Top Banner
BAB 1 PENDAHULUAN Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan prevalensinya semakin meningkat dan sudah merupakan masalah kesehatan global.1 Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah epidemi dengan angka pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal juga turut mengalami peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan sebagian besar tidak menyadari hal ini.2 Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas CKD meliputi: identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko dan manajemen secara paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.2 Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah terjadinya gagal ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum
33

171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

Jan 30, 2016

Download

Documents

Ibnu Yazid

hadfHDAJj
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

BAB 1 PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis

dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Insiden dan prevalensinya semakin meningkat dan

sudah merupakan masalah kesehatan global.1 Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah

epidemi dengan angka pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat dalam dua

dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal terminal

yang memerlukan terapi pengganti ginjal Tidak hanya itu, prevalensi CKD stadium awal juga

turut mengalami peningkatatan. Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat

mengidap CKD dan sebagian besar tidak menyadari hal ini.2 Tiga strategi yang dapat

membantu untuk memperlambat progresifitas CKD meliputi: identifikasi dini penderita,

modifikasi faktor risiko dan manajemen secara paripurna. Beberapa faktor risiko untuk

terjadinya CKD adalah umur diatas 60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit

kardiovaskular, adanya riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih

yang berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras) dan

kontak dengan bahan kimia yang berulang.2 Pada stadium dini CKD dapat didiagnosis dengan

melakukan pemeriksaan penunjang dan terbukti dengan pengobatan dini dapat mencegah

terjadinya gagal ginjal, penyakit kardiovaskular dan dapat mencegah kematian sebelum

waktunya.2 CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim medis,

pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini. Edukasi terhadap pasien

dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang memungkinkan akan sangat membantu

memperbaiki hasil pengobatan, serta diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup

penderita.2

1

Page 2: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

BAB 2 LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis kelamin Kewarganegaraan Agama Pendidikan Status Pekerjaan Alamat

Tanggal MRS Tanggal Pemeriksaan

2.2 ANAMNESIS

Keluhan utama :Sesak Nafas

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien merupakan rujukan dari RSUD Bangli, dengan keluhan

utama sesak nafas. Sesak nafas mulai dirasakan pasien sejak satu minggu SMRS (7 September

2012). Keluhan muncul secara mendadak saat pasien bangun tidur, bertahan sepanjang hari, dan

tidak disertai suara ngik-ngik. Keluhan akan semakin memberat dalam posisi tidur, dan sedikit

membaik bila pasien duduk bersandar. Sesak nafas juga dirasakan bertambah berat saat pasien

beraktivitas, sehingga selama keluhan muncul pasien hanya terbaring di tempat tidur. Pasien

juga mengalami batuk yang timbul bersamaan dengan keluhan sesak nafas. Batuk muncul terus

menerus sepanjang hari, berisi dahak yang berwarna putih dan kadang-kadang berbuih. Batuk

dirasakan bertambah berat bila pasien sedang sesak dan agak membaik setelah keluhan sesak

berkurang. Batuk tidak disertai dengan panas badan maupun berkeringat malam hari. Tiga hari

SMRS (10/9/2012), pasien mengalami muntah dengan frekuensi 3-4 kali/hari.Volume tiap kali

muntah ± ¼ gelas air mineral, berisi makanan yang pasien makan sebelumnya dan tidak

berisi darah. Muntah selalu didahului rasa mual, yang muncul beberapa saat setelah pasien

makan atau minum sesuatu. Sembilan hari sebelum pasien MRS, pasien mengeluh kedua

kakinya bengkak. Kedua kaki tersebut bengkak secara bersamaan, disadari pertama kali saat

pasien baru bangun tidur. Bengkak pada kedua kaki tidak disertai oleh rasa nyeri maupun

kesemutan, hanya saja kedua kakinya dirasakan pasien lebih lemah bila digunakan untuk

berjalan. Bengkak dikatakan tidak berkurang dengan beristirahat maupun dengan pemberian

minyak urut. Semenjak timbulnya keluhan-keluhan diatas, pasien merasa badannya lemah

seperti tidak bertenaga. Lemah dirasakan sepanjang hari, hingga membuat pasien lebih banyak

berbaring di tempat tidur.Nafsu makan dikatakan pasien menurun.Selama sakit, pasien hanya

mau makan beberapa sendok bubur, dan kadang kadang makanan tersebut dimuntahkan

kembali oleh pasien. Pasien mengaku tidak mengalami panas badan baik sebelum maupun

Page 3: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

selama munculnya keluhan-keluhan diatas. Pasien juga tidak pernah mengalami nyeri pada

pinggang belakang yang menjalar ke depan hingga ke lipat paha. BAB tidak mengalami

perubahan dalam hal frekuensi dan konsistensi. Adanya BAB yang mengandung darah atau

BAB kehitaman disangkal oleh pasien. BAK juga tidak mengalami perubahan dalam hal

frekuensi, volume dan warna kencing. Pasien mengaku kencing > 3x sepanjang hari tersebut.

