Perubahan Iklim, Konservasi lahan, dan Ancaman Banjir Rob di DKI
Jakarta30 MARET 2013, AULA BARAT, ITB, BANDUNGPERUBAHAN IKLIM,
KONVERSI LAHAN, DAN ANCAMAN BANJIR ROB DI DAERAH KHUSUS IBUKOTA
JAKARTAolehPROF.DR. IR.ARWIN SABAR Guru Besar Teknik
Lingkungan-ITB
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangKementrian Koordinator
Perekonomian tertanggal 7 Feb 2013 rapat membahas Konsep
pembangunan Dam Lepas pantai (Elcomantech) dengan Sinkronisasi
Konsep Strategi Jakarta Coastal Development (Detalres), dalam
rangka mengendalikan Banjir & Rob di DKI Jakarta yang mana
merupakan permasalahan Nasional dan tindak lanjut pertemuan tsb di
seminar sehari mengangkat tema: Perubahan iklim,konversi lahan dan
Ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta pada peringatan Hari Air
Dunia XXI tahun 2013 bekerjasama dengan Kelompok Keahlian Teknologi
Pengelolaan Lingkungan FTSL, Kemenko Perekonomian, Dirjen SDA-PU,
Bappeda Jabar dan Bappeda DKI Jakarta mengangkat permasalahan
ancaman Banjir & Rob DKI Jakarta merupakan masalah Nasional
memperlihat Wajah Republik, yang patut ditemukan solusi tepat dan
di seminarkan sehari Sabtu 30 Maret 2013 bertepatan Peringatan WWD
XXI tahun 2013 antara stake Holder, meliputi: akademisi ITB,
Lemhanas, Kemenko Bid Perekonomian, Kementrian KLH,
Bapenas,Kementrian PU, Kementrian Kelautan & perikatan, Pemda
Prop Jabar, Pemda DKI Jakarta, Sosiolog, para Akademisi,pemerhati
lingkungan air dll.
1.2. Perumusan masalah Kawasan terbangun di Pantura Jawa seperti
Kota Jakarta dan Semarang merupakan urban Metropolitan yang
populasinya lebih dari 1(satu ) juta Jiwa ,yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi dan secara geografis
terletak di Siklus Hidrologi Zona iklim Monsoon, dimana curah hujan
terpusat pada monsoon barat sedangkan curah hujan rata-rata pada
monsoon timur relatif dibawah 100 mm/bulan (Lihat Gambar 1).
Konversi lahan menjadi kawasan terbangun limpasan air permukaan
tidak terkendali mengancam Banjir dan kekeringan di down Stream.
Perubahan iklim mempengaruhi langsung Curah hujan, naiknya
permukaan laut dan mempengaruhi watak aliran pembuangan air dari
daratan ke laut di pesisir pantai .
Gambar 1. Zona Iklim Hujan di Wilayah Indonesia (Tjasyono dan
Bannu,2003)
Laju lahan terbangun di DKI Jakarta dan sekitarnya begitu pesat(
1972 -2005) memperlihatkan tekanan perluasan ke arah
barat(Tangerang), Timur(Bekasi) dan selatan (Bopuncur ). Jakarta
sebagai pusat pemerintahan NKRI,Ibukota Negara Indonesia di
trarnsformasi menjadi kota Jasa, telah mengalami deformasi dari
tahun ke tahun khususnya di kawasan pesisir Jakarta, memanfaatkan
peluang pemberdayaan pesisir pantai membentuk Megapolitan Jakarta
dapat diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Laju Konversi Lahan di DKI JKT & sekitarnya
(1972-2005)
Sejak tahun 1970 Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi memasuki
proses industrialisasi dan urbanisasi dengan cepat. Tercatat hingga
tahun 1990 pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut mencapai 4% per
tahun dan pada kurun waktu (1990-2000) pertumbuhan penduduk turun
menjadi 2,4% per tahun namun laju peningkatan jumlah penduduk
tersebut tetaplah tinggi. Jumlah penduduk pada tahun 1970 adalah
8,3 juta dan meningkat hingga mencapai 20 juta jiwa pada tahun
2000. Berdasarkan kecenderungan pertumbuhan tersebut, pada tahun
