Top Banner
MAKALAH BLOK 17 SISTEM MUSKULOSKELETAL SKENARIO 2 : CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS KELOMPOK 5B (2013) : KRISTALENSI MEGA PUTRI HIMAWAN WIDYATMIKO MADE DINDA DARMAWATI DEWI SARAH FEBRIYANTI SIRAIT STELLA PRASETYA FERSHA SYAFIR RAMADHAN KARIMA ANDRIESTA SHANAZ NOVRIANDINA MENISCO OCTAVIANDI REZA FITRIANI PUTRI GRACE MARGARETHA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
29

17.2 CTEV

Jul 15, 2016

Download

Documents

a
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 17.2 CTEV

MAKALAH BLOK 17

SISTEM MUSKULOSKELETAL

SKENARIO 2 :

CONGENITAL TALIPES EQUINOVARUS

KELOMPOK 5B (2013) :

KRISTALENSI MEGA PUTRI

HIMAWAN WIDYATMIKO

MADE DINDA DARMAWATI DEWI

SARAH FEBRIYANTI SIRAIT

STELLA PRASETYA

FERSHA SYAFIR RAMADHAN

KARIMA ANDRIESTA

SHANAZ NOVRIANDINA

MENISCO OCTAVIANDI

REZA FITRIANI

PUTRI GRACE MARGARETHA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

Page 2: 17.2 CTEV

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu

kaki bengkok atau CTEV(Congenital Talipes Equino Varus). CTEV adalah salah satu

anomali ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun

400 SM (Miedzybrodzka,2002).

CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan

deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa

dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata

talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah

tergantung dari posisi kelainan ankle dan kaki. Deformitas talipes diantaranya :

Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.

Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.

Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit.

Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.

Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan angka kejadian yang

paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV) dimana kaki posisinya melengkung ke

bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum

terjadi dibandingkan tipe bilateral dan dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan

dengan sindroma lain seperti aberasi kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari

persendian), cerebral palsy atau spina bifida.

B. Rumusan Masalah

1 Bagaimana fisiologi dari perkembangan tulang ?

2 Apa pengertian dari CTEV ?

3 Bagaimana klasifikasi dari CTEV ?

4 Bagaimana epidemiologi dari CTEV ?

Page 3: 17.2 CTEV

5 Apa saja etiologi & faktor resiko dari CTEV ?

6 Apa saja manifestasi klinis dari CTEV ?

7 Bagaimana patofisiologi dari CTEV ?

8 Bagaimana cara mendiagnosis CTEV ?

9 Apa saja diagnosis banding dari CTEV ?

10 Bagaimana penatalaksanaan dari CTEV ?

11 Apa saja komplikasi dari CTEV ?

12 Bagaimana prognosis dari CTEV ?

C. Tujuan

1 Mengetahui definisi dari CTEV

2 Mengetahui epidemiologi dari CTEV

3 Mengetahui klasifikasi dari CTEV

4 Mengetahui etiologi dan faktor resiko CTEV

5 Mengetahui patofisiologi CTEV

6 Mengetahui manifestasi klinis dari CTEV

7 Mengetahui cara menegakkan diagnosis CTEV

8 Mengetahui tatalaksana yang tepat pada pasien CTEV

9 Mengetahui diagnosis banding dari CTEV

10 Mengetahui komplkasi CTEV

11 Mengetahui porgnosis CTEV

Page 4: 17.2 CTEV

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi CTEV

Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi adduksi,

supinasi dan varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah

medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh

ligamen dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi

terhadap daerah plantar.

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) adalah fiksasi dari kaki pada posisi

talus menunjuk ke arah bawah, bagian leher berdeviasi kearah tengah dan bagian

rotasi tubuh berotasi sedikit ke luar dalam hubungannya dengan kalkaneus,

naviculare dan seluruh kaki depan bergeser ke tengah dan supinasi. CTEV

disebut juga clubfoot adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan

kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan dan rotasi media dari tibia

(Priciples of Surgery, Schwartz).

