupakan antioksidan

sintetis seperti butylated hydorxyanisole (BHA), butylated hydroytoluene (BHT),

propil galat (PG), dan tertbutyl hydroquinone (TBHQ). Tokoferol dan β-karoten

dapat pula disintesis sehingga bersifat identik dengan senyawa alaminya .

Senyawa lain, nordihidro asam guaiaretat, NDGA (turunan asam guaiat),

sebenarnya merupakan antioksidan yang efektif. Meskipun demikian,

penggunaannya untuk makanan tidak biasa karena harganya relatif mahal dan

bahkan di beberapa negara dilarang karena bersifat toksik (Siagian 2002).

2.5 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)

Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu

bahan adalah menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). DPPH

adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara mendelokasi

elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak reaktif

Page 9: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

12

sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokasi ini ditunjukkan dengan

adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi

dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux 2004).

Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas

DPPH banyak dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka dan hanya

memerlukan sedikit sampel (Hanani et al. 2005). Kapasitas antioksidan pada uji

ini bergantung pada struktur kimia dan antioksidan. Pengurangan radikal DPPH

bergantung pada jumlah grup hidroksil yang ada pada antioksidan, sehingga

metode ini memberikan sebuah indikasi dari ketergantungan struktural

kemampuan antioksidan dari antioksidan biologis (Vattem dan Shetty 2006).

Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan

prinsip spektrofotometri. Senyawa DPPH (dalam metanol) berwarna ungu tua

terdeteksi pada panjang gelombang sinar tampak sekitar 517 nm. Suatu senyawa

dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu

mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH membentuk

DPPH tereduksi, ditandai dengan semakin hilangnya warna ungu (menjadi kuning

pucat) (Molyneux 2004). Antoksidan akan mendonorkan proton atau hidrogen

kepada DPPH dan selanjutnya akan terbentuk radikal baru yang bersifat stabil

atau tidak reaktif (1,1-difenil-2- pikrilhidrazin) (Wikanta et al. 2005). Hal ini

dapat dilukiskan dalam persamaan berikut:

DPPH

(Radikal

bebas)

+ AH

(Antioksidan)

DPPH-H

(Netral) +

A•

(Radikal bebas

baru, stabil, tidak

reaktif)

Warna ungu Warna kuning

Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan antioksidan dapat

dilihat pada Gambar 2.

Page 10: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

13

Diphenylpicrylhydrazyl (radikal bebas) Diphenylpicrylhydrazine (non radikal)

Gambar 2. Struktur DPPH dan DPPH tereduksi hasil reaksi dengan

antioksidan (Sumber: Wikanta et al. 2005)

Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode

DPPH adalah IC50 (inhibition concentration), yaitu konsentrasi larutan sampel

yang dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH (Andayani et al.

2008). Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan.

Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai

IC50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang jika

IC50 bernilai 0,10-0,15 mg/mldan lemah jika IC50 bernilai 0,15-0,20 mg/ml

(Molyneux 2004).

2.6 Senyawa Fitokimia

Senyawa fitokimia yang dianalisis dari lamun Syringodium isoetifolium

adalah senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif yang

terdapat dalam tumbuhan dan dapat memberikan kesehatan pada tubuh manusia.

Senyawa metabolit sekunder mempunyai peranan penting dalam penelitian obat

yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan (Sirait 2007). Senyawa metabollit

sekunder dianalisis melalui uji fitokimia. Alasan melakukan analisis fitokimia

adalah untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab racun atau efek yang

bermanfaat, yang ditunjukkan oleh ekstrak kasar bila diuji dengan sistem biologi

(Harborne 1987).

2.6.1 Alkaloid

Senyawa alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu

atau lebih atom nitrogen sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid yang

mengandung cincin heterosiklik biasanya disebut alkaloid sejati, sedangkan yang

tidak mengandung cincin heterosiklik disebut protoalkaloid. Keduanya merupakan

turunan dari asam amino (Harborne 1987).

