9 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan memaparkan berbagai teori dari beberapa ahli yang menjelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi, dan infrastruktur yang mencakup infrastruktur jalan, listrik, kesehatan, dan pendidikan. Di samping itu, dalam bab ini akan membahas tentang penelitian terdahulu serta kerangka dan hipotesis berdasarkan penelitian tersebut. 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori akan dijelaskan mengenai definisi yang memiliki keterkaitan dengan judul penelitian antara lain mengenai pertumbuhan ekonomi serta infrastruktur. 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat ditandai dengan adanya peningkatan terhadap output yang dihasilkan. (Sukirno, 2006) mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan perekonomian nasional dari waktu ke waktu. Perkembangan perekonomian tersebut dinyatakan dalam bentuk presentase kenaikan pendapatan nasional riil pada satu tahun tertentu terhadap pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya. Dalam rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi terdapat faktor penting yang mempengaruhinya, seperti: (1) tanah dan kekayaan alam lainnya; (2) jumlah dan mutu dari penduduk serta tenaga kerja; (3) barang-barang modal dan tingkat
27
Embed
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKAmedia.unpad.ac.id/thesis/120210/2015/120210150039_2_4154.pdfenergi listrik, penyediaan sarana air bersih, sanitasi, komunikasi dan sebagainya. Pertumbuhan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan memaparkan berbagai teori dari beberapa ahli yang
menjelaskan mengenai pertumbuhan ekonomi, dan infrastruktur yang mencakup
infrastruktur jalan, listrik, kesehatan, dan pendidikan. Di samping itu, dalam bab ini
akan membahas tentang penelitian terdahulu serta kerangka dan hipotesis
berdasarkan penelitian tersebut.
2.1 Landasan Teori
Dalam landasan teori akan dijelaskan mengenai definisi yang memiliki
keterkaitan dengan judul penelitian antara lain mengenai pertumbuhan ekonomi
serta infrastruktur.
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat ditandai dengan adanya peningkatan terhadap
output yang dihasilkan. (Sukirno, 2006) mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi
sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan
perekonomian nasional dari waktu ke waktu. Perkembangan perekonomian tersebut
dinyatakan dalam bentuk presentase kenaikan pendapatan nasional riil pada satu
tahun tertentu terhadap pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya. Dalam
rangka mewujudkan pertumbuhan ekonomi terdapat faktor penting yang
mempengaruhinya, seperti: (1) tanah dan kekayaan alam lainnya; (2) jumlah dan
mutu dari penduduk serta tenaga kerja; (3) barang-barang modal dan tingkat
10
teknologi; (4) sistem ekonomi dan sikap masyarakat; dan (5) luas pasar sebagai
sumber pertumbuhan.
Selanjutnya, Menurut Kuznets dalam (Todaro & Smith, 2009) mengartikan
bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan jangka panjang dalam
kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang
ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan tersebut tumbuh sesuai dengan
kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang
diperlukannya. Kemajuan tekonologi merupakan faktor dalam pertumbuhan
ekonomi. Adanya teknologi yang maju dapat menentukkan derajat pertumbuhan
kemampuan dalam penyediaan berbagai jenis barang kepada penduduknya.
Meskipun begitu, penggunaan teknologi secara luas dan efisien membutuhan
adanya penyesuaian baik dalam bidang kelembagaan maupun ideologi. Dengan
begitu, inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat sehingga dapat
meningkatkan pendapatan perkapita.
Sedangkan menurut (Todaro & Smith, 2009) pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi terhadap suatu
perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu
sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama
semakin besar. Terdapat tiga komponen utama dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi, di antara lain:
1. Akumulasi modal, yaitu meliputi semua bentuk investasi baru yang
ditanamkan seperti tanah, peralatan fisik, serta sumber daya manusia
melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, serta keterampilan.
11
2. Pertumbuhan penduduk, yang menimbulkan adanya pertumbuhan angkatan
kerja.
3. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal akan diperoleh apabila sebagian dari pendapatan yang
diterima saat ini ditabung dan diinvestasikan kembali dalam rangka meningkatkan
output dan pendapatan di masa yang akan datang. Akumulasi modal tersebut dapat
dilakukan dengan investasi secara langsung untuk meningkatkan stok modal
(capital stock) fisik seperti pengadaan pabrik-pabrik, mesin-mesin, peralatan, dan
bahan baku. Di samping invetasi produktif yang bersifat langsung, dibutuhkan
adanya investasi penunjang yaitu investasi infrastruktur sosial dan ekonomi.
Infrastruktur sosial dan ekonomi tersebut meliputi pembangunan jalan, penyediaan
energi listrik, penyediaan sarana air bersih, sanitasi, komunikasi dan sebagainya.
Pertumbuhan jumlah penduduk berbanding lurus dengan pertumbuhan
angkatan kerja. Pertumbuhan angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang
merangksang pertumbuhan ekonomi. Dengan jumlah tenaga kerja yang lebih besar
akan meningkatkan jumlah tenaga kerja produktif, meskipun hal tersebut
tergantung kepada kemampuan sistem perekonomian untuk menyerap dan
mempekerjakan secara produktif peningkatan kerja tersebut.
Kemajuan teknologi merupakan faktor penting dalam terjadinya
pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya kemajuan teknologi merupakan dasar bagi
berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Hal tersebut
dikarenakan kemajuan teknologi memberikan dampak besar dengan memberikan
cara-cara baru serta penyempurnaan cara lama dalam pelaksanaan suatu pekerjaan.
12
Sementara itu, (Jhingan, 2007) menjelaskan bahwa terdapat dua faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu faktor ekonomi dan faktor non
ekonomi. Faktor ekonomi sendiri terdiri dari faktor produksi sebagai kekuatan
utama dalam pertumbuhan ekonomi. Faktor ekonomi terdiri dari:
1. Sumber daya alam, yaitu mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya,
kekayaan hutan, mineral, iklim sumber air, sumber daya laut, dan lain-lain.
Tanpa adanya sumber daya alam yang berlimpah, suatu negara tidak akan
mampu berkembang dengan pesat.
2. Akumulasi modal, yaitu persediaan modal yang meningkat seiring dengan
berjalannya waktu. Modal sendiri berarti persediaan faktor produksi yang
secara fisik dapat direproduksi. Proses dalam pembentukan modal bersifat
kumulatif dan mandiri serta mencakup tiga tahap yang saling berkaitan
yaitu: (a) keberadaan real savings dan kenaikannya; (b) keberadaan kredit
dan lembaga keuangan untuk memobilisasi tabungan dan menyalurkannya;
(c) manggunakan tabungan untuk investasi barang modal.
3. Organisasi, yaitu berkaitan dengaan mengoptimalkan penggunaan faktor
produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi teridiri dari pengusaha
maupun institusi pemerintah yang berperan dalam melengkapi modal dan
tenaga kerja, serta membantu produktivitasnya.
4. Kemajuan teknologi, yaitu berkaitan dengan perubahan dalam metode
produksi yang merupakan teknik penelitian dan inovasi baru yang dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja, modal, dan faktor produksi
lainnya.
13
5. Pembagian kerja dan skala produksi, yaitu sepesialisasi dan pembagian
kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas.
6. Perubahan struktural, yaitu mengacu pada transisi masyarakat dari pertanian
tradisional menuju ekonomi industri modern yang melibatkatkan lembaga,
sikap sosial, dan motivasi.
Di samping faktor ekonomi, terdapat faktor nonekonomi yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1. Faktor sosial dan budaya, yaitu dengan adanya perubahan dalam pandangan
harapan, struktur, dan nilai sosial.
2. Faktor sumber daya manusia, yaitu dengan meningkatkan ilmu
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan masyarakat, termasuk dalam
bidang kesehatan, pendidikan dan pelayan sosial lainnya.
3. Faktor politik dan administratif, yaitu dengan menerapkan kebijakan fiskal
dan moneter dengan tepat.