B. Epidemiologi CTEV

Insiden clubfoot 1-2 / 1000 kelahiran hidup, Amerika Serikat 2,29 / 1000

kelahiran hidup, Kaukasia 1,6 / 1000 kelahiran hidup, Malaysia 1,3 / 1000 kelahiran,

Saudara kembar 1 dalam 35, Kembar identik 1 dalam 3.

Insiden dari CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin. Insiden

CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup.

Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan bilateral

didapatkan pada 30-50% kasus.

C. Klasifikasi CTEV

Terdapat banyak klasifikasi dalam pembagian CTEV, tetapi belum terdapat satu

klasifikasi yang digunakan secara universal. Pembagian yang sering digunakan adalah

postural atau posisional, serta fixed rigid. Clubfeet postural atau posisional bukan

merupakan clubfeet yang sebenarnya. Sedangkan clubfeet jenis fixed atau rigid dapat

digolongkan menjadi jenis yang fleksibel (dapat dikoreksi tanpa operasi) dan resisten

(membutuhkan terapi operatif, walaupun hal ini tidak sepenuhnya benar menurut

pengalaman dr. Ponseti).

Page 5: 17.2 CTEV

Beberapa jenis klasifikasi lain yang dapat ditemukan, antara lain :

a. Pirani

b. Goldner

c. Di Miglio

d. Hospital for Joint Diseases (HJD)

e. Walker

D. Etiologi & Faktor Resiko CTEV

Etiologi yang sebenarnya dari CTEV tidak diketahui dengan pasti. akan tetapi banyak

teori mengenai etiologi CTEV, antara lain :

a. Faktor mekanik intra uteri

adalah teori tertua dan diajukan pertama kali oleh Hipokrates. Dikatakan

bahwa kaki bayi ditahan pada posisi equinovarus karena kompresi eksterna

uterus. Parker (1824) dan Browne (1939) mengatakn bahwa adanya

oligohidramnion mempermudah terjadinya penekanan dari luar karena

keterbatasan gerak fetus.

b. Defek neuromuskular

beberapa peneliti percaya bahwa CTEV selalu dikarenakan adanya defek

neuromuskular, tetapi banyak penelitian menyebutkan bahwa tidak ditemukan

adanya kelainan histologis dan elektromiografik.

c. Defek plasma sel primer

Irani & Sherman telah melakukan pembedahan pada 11 kaki dengan CTEV

dan 14 kaki normal. Ditemukan bahwa pada kasus CTEV leher dari talus

selalu pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar.

Mereka mengemukakan hipotesa bahwa hal tersebut dikarenakan defek dari

plasma sel primer.

d. Perkembangan fetus yang terhambat

e. Herediter

Wynne dan Davis mengemukakan bahwa adanya faktor poligenik

mempermudah fetus terpapar faktor-faktor eksterna (infeksi Rubella,

penggunaan Talidomide).

Page 6: 17.2 CTEV

f. Hipotesis vaskular

Atlas dkk (1980), menemukan adanya abnormalitas pada vaskulatur kasus-

kasus CTEV. Didapatkan adanya bloking vaskular setinggi sinus tarsalis. Pada

bayi dengan CTEV didapatkan adanya muscle wasting pada bagian ipsilateral,

dimana hal ini kemungkinan dikarenakan berkurangnya perfusi arteri tibialis

anterior selama masa perkembangan.

E. Fisiologi Perkembangan tulang

Osifikasi adalah sebuah proses pembentukan tulang. Pembentukan tulang

dimulai dari perkembangan jaringan penyambung seperti tulang rawan (kartilago)

yang berkembang menjadi tulang keras. Pertumbuhan tulang bermula sejak umur

embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pertumbuhan tulang ini akan

lengkap pada bulan ketiga kehamilan. Pertumbuhan tulang bayi di dalam rahim

dipengaruhi oleh hormon plasenta dan kalsium. Setelah anak lahir, proses

pertumbuhan tulangnya diatur oleh hormon pertumbuhan, kalsium, dan aktivitas

sehari-hari. Osteoblas dan osteoklas berperan dalam proses pembentukan tulang,

dimana keduanya bekerja secara bertolak belakang (osteoblas memicu pertumbuhan

tulang, sedangkan osteoklas menghambat pertumbuhan tulang) agar tercapai proses

pembentukan tulang yang seimbang. Osifikasi dimulai dari sel-sel mesenkim

memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah

akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk

kondroblas.