Pasien juga menyangkal batu juga disangkal oleh pasien. Saat pasien diperiksa, keluhan sesak

nafas sudah agak berkurang, namun pasien masih menggunakan 2 bantal saat tidur. Pasien

sudah tidak batuk maupun muntah. Kedua kaki masih bengkak, namun sudah berkurang jika

adanya kencing yang berwarna merah atau berbuih, nyeri saat kencing maupun kencing yang

berisi

3

Page 4: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

dibandingkan dengan saat pasien baru MRS. Badan masih dirasakan lemah oleh pasien, akan

tetapi nafsu makan sudah meningkat dibandingkan saat pasien baru MRS. BAB normal dengan

produksi kencing dikatakan sekitar satu botol air mineral sedang, dengan warna kuning agak

pekat dan tidak berbuih. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengatakan belum pernah

mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, dan ini merupakan kali pertama pasien dirawat di

Rumah Sakit. Pasien mengaku dirinya memang memiliki riwayat penyakit batu ginjal (pada

ginjal kiri) sejak 10 tahun yang lalu, namun pasien menolak melakukan operasi karena lebih

memilih mengkonsumsi ramuan herbal yang dibuat sendiri di rumah. Selama mengkonsumsi

ramuan tersebut, sejumlah batu di ginjalnya telah keluar beberapa kali saat pasien kencing.Satu

bulan yang lalu adalah kali terakhir kencingnya mengeluarkan batu. Akibat penyakit batu ginjal

tersebut, pasien pernah beberapa kali mengalami nyeri pinggang kiri bagian belakang yang

menjalar ke depan hingga selangkangan, yang disertai panas badan. Akan tetapi keluhan-

keluhan tersebut tidak sampai membuat pasien harus dirawat di rumah sakit. Pasien menetahui

dirinya menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, dan mendapat pengobatan captopril 2 x 1

tablet sehari. Akan tetapi pasien tidak rutin minum obat. Pasien hanya minum obat bila merasa

kepalanya pusing atau tengkuknya sakit. Riwayat penyakit lain seperti diabetes melitus,

penyakit jantung serta asma disangkal, demikian pula tidak ada riwayat trauma pada kedua

ginjal. Riwayat Penyakit dalam Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan

yang sama dengan pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit ginjal,

hipertensi, jantung, asma, maupun diabetes mellitus.

4

Page 5: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

Riwayat Sosial dan Personal Sehari-hari pasien berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional

di desanya. Aktivitas keseharian pasien kebanyakan dalam posisi duduk saat melayani pembeli.

Pasien mengaku jarang meluangkan waktu secara khusus untuk berolahraga. Pasien tidak

merokok maupun minum minuman beralkohol.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

a. Tanda-Tanda Vital:

Keadaan Umum : Kesan sakit ringan Kesadaran GCS VAS

Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu aksila Tinggi badan Berat badan BMI : Compos Mentis :

E4V5M6 : 0/10 : 160/100 : 89 kali/menit, regular, isi cukup : 20 kali/menit, regular : 36,7oC :

170 cm : 70 kg : 24,22 kg/m2

b. Pemeriksaan Umum: Mata : konjungtiva pucat +/+, sklera ikterus -/-, refleks pupil +/+

isokor, edema palpebra -/THT : : sekret -/-, hiperemis -/: sekret (-), hiperemis (-), nafas cuping

hidung (-) : mukosa bibir kering (-), sianosis (-) : papil atrofi (-) : tonsil T1/T1, faring hiperemis

(-)

Telinga Hidung Mulut Lidah Tenggorokan Leher

: JVP PR + 2 cmH2O

5

Page 6: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid Pembesaran kelenjar getah bening (-) Thoraks Cor : :