2.1.1.1. Model Pertumbuhan Neoklasik Solow
Salah satu teori dasar yang memberikan kontribusi besar terhadap
pertumbuhan neoklasik yaitu teori pertumbuhan yang dikemukakan oleh Robert
Solow atau lebih dikenal sebagai model pertumbuhan Solow (Solow growth model).
Model ini dirancang dalam rangka melihat bagaimana pertumbuhan persediaan
modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan berinteraksi dalam
perekonomian serta melihat bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan
jasa suatu negara keseluruhan. (Mankiw, 2009). Menurut (Todaro & Smith, 2009)
14
model pertumbuhan neoklasik Solow ditulis dengan menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas, yakni:
๐ = ๐จ ๐ฒ๐ถ ๐ณ๐โ๐ถ
Di mana,
๐ : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
๐ด : Tingkat kemajuan teknologi (yang menentukan produktivitas
tenaga kerja dan pertumbuhannya ditentukan oleh variabel
eksogen)
๐พ : Stok modal fisik dan modal manusia
๐ฟ : Tenaga kerja
๐ผ : Elastisitas output terhadap modal
Model pertumbuhan neoklasik Solow pada dasarnya merupakan
pengembangan dari model pertumbuhan Harrod-Domar. Dalam model
pertumbuhan Harrod-Domar, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh investasi
atau modal. Sedangkan dalam pertumbuhan neoklasik Solow, pertumbuhan
ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh modal, tetapi juga oleh tenaga kerja serta
teknologi. Dalam model pertumbuhan Solow, input tenaga kerja dan modal
dianalisis secara bersamaan menggunakan asumsi skala hasil tetap (constant return
to scale). Akan tetapi, dalam model pertumbuhan Sollow memungkinkan adanya
subtitusi diantara kedua input tersebut sehingga dapat menggunakan asumsi skala
hasil yang semakin menurun (diminishing return to scale). Dalam model
pertumbuhan ini, kemajuan teknologi ditetapkan sebagai faktor residu untuk
15
menjelaskan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan tinggi rendahnya
pertumbuhan tersebut, sehingga diasumsikan bersifat eksogen atau tidak
dipengaruhi oleh faktor lain (Todaro & Smith, 2009). Selain itu, juga terdapat
asumsi-asumsi lain seperti adanya satu komoditi gabungan yang diproduksi, output
yang digunakan merupakan output bersih, faktor tenaga kerja dan modal dibayar
sesuai dengan produktivitas fisik marjinalnya, harga upah fleksibel, stok modal
bekerja secara penuh atau full employment, tenaga kerja dan modal saling
bersubtitusi, kemajuan teknis yang netral, serta rasio tabungan yang konstan
(Jhingan, 2007).
2.1.1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Dalam melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah, dapat ditunjukkan
dengan melihat PDRB dari daerah tersebut. Menurut Bank Indonesia (2017),
Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan
seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah dari nilai
barang serta jasa akhir yang dihasilkan oleh semua unit ekonomi pada suatu daerah.
PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui bagaimana
kondisi ekonomi pada suatu daerah dalam suatu periode tertentu. Sedangkan PDRB
perkapita merupakan nilai tambah yang dihasilkan dari kegiatan ekonomi diperoleh
dari setiap individu atau pendapatan rata-rata penduduk. PDRB perkapita diperoleh
dari PDRB riil dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah tersebut.
Menurut BPS (2009), PDRB dibagi menjadi 2 macam penilaian, yaitu
PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) dan PDRB atas dasar harga konstan
(ADHK). PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan tentang nilai tambah
16
barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada tahun berjalan atau
berlaku setiap tahunnya. PDRB atas dasar berlaku bermanfaat untuk mengetahui
sebaran dan struktur ekonomi. Sehingga PDRB perkapita atas dasar berlaku
menunjukkan nilai PDRB untuk setiap penduduk pada tahun tersebut. Sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan tentang nilai tambah barang dan
jasa yang diukur dengan harga pada satu tahun tertentu yang dijadikan sebagai
tahun dasar. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui
bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara rill dari tahun ke tahun atau
pertumbuhan ekonomi suatu daerah tanpa dipengaruhi oleh faktor harga. Oleh
karena itu, PRB perkapita atas dasar harga konstan menunjukkan pertumbuhan
ekonomi secara riil untuk setiap penduduk pada suatu daerah.