Pada awalnya pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah

batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas.

Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah

menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di

daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan

membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat

kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan

dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi

degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler

(termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini,

sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang Pada tahap selanjutnya pembuluh

darah akan memasuki daerah epifise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder,

Page 7: 17.2 CTEV

terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua

ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di

antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise.

Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus

membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise,

dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh

memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga

sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada

saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru

di daerah permukaan.

Jadi pembentukan tulang keras berasal dari tulang rawan (kartilago yang

berasal dari mesenkim). Kartilago memiliki rongga yang akan terisi olehosteoblas 

(sel-sel pembentuk tulang). Osteoblas membentuk osteosit (sel-sel tulang). Setiap

satuan sel-sel tulang akan melingkari pembuluh darah dan serabut saraf membentuk

sistem havers. Matriks akan mengeluarkan kapur dan fosfor yang menyebabkan

tulang menjadi keras.

Jenis osifikasi: 

a. Osifikasi endokondral          : Pengembangan model tulang rawan, Pertumbuhan

model tulang rawan, Pengemban pusat osifikasi primer, Pengemban sekunder

osifikasi pusat, Pembentukan tulan rawan artikular dan epifisis

b. Osifikasi intramembranosus : pembentukan tulang dari mesenkim, seperti tulang

pipih pada tengkorak

c. Osifikasi heterotopik            : pembentukan tulang di luar jaringan lunak

Tulang terdiri dari 2 bahan:

1. Matrik yang kaya mineral (70%) = Bone (Tulang yang sudah matang)

2. Bahan-bahan organik (30%) yang terdiri dari:

1. Sel (2%) :

1. Sel Osteoblast : yang membuat matrik (bahan) tulang / sel

pembentuk tulang

2. Sel Osteocyte : mempertahankan matrik tulang

3. Sel Osteoclast : yang menyerap osteoid (95%) (resorbsi) bahan

tulang (matrik) / sel yang menyerap tulang.

Page 8: 17.2 CTEV

2. Osteoid (98%) : Matrik (bahan) tulang yang mengandung sedikit mineral

(osteoid=tulang muda)

F. Manifestasi Klinis CTEV

Cari riwayat adanya CTEV atau penyakit neuromuskuler dalam keluarga. Lakukan

pemeriksaan keseluruhan agar dapat mengidentifikasi ada tidaknya kelainan lain.

Periksa kaki dengan bayi dalam keadaan tengkurap, sehingga dapat terlihat bagian

plantar. Periksa juga dengan posisi bayi supine untuk mengevaluasi adanya rotasi

internal dan varus.

Deformitas yang serupa dapat ditemui pada myelomeningocele dan arthrogryposis.

Pergelangan kaki berada dalam posisi equinus dan kaki berada dalam posisi supinasi

(varus) serta adduksi.

Tulang navicular dan kuboid bergeser ke arah lebih medial. Terjadi kontraktur pada

jaringan lunak plantar pedis bagian medial. Tulang kalkaneus tidak hanya berada

dalam posisi equinus, tetapi bagian anteriornya mengalami rotasi ke arah medial

disertai rotasi ke arah lateral pada bagian posteriornya.

Tumit tampak kecil dan kosong. Pada perabaan tumit akan terasa lembut (seperti

pipi). Sejalan dengan terapi yang diberikan, maka tumit akan terisi kembali dan pada

perabaan akan terasa lebih keras (seperti meraba hidung atau dagu).

Page 9: 17.2 CTEV

Karena bagian lateralnya tidak tertutup, maka leher talus dapat dengan mudah teraba

pada sinus tarsalis. Normalnya leher talus tertutup oleh navikular dan badan talus.

Maleolus medial menjadi susah diraba dan pada umumnya menempel pada navikular.