Page 11: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

14

Alkaloid umumnya tanpa warna, bersifat optis aktif, dan sebagian besar

berbentuk kristal hanya sedikit yang berupa cairan. Alkaloid banyak ditemukan

pada bagian tumbuhan yaitu biji, daun, ranting, serat kayu. Alkaloid terakumulasi

pada jaringan yang tumbuh aktif yakni epidermis, hipodermis, dan kelenjar lateks.

Fungsi alkaloid pada tumbuhan belum dapat dinyatakan dengan pasti akan tetapi

beberapa senyawa berperan sebagai pengatur pertumbuhan dan pemikat serangga

(Suradikusumah 1989).

2.6.2 Steroid dan triterpenoid

Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari

enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30

asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang umumnya berupa

alkohol, aldehida, atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna,

kristalin, memiliki titik lebur yang tinggi, dan umumya sulit untuk dikarakterisasi

karena secara kimia tidak reaktif (Harborne 1987). Triterpenoid terbagi menjadi

empat golongan senyawa berupa triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan

glikosida jantung. Kedua golongan terakhir disebut triterpenoid esensial atau

steroid yang umumnya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida (Sirait 2007).

Steroid merupakan golongan senyawa triterpenoid. Senyawa ini dapat

diklasifikasikan menjadi steroid dengan atom karbon tidak lebih dari 21, seperti

sterol, sapogenin, glikosida jantung, dan vitamin D. Steroid alami berasal dari

berbagai transformasi kimia dua triterpena, yaitu lanosterol dan sikloartenol.

Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan obat

(Harborne 1987).

2.6.3 Flavonoid

Semua flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk

flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan primula. Flavonoid

terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Senyawa ini dapat diekstraksi

dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok

dengan eter minyak bumi. Flavonoid ini berupa senyawa fenol, oleh karena itu

warnanya berubah bila ditambah basa atau amoniak (Harborne 1987).

Flavonoid banyak ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi tetapi tidak

dalam mikroorganisme. Senyawa ini menjadi zat warna merah, ungu, biru, dan

Page 12: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

15

kuning dalam tumbuhan. Flavonoid memiliki kerangka dasar yang terdiri dari 15

atom karbon, dimana dua cincin benzena terikat pada suatu rantai propana

membentuk susunan C6-C3-C6. Flavonoid diklasifikasikan menjadi sebelas

golongan yaitu flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, calkon, dihidrokalkon,

auron, antosianidin, katekin, dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Flavonoid dapat

larut dalam air, dan dapat terekstraksi dengan etanol 70% (Suradikusumah 1989).

Flavonoid memiliki banyak kegunaan baik bagi tumbuhan maupun

manusia. Flavonoid digunakan tumbuhan sebagai penarik serangga dan binatang

lain untuk membantu proses penyerbukan dan penyebaran biji, sedangkan bagi

manusia, dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai stimulan pada jantung, dan

flavon yang terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan sebagai antioksidan pada

lemak (Sirait 2007).

2.6.4 Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah dideteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan

bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya

membentuk busa. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh

kebutuhan akan sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat dirubah di

laboratoriun menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (misalnya kortison,

dan estrogen kontraseptif). Banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai

lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat. Pembentukan busa yang

mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau sewaktu memekatkan ekstrak

tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin. Saponin jauh lebih

polar dari pada sapogenin karena ikatan glikosidanya (Harborne 1987).

Sebagian besar saponin bereaksi netral (larut dalam air), beberapa ada

yang bereaksi asam (sukar larut dalam air) dan sebagian kecil ada yang bereaksi

basa. Saponin dapat membentuk senyawa kompleks dengan kolesterol. Saponin

bersifat toksik terhadap ikan dan binatang berdarah dingin lainnya. Hal inilah

yang menyebabkan saponin banyak dimanfaatkan sebagai racun ikan. Saponin

yang beracun disebut sapotoksin (Sirait 2007).