2025 jumlah penduduk di kawasan tersebut diperkirakan akan mencapai
lebih dari 50 juta (Tamin, 2008) Sedangkan laju pertumbuhan DKI
Jakarta menuju Megapolitan, tidak diimbangi dengan laju pelayanan
air minum, dengan populasi DKI 9.234.978 Jiwa (BPS, 2009) dan akses
thd sumber Air Minum hanya 34,81 % (susesnas, 2009) membuka peluang
terjadinya eksplotasi air tanah berlebih, berimplikasi terhadap
penurunan muka tanah & merusak profil bentangan alam berdampak
pada sistem drainase perkotaan tergantung pepompaan (lihat Gambar
3)
Gam. 3 Peta Penurunan Tanah di Jakarta 1982-1997 (Meliana,
2005)
Pengaruh Perubahan Iklim naiknya muka laut, semakin ekstrimnya
limpasan air permukaan, proses eksploitasi air tanah berjalan terus
diringi permukaan tanah subsidens dan proyek reklamasi pantai
mempunyai kekuatan hukum, mengakibatkan kawasan pesisir lama
Jakarta rentan terhadap ancaman banjir di musim hujan dan rob pada
periode pasut ampltudo maksimum (Arwin, Pidato GB 27 Feb 2009)
1.3 Banjir & Resiko Ekonomi Peningkatanya luas genangan
banjir di kawasan pesisir Jakarta tidak lepas dari laju degradasi
lahan di DAS bermuara di Teluk Jakarta al DAS Ciliwung huluBopuncur
menyebabkan debit banjir meningkat. Terjadinya Konversi lahan
suksesif, berupa alih fungsi lahan dari hutan, budidaya pertanian,
pemukiman pedesaan, ubarnized cover mengakibatkan limpasan air
permukaan semakin tinggi dan debit aliran dasar semakin kecil
(fenomena ekstrimitas debit air). Pada musim penghujan dimana kurva
puncak debit banjir semakin ekstrim dan waktu capaian puncaknya
relatif semakin pendek bila diikuti fenomena memoire hujan
stokastik Hujan orde 4 hari atau hujan berurutan 5 hari (Arwin,
Kompas 11 Febuari 2002) dan diikuti pasang surut laut maka ancaman
banjir semakin besar di daratan landai dan selanjutnya pemberdayaan
lahan pesisir Jakarta sehingga memperluas terjadi degradasi Rezim
Hidrologi, ancaman banjir semakin meningkat di Jakarta . Hal ini
dibuktikan semakin besarnya banjir berturut turut pada tahun Feb
1996, Feb. 2002 , Feb 2007 (Lihat Gambar 4) dan peristiwa Banjir 5
tahun sekali dilampau bilamana terjadi hujan beurutan 3 hari sampai
5 hari dalam fenomena Markov Stokastik Binaire disebut orde 2 sd
orde 4 (lihat Tabel 1).
Gamb. 4 Laju Banjir DKI Jakarta 1996 sd 2007
Tabel 1 Banjir Jakarta tahun 1996-2007
Sumber : Posko banjir Jakarta dan Dartmouth Flood
Observatory
Ilustrasi pengaruh bencana Banjir Jakarta 2002 terhadap ekonomi
Lingkungan : sempat menggangu jalannya roda perekonomian, antara
lain dalam bentuk kemacetan di jalan-jalan (termasuk jalan bebas
hambatan /TOL), rusaknya prasarana wilayah ,terhambatnya pasokan
bahan mentah serta padamnya aliran listrik dan jaringan telepon di
berbagai lokasi genangan air. Di Jakarta saja , tidak kurang dari 7
ribu satuan sambungan telepon mengalami gangguan serta PLN terpaksa
menghentikan pengoperasian PLTU Muara Karang di samping pemadaman
pada 1570 gardu listrik di berbagai lokasi (Kwie Kian Gie ,
2002)
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Maksud & Tujuan PenelitianMaksud & tujuan penelitan
Pengaruh iklim dan Konversi terhadap Rezim Hidrologi tercatat di
arsip pos hujan, pos duga debit air, dan pos elevasi muka laut
(Lihat Gambar 5 ) dan citra satelit pantura Jakarta dan RTRW 2015
dan bedasarkan boundary condition Banjir 2007 .