Inspeksi Palpasi Perkusi : tidak tampak pulsasi iktus kordis : tidak teraba iktus kordis : batas

atas jantung batas kiri jantung Auskultasi Pulmo : Inspeksi Palpasi Perkusi : ICS II kiri : MCL

kiri batas kanan jantung : PSL kanan : S1S2 tunggal, regular, murmur (-) : simetris statis

dinamis, retraksi dinding dada (-) : vokal fremitus Normal/Normal : sonor sonor sonor sonor

sonor sonor

Auskultasi : vesikuler + + , ronki - - wheezing - + + + + Abdomen : Inspeksi Auskultasi Palpasi

: distensi (-) : bising usus (+) normal : hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak teraba

balotement nyeri ketok sudut costo vertebral -/Perkusi : timpani - + - - -

Ekstremitas

: hangat

, edema

6

Page 7: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Darah Lengkap (14/9/2012) Parameter WBC Neu Ly

Mo Eo Ba RBC HGB HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV Result 8,30 4,35 (76,40%)

1,26 (15,20%) 0,40 (4,90%) 0,20 (2,73%) 0,10 (0,73%) 3,41 9,40 31,20 91,50 27,70 30,20

14,40 126,40 7,39 Unit 103/μL 103/μL 103/μL 103/μL 103/μL 10 /μL 106/μL g/dL %

fL Pg g/dL % 103/μL Fl Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah

3

Remark

Reference Range 4,1 – 10,9 2,5 – 7,5 1,0 – 4,0 0,1 – 1,2 0,0 – 0,5 0,0 – 0,1 4,50

– 5,90 13,50 – 17,50 41,0 – 53,0 80,0 – 100,0 26,0 – 34,0 31,0 – 36,0 11,0 –

14,8 150,00 - 440,00 6.80-10.00

Interpretasi: - Anemia ringan normokromik-normositer b. Kimia Klinik (14/9/2012) Parameter

SGOT SGPT BUN Creatinine GDS Interpretasi: Azotemia Result -10,10 16,20 88,00 16,63

122,00 Unit U/L U/L mg/dL mg/dL mg/dL Tinggi Tinggi Remark Rendah Referenge Range

3,40 - 4,60 8,00 – 23,00 0,70-1,20 136,00 - 145,00 3,50-5,10

7

Page 8: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

c. Analisis Gas Darah (14/9/2012) Parameter pH PCO2 PO2 HCO3 TCO2 BEecf SO2C

Natrium Kalium Result 7,32 21,00 147,00 10,60 11,40 -15,30 99,00 136,00 4,30 mmHg mmHg

mmol/L mmol/L mmol/L % mmol/L mmol/L Unit

5,03 ml/menit/1,73 m2

Remark Rendah Rendah Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

Reference Range 7,35-7,45 35,00-45,00 80,00-100,00 22,00-26,00 24,00-30,00 -2,00-2,00

95,00-100,00 136,00-145,00 3,5-5,1

Interpretasi: - Asidosis Metabolik terkompensasi parsial (Alkalosis Respiratorik) d. Urinalisis

(14/9/2012)

Parameter pH Leukosit Nitrit Protein Glukosa Keton Urobilinogonen Bilirubin Eritrosit

Specific gravity Warna SEDIMEN URINE Leukosit Eritrosit Sel Epitel Gepeng 5-7 0-1 1-2

/lp /lp /lp < 6/lp <3/lp Result 6,00 25,00 Negatif 500,00 50,00 Negatif Normal Negatif 150,00

1,015 p.yel Unit Leu/uL mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl mg/dl Ery/uL +4 +4 +1 +1 Remark

Reference Range 5-8 Negatif Negatif Negatif Normal Negatif 1 mg/dl Negatif Negatif 1,005-

1,020 p.yel-yel

8

Page 9: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

Lain-lain

Bakteri (+)

/lp

-

Interpretasi: Leukosuria Proteinuria Glukosuria Haematuria

e. Foto Thorax AP(14/9/2012)

ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚·

Cor Pulmo Sinus pleura Diafragma

: kesan membesar dengan kalsifikasi aortic knob : tampak perivascular haziness (+) dengan

garis kerley B di kedua paru : kanan dan kiri tajam : kanan dan kiri normal

Tulang-tulang : tak tampak kelainan

Kesan : Kardiomegali dengan edema pulmonum

9

Page 10: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

f. BOF (14/9/2012)

ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚·

Tampak bayangan radiopaque multiple yang terproyeksi setinggi VL 1-5, sisi kiri dan di cavum

pelvis kanan bawah Kontur ginjal kanan dan kiri tak tampak jelas Psoas line kanan dan kiri tak

tampak jelas Distribusi gas usus normal bercampur fecal material Bayangan hepar dan lien tak

tampak membesar Tampak osteophyte VL 1-5, pedicle dan spatium intervertebralis baik

Kesan : - Suspek batu opaque ureter kiri 1/3 distal - Suspek batu opaque buli-buli - Spondylosis

lumbalis

10

Page 11: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

g. EKG(14/9/2012)

Interpretasi: Normal Sinus Rythm HR 110 x/menit Axis deviasi ke kiri Gelombang P normal

PR Interval normal QRS kompleks normal (RV5+ SV2< 35 mm) ST change (-). Gelombang T

abnormal (-)

Kesan: Sinus Takhikardia 2.5 DIAGNOSIS KERJA ï‚· CKD stage V et causa suspek PNC -

Hipertensi Stage II - Uremic Lung - Anemia ringan normokromik normositer on CKD - Suspek

Batu Ureter 1/3 Distal Sinistra - Suspek Batu Buli-Buli ï‚· Kardiomegali et causa suspek HHD

11

Page 12: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

2.6 TERAPI ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· MRS IVFD NaCl 0,9% 8 tpm Captopril 3 x 50 mg

Amlodipin 1 x 10 mg Asam folat 2 x 2 mg CaCO3 3 x 500 mg Diet tinggi kalori 35

kkal/kgBB/hari (2450 kkal/hari), rendah protein 0,8 gr/kgBB/hari (56 gram/hari), rendah garam

100 mEq/hari (230 mg/hari) Transfusi PRC sampai Hemoglobin ≥ 10 gr/dL Hemodialisis

Cito

2.7 RENCANA KERJA ï‚· Rencana Pemeriksaan Penunjang : ï‚· Urinalisis Serum Iron/TIBC/

Feritin USG Abdomen Konsultasi bagian urologi Konsultasi bagian kardiologi

Rencana Konsultasi :

2.8 MONITORING ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Keluhan dan tanda vital Balance cairan Darah Lengkap

Kimia Klinik (SGOT, SGPT, Albumin, Bun, Kreatinin) AGD Elektrolit

2.9 PROGNOSIS ï‚· ï‚· Ad Vitam Ad Fungsionam : dubius ad malam : dubius ad malam

12

Page 13: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

2.10 ï‚· ï‚· ï‚· ï‚·

KIE Keadaan pasien saat ini dan rencana penatalaksanaan Rencana tindakan hemodialisis

sebagai terapi pengganti ginjal pasien yang sudah rusak. Upaya mencegah perburukan kondisi

ginjal secara cepat dengan pengaturan diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam.

Pentingnya kepatuhan pengobatan penyakit dasar maupun komplikasi CKD.

13

Page 14: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

BAB 3 PEMBAHASAN

The NationalKidney Foundation- Kidney Dialysis Outcome Quality Iniatiative (NKF-K/DOQI)

mendefinisikan CKD sebagai (1) kerusakan ginjal yang terjadi selama tiga bulan atau lebih,

berupa kelainan struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG), dengan manifestasi kelainan patologis atau petanda (marker) kerusakan

ginjal , termasuk kelainan dalam komposisi darah maupun urin, atau kelainan dalam tes

pencitraan ; atau (2) LFG < 60 ml/menit/1,73m2 selama tiga bulan atau lebih, dengan atau

tanpa kerusakan ginjal. Berdasarkan derajat penyakit, yang ditentukan dari nilai laju filtrasi

glomerulus, maka NKF-K/DOQI merekomendasikan klasifikasi CKD menjadi 5 stadium.

Menurut klasifikasi ini, CKD stage V ditegakkan bila nilai LFG < 15 ml/menit/1,73 m2.3

Gejala klinik yang ditunjukkan oleh penderita CKD meliputi: (1) sesuai dengan penyakit yang

mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,

hiperurisemi, Lupus Eritematosus Sistemik dan lain sebagainya. (2) gejala-gejala Sindrom

uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume

cairan (volume overloaded), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang

sampai koma. (3) Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

klorida).4 Pada kasus ini, pasien laki-laki, 54 tahun, mengeluh sesak nafas sejak 1 minggu