Jarak yang normal terdapat antara navikular dan maleolus menghilang. Tulang tibia

sering mengalami rotasi internal.

G. Patofisiologi CTEV

Beberapa teori yang mendukung patogenesis terjadinya CTEV, antara lain:

a. terhambatnya perkembangan fetus pada fase fibular

b. kurangnya jaringan kartilagenosa talus

c. faktor neurogenik

telah ditemukan adanya abnormalitas histokimia pada kelompok otot peroneus

pada pasien CTEV. Hal ini diperkirakan karena adanya perubahan inervasi

intrauterine karena penyakit neurologis, seperti stroke. Teori ini didukung dengan

adanya insiden CTEV pada 35% bayi dengan spina bifida.

d. Retraksi fibrosis sekunder karena peningkatan jaringan fibrosa di otot dan

ligamen.

Pada penelitian postmortem, Ponsetti menemukan adanya jaringan kolagen yang

sangat longgar dan dapat teregang pada semua ligamen dan struktur tendon

(kecuali Achilees). Sebaliknya, tendon achilles terbuat dari jaringan kolagen yang

sangat padat dan tidak dapat teregang. Zimny dkk, menemukan adanya mioblast

pada fasia medialis menggunakan mikroskop elektron. Mereka menegemukakan

hipotesa bahwa hal inilah yang menyebaban kontraktur medial.

e. Anomali pada insersi tendon

Inclan mengajukan hipotesa bahwa CTEV dikarenakan adanya anomali pada

insersi tendon. Tetapi hal ini tidak didukung oleh penelitian lain. Hal ini

dikarenakan adanya distorsi pada posisi anatomis CTEV yang membuat tampak

terlihat adanya kelainan pada insersi tendon.

f. Variasi iklim

Robertson mencatat adanya hubungan antara perubahan iklim dengan insiden

epidemiologi kejadian CTEV. Hal ini sejalan dengan adanya variasi yang serupa

pada insiden kasus poliomielitis di komunitas. CTEV dikatakan merupakan

keadaan sequele dari prenatal poliolike condition. Teori ini didukung oleh adanya

perubahan motor neuron pada spinal cord anterior bayi-bayi tersebut.

Page 10: 17.2 CTEV

H. Diagnosis CTEV

Dari anamnesis dapat ditanyakan hal-hal berikut ini :

1. Keadaan kehamilan ibu (masa dalam kandungan)

2. Riwayat persalinan : normal atau tidak, langsung menangis atau

tidak

3. Berat badan dan panjang badan bayi

4. Adanya riwayat penyakit yang menurun, baik dari pihak ayah atau

ibu (pedigree silsilah / keturunan)

5. Perkembangan anak

Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir

(early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural,

kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh

bagian depan tibia. “Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia →

normal”.

Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi.

Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian

medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki.

Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat

lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan

kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi.

Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan

dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang

kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau

positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke

posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat

didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan

terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi

pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus,

pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan

maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian

bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal

Page 11: 17.2 CTEV

anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial,

plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus

medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal

yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.

Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis

anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot

peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya

tetapi otot otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai

kekuatan yang normal.

Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida.

Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk

melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap

mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut

sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Polos

Metode evaluasi radiologis yang standar digunakan adalah foto polos.

Pemeriksaan harus mencakup gambaran tumpuan berat karena stress yang

terlibat dapat terjadi berulang-ulang. Pada infant, tumpuan berat dapat

disimulasikan dengan pemberian stress dorsal flexi.

Foto polos mempunyai kerugian yaitu tereksposnya pasien terhadap radiasi.

Ditambah lagi, pengaturan posisi yang tepat juga akan sulit dilakukan.

Pemosisian yang tidak tepat dapat menghasilkan gambaran seperti deformitas.

Lebih jauh lagi, karena CTEV adalah kondisi kongenital, kurangnya osifikasi

pada beberapa tulang yang terlibat merupakan salah satu keterbatasan

lainnya. Pada neonates, hanya talus dan calcaneus yang terosifikasi.

Navikular tidak terosifikasi sampai anak berusia 2-3 tahun.