Page 13: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

16

2.6.5 Fenol hidrokuinon

Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti

kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang

berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Harborne 1987). Kuinon

dapat diidentifikasikan berdasarkan tujuannya menjadi empat kelompok yaitu,

benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok

pertama umumnya terhidroksilasi dan sering terdapat dalam sel sebagai glikosida

atau dalam bentuk kuinon tanpa warna, dan juga bentuk dimer. Isoprenoid kuinon

terlihat dalam respirasi sel (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) yang secara

umum terdapat dalam tumbuhan (Suradikusumah 1989).

Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida sedikit larut dalam air,

senyawa ini lebih mudah larut dalam lemak dan akan terekstraksi dalam

tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah

reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna,

kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat

dilakukan dengan menggunakan natrium borohidrida (Harbone 1987).

2.6.6 Tanin

Tanin dapat dijumpai pada hampir semua jenis tumbuhan hijau di seluruh

dunia baik tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah dengan kadar dan

kualitas yang berbeda-beda. Di Indonesia sumber tanin antara lain diperoleh dari

jenis bakau-bakauan atau jenis-jenis tanaman dari hutan tanaman industri seperti

akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp) dan pinus (Pinus sp). Tanin adalah

polifenol alami yang selama ini banyak digunakan sebagai bahan perekat tipe

eksterior, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat

antara lain dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung

fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat

yang bersifat antirayap dan jamur (Carter et al. 1978 dalam Shut 2002).

2.7 Serat Pangan (Dietary Fiber)

Serat pangan merupakan campuran bahan organik kompleks, termasuk

senyawa hidrofilik, seperti polisakarida larut dan tidak larut dan oligosakarida

yang tidak dapat dicerna serta berbagai senyawa yang tidak dapat mengembang,

kurang lebih senyawa hidrofobik, seperti cutins, suberins dan lignins

Page 14: 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/51108/5/C11nuk_BAB... · 7 Prinsip metode ekstraksi menggunakan pelarut organik

17

(Megazyme 2005). Serat pangan berarti polimer karbohidrat dengan tingkat

polimerisasi tidak lebih rendah dari 3 yang tidak dicerna atau diserap di usus

kecil. Sebuah derajat polimerisasi tidak lebih rendah dari 3 dimaksudkan untuk

mengecualikan mono dan disakarida (McCleary 2010).

Serat pangan dapat dikatakan sebagai komponen bahan makanan nongizi,

tetapi akan sangat menyehatkan jika dikonsumsi secara teratur dan seimbang

setiap hari. Serat pangan (dietary fiber) berbeda dengan serat kasar (crude fiber).

Serat kasar adalah bagian dari tanaman pangan yang tersisa atau tidak dapat

dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia. Jika dibandingkan dengan serat pangan, serat

kasar memilki nilai lebih kecil sekitar 1/3-1/2 dari nilai serat pangan, sedangkan

serat pangan adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim

pencernaan (Muchtadi 1989). Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya

terhadap tubuh, serat pangan dibagi atas dua golongan dasar, yaitu serat pangan

larut air (soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary

fiber):

1) Serat pangan larut air (soluble dietary fiber) (SDF)

Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut di dalam

air dan di dalam saluran pencernaan. Komponen serat ini dapat membentuk

gel dengan cara menyerap air. Kelompok serat pangan larut air adalah pektin,

psyllium, gum, musilase, karagenan, asam alginat dan agar-agar. Manfaatnya

adalah menurunkan kolesterol darah dan mengontrol gula darah.

2) Serat pangan tidak larut air (insoluble dietary fiber) (IDF)

Serat pangan tidak larut air adalah serat yang tidak dapat larut, baik di dalam

air maupun di dalam saluran percernaan. Kelompok serat pangan tidak larut

air adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Manfaatnya adalah mencegah

kanker kolon dan konstipasi (McCleary 2010).