Gambar 5. Data Pos Hidrologi DAS Ciwung Bopuncur
2.2 Ruang Lingkup Penelitian Pengaruh Iklim dan konversi lahan
terhadap watak aliran di DAS Hulu Pengaruh Iklim terhadap naiknya
muka air laut di teluk Jakarta Laju subsidens permukaan tanah di
pantura Jakarta (1985-2010) Laju perubahan Garis Pantura Jakarta
dengan citra Satelit Simulasi Banjir & Rob di pesisir Pantura
naiknya perubahan garis pantai & muka air laut Meneliti
struktur permasalahan ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta
pengaruh perubahan Iklim dan Konversi Lahan Elaborasi Solusi Dam
Lepas Pantai mengatasi Banjir & Rob di pantura Jakarta
2.3 Review TeorikHidrologi adalah ilmu yang memperlajari
pergerakan air di muka bumi baik kuantitas maupun kualitas air
dalam ruang dan waktu dimana komponen siklus hidrologi merupakan
variabel acak dan stokastik. Pengaruh pemanasan global dan faktor
regional seperti perubahan temperatur di Samudera Pasifik dan
faktor lokal seperti perambahan hutan/ konversi lahan terbangun
berpengaruh terhadap komponen-komponen hidrologi seperti hujan (P),
debit air (Q) dan tinggi muka laut. Pengaruh-pengaruh tersebut
tercatat melalui pos-pos pengamatan komponen siklus hidrologi dan
pos observasi muka laut. Dari arsip data hidrologi sebagai input,
dapat dianalisa fenomena degradasi rezim hidrologi dengan
pendekatan model hidrologi Rambatan air hulu-Hilir seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6. Rambatan Air Hulu- HilirSumber Air adalah sumber daya
alam yang dapat diperbarui melalui siklus hidrologi, dipengaruhi
oleh iklim, konversi lahan membentuk rezim hidrologi tercatat di
observasi Komponen Pos Hujan, pos Debit Air dan MSL dimana
komponennya berkarakter acak dan stokastik, sedangkan pada
kemiringan relatif landai pembuangan air dari daratan laut
merupakan fenomena deterministik.
2.4 Konversi Lahan Perubahan iklim mempengaruhi variabel siklus
hidrologi terutama curah hujan (P). Setelah hujan sampai di
permukaan tanah, hujan terdistribusi terinfiltrasi dalam tanah(I)
setelah jenuh akan melimpasan di permukaan tanah (R) .Massa air
adalah tetap dalam ruang hidrologi, dimana curah hujan jatuh di
permukaan tanah terdistribusi menjadi : P = I+ R dimana
berturutturut P adalah curah hujan, I adalah fraksi air hujan
tertahan di bawah permukaan tanah dan R adalah fraksi air hujan
menjadi limpasan air permukaan. Perubahan tutupan lahan alami
(lihat Gambar 3), dari hutan berturut-turut menjadi budidaya,
permukiman pedesaan dan urban yang berdampak semakin besar R pada
musim hujan dan sebaliknya I dalam tanah semakin kecil (input)
sehingga penyimpanan air tanah (S ) semakin kecil. Hal ini
berpengaruh pada besaran aliran air tanah (output) terutama
limpasan aliran tanah menyentuh permukaan bebas (B**) seperti :
mata air dan aliran dasar sungai (lihat Gambar 6 ).Dari hukum
kekekalan masa air, ketersediaan sumber air sangat tergantung
sejauh mana massa air hujan tersimpan menjadi cadangan air tanah
(I= P-R), sehingga persamaan ketersediaan air, dapat dituliskan
sebagai berikut:S = I E B* - B**Ketersediaan air alamiah bertahan
apabila jumlah air hujan tertahan di permukaan tanah (I), lebih
besar daripada evapotrapirasi potensial (E) : I > E sehingga
pengendalian konversi tutupan lahan perlu lebih dicermati pada masa
depan.Hujan yang jatuh di permukaan bumi relatif konstan dan tunduk
pada hukum kekekalan massa air. Bila keseimbangan massa P = I+R
dibuat non dimensi, maka persamaan massa air menjadi IK + C= 1
dimana IK adalah fraksi massa air hujan yang tertahan dalam tanah
selanjutnya disebut indeks konservasi. Sedangkan C= fraksi masa air
hujan menjadi limpasan air permukaan selanjut disebut C=koefisien
limpasan air. Ecohidrologi dari masa ke masa, tutupan lahan yang
bertahan terhadap alam (iklim) adalah tanaman keras (hutan). Dengan
adanya sentuhan peradaban manusia, tutupan lahan mengalami konversi
lahan diekspresikan sebagai IkC (indeks konservasi aktual).