Tiga komponen utama dari deformitas ini ditemukan pada radiograf dan dapat

diukur secara berulang. Dengan pemosisian dan eksposur yang tepat,

Page 12: 17.2 CTEV

pengukuran abnormalitas kesejajaran pada foto polos dapat dipercaya.

Tidak ada imaging konfirmasi yang rutin dilakukan. Posisi oblique tumit

pada gambaran dorsoplantar (DP) dapat mensimulasikan varus kaki belakang.

Bila gambaran lateral hanya meliputi salah satu kaki dan tidak termasuk

pergelangan kaki, maka akan terlihat gambaran palsu dari lengkungan talus

yang mendatar. Equinus kaki belakang adalah plantar fleksi dari calcaneus

anterior (mirip kuku kuda) di mana sudut antara axis panjang tibia dan axis

panjang calcaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih besar dari 900

2. CT-Scan

Beberapa artikel mengenai kegunaan CT scan pada elevasi di

CTEV telah dipublikasikan. Kerugian dari CT scan termasuk risiko radiasi

ionisasi, kurangnya osifikasi pada tulang tarsal, suseptibilitas dari artifak

gambar dan gerakan, dan dibutuhkannya peralatan yang mahal dan

aplikasi software untuk rekonstruksi multiplanar. Di sisi lain, deformitas 3

dimensi yang kompleks ini dapat dinilai dengan lebih baik dengan

rekonstruksi 3 dimensi jika dibandingkan dengan radiografi 2 dimensi.

Penggunaan CT dalam evaluasi artikulasi talus pada trauma dan koalisi tarsal

telah digunakan secara luas. Pada penelitian pendahuluan mengenai CT

dengan rekonstruksi 3 dimensi, Johnston et al menunjukkan bahwa kerangka

kawat luar yang dapat memantau tulang pada CTEV biasa diterapkan dan

aksis inersia dapat ditentukan di sekitar pusat massa dengan 3

bidang perpendikuler untuk setiap tulang yang terlibat. Kawat ini dapat

dirotasi secara manual untuk mengurai deformitas dan kelainan susunan

tulang yang tidak jelas karena overlapping pada foto polos. Hubungan antara

tulang kaki belakang dan pergelangan kaki dapat dinilai dengan cara ini,

karena gambaran dari kaki bagian bawah tidak saling berhimpit (overlapping).

Begitu pula halnya dengan aksis vertical dari talus dan lubang kalkaneus

dapat dibandingkan dengan garis acuan perpendicular terhadap dasar

pada rekonstruksi koronal dari tumit. Gambaran ini hanya dapat diperoleh

dengan CT scan.

Analisis diatas menunjukkan bahwa pada kaki normal, baik talus maupun

kalkaneus relative terotasi secara medial terhadap garis perpendicular pada

lubang di bidang transversal, namun rotasi di kalkaneus sangat kecil.

Page 13: 17.2 CTEV

Perbedaan ini merupakan divergensi normal dari aksis panjang 2 tulang. Pada

CTEV, talus terotasi secara lateral dan kalkaneus terotasi lebih medial

daripada kaki normal; rotasi ini menyebabkan terjadinya konvergensi dari

aksis panjang.

Sebagai tambahan, peneliti mengamati pronasi ringan dari talus dan kalkaneus

dibidang koronal pada CTEV, berlawanan dengan supinasi ringan pada kaki

normal. Penemuan ini mengindikasikan bahwa koreksi operasi harus meliputi

supinasi dan rotasi medial dari talus pada lubangnya dan supinasi dan lateral

rotasi dari kalkaneus.

3. MRI

Saat ini MRI tidak dilakukan untuk pemeriksaan radiologi CTEV, dan

terbatasnya pengalaman penggunaan MRI telah dipublikasikan dalam

literature. Penggunaan MRI terbatas karena berbagai kerugian, diantaranya :

dibutuhkan alat khusus dan sedasi pasien, besarnya pengeluaran untuk

software yang digunakan, hilangnya sinyal yang disebabkan oleh efek

feromagnetik dari alat fiksasi, dan waktu tambahan yang dibutuhkan untuk

transfer data dan postprocessing. Di sisi lain, keuntungan dari MRI jika

dibandingkan dengan foto polos dan CT adalah kapabilitas imaging

multiplanar dan penggambaran yang sangat baik untuk nucleus osifikasi,

kartilago anlage (primordium) serta struktur jaringan lunak disekitarnya.