Menurut BPS (2017), perhitungan PDRB menggunakan 3 macam
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi atau Lapangan Usaha
PDRB merupakan nilai tambah barang dan jasa yang diperoleh dari kegiatan
ekonomi pada suatu daerah tersebut dalam kurun waktu tertentu. Kegiatan
ekonomi tersebut dibagi menjadi 17 lapangan usaha yang terdiri dari
pertanian, perhutanan, dan perikanan; pertambangan dan penggalian;
industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; pengadaan air; pengendalian
sampah; limbah dan daur ulang; konstruksi; perdagangan; transportasi;
penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi dan komunikasi; jasa
keuangan dan asuransi; real estate; jasa perusahaan; administrasi
17
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib; jasa pendidikan; jasa
kesehatan dan kegiatan sosial; dan jasa lainnya.
2. Pendekatan Pengeluaran
PDRB merupakan seluruh unsur dalam permintaan akhir yang meliputi
pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi lembaga
swasta yang tidak berorientasi untuk mencari keuntungan seperti yayasan,
pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik
bruto, perubahan inventori, dan ekspor bersih.
3. Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas jasa (sewa tanah, upah dan gaji, keuntungan,
dan bunga modal) yang berasal dari sumber daya yang digunakan yang
memiliki keterlibatan dalam proses produksi pada suatu daerah dalam kurun
waktu tertentu. Dalam definisi ini, PDRB termasuk didalamnya penyusutan
dan pajak tidak langsung bersih.
2.1.2 Infrastruktur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia infrastruktur diartikan sebagai
sarana prasarana umum. Sedangkan dalam (Pearce, 1992) infrastruktur dianggap
sebagai elemen dalam struktural ekonomi yang menyediakan fasilitas dalam
kegiatan arus barang dan jasa antara penjual dan pembeli. Fasilitas tersebut
biasanya disediakan oleh otoritas publik dan dianggap sebagai prasyarat untuk
pertumbuhan ekonomi dalam suatu perekonomian. Menurut (Kodoatie, 2005)
infrastruktur merupakan fasilitas fisik yang dikembangkan maupun dibutuhkan
oleh agen publik dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan seperti
18
penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi, serta pelayanan
lainnya untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi dan sosial. Kemudian, (Mankiw,
2009) mengartikan infrastruktur sebagai wujud dari modal publik (public capital)
yang terbentuk dari pengeluaran pemerintah. Modal publik tersebut meliputi jalan,
jembatan, dan sistem saluran pembuangan. Hirschman dalam (Bashir, et al., 2013),
mendefinisikan infrastruktur sebagai Social Overhead Capital (SOC). SOC adalah
layanan dasar yang dibutuhkan masyarakat dan masyarakat merupakan modal
sosial utama yang dimiliki pemerintah. SOC merupakan infrastruktur publik
termasuk transportasi, pendidikan, kesehatan, komunikasi, utilitas dan lain
sebagainya. Selain itu, (O'Sullivan, et al., 2013) menyatakan bahwa infrastruktur
termasuk bagian dari modal fisik yang menyediakan layanan dan fasilitas yang
diperlukan agar aktivitas ekonomi dapat berfungsi dengan baik. Menurutnya, sistem
transportasi dan komunikasi, jalan, pembangkit listrik, sekolah, dan sebagainya
merupakan bagian dari infrastruktur yang menentukan bagaimana kapasitas suatu
negara dalam memproduksi barang dan jasa. Menurut Musgrave, terdapat dua
elemen dalam layanan publik, yakni non-rivalness dan non-excludability. Non-
rivalness adalah penggunaan seseorang terhadap layanan publik tidak menghalangi
orang lain untuk menggunakannya. Sedangkan yang dimaksud non-excludability
adalah apabila seseorang mengkonsumsi layanan publik, tidak memungkinkan
membatasi orang lain untuk menggunakannya (Rietveld & Bruinsma, 1998).