SMRS, yang bertambah berat bila pasien berbaring atau beraktivitas, namun agak membaik

dengan perubahan posisi dan beristirahat. Pasien juga mengeluh batuk yang muncul bersamaan

dengan keluhan sesak, berisi dahak yang berwarna putih dan kadang-kadang berbuih. Pasien

juga mengalami muntah yang didahului rasa mual, muncul beberapa saat setelah pasien makan

atau minum sesuatu. Pasien mengeluh kedua kakinya bengkak secara bersamaan. Semenjak

timbulnya keluhan-keluhan diatas, pasien merasa badannya lemah seperti tidak

14

Page 15: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

bertenaga. Lemah dirasakan sepanjang hari, hingga membuat pasien lebih banyak berbaring di

tempat tidur. Dalam kepustakaan disebutkan bahwa penyebab gagal ginjal yang menjalani

hemodialisis di Indonesia th. 2000 meliputi: Glomerulonefritis (46,39%), Diabetes melitus

(18,65%), Obstruksi dan infeksi (12,85%), Hipertensi (8,46%), Sebab lain (13,65%).4 Pada

kasus ini, pasien memiliki riwayat penyakit batu ginjal (pada ginjal kiri) sejak 10 tahun yang

lalu, namun tidak dilakukan oerasi, karena pasien menolak tindakan operasi. Pasien juga

mempunyai riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, dan telah mendapatkan pengobatan

captopril 2 x 1 tablet sehari. Akan tetapi pasien tidak rutin minum obat. Riwayat penyakit lain

seperti diabetes melitus, penyakit jantung serta asma disangkal, demikian pula tidak ada riwayat

trauma pada kedua ginjal. Gambaran laboratorium CKD meliputi: (1) sesuai dengan penyakit

yang mendasarinya; (2) penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum serta penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault; (3)

kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin (anemia), peningkatan kadar

asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia,

hipokalsemia, asidosis metabolik dan (4) kelainan urinalisis yang meliputi proteinuria,

hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.4 Dari hasil pemeriksaan darah lengkap pada kasu ini,

dijumpai adanya anemia ringan normokromik normositer (hemoglobin 9,40 g/dl, MCV 91,50

fL, MCH 27,70 Pg) dan trombositopenia (126,40 x 103/μL). Pada pemeriksaan kimia klinik

ditemukan adanya peningkatan kadar BUN (88 mg/dl), peningkatan kreatinin (16,63 mg/dl) dan

penurunan LFG (5,03 ml/menit/1,73 m2). Pada pemeriksaan analisis gas darah ditemukan

adanya asidosis metabolik terkompensasi parsial (pH 7,32, PCO2 21,00 mmHg, PO2 147,00

mmHg, HCO3 10,60 mmol/L, BEecf -15,30 mmol/L) dan hiponatremia (136,00 mmol/L). Pada

pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosuria (25,00 Leu/uL), proteinuria (500,00 mg/dl),

glukosuria (50,00 mg/dl) dan haematuria (150,00 Ery/uL).

15

Page 16: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

Pemeriksaan radiologis pada CKD meliputi foto polos abdomen, pielografi intravena,

ultrasonografi, serta renografi. Pada foto polos abdomen bisa tampak adanya batu radioopak.

Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter

glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal

yang sudah mengalami kerusakan. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan

indikasi. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. Sedangkan

pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.4 Pada kasus ini,

telah dilakukan pemeriksaan foto polos (BOF) abdomen dan didapatkan kesan adanya batu

radiopaque di ureter kiri 1/3 distal, dan batu radiopaque di buli-buli. Untuk mendapatkan

pencitraan ginjal yang lebih spesifik, maka pada pasien ini juga direncanakan pemeriksaan

ultrasonografi abdomen. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan foto thorax AP, dan

didapatkan kesan adanya kardiomegali dengan edema pulmonum. Berdasarkan hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan penunjang, maka pasien ini didiagnosis dengan CKD Stage V karena

secara klinis dijumpai 3 gejala/tanda klasik CKD yaitu edema, anemia, dan hipertensi, ditambah

penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan LFG < 15 ml/menit/1,73m2. Kausa PNC dipilih

karena pasien memiliki riwayat batu saluran kencing yang dikuatkan oleh bukti radiologis.