Konversi lahan menjadi lahan terbangun secara suksesif menjadi
lahan budidaya pertanian, permukiman dan urban, Perambahan hutan
alam (IkA) menjadi budidaya pertanian, permukiman dan urban
metropolitan (IKc) menimbulkan degradasi penyimpanan air (tersimpan
air hujan) di bawah permukaan tanah seperti diperlihatkan pada
tabel 2. Selanjutnaya IK digunakan sebagai instrumen pengendalian
konversi lahan di kawasan konservasi air (Keppres No 114 Kawasan
konservasi Bopuncur).Tabel 2. Indeks Konservasi tutupan
lahanNoKualitas lahanIndeks Konservasi (IKAIKc)
1Hutan0,8-0,9
2Budidaya0,4-0,5
3Pemukimandesa0.5-0,6
4Urban Metro0,0-01
Evaluasi kondisi pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan dapat
dilihat dari perbandingan nilai IKC dan nilai IKA yang dapat
dibedakan seperti pada tabel 3. Nilai ini digunakan sebagai pedoman
dalam pengendalian pemanfaatan ruang, maka dilakukan proses
diskretisasi variabelvariabel yang mempengaruhi dari indeks
konservasi. Nilai ini dapat dibagi tiga kelas atau lima kelas.
Apabila dalam evaluasi suatu kawasan ternyata terdapat pemanfaatan
lahan yang tidak sesuai (IKC < IKA) maka terdapat beberapa upaya
untuk merehabilitasi fungsi konservasi lahan agar (IKC+Ik) = IKA,
upaya memperbaiki dengan Ik yaitu dapat dilakukan dengan pendekatan
vegetatif dan non vegetatif (rekayasa teknologi).Tabel 3. Indeks
Konservasi LahanIndeks KonservasiFungsi Lahan
IKC + Ik = IKASustainability
IKC < IKAUnsustainability
Keberhasilan pengendalian air keberlanjutan air di DAS tercapai
apabila IkC +Ik = IkA dengan demikian win-win solution dapat
tercapai antara kepentingan kawasan hulu dan kawasan hilir.
Sedangkan pengendalian air di kawasan lahan terbangun menngunakan
Indeks Konservasi lahan (IK), dengan pendekatan: pengendalian luas
bangunan terbangun (BCR), vegetatif dan non vegetative (rekayasa
engineering). Upaya rekayasa engineering, antara lain: artficial
recharge sumur resapan, waduk resapan dan drainase eco drainase.
Ide paling sederhana dalam konservasi lahan terbangun disebut zero
limpasan. Zero limpasan adalah suatu upaya konservasi di lahan
terbangun dengan mengendalikan limpasan air hujan dalam suatu
persil atau kawasan supaya tidak ada air hujan yang melimpas
keluar.
2.5 Adaptasi & Mitigasi Seiring dampak perubahan iklim ,
konversi lahan terhadap rezim Hidrologi tercatat dalam arsip
pustaka P(curah hujan) dan Q( pos duga debit Air ) berkarateristik
acak dan seterusnya konversi lahan dari bentangan alam menjadi
bentangan terbangun : lahan budidaya, permukiman pedesaan,
perkotaan maka pengendalian air konkritnya pengembangan
Infrastruktur Sumberdaya Air direspon dengan dua langkah utama,
yaitu adaptasi dan mitigasi.,Adaptasi didasarkan pada
ketidakpastian besaran hujan & debit air dalam proses waktu,
mengantar para ahli hidrolologi dan Manajemen sumber air untuk
melakukan proses penyesuaian dengan memperhatikan resiko ekonomi
fungsi infarstruktur sumber air berdasarkan pada pentingnya fungsi
kawasan terbangun, dengan membangun konsep debit rencana
banjir/kekeringan.Mitigasi adalah upaya mempertahankan
keberlanjutan sumber air di daerah aliran sungai. Bentuk konkrit
upaya mitigasi terhadap pengendalian air (kuantitas / kualitas)
secara undirect: penerbitan peraturan / UU pengendalian limpasan /
pencemaran air dan direct: Insentif (reward) &
dissentif.(pinalti,denda)Pengendalian kawasan terbangun Keppres
No.114 1999 tentang Kawasan Bopuncur , UU Kehutanan No 41 tahun
1999, pengendalian badan air diterbitkan PP 82 tahun 2001 .