Infrastruktur sendiri memiliki beberapa karakteristik, yang pertama, memiliki
bentuk fisik pada jangka panjang, dan memerlukan waktu dalam pembangunannya.
Kedua, memiliki beberapa alternatif dalam jangka pendek. Ketiga mampu
19
memperlancar aliran barang dan jasa. Ketiga, memiliki peran penting sebagai
barang komplementar terhadap barang dan jasa dalam faktor produksi. Keempat,
memiliki eksternalitas positif sehingga manfaatnya dapat dinikmati banyak orang
(Baldwin & Dixon, 2008).
2.1.2.1. Jenis Infrastruktur
Berdasarkan beberapa penelitian, infrastruktur dikelompokkan menjadi
beberapa jenis. (Sturm, et al., 1995) membagi infrastruktur menjadi dua bagian,
yaitu infrastruktur dasar (basic infrastructure) dan Infrastruktur pelengkap
(complementary infrastructure). Infrastruktur dasar terdiri dari berbagai sektor
yang memiliki karakteristik publik serta memiliki kepentingan mendasar dalam
sektor ekonomi lainnya. Selain itu, infrastruktur dasar tidak dapat diperdagangkan
dan tidak dapat dipisahkan baik teknis maupun spasial. Sektor ini terdiri dari kereta
api utama, jalan, kanal, pelabuhan dan dermaga, telegraf elektromagnetik, drainase,
tanggul, reklamasi tanah, dan lain-lain. Sedangkan infrastruktur pelengkap merujuk
pada bagian-bagian kecil dari infrastruktur seperti kereta api ringan, trem di
perkotaan, gas, listrik, pasokan air, jaringan telepon lokal dan lain sebagainya.
Selanjutnya, berdasarkan World Development Report (World Bank, 1994),
infrastruktur digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Infrastruktur ekonomi, yaitu aset fisik yang digunakan dalam kegiatan
perekonomian seperti produksi dan konsumsi. Infrastruktur ekonomi
meliputi public utilities (telekomunikasi, air minum, sanitasi, dan gas),
public works (jalan, bendungan dan saluran irigasi, dan drainase), serta
sektor transportasi (jalan kereta api, pelabuhan, bandara)
20
b. Infrastruktur sosial, yaitu aset yang mendukung kesehatan dan keahlian
masyarakat. Infrastruktur sosial meliputi pendidikan (sekolah dan
perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan), serta rekreasi
(taman, museum, dan lain sebagainya).
c. Infrastruktur administrasi/institusi, yang meliputi penegakan hukum,
kontrol administrasi dan koordinasi, dan kebudayaan.
Akan tetapi, beberapa ekonom maupun perencana kota sepakat
membedakan infrastruktur menjadi dua yaitu infrastruktur ekonomi (hard
infrastructure) dan infrastruktur sosial (soft infrastructure). Infrastruktur ekonomi
didefinisikan sebagai infrastruktur yang memungkinkan dan mendukung jalannya
kegiatan perekonomian seperti jalan, jalan raya, jalur kereta api, bandara, pelabuhan
laut, listrik, telekomunikasi, pasokan air, dan sanitasi. Sedangkan infrastruktur
sosial merupakan infrastruktur yang membangun dan memelihara fasilitas untuk
mendukung layanan sosial, termasuk kegiatan yang memiliki dampak langsung
maupun tidak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat. Infrastruktur sosial
mencakup berbagai macam lembaga seperti sekolah, rumah sakit, perpustakaan,
universitas, klinik, pengadilan, museum, teater, taman bermain, air mancur, patung
dan semua yang memiliki manfaat untuk masyarakat luas (Fourie, 2006).
2.1.3 Infrastructure Led-Growth
Teori Infrastructure-Led Growth menjelaskan di mana pada jangka panjang,
infrastruktur memiliki peran sebagai pendorong dalam pertumbuhan ekonomi suatu
negara. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan
meningkatkan investasi terhadap infrastruktur publik. Dalam penelitiannya,
21
(Aschauer, 1989) menunjukkan bahwa infrastruktur publik memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut bahkan
lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran nonmiliter maupun militer.