Penatalaksanaan CKD meliputi: (1) terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya, (2) pencegahan

dan terapi terhadap kondisi komorbid (faktor komorbid tersebut antara lain gangguan

keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat

nefrotoksik, bahan radiokontras atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya), (3)

memperlambat perburukan fungsi ginjal (restriksi protein dan terapi farmakologis),(4)

pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular (pengendalian diabetes, hipertensi,

dislipidemia, anemia, hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

keseimbangan elektrolit), (5) pencegahan dan terapi terhadap komplikasi (anemia,

16

Page 17: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

osteodistrofi renal, pembatasan cairan dan elektrolit) dan (6) terapi pengganti ginjal berupa

dialisis atau transplantasi ginjal.4 Terapi pengganti ginjal merupakan terapi definitif pada CKD

stadium V. Terapi pengganti ginjal tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis, dan

transplantasi ginjal. Hemodialisis emergensi adalah salah satu pilihan hemodialisis yang

dikerjakan pada pasien-pasien CKD dengan LFG < 5 ml/menit/1,73 m2 dan atau bila

ditemukan salah satu dari keadaan berikut: (1) adanya keadaan umum yang buruk dan kondisi

klinis yang nyata, (2) serum kalium > 6 meq/L, (3) ureum darah > 200 mg/dL,(4) pH darah <

7,1, (5) anuria berkepanjangan (> 5 hari), (6) serta adanya bukti fluid overload.4 Pada kasus ini,

karena pasien menderita CKD stage V, maka telah terjadi kegagalan fungsi ginjal yang

didukung dengan GFR 5,03 mL/min/1,73 m2. Sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini

ialah terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis. Hemodialisis emergensi dipilih pada pasien

ini karena dijumpai adanya uremic lung yang merupakan salah satu petanda terjadinya fluid

overload. Selanjutnya pasien menjalani Hemodialisis regular 2x seminggu. Disamping itu pada

pasien ini juga diberikan beberapa terapi penunjang lainnya, yang disesuaikan dengan keadaan

klinis pasien, meliputi: IVFD NaCl 0,9% 8 tpm, captopril 3 x 50 mg, amlodipine 1 x 10 mg,

asam folat 2 x 2 mg, CaCO3 3x500 mg , transfusi PRC hingga Hb ≥ 10 gr/dL, diet tinggi

kalori 35 kkal/kgBB/hari (2450 kkal/hari), rendah protein 0,8 gr/kgBB/hari (56 gram/hari),

rendah garam 100 mEq/hari (230 mg/hari). Adapun dasar pemberian terapi tambahan tersebut

akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya. Anemia terjadi pada 80-90% pasien CKD.

Mekanisme terjadinya anemia pada CKD terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin

akibat menurunnya fungsi ginjal. Hal-hal yang lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia

adalah: defisiensi besi, kehilangan darah (misalnya akibat perdarahan saluran cerna atau

hematuria), massa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 gr % atau HCT ≤ 30%

yang meliputi evaluasi terhadap

17

Page 18: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

status besi (SI/TIBC/ferritin), mencari sumber perdarahan, morfologi eritrosit, serta

kemungkinan adanya hemolisis.4 Pada kasus ini, pasien mengalami anemia ringan

normokromik normositer (Hb 9,40 gr/dL, HCT 31,20%, MCH 27,70fl, MCV 91,50pg).

Penyebab anemia masih ditelusuri, dimana salah satu pemeriksaan penunjang yang

direncanakan ialah pemeriksaan status besi (SI/TIBC/serum ferritin) untuk menyingkirkan

kemungkinan defisiensi besi sebagai penyebab anemia pada pasien ini Koreksi anemia pada

penderita CKD dimulai pada kadar Hemoglobin < 10 gr/dL dengan target terapi, tercapainya

kadar hemoglobin antara 11-12 gr/dL. Pemberian tranfusi pada CKD harus dilakukan dengan

hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang

dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh dan hyperkalemia

yang kita ketahui menyebabkan perburukan fungsi ginjal.4 Pada pasien ini, dilakukan tranfusi

Packed Red Cells (PRC) sebanyak 2 kolf. Masing-masing 1 kolf tiap kali menjalani

hemodialisis (pasien sudah menjalani 2x Hemodialisis). Setelah mendapatkan 2 kali tranfusi

terjadi kenaikan kadar hemoglobin sesuai target yang diharapkan. Hipertensi merupakan salah

satu temuan klinis lain yang juga sering dijumpai pada CKD. 3 Pada kasus ini, pasien

didapatkan dengan hipertensi grade II dan riwayat pengobatan captopril 2 x 25 mg, namun

hipertensinya masih belum terkontrol. Kontrol terhadap tekanan darah sangat penting, tidak

hanya untuk menghambat perburukan CKD, tetapi juga untuk mengurangi risiko penyakit

kardiovaskuler. Penatalaksanaan hipertensi pada pasien CKD berupa diet rendah garam dan

pemberian obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dan atau Angiotensin Receptor Blocker