Hasil dari penelitian mandiri terhadap MRI dan penelitian pendahuluan

mengenai resonansi magnetic rekonstruksi multiplanar menunjukkan

bahwa metode ini dapat digunakan untuk menjelaskan patoanatomi

kompleks pada kelainan ini. Gambaran intermediate dan multiplanar

menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk menjelaskan

patoanatomi kompleks pada kelainan ini.

4. Angiografi

Angiogram dapat menunjukkan abnormalitas ukuran dan distribusi pembuluh

darah kecil pada CTEV, tapi temuan ini masih terbatas dalam kegunaannya

secara klinis.

Page 14: 17.2 CTEV

Lateral view in talipes equinovarus demonstrates an abnormally elevated tibiocalcaneal angle. A normal angle is 60-90°

Normal lateral view shows the measurement of the talocalcaneal angle. The calcaneal long axis is drawn along the plantar surface. The normal range is 25-45°. Note the normal overlap of the metatarsals on the lateral view.

Page 15: 17.2 CTEV

Lateral view of clubfoot shows the nearly parallel talus and calcaneus, with a talocalcaneal angle of less than 25°.

Dorsoplantar projection of a healthy foot shows that the line through the long axis of the talus passes just medial to the base of the first metatarsal. The talocalcaneal angle measurement is shown. The normal range is 15-40°.

Page 16: 17.2 CTEV

I. Penatalaksanaan CTEV

Tujuan penatalaksanaan talipes equinovarus adalah:

1 Mencapai dan mempertahankan kesegarisan konsentrik yang normal dari

sendi talokalkaneonavikular, kalkaneokuboid dan pergelangan kaki yang

tergeser.

2 Membentuk keseimbangan normal antara otot-otot evertor, invertor kaki dan

dorso fleksi, plantar fleksi kaki dan pergelangan kaki.

Dorsoplantar views obtained in a patient with unilateral clubfoot show that the talus and calcaneus are more overlapped than in the normal condition. The talocalcaneal angle is 15° or less. Note that the line through the long axis of the talus passes lateral to the first metatarsal due to the varus position of the forefoot.

Page 17: 17.2 CTEV

3 Menghasilkan kaki dengan fungsi dan daya tanggung beban yang normal.

Prinsip penatalaksanaan

1 Peregangan manipulatif untuk memanjangkan jaringan lunak dan kulit

yang terkontraksi (Manipulative stretching and retention in cast-splint),

diikuti dengan retensi dalam gips. Peregangan manipulatif dan serial

cast biasanya dilakukan selama 3 sampai 5 minggu.

2 Reduksi terbuka pembukaan posteromedial, lateral, plantar dan subtalar.

3 Pemeliharaan reduksi dan restorasi mobilitas sendi kaki dan tungkai

dengan splinting dan latihan aktif dan pasif.

4 Penatalaksanaan masalah, seperti kekambuhan deformitas, supinasi kaki

bagian depan dan metatarsus varus.

Terapi konservatif ( 3 – 4 bulan)

1 Sesegera mungkin

2 Manipulasi dan casting (manipulasi selama 1-3 menit)

3 Plaster cast pada minggu pertama( dari ujung jari kaki sampai sepertiga

tengah bagian paha, posisi lutut flexi 90°)

4 Casting diganti 1-2 minggu sekali

5 Casting dilakukan sebanyak 5-6 kali selama 3 bulan pertama.

6 Pemeliharaan dengan menggunakan Denis Browne pada 3-6 bulan setelah

casting (atau dengan sepatu (outflair shoes, reverse Thomas heel)

Terapi Operatif

Indikasi:

a. Gagal terapi konservatif

b. Kambuh setelah konservatif berhasil

c. Anak sudah besar dan belum mendapat pengobatan

Operatif dapat dilakukan pada:

a. Jaringan lunak (hanya untuk usia < 5 tahun)

b. Terhadap tulang

Page 18: 17.2 CTEV

Ada beberapa pilihan lain terapi dalam penatalaksanaan kaki CTEV. Banyak ahli

bedah memilih menggunakan casting dari bahan fiberglass yang lembut daripada

menggunakan gips yang digunakan pada metode Ponseti. Manipulasi dan casting

berlanjut hingga derajat koreksi tercapai.