Pengendalian Air di kawasan terbangun :1. Undirect (tak langsung):
penerbitan UU dan Peraturan terkait pengendalian lingkungan air.
UUD fasal 33 ayat 3 : Air tanah dikuasai negara .... untuk
kepetingan orang banyak. UU no 7 th 2004 tentang Sumber daya air.
UU Kehutanan No.41 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 2 yang menyatakan
bahwa: ..luas hutan suatu DAS minimal 30% dengan sebaran yang
proporsional. PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum Pasal 8 ayat 2 Pemenrintah (pusat &
daerah) menjamin Ketersediaan air baku (kuantitas & kualitas)
memenuhi baku mutu air. Keppres No. 114 tahun 1999 mengenai kawasan
konservasi air dan tanah Bopuncur.2. Direct (Langsung): Insentif
(reward) dan Dissentif (pinalti, denda).
2.6. Konsep Debit Rencana Infrastruktur SDAKomponen siklus
hidrologi berkarakter acak (variabel acak), yakni suatu kejadian
dimana besarannya tidak menentu dalam proses waktu. Ketidakpastian
komponen utama hidrologi (P,Q) terukur melalui pengamatan (pos
hujan atau pos duga air), hal ini membuat para ahli meneliti
perilaku debit air historikal untuk dapat mengetahui ambang batas
besaran kejadian debit air masa depan. Pengendalian banjir dan
kekeringan di masa depan, ditempuh dengan langkah adaptasi, yakni
pendekatan konsep debit rencana. Hubungan keandalan keberhasilan
dan periode ulang diekspresikan, sbb: (1-P)=1/R, dimana: P=
keandalan /keberhasilan komponen hidrologi ( %) dan R= periode
ulang kejadian.Misalnya: suplai sumber air untuk memenuhi sektor
irigasi : keandalan/ keberhasilan P= 80 % maka ekivalen dengan
periode Ulang (R = 100/20 = 5 thn), berarti dalam selang 100
(seratus ) tahun terjadi 20 kali dan setiap 5 tahun, terjadi satu
kali nilai ambang batas dilampaui. Pengendalian banjir &
kekeringan: Drainase permukiman QR= 2-15 tahun Drainase Sungai : QR
=20-50 thn Drainase Rel Kereta api/ Jalan TOL: QR=50 thn Drainase
bandara udara : Q R= 50 -100 tahun Spill way waduk QR > 100 thn
Intake air baku untuk irigasi : QR =5 thn Intake air baku sektor
DMI (Domestik, Municipality, Industri): QR= 10-20 thn
III. HASIL & PEMBAHASAN 3.1. Perubahan Watak Hujan &
Aliran Hulu Sungai3.1.1 Ekstrimitas Hujan Hasil analisa akademik
dipos Hujan ITB (1987-2007) Intensitas hujan (IDF) semakin ekstrim
(lihat Gambar 7) dan juga pengolahan data hujan wilayah di DAS
Ciliwung Bopunjur ,dengan metoda moving average 5 tahunan,
didapatkan distribusi hujan semakin ekstrim bahwa hujan wilayah
pada bulan Februari semakin meningkat sedangkan debit minimum pada
bulan Agustus dan September semakin menurun (Gambar 8 ).
Gambar 7. Ekstrimitas Kurva Intesitas hujan (IDF) insfrastrukur
Drainase
. Gambar 8. Tendesi Hujan Wilayah 5 tahun di DAS
Ciliwung-Bopuncur
3.1.2 Watak Aliran di Sungai Ciliwung HuluPengaruh perubahan
iklim dan konversi lahan di DAS Ciliwung diteliti dengan
penelusuran debit rata-rata 5 tahunan pada pos duga air Sugutamu.