Infrastruktur publik sendiri terdiri dari infrastruktur inti (core infrastructure) seperti
jalan dan jalan raya, sistem air, saluran air, dan pasokan energi. Ashauer
menyatakan penyebab menurunnya produktivitas di Amerika Serikat pada selama
periode 1980-1985 disebabkan oleh kurangnya investasi terhadap infrastruktur
publik, yang kemudian didukung oleh (Munnel, 1992) dengan menggunakan
pendekatan spasial.
(Estache & Fay, 2007) menyatakan bahwa sebagian besar analisis literatur
menunjukkan bahwa infrastruktur penting untuk pertumbuhan dan biaya produksi,
walaupun memiliki dampak yang lebih tinggi terhadap daerah dengan pendapatan
rendah. (Romp & Haan, 2007) mencatat bahwa dari 32 dari 39 studi pada negara-
negara OECD menemukan efek positif dari infrastruktur pada beberapa kombinasi
output, efisien, produktivitas, investasi swasta dan lapangan kerja. Selain itu,
mereka juga meninjau 12 studi pada negara berkembang dan menemukan dampak
positif signifikan pada 9 negara. Kemudian (Caldรฉron & Servรฉn, 2004) juga
melaporkan bahwa 16 dari 17 studi di negara-negara berkembang dan 21 dari 29
negara-negara maju menunjukkan bahwa infrastruktur berpengaruh positif pada
pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan World Development Report (World Bank, 1994) infrastruktur
merupakan roda dalam kegiatan ekonomi. Seperti halnya penelitian terhadap
22
perekonomian di Jepang dan Amerika, hampir setiap sektor menggunakan
telekomunikasi, listrik, dan air dalam proses produksi dan transportasi sebagai input
untuk setiap komoditas. Layanan infrastruktur juga meningkatkan produktivitas
dengan mengurangi waktu dan meningkatkan efektivitas dalam melaksanakan
berbagai kegiatan. Selain itu, berbagai studi menunjukkan pengeluaran
infrastruktur terhadap pertumbuhan PDB memiliki returns yang tinggi pada analisis
time series. Kemudian, juga terdapat studi cross-national tentang pertumbuhan
ekonomi dan infrastruktur dengan menggunakan investasi publik dalam
transportasi dan komunikasi, maupun dengan menggunakan stok modal seperti
jalan, kereta api dan telepon. Studi tersebut juga menunjukkan bahwa variabel
infrastruktur memiliki korelasi positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi
terutama di negara-negara berkembang. Selanjutnya, (Agรฉnor, 2010) mengatakan
bahwa infrastruktur publik merupakan mesin utama dalam pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang. Dengan adanya pengeluaran pemerintah terhadap
infrastruktur publik dan layanan kesehatan, dapat meningkatkan produktivitas
tenaga kerja dan menurunkan tingkat preferensi waktu sehingga dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi. (Cockburn, et al., 2013)
2.1.4 Tenaga Kerja
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Bab I pasal 1 ayat 2, disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Kemudian
(Djojohadikusumo, 1994) mendefinisikan tenaga kerja sebagai bagian penduduk
23
yang bersedia memberikan tenaganya dalam rangka menghasilkan barang dan jasa.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam kegiatan perekonomian suatu daerah.
Setiap adanya peningkatan jumlah tenaga kerja akan berdampak pada peningkatan
output yang dihasilkan. Dengan adanya output yang meningkat, menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pula. Hal tersebut sesuai dengan
teori pertumbuhan neoklasik Solow.
2.2 Kajian Literatur
2.2.1 Sylvie DรฉmurgerโInfrastructure Development and Economic Growth:
An Explanation for Regional Disparities in China?
(Dรฉmurger, 2001) melakukan peneletian pada 24 provonsi yang ada di
China dalam rangka melihat keterkaitan antara investasi infrastruktur dan
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini memiliki periode tahun 1985 hingga tahun
1998 dengan menggunakan metode analisis regresi data panel, dengan model