(ARB). ACE inhibitor dan ARB merupakan pilihan obat antihipertensi untuk pasien CKD

karena keduanya mengurangi hipertensi glomerulus melalui 2 mekanisme, yaitu: (1)

menurunkan tekanan darah sistemik dan menyebabkan vasodilatasi arteriol eferen; dan (2)

meningkatkan permeabilitas membran glomerulus dan menurunkan produksi sitokin fibrogenik.

ARB mempunyai efek samping yang lebih sedikit dibandingkan ACE inhibitor (seperti batuk

atau hiperkalemia), akan tetapi karena harga ARB lebih mahal, maka

18

Page 19: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

biasanya ARB direkomendasikan bagi pasien yang tidak memberikan respon positif terhadap

pengobatan dengan ACE inhibitor.3 Adapun target penurunan tekanan darah yang ingin dicapai

pada pasien CKD, tergantung pada kadar protein dalam urin pasien. Pada pasien dengan kadar

protein urin > 1 gr/hari, target tekanan darah yang diinginkan ialah < 125/75 mmHg, sedangkan

bila kadar protein dalam urin < 1 gr/hari, target penurunan tekanan darah yang diharapkan ialah

< 130/80 mmHg.3 Pada pasien ini, diberikan pengobatan berupa Captopril 3 x 25 mg yang

dikombinasikan dengan amlodipine 1 x 10 mg. Pengkombinasian ACE inhibitor dengan

Calcium Channel Blocker pada pasien ini dilakukan karena pasien juga dicurigai mengalami

penyakit jantung hipertensi, yang didasarkan adanya gambaran kardiomegali pada pemeriksaan

foto thorax. Salah satu manifestasi klinis yang sering dijumpai pada penderita CKD ialah edema

paru. Berdasarkan mekanisme yang mendasarinya, edema paru pada pasien dengan penyakit

ginjal secara umum dibedakan menjadi: (1) edema paru renal primer dan (2) edema paru

sekunder sebagai konsekuensi renal dan jantung. Edema paru renal secara klasik berkaitan

dengan adanya kelebihan volume cairan ekstraseluler sebagai akibat dari kegagalan eksresi air

dan natrium. Edema paru mikrovaskular merupakan bentuk edema paru renal primer lainnya,

yang terjadi akibat adanya peningkatan permeabilitas kapiler paru, yang mungkin disebabkan

karena penurunan tekanan onkotik plasma. Sedangkan edema paru sekunder sebagai

konsekuensi ginjal dan jantung biasanya merupakan komplikasi dari kelainan jantung yang

telah ada sebelumnya, misalnya akibat kardiomiopati hipertensif, anemik, maupun uremikum.5

Pada CKD, mekanisme utama yang mendasari terjadinya edema paru ialah fluid overload

akibat retensi cairan dan natrium. Akibatnya terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada

kapiler paru yang diikuti oleh terjadinya transudasi cairan dari kapiler paru ke dalam ruang

interstisial maupun alveolus paru.

5

Adanya cairan yang mengisi ruang alveolus mengakibatkan gangguan pada proses difusi gas,

dari alveolus ke kapiler paru. Secara klinis, keadasan ini ditandai oleh adanya keluhan sesak

nafas, rhonki pada pemeriksaan fisik, serta gambaran foto thorax yang mengarah pada kesan

suatu edema paru.6 Pada kasus ini, pasien

19

Page 20: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD
Page 21: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

mengeluh sesak nafas dan batu berdahak disertai buih, ditemukan rhonki dan kesan edema

pulmonum pada foto thoraxnya. Temuan-temuan ini mengarahkan dugaan adanya edema paru

pada pasien ini. Pembatasan asupan air pada pasien CKD sangat perlu dilakukan untuk

mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Air yang masuk ke dalam tubuh

dibuat seimbang dengan air yang keluar baik melalui urin maupun insesible water loss (IWL)

antara 500 sampai 800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk

dianjurkan 500 sampai 800 ml ditambah jumlah urin per hari.4 Pada pasien ini juga dilakukan

pengaturan cairan masuk, guna mencegah volume overload yang akan memperberat edema paru

dan edema tungkai yang telah terjadi sebelumnya. Produksi urin pasien perhari rata-rata 600 ml,

ditambah IWL (500 ml), maka jumlah cairan keluar adalah 1100 ml, sehingga cairan yang

diberikan juga harus sejumlah itu. Pasien diasumsikan dapat minum ± 2 gelas/hari (@ 250

ml), sehingga cairan yang diberikan melalui jalur parenteral ialah 600 ml/hari ~ 8 tetes/menit.