Dari tahun 1982-2007 menunjukkan pada musim hujan semakin besar
debit air mengalir ke Jakarta sebaliknya musim kemarau semakin
kecil.Watak aliran pos debit Katulampa & Sugutamu cenderung
meningkat terutama pos Sugutamu, menunjukan adanya peningkatan yang
tajam. Debit ekstrim minimum di Pos Katulampa & di Pos Sugutamu
terlihat ada peningkatan . Hasil selengkapnya peningkatan debit air
ekstrim rata-rata 5 tahunan ditunjukkan pada Gambar 9 . Perubahan
watak aliran di pos Sugutamu ditandai dengan semakin menurunnya
aliran dasar (baseflow) sebagai pengaruh ekstrimitas hujan &
degradasi fungsi hidrologi lahan di DAS Ciliwung Hulu Bopunjur.
Sensibilitas watak aliran selama 30 tahun terakhir (1979-2009)
menunjukan terjadinya ekstrimitas ektrimitas debit air di pos
Katulampa Bogor dan Pos Sugutamu Depok debit Rencana Basah &
Kering . Perubahan Watak alira tercatat di pos Duga Sugutamu
(1979-2009) dimana debit rencana basah/kering semakin ekstrim
(Gambar 10 ).
Gambar 9. Debit retata R-5 maksimum & minimum di Pos
Katulampa & Sugutamu(1979-2009)
Gambar 10. Ekrimitas Debit Rencana Basah/Kering di DAS Ciliwung
Bopuncur(1970-2009)
Debit rencana banjir R-5 kurun waktu 1979 s/d 1999 terus
meningkat, kecuali periode 2000-2004, tendesi menurun dengan
terbitnya Keppres 114 tahun 1999 dan seterusnya menaik tajam pada
periode 2005 -2009. 3.2 Subsidens di Pesisir JakartaLaju subsidens
permukaan tanah di pesisir pantura Jakarta dari 1985 s/d 2010
(Bappedal & Dinas PU Jakarta ) menggunakan intrumen statistik
dari data time series, diperoleh penurunan muka tanah
berturut-turut di kacamatan Penjaringan - 4,87 cm/thn, Pademangan
-4,16 cm/thn, Tanjung Priok 3,49 cm/thn, Koja 3,16 cm/thn dan
Cilincing 2,65 cm/thn.(lihat Gambar 11)
Gambar 11. Subsidence permukaan tanah di Pantura Jakarta (Nicco
Plamonia,2010)
3.3. Naik Muka Air Laut di Teluk Jakarta
Naiknya muka air laut rata-rata dipengaruhi oleh perubahan
iklim, akibat adanya fenomena pemanasan global yang memberikan
dampak cukup serius bagi iklim dunia. Salah satu dari dampak
pemanasan global adalah mencairnya lempeng es di Antartika,
Greenland dan gletser di benua. Pencairan es ini menyebabkan
kenaikan muka laut. Peningkatan muka laut (sea level rise/SLR) di
Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/tahun seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Kenaikan Muka Laut Rata-rata (Nicco Plamonia,
2010)3.4 Laju Perubahan Garis Pantai
Dari overlay peta upaya pemberdayaan lahan dipesisir pantura
Jakarta, didapatkan penambahan daratan seluas 458,6 Ha (rentang
tahun 2000 2010) dan rencana reklamasi Pantura RTRW 2015 dengan
lebar 2-2,5 km seluas 2700,7 ha (Gambar 13 )
Gamb. 13 Perubahan Garis Pantura di teluk Jakarta
Tabel 2 Laju Reklamasi Pantura 2003, 2010 dan RTRW 2015
Sumber : Nicco Plamonia, 2010IV. SIMULASI ANCAMAN BANJIR &
ROB DI PESISIR JAKARTA 4.1.Boundary Condition Banjir 2007 Untuk
mengetahui pengaruh iklim dan perubahan garis pantai, mana yang
lebih dominan terhadap fenomena banjir di pesisir pantura Jakarta,
perlu dilakukan simulasi aliran permukaan bebas dengan kiriman
banjir dari hulu DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur yakni pos Sugutamu
Depok pada kejadian banjir dan fluktuasi muka laut Jakarta Febuari