J. Diagnosis Banding CTEV

1. Postural clubfoot – disebabkan karena posisi fetus dalam uterus. Jenis

abnormalitas kaki seperti ini dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa.

Postural clubfoot memberi respon baik dengan pemasangan gips serial dan jarang

relaps.

2. Metatarsus adductus (atau varus) – adalah suatu deformitas dari tulang

metatarsal saja. Forefoot mengarah pada garis tengah tubuh, atau berada pad

aposisi addkutus. Abnormalitas ini dapat dikoreksi dengan manipulasi dan

pemasangan gips serial.

K. Komplikasi CTEV

1 Infeksi (jarang)

2 Kekakuan dan keterbatasan gerak : adanya kekakuan yang muncul di awal

berhubungan dengan hasil yang kurang baik.

3 Nekrosis avaskular talus : sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul

pada tehnik kombinasi pelepasan medial dan lateralis.

Dapat terjadi overkoreksi yang mungkin dikarenakan :

1. Pelepasan ligamen interoseus dari persendian subtalus

2. Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral

3. Adanya perpanjangan tendon

L. Prognosis CTEV

1. Kurang lebih 50% dari kasus CTEV pada bayi baru lahir dapat dikoreksi tanpa

tindakan operatif. dr Ponseti melaporkan tingkat kesuksesan sebesar 89% dengan

menggunakan tehniknya (termasuk dengan tenotomi tendon Achilles). Peneliti

lain melaporkan rerata tingkat kesuksesan sebesar 10-35%. Sebagian besar kasus

Page 19: 17.2 CTEV

melaporkan tingkat kepuasan setinggi 75-90%, baik dari segi penampilan maupun

fungsi kaki.

2. Hasil yang memuaskan didapatkan pada kurang lebih 81% kasus. Faktor utama

yang mempengaruhi hasil fungsional adalah rentang gerakan pergerakan kaki,

dimana hal tersebut dipengaruhi oleh derajat pendataran kubah dari tulang talus.

Tiga puluh delapan persen dari pasien dengan kasus CTEV membutuhkan

tindakan operatif lebih lanjut (hampir 2/3 nya adalah prosedur pembentukan ulang

tulang).

3. Rerata tingkat kekambuhan deformitas mencapai 25%, dengan rentang antara 10-

50%.

4. Hasil terbaik didapatkan pada anak-anak yang dioperasi pada usia lebih dari 3

bulan (biasanya dengan ukuran lebih dari 8 cm).

Page 20: 17.2 CTEV

DAFTAR PUSTAKA

1. Meidzybrodzka, Z. 2002. Congenital Talipes Eqinovarus (clubfoot): disorder of  the

foot but not the hand. www.anatomisociety.com [29 juli 2008].

2. Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [29 juli 2008].

3. Harris, E. 2008. Key Insight To Treating Talipes Equinovarus. www.podiatry.com [29

juli 2008].

4. Nordin, S. 2002. Controversies In Congenital Clubfoot: Literature Review.

www.mjm.com [29 juli 2008].

5. Pirani, S. 1991. A Relible & Valid Method of Assesing the Amount of Deformity in

the Congenital Clubfoot Deformity. www.ubc.com [2 juli 2008].

6. Anonym. 2006. Brith Defect Risk Factor Series: Talipes Equinovarus (clubfoot).

www.statehealth.com [2 juli 2008].

7. Anonym. 2005. Clubfoot Deformity. www.dubaibone.com [5 juli 2008].

8. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi 2, 2009. Jakarta : PT.

Yarsif Watampone