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus.

Salah satu cara untuk mengurangi keadaan tersebut adalah dengan pembatasan asupan protein.

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit/1,73m2. Jumlah

protein yang dianjurkan ialah 0,6 – 0,8g/kgBB/hari, yang mana 0,35-0,50 gram diantaranya

sebaiknya merupakan protein dengan nilai biologis tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar

30-35 kkal/kgBB/hari. Diet rendah garam (2-3 gr/hari) juga dianjurkan sebagai upaya untuk

mencegah volume overload sekaligus sebagai terapi nonfarmakologis untuk mengatasi

hipertensi.3,4 Pada pasien ini, diberikan diet tinggi kalori 35 kkal/kgBB/hari dan rendah protein

(0,8 gr/kgBB/hari), serta diet rendah garam (250 mg/hari). Untuk mengatasi hiperfosfatemia

dapat diberikan pengikat fosfat. Agen yang banyak dipakai ialah garam kalsium, aluminium

hidroksida, garam serta magnesium. Garam-garam ini diberikan secara oral, untuk menghambat

absorpsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam kaslium yang banyak dipakai adalah

20

Page 22: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

kalsium karbonat (CaCO3) dan kalsium asetat. 4 Pada pasien ini diberikan CaCO3 dengan

dosis 3 x 500 mg. Pasien CKD mengalami peningkatan risiko athesklerosis karena tingginya

prevalensi faktor risiko “tradisional†dan non “tradisionalâ€.� �3

Peningkatan kadar

homosistein merupakan salah satu faktor risiko non tradisional yang sering terjadi pada pasien

CKD. Adapun mekanisme peningkatannya, hingga saat ini masih belum jelas. Homosistein

berperan dalam memicu proses atherogenesis melalui beberapa cara: (1) menyebabkan

kerusakan sel endotel pembuluh darah, (2) merangsang aktivasi trombosit, (3) mempengaruhi

beberapa faktor yang terlibat dalam kaskade pembekuan darah, seperti menurunkan aktivitas

anti thrombin, menghambat aktivitas kofaktor trombomodulin dan aktivasi protein C,

meningkatkan aktivitas faktor V dan faktor XII, mengganggu sekresi faktor von Willebrand

oleh endotel dan mengurangi sintesis prostasiklin.7 Pemberian asam folat merupakan salah satu

cara untuk mencegah terjadinya hiperhomosisteinemia pada pasien CKD, karena asam folat

merupakan salah satu substansi penting yang diperlukan dalam metabolise homosistein Pada

kasus ini, pasien diberikan terapi asam folat 2 x 2 mg.

21

Page 23: 171124461 Catatan Koass Laporan Kasus CKD

BAB 4 SIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penyakit ginjal yang

ditandai adanya kerusakan dari struktur ginjal lebih dari 3 bulan yang dengan atau tanpa

penurunan LFG < 60 mL/min/1,73 m2, dyang bersifat progresif dan irreversible. Adapun gejala

klasik CKD diantaranya adalah edema, hipertensi dan anemia. Berdasarkan derajat penyakitnya

CKD dibagi menjadi 5 stage yang dinilai dari LFG. Gejala klinis CKD meliputi gejala penyakit

dasar, gejala sindrom uremikum serta gejala komplikasi CKD. Penatalaksanaan CKD

disesuaikan dengan derajat kerusakan fungsi ginjal. Pada kasus, pasien didiagnosis dengan

CKD stage V, sehingga penatalaksanaan utama pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal

berupa hemodialisis. Disamping itu pada pasien ini juga diberikan beberapa terapi penunjang

lainnya, yang disesuaikan dengan manifestasi klinis yang muncul. Penanganan etiologi, gejala

dan komplikasi penyakit dengan tepat, serta perubahan pola diet yang disesuaikan dengan

fungsi ginjal diharapkan akan membantu mencegah perburukan kondisi ginjal sehingga

meningkatkan kualitas hidup pasien.

22