2007. Model deterministik aliran permukaan bebas diterapkan di DAS
Ciliwung dan pesisir Pantura Jakarta (Lihat Gambar 12 & 13)
Gambar 14.Posisis Grid 37.5 Km (point Djakarta Loyd), Grid 39 Km
(point Sunda Kelapa),Grid 40 Km (point Pantai Mutiara)
Gambar 15. Batas Hulu (DPU Pemda DKI & Batas Hilir
(Dishidros, 2007)
4.2. Simulasi Model Gelombang Banjir di Pesisir PanturaUntuk
mengetahui pengaruh perubahan garis pantai dan naiknua muka air
laut dibuat 6(enam ) skenario simulasi,sbb : Simulasi Boundary
condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 1991 (Tanpa
Reklamasi) Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis
Pantai 2010 Simulasi Boundary condition Banjir 2007 & Garis
Pantai Jakarta 2015 Simulasi Boundary condition Banjir 2007 &
Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 5 Tahun Simulasi Boundary condition
Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2010 + SLR 50 Tahun Simulasi
Boundary condition Banjir 2007 & Garis Pantai Jakarta 2015
Tanpa Kenaikan Muka Laut Hasil simulasi dari skenario tsb pesisir
pluit di point Djakarta loyd ,sunda kelapa dan point Pantai Mutiara
semakin tenggelam( lihat Gambar 16,Gambar 17 dan Gambar 18 )AB
Gambar 16. Simulasi Sensitifitas Tinggi Muka Air (A), dan
Kecepatan Aliran di Grid 37.5 Km point Djakarta Loyd (B)AB
Gamb. 17.Simulasi Sensitifitas Tinggi Muka Air (A),dan Kecepatan
Aliran di Grid 39 Km point Sunda Kelapa ( B)AB
Gamb. 18 . Simulasi Sensitifitas Tinggi Muka Air (A) dan
Kecepatan Alirandi Grid 40 Km point Pantai Mutiara(B)
IV. KESIMPULAN Struktur Permsalahan Pengaruh perubahan iklim,
konversi lahan dan ancaman Banjir & Rob di DKI Jakarta terkait
fenomena Banjir 17 Januari 2013 ,berdampak pada luas genangan
menempati kawasan subsidens di pantura Kecamatan Penyaringan
Pantura Jakarta Barat (lihat Gambar 19 )
Gambar 19. Struktur permasalahan: Perubahan Iklim, Konversi
Lahan dan Banjir & Rob di DKI Jakarta
Gambar 20. Genangan Banjir VS Kawasan Susisdence Pantura Banjir
2013
Overlay peta subsisdens dan Banjir 17 Feb 2013 di pesisir
Pantura Jakarta di dan dampak perubahan iklim dan konversi lahan
berturut-turut di Gambar 20 & Gambar 21
Gambar 21. Ancaman Banjir & Rob di Pesisir Pantura
Jakarta
Gambar 22. Solusi Alternatif Pengendali Banjir & Rob di
pantura Jakarta
Solusi mengatasi Banjir & Rob di DKI Jakarta yaitu
Substitusi Air tanah dengan Air permukaan, Revitalisasi Sistem
Utama Pengendalian Banjir (sungai, waduk dan floodway),
Revitalisasi Sistem Drainase di DKI Jakarta dan Revitalisasi
Pengendalian Air di Kawasan Bopuncur dan pengetrapan lebih luas
Drainase Eco Friendly (memanen hujan, artficial recharge, waduk
& polder) di kawasan terbangun. Disamping itu, terdapat 2 (dua)
rencana strategis mengendalikan Banjir & Rob pantura Jakarta
pada dasarnya mempunyai kesamaan, memutuskan sistem Drainase
daratan dengan laut: Jakarta Coastal Defence Strategy dirancang
para Pakar Internasional dan Dam Lepas Pantai dirancang para Pakar
Nasional (lihat Gambar 22) untuk kedua pendekatan tsb memerlukan
Pengendalian keberlanjutan sumber daya air & Sampah di daratan
dan konsep Sistem Penyediaan Air Minum Berkelanjutan (Lihat Gambar
23 & Gambar 24 ), yang di seminarkan sehari di Aula Barat ITB,
Sabtu 30 Maret 2013 pada WWD XXI 2013.
Gambar 23 Pengendalian Sumber Air di Daratan
Gambar 24. Konsep SPAM Pantura BerkelanjutanDaftar PustakaTamin
M.Zakaria Amin. 2008. Kebijakan Strategis Pengembangan Air Minum di
Kawasan Andalan Kasus Jagodetabek, Peringatan Hari Air Sedunia
XVIII Kerma Dirjen CK ITB.Abidin, H.Z., Djaja, R, Darmawan, D.,
Songsang, R. 2000. Studi Penurunan Tanah Di DKI Jakarta Dan Bandung
Dengan Metode Survei GPS. Proceddings of 29th Annual Convention of
Indonesian Association of Geologists. Bandung, 21-22
November.Priyambodo, B. 2005. Banjir Di Daerah Pantai Yang
Mengalami Penurunan Tanah Dan Dipengarui Oleh Peningkatan Muka Air
Laut. Disertasi S3, Jurusan Teknik Sipil ITB, Pujilestari, S.E.
2008. Dampak Perubahan Iklim, Reklamasi Dan Konversi Lahan Terhadap
Rezim Hidrologi Di Kawasan Andalan (Kasus Das Ciliwung-DKI
Jakarta). Thesis Magister. Program Studi Teknik Lingkungan FTSL
ITB. 2008Nicco Plamonia. 2010. Kajian Pengaruh Kenaikan Muka Air
Laut, Reklamasi Pantai dan Degradasi Lahan di DAS Hulu Terhadap
Banjir di pesisir Terbangun DKI Jakarta DAS Ciliwung, Tesis
Magister Teknik Teknik Lingkungan, ITB Sabar Arwin, 2009. Perubahan
Iklim, Konversi Lahan dan Ancaman Banjir dan Kekeringan I Kawasan
Terbangun. Pidato Ilmiah Guru Besar MGB-ITB. Sabar Arwin, 2009.
Tren Global Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air yang
berkelanjutan, Dalam rangka Diskusi Pakar Perumusan Kebijakan
Eco-Efficient Water Infrastructure Indonesia. Direktorat Pengairan
dan Irigasi, Desember. Bapenas.Sabar Arwin. 2011. Iklim, Manajemen
Air dan Degradasi Infrastruktur SDA di Zona Munsoon Ihwal Pantura
Metropolitan Jakarta. Seminar Pengelolaan Sungai di Perkotaan
Peringkatan Hari Air Dunia KE XIX Tahun 2011 Kementrian PU Gedung
Ditjen SDA. Jakarta.Sabar Arwin. Nico Plamonia ST,MT 2012.
Tantangan Pembangunan Infrastruktur SDA & Pengaruh Iklim Ihwal
Urban Metropolitan Jakarta . Proseding Seminar Nasional Tantangan
Pembangunan Berkelanjutan & Perubahan Iklim di Indonesia
USU-BLH Sumut
Materi I - 1 | 1
89Sumber: Susandi dkk, 2007(Tjasyono, B., & Gerwono, R.,
2008)Dampak Perubahan Iklim Terhadap Hujan Harian Maksimum
Tergambar dalam Kurva IDF
C. Identifikasi Penurunan muka tanah jakartaSumber data :Proses
pengolahan data :DataPanjang DataSumber DataServey
Levelling1982-1991Dinas Pemetaan dan Pengukuran TanahServey
Levelling1997Dinas Pertambangan dan Energi DKI JakartaGPS
Survey1991 - 2005Abidin,2007 dalam Endang,2008Bench Mark1982 -
1999Priyambodo,2005 dalam Endang,2008Data ketinggian Muka
tanah1982,1991,dan 1997Data Penurunan Muka Tanah1997-2010Hitung
Selisih1982 19911991-19971982-1997Trend Penurunan Muka Tanah
(cm/th)1982 19911991-19971982-1997Pilih Kesamaan Titik LokasiTrend
PenurunanMuka Tanah 1982-2010PENURUNAN MUKA TANAH JAKARTA
UTARAPengolahan data,2010
1234512345
Dibuat Oleh : Nicco Plamonia25308025
Pembimbing :Prof.Dr.Ir. Arwin Sabar,MS,DEA
Magister Teknik LingkunganProgram Studi Teknik
LingkunganFakultas Teknis Sipil & LingkunganPeta Perubahan
Garis Pantai1991 - 2015 Garis Pantai 1991 Garis Pantai 2003
Reklamasi 1991 - 2003 Garis Pantai 2010 Reklamasi 2000- 2010 Garis
Pantai 2015 Reklamasi 2000- 2015
37END
Ellipsoid : WGS 84 Projection: UTMCoord. System: UTM Zone 48
Southern
SUMBER: PENGOLAHAN DATA,2010